Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL

PERITONITIS

OLEH

KELOMPOK 3

DWIFANI FERISYA NADA AMANDA

HASYATI RAZANAH SITI OKTARINA

MONA SILMI HANUM YUANA SILVIA MELDA

DOSEN PEMBIMBING : NIKE SARI OKTAVIA, S.SiT, M. Keb

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES PADANG

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal tentang "Peritonitis".

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini.
Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran kami
tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.

Padang, April 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Manfaat Penulisan ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................................................................... 3

A. Pengertian Peritonitis ........................................................................................ 3


B. Etiologi .............................................................................................................. 3
C. Patofisiologi ...................................................................................................... 4
D. Klasifikasi ......................................................................................................... 6
E. Tanda dan Gejala .............................................................................................. 7
F. Komplikasi ........................................................................................................ 8
G. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 8

BAB III KASUS ................................................................................................................ 9

A. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Kasus Peritonitis ................................... 9

BAB IV PEMBAHASAN KASUS ................................................................................... 14

A. Pembahasan....................................................................................................... 14
B. Penatalaksanaan ................................................................................................ 14

BAB V PENUTUP............................................................................................................. 19

A. Simpulan ........................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat
dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). AKI
Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102
per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian ibu akibat kehamilan, persalinan
dan nifas sebenarnya sudah banyak dikupas dan dibahas penyebab serta langkah‐langkah
untuk mengatasinya. Meski demikian tampaknya berbagai upaya yang sudah dilakukan
pemerintah masih belum mampu mempercepat penurunan AKI seperti diharapkan. Pada
Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan hasil perhitungan AKI menurut SDKI 2012
yang menunjukkan peningkatan (dari 228 per 100 000 kelahiran hidup menjadi 359 per
100 000 kelahiran hidup). Diskusi sudah banyak dilakukan dalam rangka membahas
mengenai sulitnya menghitung AKI dan sulitnya menginterpretasi data AKI yang
berbeda‐beda dan fluktuasinya kadang drastis. (Depkes, 2013)
Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini,
saluran reproduktif anatomi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (Obstetri
William).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu.
(Sinopsis Obstetri).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi
setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam
pertama setelah melahirkan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas.
Selama ini perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun
dengan meningkatnya persediaan darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi lebih
menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu.
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu
38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral
sedikitnya empat kali sehari. Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan

1
yangdisebabkan oleh mesuknya kuman-kuman kedalam alat genetalia pada waktu
persalinan dan nifas. Infeksi nifas pada awalnya adalah penyebab kematian maternal
yang paling banyak,namun dengan kemajuan ilmu kebidanan terutama pengetahuan
tentang sebab-sebab infeksi nifas, pencegahan dan penemuan obat-obat baru dari itulah
dapat diminimalisir terjdinya infeksi nifas.
Dari itulah seorang bidan perlu mengetahui tentang infeksi nifas, mulai dari apa itu
infeksi nifas, bagaimana penyebab terjadinya infeksinya, pencegahanya dan pengobatan
dari infeksi nifas tersebut. Hal ini ditujukan untuk terwujudnya persalinan yang aman
asuhan nifas yang higienis sehingga komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian peritonitis?
2. Bagaimana etiologi peritonitis?
3. Bagaimana patofisiologi peritonitis?
4. Bagaimana klasifikasi peritonitis?
5. Bagaimana tanda dan gejala?
6. Bagaimana komplikasi peritonitis?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang?
C. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui pengertian peritonitis
2. Mengetahui etiologi peritonitis
3. Mengetahui patofisiologi peritonitis
4. Mengetahui klasifikasi peritonitis
5. Mengetahui tanda dan gejala
6. Mengetahui komplikasi peritonitis
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus
seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis
merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia
yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi
kantung empeduatau laserasi hepar. Padawanita sangat dimungkinkan peritonitis
terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus
peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
B. Etiologi
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer
(peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organviseral),
atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum)
dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun
biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Kira - kira 10-
30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis
bakterial.
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah
bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua kasus
peritonitis primer.
Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan
infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran bilier. Kedua kasus

3
peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan
cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi
gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid)
akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon asenden (usus halus).
Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk
pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan
operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis.
Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi non infeksi, insiden peritonitis sekunder
(akibat pecahnya jahitan operasi seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi untuk penyakit
inflamasi (misalnya apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi beresiko
kurang dari 10% terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Resiko terjadinya
peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan duodenum,
pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfusi yang
pasif.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri, ada defense musculaire, muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin.
C. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa
ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini
segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

4
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen
usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan
di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi
usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial,
pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi
usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi
peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus
dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,
perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang
lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri
perut, nyeri tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang

5
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh
perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsanganperitoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis
bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau
ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan
akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang
berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari
organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang
berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila
perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi
perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan
bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme
membutuhkan waktu untukberkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut
abdomen karena perangsangan peritoneum.
D. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

6
a. Spesifik : misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi
tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteriianaerob,khususnya spesies Bacteroides,
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahankimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra
abdominal, misalnya appendisitis.
3. Peritonitis tersier
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. Peritonitis yang sumber kumannya tidak
dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
4. Peritonitis bentuk lain
Bentuk lain dari peritonitis:
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis
E. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan

7
atau tegang karenairitasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan
vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau
HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati
toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan
penderita geriatric.
F. Komplikasi
1. Eviserasi Luka
2. Pembentukan abses
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
a. Leukositosis
b. Hematokrit meningkat
c. Asidosis metabolik
2. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus
merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. Usus halus dan usus besar
dilatasi. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

8
BAB III

KASUS

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY “S” 28 HARI


POSTPARTUM DENGAN DENGAN SUSPEK PERITONITIS DI KOTA PADANG

I. PENGKAJIAN DATA
Tanggal : 19 April 2018
Jam : 16.00 WIB
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama ibu : Ny. S Nama Suami : Tn. A
Umur : 23 th Umur : 28 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : minang/Indonesia Suku/bangsa : minang/indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Seberang Padang Alamat : Jl. Seberang Padang
2. Anamnesa
a. Alasan Kunjungan : Ibu ingin memeriksakan keadaannya.
b. Keluhan utama : Ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah. Ibu sering
merasa mual, dan demam tinggi.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Ibu saat ini merasa tidak nafsu makan sehingga badannya terasa lemas
Ibu saat ini sering merasakan mual
Ibu menyatakan saat ini perutnya terasa sangat nyeri.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit hipertensi.
Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti asma dan
DM.
Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit menular hepatitis, TBC,
dan PMS.
3) Riwayat kesehatan keluarga

9
Ibu menyatakan dari pihak keluarga ada yang menderita penyakit hipertensi.
Ibu menyatakan dari pihak keluarga suami maupun istri tidak ada yang
menderita penyakit keturunan seperti asma dan DM.
Ibu menyatakan dari pihak keluarga suami maupun istri tidak ada yang
menderita penyakit menular hepatitis, TBC, dan PMS.
d. Riwayat transfusi darah : tidak ada
e. Riwayat pernah mengalami gangguan jiwa : tidak ada
f. Riwayat menstruasi
Menarche :13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 6 hari
Jumlah perdarahan : 2 x ganti pembalut
Keluhan : tidak ada
g. Riwayat sosial ekonomi
1) Status perkawinan
Frekuensi menikah : 1x
Usia saat menikah : 22 tahun
Lama menikah : 1 tahun
Status perkawinan : syah
2) Respon ibu dan keluarga
Ibu menyatakan suami dan keluarganya mendukung dengan keadaannya.
3) Dukungan keluarga
Secara emosional : Ibu menyatakan suami bersedia menemani untuk
memeriksakan keadaannya.
h. Pola kehidupan sehari-hari
1) Makan
Frekuensi : 2x sehari
Jenis : nasi, lauk, sayur
Porsi : ½ piring
Keluhan : tidak nafsu makan
2) Minum
Frekuensi : 6 gelas/hari
Jenis : air putih, teh
Keluhan : tidak ada

10
3) Pola eliminasi
BAB
Frekuensi : 1x / hari
Konsistensi : keras
Warna : kuning
Keluhan : nyeri saat BAB
BAK
Frekuensi : 4x /hari
Warna : kuning jernih
Keluhan : tidak ada
4) Pola aktivitas
aktivitas ibu terganggu sehingga pekerjaan rumah tangga di bantu oleh
anggota keluarga lain.
5) Pola istirahat
Tidur malam : ± 5 jam
Tidur siang : ± 1 jam
Keluhan : kurang tidur
6) Pola personal hygiene
Mandi : 2x sehari
Gosok gigi : 2x sehari
Keramas : 2x seminggu
Ganti celana dalam : 2x sehari
7) Pola seksual
Ibu belum melakukan aktivitas seksual setelah melahirkan
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan Umu : Lemah
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 38,7°C
Nadi : 88 x/mnt
Pernapasan : 20 x/mnt
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : bersih, tidak ada ketombe

11
Muka : pucat (+), tidak oedem
Mata : konjungtiva pucat (+), sklera tidak kuning
Hidung : bersih, tidak ada secret
Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar typoid dan parotis
Ketiak : bersih, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Payudara : simetris, tidak ada masa
Abdomen : di uterus tidak teraba benjolan, nyeri tekan perut bagian bawah
Genetalia : tidak oedem, tidak varises, ppv lokhea alba, tidak bau busuk.
Ekstremitas : tidak oedem, tidak varises
3. Pemeriksaan penunjang
HB : 9 gr%
II. INTERPRETASI DATA
A. Diagnosa Kebidanan
Ibu P1A0H1 23 tahun 28 hari post partum dengan suspek peritonitis
B. Kebutuhan
Dukungan emosional
III. MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
Diagnosa Potensial : Syok neurogenik,peritonitis, anemia
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN YANG MEMERLUKAN PENANGANAN SEGERA
Antisipasi : kolaborasi dokter SPOG dalam pemberian antibiotic, analgetik serta deteksi
USG.
V. PERENCANAAN
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan.
2. Berikan dukungan psikologis pada pasien. Ibu lebih tenang dan dapat menerima keadaan.
3. Beritahu ibu dan keluarga bahwa ibu harus dirujuk
4. Berikan infom consent kepada ibu tentang persetujuan rujukan.
5. Observasi TTV. Deteksi dini adanya kelainan.
6. Perbaiki keadaan umum ibu. Berikan cairan intravena dengan memasang infus RL atau
NaCl.
7. Lakukan persiapan rujukan dan antar ibu ke tempat rujukan.
8. Pendokumentasian
VI. IMPLEMENTASI

12
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala infeksi pada
bagian perut yang di tandai dengan nyeri tekan perut bagian bawah, mual, dan demam.
2. Memberikan suppot mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk tetap tenang dan
tidak merasa cemas.
3. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu harus dirujuk agar dapat dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
4. Memberikan infom consent kepada ibu tentang persetujuan rujukan.
5. Melakukan Observasi TTV yaitu ktekanan darah ibu, nadi, pernafasan dan suhu tubuh
ibu.
6. Memerbaiki keadaan umum ibu. memberikan cairan intravena dengan memasang infus
RL atau NaCl.
7. Melakukan persiapan rujukan dan mengantar ibu ke tempat rujukan.
8. Pendokumentasian
VII. EVALUASI

1. Ibu mengerti penjelasan bidan dan merasa cemas.


2. Ibu merasa sedikit tenang setelah diberikan motivasi/dukungan.
3. Ibu dan keluarga mengerti dan bersedia di rujuk untuk pemeriksaan lanjutan.
4. Ibu bersedia menandatangani surat persetujuan dirujuk
5. Observasi TTV telah dilakukan
6. Infus telah dipasang dan cairan RL telah diberikan.
7. Persiapan rujukan sudah siap dan pasien telah dirujuk.
8. Telah dilakukan pendokumentasian.

13
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Pembahasan
Pada kasus ini, ibu datang ingin memeriksakan kondisinya. Pada saat pengumpulan
data, ibu mengatakan ia bersalin 28 hari yang lalu. Ibu mengeluh nyeri perut bagian
bawah, sering merasa mual, dan demam tinggi. Diagnosis peritonitis ditegakkan secara
klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan
tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas
lokasinya (peritoneum parietal). Tanda- tanda peritonitis relative sama dengan infeksi
berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bias menjadi hiportimia, tatikardi,
dehitdrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi, dimana punctum
maksimum nyeri pada kasus ini yaitu perut bagian bawah. Hal tersebut merupakan gejala
terjadinya infeksi pada masa nifas, yaitu peritonitis.
Untuk menegakkan diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa tes
laboratorium dan foto polos abdomen. Untuk itu ibu harus dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap.
Penanganan lanjut terhadap kasus peritonitis yaitu tindakan pembedahan. untuk itu
perlu dilakukan tindakan kolaborasi dengan obgyn dengan merujuk klien dalam penanganan
kasus tersebut. Sebelum merujuk klien, telah lakukan perbaikan keadaan umum ibu dengan
pemberian cairan Ringer Lactat dengan pemasangan infus. kemudian melakukan observasi tanda-
tanda vital ibu.
B. Penatalaksanaan
Pada dasarnya infeksi pada ibu dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan saat ibu
pada masa kehamilan, persalinan, dan awal masa nifas. Bidan berperan penting dalam
pencegahan tersebut dengan memberikan asuhan dan pendidikan kesehatan kepada klien.
Berikut merupakan penatalaksanaan pada ibu dengan peritonitis :
1. Pencegahan
a. Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting,
karenanya diet yang baik harus diperhatikan.

14
Coitus pada hamil tua sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan
pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
b. Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-
kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah
terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai
dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan
jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi
darah harus diberikan menurut keperluan.
c. Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-
kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat
bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
2. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan
pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi yang
berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi
sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu
antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis (ampisilin)
merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat baktericide (bukan
bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan peniciline G sebanyak 5 juta
S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat diberikan sebagai iv atau infus pendek
selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang
peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase ialah
oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan
tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut. Karena

15
peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat
perawatan di rumah sakit.
Secara jelas, penatalaksanaan pada peritonitis yaitu ;
a. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan
kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang
berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan
kehilangan protein. Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus
untuk mengurangi tekanan dalam usus.
b. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
1) Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg
berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
2) Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan
gembung perut di beri Abot Miller tube.
c. Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan
makanan per os baru di berikan setelah ada platus.
d. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan
perbaikan dapat diupayakan.
e. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis.
Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan
drainase terhadap abses.

Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan


(laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :

a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
d. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

16
a. Mengeliminasi sumber infeksi.
b. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
c. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan (dikerjakan bidan) yang diberikan antara
lain: Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik
diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual
dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas dan bentuk
ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik,
terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi
modulasi respon peradangan.
Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama
masa pra, intra, post operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami
tahapan- tahapan yang dilakukan pada seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup
tiga fase yaitu :
a. Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja operasi.
Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik, rumah sakit atau di rumah,
menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang
diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin
dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang operasi
b. Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan medikasi melalui
intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa
contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggemban tangan pasien
selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat
scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan
menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran tubuh.
c. Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini . Pada fase

17
pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih
detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses keperawatan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
3. Asuhan Kebidanan Pada Peritonitis
Sebagai seorang bidan harus dapat mendeteksi dini komplikasi yang di alami oleh
pasien dengan cara mengetahui tanda dan gejala pada peritonitis, sehingga seorang
bidan dapat menentukan tindakan yang akan dilakukannya secara tepat. Adapun
asuhan yang dapat diberikan oleh bidan, diantaranya ;
a. Komunikasi kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu
b. Merencanakan upaya rujukan ke RS dengan alasan:
1) Ibu memerlukan penanganan & pemantauan khusus dari tim ahli
2) Memberikan dukungan psikologis
c. Sebelum melakukan rujukan, berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24
jam:
1) Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg
berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
2) Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan
gembung perut di beri Abot Miller tube.
d. Bila peritonitis meluas maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang
berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan
kehilangan protein (selama dilakukan rujukan)
e. Selain itu, bidan melakukan pendidikan kesehatan mengenai hal yang
berhubungan dengan masalah tersebut.

18
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga
pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual,
infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat
terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi
tanpa infeksi.
B. Saran
Kita sebagai seorang bidan dalam mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dapat
memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa dapat
memberikan asuhan kebidanan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang
sesuai dengan apa yang dipelajari.

19
DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih, Hesti, dkk. 2017. Buku Saku Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Trans Info Media

Walyani, Elisabeth Siwi. 2015. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Yogyakarta : Pustakabarupress

Ayu Yulianti. 2013. Radang atau Infeksi Alat Genetalia.


http://ayuyuliantie.blogspot.co.id/2013/03/

Anda mungkin juga menyukai