D. Patogenesis
1. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan terhadap
nesovagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O 2 ini terus
berlangsung, maka nesovagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan
dari neso simpatikus. Denyut jantung janin menjadi lebih cepat akhirnya irregular
dan menghilang
2. Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehigga mekonium keluar sebagai tanda janin
dalam hipoksia :
3. Jika Djj normal dan ada mekonium maka janin mulai hipoksia
4. Jika Djj > 160 x / menit dan ada mekonium maka janin sedang hipoksia
5. Jika Djj < 100 x / menit dan ada mekonium maka janin dalam keadaan gawat
6. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian,
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi
atelekrasis bila janin lahir alvedi tidak berkembang. (Mochtar, 1998: 428)
E. Patofisiologi :
Menurut Perinasia (2006), patofisiologi asfiksia neonatorum, dapat dijelaskan dalam 2
tahap yaitu dengan mengetahui cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir,
dan dengan mengetahui reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal, yang
dijelaskan sebagai berikut :
1. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir:
a. Sebelum lahir, paru-paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbondioksida.
1) Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru jani dalam keadaan konstriksi
sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah
2) Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena
konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh
yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriorsus kemudian masuk ke aorta
b. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama
oksigen:
1) Cairan yang mengisi alveoli akan diserap kedalam jaringan paru,dan alveoli akan
berisi udara.
2) Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah disekitar alveoli.
3) Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan
udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan
mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah berkurang.
4) Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan darah sis temik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik
sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus
menurun
5) Oksigen yang diabsorpsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan
darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian kiri kemudian
dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir.
6) Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk
menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru.
7) Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,
duktus arteriosus mulai menyempit.
8) Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru,
akan mengambil banyak oksigen untk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
9) Pada akhir masa transisi normal bayi menghirup udara dan menggunakan paru-
parunya untuk mendapatkan oksigen.
10) Tangisan pertama dan terikan nafas yang dalam akan mendorong cairan dari
jalan nafasnya.
11) Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsangan utama dalam relaksasi
pembuluh darah paru.
12) Pada saat oksige masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan
berubah dari abu-abu atau biru menjadi kemerahan.
2. Reaksi bayi terhdap kesulitan selama masa transisi normal :
a. Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke paru-parunya
Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstial
di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan
menyebabkan arteriol berelaksasi
Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi,
alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak
mendapat oksigen.
b. Pada saat pasokan oksigen berkurang akan terjadi konstriksi arteriol pada oragn
seperti usus,ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak
tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen.
Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-
organ vital.
walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka akan
terjadi kegagaglan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah
jantung, penurunan tekan darah yang mengakibatkan aliran darah ke seluruh
organ berkurang
c. sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksiganasi jaringan, akan
menibulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain
atau kematian.
1) Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda
klinis:
Tanda-tanda tersebut sepoerti:
a) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak,otot dan organ lain
depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
b) Bradikardia (menurunkan frekuensi jantung) karna kekurangan oksigen
pada otot jantung atau sel otak.
c) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama persalinan.
d) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan
sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah
1) Komplikasi paska hipoksia
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi paska hipoksia yamg
dijelaskan menurut beberapa pakar antara laun berikut ini :
1. Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah
sehingga organ vital seperti otak,jantung,dan kelenjar adrenal akan
mendapat aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain.
Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karna penurunan resistensi
vaskular pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatkan
resistensi vaskular di perifer (Williams CE,1993).
2. Faktor lain yang di anggap turut pula mengatur redistribusi vaskular
antara lain timbulnya ransangan vasodilatasi serebral akibat hihipoksia
yang di sertai akumulasi karbon dioksida, meningkatnya aktifitas saraf
simpatis dan vasopresin (BartonsJ,1993).
3. Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk
menghasilkan energi bagi metabolisma tubuh menyebabkan terjadinya
proses glikosis anerobik. Produk sampingan proses tersebut tersebut
(asam laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik
tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah
asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisma ini secara
bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara
ataupun menetap (Williams CE,1993).
2) Penegakan diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan degan berbagai cara dan
pemeriksaan ,berikut ini :
1. Anamnesis : anamnesis di arahkan untuk mencari faktor risiko
terhadap terjadinya asfiksia neonatorum.
2. Pemeriksaan fisik : memperhatikan sama ada kelihatan tanda-tanda
berikut atau tidak ,antara lain ;
a. Bayi tidak bernafas atau menangis.
b. Denyut jantung kurang dari 100x/ menit.
c. Tonus otot menurun.
d. Bisa di dapatakan cairan ketuban ibu bercampur mekonium,atau
sisa mekonium pada bayi.
e. BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai,2010).
3. Pemeriksaan menunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil
asidosis pada darah tali pusat jika :
a. PaO2< 50 mm H20
b. PaCo2> 55 mm H2
c. Ph <7,30 (Ghai,2010)
F. Penatalaksanaan :
Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat
misalnya meja, dipan atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat
pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka)
Keterangan:
kepala bayi.
Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak.
Sarung tangan.
Keterangan:
a. Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan
misalnya handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau
sarung.
b. Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang,
handuk kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk mengatur posisi
Pintu masuk O2
Pintu keluar O2
Susunan katup
Reservoir O2
Keterangan:
Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap lender khusus
untuk BBL.
Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat yang sangat
Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De Lee dalam
Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut meliputi:
Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat
Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih,
Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan pengganjal bahu, sehingga
c) Isap lendir
Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu
memasukan.
Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut
atau lebih dari 3 cm dalam hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit
tekanan
Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau
dengan menggosok punggung, dada, perut dan tungkai bayi dengan telapak
tangan.
Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada, agar
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
Bila bayi bernafas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi tidak
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke
dalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru bayi agar bisa
a) Pasang sungkup
b) Ventilasi 2 kali
Lakukan peniupan / pompa dengan tekanan 30 cm air.
membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan
Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang
Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan
penghisapan.
Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan
sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi
c) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau pemompaan, setelah 30 detik
Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap:
Jika bernafas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak
o Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan
o Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30
resusitasi
perawatan instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan
Kejang
Merintih
Sianosis sentral
c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
d) Pencegahan hipotermi
Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-
sebagian.