Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis(TB) adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah
sangat lama dikenal. Penyebab dari infeksi ini adalah basil tahan asam
M.Tuberculosis.1 berdasarkan lokasinya infeksi tuberkulosis dibagi
menjadi dua yaitu Tuberkulosis paru dan Tuberkulosis ekstraparu.2
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura sedangkan Tuberkulosis ekstraparu adalah
tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal dan lain-lain.3
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di dunia. Berdasarkan
laporan WHO, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar angka kejadian
TB di dunia setelah Cina dan India. Setidaknya hingga 20% penderita TB
paru akan mengalami penyebaran TB ekstraparu.TB ekstraparu dapat
berupa TB otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening,
osteoartikular, dan endometrial. 11% dari TB ekstraparu adalah TB
osteoartikular, dan kurang lebih setengah penderita TB osteoartikular
mengalami infeksi TB tulang belakang.4,5
Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah
tersendiri karena selain mengenai ibu, juga dapat menulari bayi yang
dikandung atau dilahirkannya.4 Penelitian melaporkan bahwa sekitar 1-3%
dari semua wanita hamil menderita TB. Di Indonesia, kasus TB baru
hampir separuhnya adalah wanita, dan menyerang sebagian besar wanita
pada usia produktif. TB perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena

v
penyakit ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri dan
janin.6,7
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya
perjalanan TB, sehingga banyak penderita tidak mengeluh sama sekali.
Pengaruh TB paru pada wanita yang sedang hamil bila diobati dengan
baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Infeksi TB pada neonatus
dapat terjadi melalui intrauterin, selama persalinan, maupun pasca natal
oleh ibu pengidap TB aktif. Kejadian TB kongenital sangat jarang.Di
seluruh dunia kasus TB kongenital hanya tercatat 329 kasus.4,7

v
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
No. RM : 858442
Umur : 28 tahun
Suku bangsa : Melayu Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : IRT
Alamat : RT.08 jln. N.KH. A Majid kel. Tahtul Yaman
MRS : 27 oktober 2017 pukul 14:42 WIB

Nama suami : Tn .R
Umur : 29 tahun
Suku bangsa : Melayu Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT.08 jln. N.KH. A Majid kel. Tahtul Yaman

v
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Lengan dan tungkai serta jari-jari tangan dan kaki sulit digerakkan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke rumah sakit umum daerah raden mattaher jambi
pada 27 oktober 2017 atas rujukan dari rumah sakit TK.IV.Dr.Bratanata
dengan diagnosis susp spondylitis TB + TB Paru + hamil 37-38 minggu.
Os mengeluhkan lengan dan tungkai sulit digerakkan sejak 5 bulan
yang lalu, keluhan tersebut semakin lama semakin memberat hingga
sampai saat ini. Saat 5 bulan yang lalu os didiagnosis tb paru dan
spondylitis tb. Os diberikan obat untuk 6 bulan tetapi os tidak minum obat
secara tuntas. Os hanya minum obat selama 2 bulan dengan alasan takut
kalau obat-obat tersebut berakibat buruk pada bayi yang dikandungnya.
Pada tiga tahun yang lalu os juga pernah di diagnosis tb paru dan
os minum obat selama 6 bulan dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-) TB(+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-) TB(+)

III. DATA KEBIDANAN


Haid
Menarche umur : 12 tahun
HPHT : 9-2-2017 (Usia Kehamilan: 37-38 minggu)
Haid : Teratur

v
Lama haid : 7 hari
Siklus : 28 hari
Dismenorrhea : Tidak
Warna : Merah segar
Bentuk perdarahan : Encer
Bau haid : Anyir
Flour albous : Sebelum
Lama : 1 hari
Warna : Putih kental
Jumlah : Sedikit
Riwayat Pernikahan
Status perkawinan : Kawin
Berapa kali : 1 kali
Usia : 27 tahun
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas

No Tahun Umur Jenis Penolong Penyulit Anak Ket


partus kehamilan persalinan JK/BB
1 Ini

Riwayat Kehamilan Sekarang :


GPA : G1P0A0
HPHT : 9-2-2017
Taksiran Persalinan: 16-11-2017
ANC : 2 kali
Imunisasi TT :-
Keluhan Umum :-

v
Riwayat KB : tidak pernah
IV. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
TD : 120/90 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,3˚ C
Tinggi badan : 150 cm
Berat Badan : 76 kg
a. Kepala
Wajah : Pucat (-) Sianosis (-)
Rambut : tidak rontok
Cloasma Gravidarum : (-)
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : putih
Mulut dan gigi : sianosis (-), lidah kotor (-)
Telinga : dalam batas normal
b. Leher : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-), pembesaran KGB (-)
c. Dada :
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Auskultasi :

v
Cor : BJ I/II reguler, murmur (+), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defance
musculare (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
e. Genitalia Eksterna : labia mayora/minora : simetris,
pembesaran kelenjar bartholini (-),
f. Ekstremitas : simetris, akral dingin (-), edema (-)
Motorik: 4/4
2/2
STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan Leopold
Leopold I : TFU 30 cm, teraba bagian yang lunak, tidak
melenting.
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : teraba bagian keras, bundar, dan melenting.
Leopold IV : konvergen.
TBJ : (30 - 12) x 155 = 2790 gram
Auskultasi : DJJ = 150x/i
Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan

v
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
27 Oktober 2017 pukul 03.14 WIB
Parameter Hasil Satuan Harga Normal
WBC 10.32 103/mm3 4.0 – 10.0
RBC 3.77 106/mm3 3.5 – 5.5
HGB 10.6 g/dl 11.0 – 16.0
HCT 31.6 % 35.0 – 50.0
PLT 291 103/mm3 100 – 300
VI. DIAGNOSIS
G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum impartu + tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep + IUGR

VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 10 gtt/i
- Inj.ceftriaxone 2x1 gr IV
- Dexametason 3 x 1 amp
- Ranitidine 2 x 1 amp
PO :
- Mecobalamin 2 x 1
- Calcium 3 x 1
- Rifampisin 1 x 450
- Pyrazinamide 1 x 1000mg
- Isoniazid 1 x 300 mg
- Tablet merah 1 x 1

v
LAPORAN OPERASI
Nama operator : dr. Hanif M Noor, Sp.OG
Tanggal : 31 Oktober 2017 (pukul 09.30)
1. Pasien dalam stadium narkose dilakukan tindakan insisi dinding
perut secara pf anennstial
2. Dinding perut dibuka lapis demi lapis
3. Segmen bawah rahim dibuka, dilebarkan secara tumpul
4. Kepala dilusir diekstraksi
5. Bayi dilahirkan dengan eksplorasi perabdominal
Jenis kelamin : perempuan PB : 45 cm
BB : 2100 gram AS :7
6. Plasenta dilahirkan perabdominal lengkap
7. Segmen bawah rahim dan dinding perut ditutup lapis demi lapis
8. Dinding perut ditutup
9. Tindakan selesai
DIAGNOSA POST OP
P1A0 Post operasi Sectio Caesarea a/i tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep + IUGR
Instruksi Post op
- Observasi TTV dan perdarahan setiap 15 menit
- Posisi tidur terlentang dengan bantal
- Minum bertahap
- Rawat ruang HCU

v
Terapi Post Op :
- Inj. cefotaxime 3x1 gram
- Alinamin tab 3x1
- Kaltopren supp 3x1
- Ketorolac 3 x 2 amp

Tgl Pukul Follow Up

27-10-2017 S Os mengeluhkan kaki dan tangan sulit digerakkan


O Tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
TD: 120/90 mmHg; HR: 90 x/i; RR: 19 x/i; T: 36,4oc; SPO2: 100%
DJJ: 150x/I TFU: 30cm
Motorik: 4/4
2/2
Hasil Laboratorium (27-10-2017/ Pukul 15:14 WIB)
HB : 10.6 HT : 31.6
WBC : 10.32 PLT : 291
RBC : 3.77 Na: 137.27
K: 3,99 Cl:102.99 Ca:1.32 Ur/Kr: 10/0.5
A G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum inpart + tetraplegia JTH
intrauterin Preskep + IUGR
P - IVFD RL 10 gtt/i
- Inj.ceftriaxone 2x1 gr IV
- Dexametason 3 x 1 amp
- Ranitidine 2 x 1 amp
PO:

v
- Mecobalamin 2 x 1
- Calcium 3 x 1
- Rifampisin 1 x 450
- Pyrazinamide 1 x 1000mg
- Isoniazid 1 x 300 mg
- Tablet merah 1 x 1
28-10-2017 S Lemah,kaki dan tangan sulit digerakkan
O Tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
TD: 100/70 mmHg; HR: 82 x/i; RR: 19 x/i; T: 36,4oc; SPO2: 100%
DJJ: 150x/i TFU: 30cm
Motorik: 4/4
2/2
Hasil laboratorium 28-10-2017
SGOT: 31 SGPT: 24
BT: 2 Menit CT: 3 Menit
A G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum inpart + tetraplegia JTH
intrauterin Preskep + IUGR
P IVFD RL 10gtt/i
N acetilsistein
Pronalges sup
OAT: RHZ 600/400/1500
Vit B6
Rencana SC Elektif tanggal 31 oktober 2017

v
29-10-2017 S Sulit menggerakkan kaki dan tangan
O Kesadaran compos mentis
TD: 120/80 mmHg; HR: 82 x/i; RR: 18 x/i; T: 36,5oc; SPO2: 99%
DJJ: 150x/i TFU: 30cm
Motorik: 4/4
2/2
A G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum inpart + tetraplegia JTH
intrauterin Preskep + IUGR
P IVFD RL 10gtt/i
N acetilsistein
Pronalges sup
OAT: RHZ 600/400/1500
Vit B6
30-10-2017 S Sulit menggerakkan kaki dan tangan
O Kesadaran compos mentis
TD: 120/80 mmHg; HR: 82 x/i; RR: 18 x/i; T: 36,5oc; SPO2: 99%
DJJ: 150x/i TFU: 30cm
Motorik: 4/4
2/2
A G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum inpart + tetraparese JTH
intrauterin Preskep + IUGR
P IVFD RL 10gtt/i
N acetilsistein Pronalges sup OAT: RHZ 600/400/1500
Vit B6
Konsul anestesi:
Siapkan prc 2 kolf Siapkan HCU/ICU

v
31-10-2017 S Nyeri bekas operasi, kaki dan tangan sulit digerakkan
O Pasien tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
TD: 131/78 mmHg; HR: 72 x/i; RR: 18 x/i; T: 36,5oc SPO2: 100%
HB : 12.2 HT : 36.1
WBC : 18.41 PLT : 317
RBC : 4.3
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke I a/i tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep + IUGR
P O2 2L/I IVFD RL 20ttg/i
Inj. cefotaxime 3x1 gram Alinamin tab 3x1
Kaltopren supp 3x1 Ketorolac 3 x 2 amp
Dexametason 3 x 1 amp Mecobalamin 2 x 500mg
Ranitidin 2 x 1 amp RHZ 600/400/1500
1-11-2017 S Nyeri bekas operasi, kaki dan tangan sulit digerakkan
O Pasien tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
TD: 130/79mmHg; HR: 70x/i; RR:18x/i; T: 36,3oc SPO2: 100%
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke II a/i tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep + IUGR
P O2 2L/I IVFD RL 20ttg/i
Inj. cefotaxime 3x1 gram Alinamin tab 3x1
Kaltopren supp 3x1 Ketorolac 3 x 2 amp
Dexametason 3 x 1 amp Mecobalamin 2 x 500mg
Ranitidin 2 x 1 amp RHZ 600/400/1500
2-11-2017 S Nyeri bekas operasi, kaki dan tangan terasa berat
O Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis

v
TD: 133/79mmHg; HR: 70x/i; RR:18x/i; T: 36,3oc SPO2: 100%
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke III a/i tetraparesis e.c
Susp spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep + IUGR
P IVFD RL + ketorolac 20gtt/i
Inj ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Dexametason 3 x 1 amp
Kaltropen sup 3 x 1
PO: Alanin 3 x 1
RHZ 600/400/1500
3-11-2017 S Kaki dan tangan terasa berat
O Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis
TD: 133/79mmHg; HR: 70x/i; RR:18x/i; T: 36,3oc SPO2: 100%
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke IV a/i tetraparesis e.c
Susp spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep + IUGR
P Ganti verban
Bagian kebidanan tidak ada kelainan

v
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tuberkulosis Paru Pada Kehamilan


3.1.1 Defenisi
Tuberkolusis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis ) yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Sebagian besar basil
tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari
ghon.8,9

3.1.2 Etiologi
TB disebabkan oleh M. tuberculosis yang termasuk ke dalam
familie Mycobacteriaceae. M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi
manusia adalah tipe humanus dan tipe bovinus. Basil TB mempunyai
dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Basil TB memerlukan waktu 12
sampai 24 jam untuk bermitosis.9 Kuman ini berbentuk batang, bersifat
aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20
menit pada suhu 600C). Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari,
sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil TB tahan hidup pada
suhu kamar dan ruangan yang lembab.10

v
3.1.3 Cara Penularan
Infeksi terjadi melalui penderita TB yang menular. Penderita TB
yang menular adalah penderita dengan basil TB di dalam dahaknya, dan
bila mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk atau bersin akan
menghembus keluar percikan dahak halus (droplet nuclei) yang berukuran
kurang dari 5 mikron dan yang akan melayang di udara. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB yang akan melayang-layang di udara, jika droplet
nuclei ini hinggap di saluran penapasan yang besar, misalnya trakea dan
bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan silia selaput
lendir saluran pernapasan, tetapi bila droplet nuclei ini berhasil masuk
sampai ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkiolus,
droplet nuclei akan menetap dan basil TB akan mendapat kesempatan
untuk berkembang biak.9,10

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh jumlah


kuman yang dikeluarkan dari paru. Semakin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Faktor endogen seperti daya tahan tubuh, usia, dan penyakit penyerta
(infeksi HIV, limfoma, leukemia, malnutrisi, gagal ginjal, diabetes melitus
dan terapi imunosupresif) juga mempengaruhi kerentanan seseorang
tertular kuman TB.1

v
3.1.4 Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik
(droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman
TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian
kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag
yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat
tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.10,11
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 2,11
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada
proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman

v
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler. 9,11
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi
pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya
belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan
sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB
primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih
negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 9,10,11
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini. 11

v
3.1.5 Diagnosis
Gejala Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3


minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, penurunan
nafsu makan, penurunan berat badan, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan.2,9
Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis pasti TB dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil


Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan
dinyatakan positif jika sedikitnya dua dari tiga spesimen sputum Sewaktu,
Pagi, Sewaktu (SPS) hasilnya positif. Jika hanya satu spesimen yang
positif perlu dilakukan pemeriksaan rontgen toraks atau pemeriksaan
sputum ulang. Jika hasil rontgen toraks mendukung kearah TB, maka
penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Jika rontgen
toraks tidak mendukung kearah TB maka pemeriksaan sputum harus
diulang.2,12

Jika gejala klinis mengarah TB tetapi hasil pemeriksaan ketiga


sputum SPS negatif, maka diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksazol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak terdapat
perubahan, namun secara klinis masih mencurigakan TB, perlu dilakukan
pemeriksaan sputum SPS ulang. Jika hasil SPS positif, maka didiagnosis
sebagai penderita TB BTA positif. Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan
pemeriksaan rontgen toraks untuk mendukung diagnosis TB. Jika hasil
rontgen toraks mendukung TB, maka didiagnosis sebagai TB BTA negatif

v
rontgen positif. Jika rontgen tidak mendukung TB, maka penderita
tersebut bukan TB.12

Gambar 1.1 Alur Diagnosis TB Paru


Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk
mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan
pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA negatif.7

3.1.6 Pengaruh Kehamilan Terhadap TB paru


Sejak zaman Hippokrates, adanya kehamilan dianggap
menguntungkan pada pasien-pasien tuberkulosis paru, tetapi sejak
pertengahan abad 19 pendapat berubah berlawanan. Kehamilan dianggap
memperburuk penyakit tuberkulosis. Wanita yang mengidap tuberkulosis
paru dianjurkan untuk tidak hamil atau bila telah terjadi konsepsi maka
dianjurkan untuk dilakukan aborsi. Tetapi saat ini, aborsi terapetik jarang
dilakukan kecuali atas indikasi komplikasi TB paru pada kehamilan. Pada
kenyataannya, terdapat perburukan penyakit sebesar 15%-30% pada

v
pasien yang tidak diobati. Tidak terdapat peningkatan reaktivasi pada
pasien TB paru pada saat kehamilan. Jumlah reaktivasi berkisar antara
5%-10% pada saat kehamilan atau pada saat tidak hamil. Beberapa
penelitian sebelum era kemoterapi terhadap tuberkulosis menunjukkan,
selama kehamilan perjalanan penyakit tuberkulosis paru relatif stabil,
tetapi perjalanan penyakit menjadi progresif sejak ± 6 minggu setelah
melahirkan. Beberapa teori diajukan untuk menjelaskan fenomen ini
antara lain faktor kadar estrogen yang meningkat pada bulan pertama
kehamilan, kemudian tiba-tiba menurun segera setelah melahirkan.
Disamping faktor lain yang memperburuk tuberkulosis paru pada masa
nifas adalah trauma pada waktu melahirkan, kesibukan atau kelelahan ibu
siang dan malam mengurus anak yang baru lahir dan faktor-faktor sosial
ekonomi.12,13,14
Sejak ditemukannya obat-obat anti tuberkulosis, kontroversi
pengaruh kehamilan terhadap tuberkulosis paru dianggap tidak begitu
penting. Pasien tuberkulosis aktif dengan kehamilan dan mendapat
kemoterapi adekuat mempunyai prognosis yang sama seperti pasien
tuberkulosis paru tanpa kehamilan. Kecepatan dalam diagnosis dan
tatalaksana sangat berperan dalam prognosis penyakit tuberkulosis.
Mortalitas wanita hamil yang baru diketahui menderita tuberkulosis paru
sesudah hamil adalah 2x lipat dibandingkan wanita hamil yang telah
diketahui menderita tuberkulosis paru sebelum dia hamil. Pasien-pasien
yang tidak mendapat kemoterapi adekuat, yang resisten terhadap terapi,
sesudah melahirkan karena diafragma turun mendadak, komplikasi yang
sering dijumpai adalah hemoptisis atau penyebaran kuman secara
hematogen atau tuberkulosis milier. 13,15

v
3.1.7 Pengaruh Tuberkulosis Paru Terhadap Kehamilan
Dulu pernah dianggap bahwa wanita dengan tuberkulosis paru
aktif mempunyai insidensi yang lebih tinggi secara bermakna
dibandingkan wanita hamil tanpa infeksi tuberkulosis paru dalam hal
abortus spontan dan kesulitan persalinan. Banyak sumber yang
mengatakan peranan tuberkulosis terhadap kehamilan antara lain
meningkatnya abortus, pre-eklampsi, serta sulitnya persalinan. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa hal tersebut tergantung dari letak tuberkulosis
apakah paru atau nonparu serta apakah tuberkulosis terdiagnosis semasa
kehamilan. Pada penelitian terhadap wanita-wanita Indian yang mendapat
pengobatan selama 6-9 bulan semasa kehamilan maka kematian janin 6
kali lebih besar dan insidens dari: prematuritas, KMK ( kecil untuk masa
kehamilan), BBLR (berat badan lahir rendah) (<2500g) adalah 2 kali lipat.
Pengaruh tidak langsung tuberkulosis terhadap kehamilan ialah efek
teratogenik terhadap janin karena obat anti tuberkulosis yang diberikan
kepada sang ibu. Efek samping pasien yang mendapat terapi anti
tuberkulosis yang adekuat adalah gangguan pada traktus genitalis dimana
traktus genitalis terinfeksi dari fokus primer TB paru. Tuba falopii
biasanya merupakan tempat pertama yang terinfeksi terutama tuba falopii
bagian distal. bila infeksinya menyebar maka tuba falopii bagian proximal
dan bahkan uterus dapat terinfeksi. Infeksi jarang mengenai cervix atau
tractus genitalia bagian bawah. Tidak seperti TB paru, infeksi pada genital
biasanya tidak menunjukkan gejala yang berarti, memerlukan beberapa
tahun bisa menimbulkan kerusakan yang besar dan terjadinya
perlengketan pada rongga pelvis, walaupun pasien dengan TB pelvis

v
biasanya steril, tetapi kadang-kadang dapat terjadi konsepsi tetapi
implantasinya lebih sering terjadi pada tuba daripada intra uterin.13,14,15

3.1.8 Tuberkulosis Kongenital


Fetus dapat terinfeksi tuberkulosis melalui tali pusat. Meskipun
demikian hal ini jarang terjadi, kurang lebih 300 kasus pernah dilaporkan.
Tuberkulosis kongenital yang terjadi secara hematogen yang disebabkan
oleh infeksi pada plasenta yang didapat dari ibu yang menderita
tuberkulosis paru.13,14

Pada infeksi intra uteri (pranatal/kongenital) terjadi penyebaran


M.tuberculosis secara hematogen oleh ibu TB primer yang sistemik.
M.tuberculosis akan menempel dan membentuk tuberkel pada plasenta
karena adanya sawar plasenta. Bila tuberkel pecah, akan terjadi
penyebaran melalui vena umbilikalis mencapai hati yang mengakibatkan
fokus primer di hati serta melibatkan kelenjar getah bening periportal.
M.tuberculosis dalam hati dapat masuk ke dalam peredaran darah
kemudian mencapai paru membentuk focus primer dalam bentuk dorman.
Tuberkel pada plasenta yang pecah tersebut dapat pula menginfeksi cairan
amnion. Cairan amnion yang terinfeksi M.tuberculosis terhisap oleh janin
selama kehamilan sehingga kuman dapat mencapai paru dan menyebabkan
fokus primer di paru. Namun bila cairan amnion tersebut tertelan, kuman
akan mencapai usus yang menyebabkan fokus primer di usus. 2,4

Infeksi TB pada neonatus yang terjadi saat persalinan (natal), dapat


terjadi karena tertelan atau terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi
M.tuberculosis oleh neonatus saat proses persalinan. Pada penularan ini
kuman yang teraspirasi dapat menyebabkan fokus primer di paru atau di

v
usus.9 Penularan infeksi TB pasca natal merupakan penularan TB pada
neonatus yang paling sering, yaitu melalui inhalasi udara (droplet
infection) oleh ibu atau orang dewasa lain penderita TB aktif di sekitar
neonatus. Kuman TB mencapai alveolus paru terutama pada lobus tengah
dan lobus bawah yang kaya akan oksigen sehingga umumnya fokus primer
akan terdapat di sini, walaupun semua lobus bisa saja menjadi fokus
primer. 4,16

3.1.9 Tatalaksana
Masa kehamilan trimester I
Kurangi aktivitas fisik (bedrest); Terpenuhinya kebutuhan nutrisi (tinggi
kalori tinggi protein); Pemberian vitamin dan Fe; Dukungan keluarga &
kontrol teratur. 2,4
Dianjurkan penderita datang sebagai pasien permulaan atau terakhir dan
segera diperiksa agar tidak terjadi penularan pada orang-orang
disekitarnya. Dahulu pasien tuberkulosis paru dengan kehamilan harus
dirawat dirumah sakit, tetapi sekarang dapat berobat jalan dengan
pertimbangan istirahat yang cukup, makanan bergizi, mencegah penularan
pada keluarga dll.2,4,8
Pasien sejak sebelum kehamilan telah menderita TB paru. Obat diteruskan
tetapi penggunaan rifampisin di stop.
Bila pada pemeriksaan antenatal ditemukan gejala klinis tuberkulosis paru
(batuk-batuk/batuk berdarah, demam, keringat malam, nafsu makan
menurun, nyeri dada,dll) maka sebaiknya diperiksakan PPD (Purified
Protein Derivate), bila hasilnya positif maka dilakukan pemeriksaan foto
dada dengan pelindung pada perut, bila tersangka tuberkulosis maka
dilakukan pemeriksaan sputum BTA 3 kali dan biakan BTA. Diagnosis

v
ditegakkan dengan adanya gejala klinis dan kelainan bakteriologis, tetapi
diagnosis dapat juga dengan gejala klinis ditambah kelainan radiologis
paru. 2,4,8
Lakukan pemeriksaan PPD bila PPD (+) lakukan pemeriksaan
radiologis dengan pelindung pada perut :
1. Bila radiologi (-)Berikan INH profilaksis 400 mg selama 1 tahun
2. Bila radiologi suspek TB periksa sputumsputum BTA (+)
INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2 kali seminggu 5-8
bln Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan .Rifampisin sebaiknya tidak
diberikan pada kehamilan trimester pertama.
Pada penderita dengan proses yang masih aktif, kadang-kadang
diperlukan perawatan, untuk membuat diagnosis serta untuk memberikan
pendidikan. Perlu diterangkan pada penderita bahwa mereka memerlukan
pengobatan yang cukup lama dan ketekunan serta ada kemauan untuk
berobat secara teratur. Penyakit akan sembuh dengan baik bila pengobatan
yang diberikan dipatuhi oleh penderita. Penderita dididik untuk menutup
mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Pengobatan terutama
dengan kemoterapi, dan sangat jarang diperlukan tindakan operasi. TBC
paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi
kehamilan. 4,8
Masa kehamilan trimester II dan III
Pada penderita TB paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak
perlu dapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif, hendaknya jangan
dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal dan
ketika mendekati persalinan sebaiknya dirawat di rumah sakit; dalam
kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin

v
istirahat dan makanan yang cukup serta pengobatan yang intensif dan
teratur. Dianjurkan untuk menggunakan obat dua macam atau lebih untuk
mencegah timbulnya resistensi kuman. Untuk diagnosis pasti dan
pengobatan selalu bekerja sama dengan ahli paru-paru. Penatalaksanaan
sama dengan masa kehamilan trimester pertama tetapi pada trimester
kedua diperbolehkan menggunakan rifampisin sebagai terapi.
Medikamentosa: (Dilakukan atas konsultasi dengan Internest)
PPD (+) tanpa kelainan radiologis maupun gejala klinis: 4,8,9
- INH 400 mg selama 1 tahun
TBC aktif (BTA +) :
- Rifampisin 450-600 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 600 mg 2x
seminggu selama 5-8 bulan
- INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2x seminggu
selama 5-8 bulan  Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan
Masa Persalinan
Pasien yang sudah cukup mendapat pengobatan selama kehamilan
biasanya masuk kedalam persalinan dengan proses tuberkulosis yang
sudah tenang. Persalinan pada wanita yang tidak mendapat pengobatan
dan tidak aktif lagi, dapat berlangsung seperti biasa, akan tetapi pada
mereka yang masih aktif, penderita ditempatkan dikamar bersalin tertentu
( tidak banyak digunakan penderita lain). Persalinan ditolong dengan kala
II dipercepat misalnya dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep, dan
sedapat mungkin penderita tidak mengedan, diberi masker untuk menutupi
mulut dan hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya.
Sedapat mungkin persalinan berlangsung pervaginam. Sedangkan sectio

v
caesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik dan tidak atas indikasi
tuberkulosis paru.2,4
Masa Nifas
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengaruh kehamilan terhadap
tuberkulosis paru justru menonjol pada masa nifas. Hal tersebut mungkin
karena faktor hormonal, trauma waktu melahirkan, kesibukan ibu dengan
bayinya dll. Tetapi masa nifas saat ini tidak selalu berpengaruh asal
persalinan berjalan lancar, tanpa perdarahan banyak dan infeksi. Cegah
terjadinya perdarahan pospartum seperti pada pasien-pasien lain pada
umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat diruang
observasi selama 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan
langsung. Diberi obat uterotonika, dan obat TB paru diteruskan, serta
nasihat perawatan masa nifas yang harus mereka lakukan. Penderita yang
tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di ruang isolasi.4,8,9

v
3.2 Spondilitis TB
3.2.1 Defenisi
Infeksi spinal oleh tuberkulosis, atau yang biasa disebut sebagai
spondilitis tuberkulosis (TB), sangat berpotensi menyebabkan morbiditas
serius, termasuk defisit neurologis dan deformitas tulang belakang yang
permanen, oleh karena itu diagnosis dini sangatlah penting. Diagnosis dini
spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering disalahartikan sebagai
neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Diagnosis biasanya
baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas
tulang belakang yang berat dan defisit neurologis yang bermakna seperti
paraplegia.2,5

3.2.2 Patofisiologi
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara
hematogen/limfogen melalui nodus limfatikus para-aorta dari fokus
tuberculosis di luar tulang belakang yang sebelumnya sudah ada. Pada
anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di paru,
sedangkan pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner (usus,
ginjal, tonsil). Dari paru-paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang
melalui pleksus venosus paravertebral Batson.5,7
Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan inflamasi
paradiskus. Setelah tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum
tulang belakang dan osteoporosis terjadi pada tulang. Destruksi tulang
terjadi akibat lisis jaringan tulang, sehingga tulang menjadi lunak dan
gepeng terjadi akibat gaya gravitasi dan tarikan otot torakolumbal.
Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder akibat
tromboemboli, periarteritis, endarteritis. Karena transmisi beban gravitasi

v
pada vertebra torakal lebih terletak pada setengah bagian anterior badan
vertebra, maka lesi kompresi lebih banyak ditemukan pada bagian anterior
badan vertebra sehingga badan vertebra bagian anterior menjadi lebih
pipih daripada bagian posterior. Resultan dari hal-hal tersebut
mengakibatkan deformitas kifotik. Deformitas kifotik inilah yang sering
disebut sebagai gibbus. 5,16
Beratnya kifosis tergantung pada jumlah vertebra yang terlibat,
banyaknya ketinggian dari badan vertebra yang hilang, dan segmen tulang
belakang yang terlibat. Vertebra torakal lebih sering mengalami
deformitas kifotik.14 Pada vertebra servikal dan lumbal, transmisi beban
lebih terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra sehingga bila
segmen ini terinfeksi, maka bentuk lordosis fisiologis dari vertebra
servikal dan lumbal perlahan-lahan akan menghilang dan mulai menjadi
kifosis. 5,17
Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot
psoas (disebut juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold abscess
dibentuk dari akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses
infeksi. Abses ini sebagian besar dibentuk dari leukosit, materi kaseosa,
debris tulang, dan tuberkel basil. Abses di daerah lumbar akan mencari
daerah dengan tekanan terendah hingga kemudian membentuk traktus
sinus/fi stel di kulit hingga di bawah ligamentum inguinal atau region
gluteal.12 Adakalanya lesi tuberkulosis terdiri dari lebih dari satu fokus
infeksi vertebra. Hal ini disebut sebagai spondilitis TB non-contiguous,
atau “skipping lesion”. Peristiwa ini dianggap merupakan penyebaran dari
lesi secara hematogen melalui pleksus venosus Batson dari satu fokus

v
infeksi vertebra. Insidens spondilitis TB non-contiguous dijumpai pada 16
persen kasus spondilitis TB. 5,17
Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan
radiks terjadi akibat banyak proses, yaitu: 1) penyempitan kanalis spinalis
oleh abses paravertebral, 2) subluksasio sendi faset patologis, 3) jaringan
granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis, 5) kolaps vertebra,
6) abses epidural atau 7) invasi duramater secara langsung. Selain itu,
invasi medula spinalis dapat juga terjadi secara intradural melalui
meningitis dan tuberkulomata sebagai space occupying lesion. 5,16,17
Bila dibandingkan antara pasien spondylitis TB dengan defi sit
neurologis dan tanpa defisit neurologis, maka defi sit biasanya terjadi jika
lesi TB pada vertebra torakal. 5,8
Defisit neurologis dan deformitas kifotik lebih jarang ditemukan
apabila lesi terdapat pada vertebra lumbalis.19 Penjelasan yang mungkin
mengenai hal ini antara lain: 1) Arteri Adamkiewicz yang merupakan
arteri utama yang mendarahi medula spinalis segmen torakolumbal paling
sering terdapat pada vertebra torakal 10 dari sisi kiri. Obliterasi arteri ini
akibat trombosis akan menyebabkan kerusakan saraf dan paraplegia. 2)
Diameter relatif antara medula spinalis dengan foramen vertebralisnya.
Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakal
10, sedangkan foramen vertebrale di daerah tersebut relatif kecil. Pada
vertebra lumbalis, foramen vertebralenya lebih besar dan lebih
memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. 5,17

v
3.2.3 Manifestasi Klinis
Demam subfebril, menggigil, malaise, berkurangnya berat badan
atau berat badan tidak sesuai umur pada anak yang merupakan gejala
klasik TB paru juga terjadi pada pasien dengan spondilitis TB. Pada pasien
dengan serologi HIV positif, rata-rata durasi dari munculnya gejala awal
hingga diagnosis ditegakkan adalah selama 28 minggu. Apabila sudah
ditemukan deformitas berupa kifosis, maka pathogenesis TB umumnya
spinal sudah berjalan selama kurang lebih tiga sampai empat bulan Defi sit
neurologis terjadi pada 12 – 50 persen penderita. Defisit yang mungkin
antara lain: paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radicular dan/ atau
sindrom kauda equina. Nyeri radikuler menandakan adanya gangguan
pada radiks (radikulopati). Spondilitis TB servikal jarang terjadi, namun
manifestasinya lebih berbahaya karena dapat menyebabkan disfagia dan
stridor, tortikollis, suara serak akibat gangguan n. laringeus. Jika n.
frenikus terganggu, pernapasan terganggu dan timbul sesak napas (disebut
juga Millar asthma). Umumnya gejala awal spondilitis servikal adalah
kaku leher atau nyeri leher yang tidak spesifik. 5,12
Nyeri lokal dan nyeri radikular disertai gangguan motorik, sensorik
dan sfi ngter distal dari lesi vertebra akan memburuk jika penyakit tidak
segera ditangani. Menurut salah satu sumber, insiden paraplegia pada
spondylitis TB (Pott’s paraplegia), sebagai komplikasi yang paling
berbahaya, hanya terjadi pada 4 – 38 persen penderita. Pott’s paraplegia
dibagi menjadi dua jenis: paraplegia onset cepat (early-onset) dan
paraplegia onset lambat (late-onset). Paraplegia onset cepat terjadi saat
akut, biasanya dalam dua tahun pertama. Paraplegia onset cepat
disebabkan oleh kompresi medula spinalis oleh abses atau proses infeksi.

v
Sedangkan paraplegia onset lambat terjadi saat penyakit sedang tenang,
tanpa adanya tanda-tanda reaktifasi spondilitis, umumnya disebabkan oleh
tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolan tulang akibat
destruksi tulang sebelumnya. Gejala motorik biasanya yang lebih dahulu
muncul karena patologi terjadi dari anterior, sesuai dengan posisi
motoneuron di kornu anterior medula spinalis, kecuali jika ada
keterlibatan bagian posterior medula spinalis, keluhan sensorik bisa lebih
dahulu muncul. 3,5

3.3 Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)


3.3.1 Defenisi
Pertumbuhan Janin Terhambat adalah gangguan pertumbuhan pada
janin dan bayi baru lahir yang meliputi semua parameter (lingkar kepala,
berat badan, panjang badan), yang beratnya dibawah 10 persentil untuk
usia gestasionalnya. Bayi-bayi antara persentil 10 dan 90 diklasifikasikan
sebagai kelompok dengan berat sesuai usia gestasional.18

Ada dua komponen penting pada PJT yaitu:18,19

1. Berat badan lahir di bawah presentil ke-10


2. Adanya faktor patologis yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan

v
3.3.2 Perkembangan Janin Terganggu Intrauterin
Peningkatan rasio berat plasenta terhadap berat lahir ditimbulkan
oleh kondisi diet rendah nutrisi terutama protein: 19,20,21
1. Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas
dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa
kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat
pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris. Hal sebaiknya
terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi hiperglikemia pada
kehamilan lanjut.

v
2. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan
Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan
plasenta, tapi bisa juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai
kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.
3. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan
Terjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi
interaksi antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung
pada lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan
pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik.
Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses perlambatan
pertumbuhan yang irreversibel.

3.3.3 Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis dan USG janin kecil dibedakan atas:

1. Janin kecil tapi sehat. Berat lahir di bawah presentil ke-10 untuk
masa kehamilannya. Mempunyai ponderal index dan jaringan
lemak yang normal. Ponderal index adalah suatu perbandingan
terhadap indeks massa tubuh tapi memberikan perbandingan yang
lebih baik antara individu dengan berbagai tinggi.
Ponderal index = BB(gram) x 100

PB(cm)

2. Janin dengan gangguan pertumbuhan karena proses patologis,


inilah yang disebut true fetal growth restriction. Berdasarkan

v
ukuran kepala, perut, dan panjang lengan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Simetris (20%), gangguan terjadi pada fase Hiperplasia, di
mana total jumlah sel kurang, ini biasanya disebabkan oleh
gangguan kromosom atau infeksi kongenital misalnya
TORCH. Proses patologis berada di organ dalam sampai
kepala.
2. Asimetris (80%), gangguan terjadi pada fase Hipertrofi, di
mana jumlah total sel normal tetapi ukurannya lebih kecil.
Biasanya gangguan ini disebabkan oleh faktor maternal
atau faktor plasenta.

3.3.4 Etiologi
PJT merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau
abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau
menyebabkan ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika
janin tidak cukup mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan organ dan jaringan, atau karena infeksi.
Meskipun beberapa bayi kecil karena genetik (orang tuanya kecil),
kebanyakan PJT disebabkan oleh sebab lain.19,22

Penyebab dari PJT dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu:7,19,23,24

1. Maternal
 Tekanan darah tinggi
Pada trimester kedua terdapat kelanjutan migrasi interstitial
dan endotelium trophoblas masuk jauh ke dalam arterioli
miometrium sehingga aliran menjadi lancar menuju

v
retroplasenter sirkulasi dengan tetap. Aliran darah yang
terjamin sangat penting artinya untuk tumbuh kembang janin
dengan baik dalam uterus.

Dikemukakan bahwa jumlah arteri-arterioli yang


didestruksi oleh sel trophoblas sekitar 100-150 pada daerah
seluas plasenta sehingga cukup untuk menjamin aliran darah
tanpa gangguan pada lumen dan arteri spiralis terbuka.

Gangguan terhadap jalannya destruksi sel trophoblas ke


dalam arteri spiralis dan arteriolinya dapat menimbulkan
keadaan “iskemia retroplasenter”.

Dengan demikian dapat terjadi bentuk hipertensi dalam


kehamilan apabila gangguan iskemianya besar dan gangguan
tumbuh kembang janin terjadi apabila iskemia tidak terlalu
besar, tetapi aliran darah dengan nutrisinya merupakan masalah
pokok. Berikut kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan sirkulasi fetomaternal.

 Penyakit ginjal kronik,


 Diabetes Melitus
 Penyakit jantung dan pernapasan
 Malnutrisi dan anemia
 Infeksi
 Pecandu alcohol, Perokok
Kebiasaan merokok terlebih dalam masa kehamilan akan
melahirkan bayi yang lebih kecil sebesar 200 sampai 300 gram

v
pada waktu lahir. Kekurangan berat badan lahir ini disebabkan
oleh dua faktor yaitu :

Wanita perokok, cenderung makan sedikit karena itu ibu


akan kekurangan substrat di dalam darahnya yang bisa
dipergunakan oleh janin.

Merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan


norepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi yang
berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah
pengaliran darah kedalam uterus dan yang sampai ke dalam
ruang intervillus.

2. Uterus dan Plasenta


 Penurunan aliran darah di uterus dan plasenta
 Plasenta abruption, plasenta previa, infark plasenta (kematian
sel pada plasenta), korioangioma.
 Infeksi di jaringan ikat sekitar uterus
 Twin-to-twin transfusion syndrome
3. Janin
 Janin kembar
 Penyakit infeksi (Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat
menyebabkan PJT. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah
infeksi yang sering menyebabkan PJT).
Infeksi intrauterine adalah penyebab lain dari hambatan
pertumbuhan intrauterine.banyak tipe seperti pada infeksi oleh
TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes

v
simplex) yang bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan
intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu
hamil menurut laporan bisa mengurangi berat badan lahir bayi
sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir
sebelum terkena infeksi itu.

Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan


metabolisme pada janin tanpa kompensasi peningkatan
transportasi substrat oleh plasenta sehingga pertumbuhan janin
menjadi subnormal atau dismatur.

 Kelainan kongenital
 Kelainan kromosom (Kelainan kromosom seperti trisomi atau
triploidi dan kelainan jantung bawaan yang berat sering
berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT
simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih).
Trisomi 13 dan sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT) .
 Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan
janin). Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat
anti kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan
PJT.

3.3.5 Patofisiologi
Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari
perkembangan plasenta yang abnormal, pasokan oksigen, masukan
nutrisi dan pengeluaran hasil metabolic menjadi abnormal. Janin
menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga

v
timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut jauh lebih kecil dari
pada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi
kerusakan tingkat seluler berupa kelainan nucleus dan mitokondria.7

Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta


menjadi sangat banyak dan antioksidan relative kurang ( misalnya :
preeklamsia ) akan menjadi lebih parah. Soothil dan kawan-kawan
(1987) telah melakukan pemeriksaan gas darah pada PJT yang parah
dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemi dan
eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetris lebih parah jika
dibandingkan dengan simetris.7,24

Penyebab PJT simetrik adalah factor janin atau lingkungan


uterus yang kronik (diabetes, hipertensi ). Factor janin ialah kelainan
genetic (aneuploidy), umumnya trisomy 21, 13, dan 18. Secara
keseluruhan PJT ternyata hanya sekitar 20 % saja yang asimetrik pada
penelitian terhadap 8722 di Amerika.7,21

3.3.6 Manifestasi klinis


Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus,
pucat, dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dan layu
dibanding pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul
sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini
terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup
untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena
infeksi.22

v
3.3.7 Diagnosis
diagnosis PJT dapat diketahui:22.25

1. Faktor Ibu

Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, penyakit ginjal,


kardiopulmonal dan pada kehamilan ganda.

2. Tinggi Fundus Uteri

cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada
kehamilan kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di
letakkan dari simpisis pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada
pengukuran di dapat panjang fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter
di bawah ukuran normal untuk masa kehamilan itu maka kita dapat
mencurigai bahwa janin tersebut mengalami hambatan pertumbuhan.

Cara ini tidak dapat diterapkan pada kehamilan multipel,


hidramnion, janin letak lintang.

3. USG Fetomaternal

Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal atau


cephalometry angka kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG
ditemukan cephalometry yang tidak normal maka dapat kita sebut sebagai
asimetris PJT. Selain itu dengan lingkar perut kita dapat mendeteksi
apakah ada pembesaran organ intra abdomen atau tidak, khususnya
pembesaran hati.

v
Tetapi yang terpenting pada USG ini adalah perbandingan antara
ukuran lingkar kepala dengan lingkar perut (HC/AC) untuk mendeteksi
adanya asimetris PJT.

Pada USG kita juga dapat mengetahui volume cairan amnion,


oligohidramnion biasanya sangat spesifik pada asimetris PJT dan biasanya
ini menunjukkan adanya penurunan aliran darah ke ginjal.

Setiap ibu hamil memiliki patokan kenaikan berat badan.


Misalnya, bagi ibu yang memiliki berta badan normal, kenaikannya
sampai usia kehamilan 9 bulan adalah antara 12,5 kg-18 kg, sedangkan
bagi yang tergolong kurus, kenaikan sebaiknya antara 16 kg-20 kg.
Sementara, jika Anda termasuk gemuk, maka pertambahannya antara 6
kg–11,5 kg. Bagi ibu hamil yang tergolong obesitas, maka kenaikan
bobotnya sebaiknya kurang dari 6 kg. Untuk memantau berat badan,
terdapat parameter yang disebut dengan indeks massa tubuh (IMT).
Patokannya.26

4. Doppler Velocimetry

Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya


bunyi end-diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini
menandakan bahwa adanya PJT.

5. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan gula darah, bila ada indikasi diabetes mellitus


2. Screening penyakit infeksi, waspada infeksi TORCH, Syphilis
3. Pengukuran kadar enzim transaminase, waspada Hepatitis B dan C

v
6. Pengukuran Cairan Amnion

Terdapat hubungan antara oligohidramnion dengan pertumbuhan


janin terhambat, juga semakin kecil kantong cairan amnion semakin besar
angka kematian perinatal. Karena semakin sedikit cairan amnion berarti
kurangnya jumlah produksi urin janin akibat hipoksia dan penurunan
aliran darah ginjal.23

3.4 Hubungan Infeksi dengan IUGR


Salah satu faktor penyebab terjadinya pertumbuhan janin
terhambat adalah produksi berlebihan dari sitokin proinflamasi.
Didapatkan bahwa ekspresi sitokin proinflamasi tumor necrosis factor
α(TNF-α) dan interferon- γ(IFN-γ) meningkat secara signifikan pada
wanita hamil dengan PJT dibandingkan dengan hamil normal. TNFα,
salah satu sitokin proinflamasi tersebut, menghambat penyerapan asam
amino oleh fetus sehingga menyebabkan terjadinya hipoksia intra uterin.
Mekanisme TNF α dalam menghambat perkembangan janin adalah
dengan cara apoptosis sel trofoblas dan mengakibatkan terjadinya
disfungsi plasenta. Salah satu yang berperan dalam proses toleransi imun
maternal pada materno-feto interfaceadalah suatu antigen yang dikenal
dengan HLA-E yang diduga memegang peranan penting pada proses
implantasi dalam proses embryogenesis,diketahui mempunyai peranan
dalam mengontrol invasi sel trofoblas dan mempertahankan kondisi
imunotoleransi local.27,28

v
3.5 Seksio Sesarea
3.5.1 Defenisi
Seksio sesarea didefenisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi
pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi).
Defenisi ini tidak mencakup pengangkatan janin dari rongga abdomen
dalam kasus rupture uterus atau pada kehamilan abdominal.29,30

3.5.2 Indikasi
Beberapa indikasi pelahiran Caesar adalah:29
- Distosia
- Gawat Janin
- Presentasi bokong
- Riwayat pelahiran Caesar
Indikasi Ibu
Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power
(tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim),
passageway (keadaan jalan lahir), passanger (janin yang dilahirkan) dan
psikis ibu. Mula mula indikasi seksio sesarea hanya karena ada kelainan
passageaway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma
persalinan pada jalan lahir atau pada anak, sehingga kelahirannya tidak
bisa melalui jalan vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power
dan pasanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio
sesarea, misalnya mengejan lemah, ibu sakit jantung atau penyakit
menahun lainnya mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passenger
diantaranya makrosemia, anak kelainan letak jantung, primigravida > 35
tahun dengan janin letak sungsang, persalina tak maju, dan anak
menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin melemah).

v
BAB IV

ANALISIS MASALAH
Permasalahan pada pasien:
1. Spondylitis TB : infeksi yang terjadi pada tulang belakang yang
disebabkan oleh penyebaran micobakterium TB secara hematogen
dari fokus primer infeksi yang ada di paru-paru.
2. Tetraparesis : adanya kompresi pada medulla spinalis akibat
spondilytis TB
3. Penatalaksanaan
- Secsio sesarea
Indikasinya adalah adanya masalah pada power ibu, yaitu ibu
tidak mampu untuk mengejan.

v
BAB V

KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di dunia. Berdasarkan


laporan WHO, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar angka kejadian
TB di dunia setelah Cina dan India. Setidaknya hingga 20% penderita TB
paru akan mengalami penyebaran TB ekstraparu.TB ekstraparu dapat
berupa TB otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening,
osteoartikular, dan endometrial. 11% dari TB ekstraparu adalah TB
osteoartikular, dan kurang lebih setengah penderita TB osteoartikular
mengalami infeksi TB tulang belakang.4,5
Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena
selain mengenai ibu, juga dapat menulari bayi yang dikandung atau
dilahirkannya.4 Penelitian melaporkan bahwa sekitar 1-3% dari semua
wanita hamil menderita TB. Di Indonesia, kasus TB baru hampir
separuhnya adalah wanita, dan menyerang sebagian besar wanita pada usia
produktif.
Infeksi spinal oleh tuberkulosis, atau yang biasa disebut sebagai
spondilitis tuberkulosis (TB), sangat berpotensi menyebabkan morbiditas
serius, termasuk defisit neurologis dan deformitas tulang belakang yang
permanen.
Tuberkulosis terhadap kehamilan antara lain meningkatnya
abortus, pre-eklampsi, serta sulitnya persalinan, namun dengan
pengobatan yang adekuat maka resiko tersebut dapat diminimalisir.

v
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam, Jilid 2 edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2014
2. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Kementrian
kesehatan republik indonesia.2014
3. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosi. Perhimpunan
dokter paru indonesia. 2004
4. Dharmawan BS. Diagnosis dan Tata Laksana Neonatus dari Ibu
Hamil Tuberkulosis Aktif. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September
2004: 85-90
5. Zuwanda. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Spondilitis
Tuberkulosis. CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
6. Arora VK, Gupta R. Tuberculosis and Pregnancy. Ind J Tub. Vol.
50 (13): 13-16, 2003.
7. Cunningham et al. Penyakit Paru. Dalam: Obstetri Williams.
Jakarta: EGC, 2000. 1387-1389
8. Danusantoso H. Ilmu Penyakit paru. Jakarta: Hipokrates; 2000.
9. Ravligion MC, O’brien RJ. Tuberculosis. In: Harrison’s Principles
of Internal Medicine. 16th Ed. USA: Mc-Graw-Hill, 2005.
10. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes: Kedokteran
Klinis. Edisi 6. Jakarta: Erlangga; 2007.
11. Werdhani As.Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi
Tuberkulosis Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi,
Dan Keluarga FKUI

v
12. Hopewell PC. Tuberculosis and Other Mycobacterial Disease. In:
Textbook of Respiratory Medicine. 4th Ed. USA: Saunders, 2005.
979-1043
13. Suryawan A.Manajemen TBC Dalam Kehamilan.JKM Vol 6 No.2.
Manado.2007
14. Tjandra Yoga Aditama. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan
Masalahnya. Edisi IV. 32-5
15. 13. Robert J Sokol, Sean C Blackwell. Tuberculosis In Sciarra J.
John. Editor Gynecology and Obstetric. Revised Edition. Vol
2.2003:1-6
16. Starke JR, Munoz F. Tuberculosis In: Behrman. Nelson Textbook
of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia. WB Saunders Company,
2000.h.886-97
17. Vitriana. Spondilitis tuberculosis
18. Wikjosastro H, Ilmu Kandungan Edisi ke 2 Cetakan ke 4. YBB-SP.
Jakarta. 2005.
19. JamesWD, 2009. IUGR.diakses tanggal 16 Februari dari situs
www.freedownloadbooks.net/-IUGR-pdf.
20. Sasongko W, 2009. Pertumbuhan Janin Terhambat. Diakses
tanggal 16 Februari 2015 dari situs www.botefilia.com
21. Sharoon C, 2010. Intrauterine Growth Restriction. dari situs
www.imagingpathways.health.wa.gov.au /includes/pdf/ iugr.pdf-
22. Lusman A. Screening, Diagnosis, and Management of Intrauterine
Growth Restriction, J Obstet Gynaecol.2012
23. Alkalay A, IUGR. http://pdfcontact.com/ebook/pengertian
_iugr.html 2008

v
24. Harper T, 2008. Fetal Growth Restriction. Diakses tanggal 6
november 2017 dari situs www.emedicine.com
25. Suhag A. Intrauterine Growth Restriction (IUGR): Etiology and
Diagnosis. Curr Obstet Gynecol.2013
26. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. A Lange clinical manual
neonatologi: management, procedures, on call problems, diseases,
and drugs. Edisi ke-5. USA: 2004.
27. Raghupaty R. Intrauterin growth retriction:cytokine profile of
trofoblas antigen stimulated maternal limfocyte.clin cev
immunol.2012
28. Longo S. infection and IUGR. Early Human Development
90S1.2014
29. Cunningham et al. Obstetri Williams. Jakarta: EGC, 2014
30. Andaya S. Proporsi Seksio Sesarea dan Faktor yang Berhubungan
dengan Seksio Sesarea di Jakarta.Jakarta.2014

v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………...….iii
DAFTAR ISI…………….……………………………………………….iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................... 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 15

3.1 Tuberkulosis Paru Pada Kehamilan ................................................ 15

3.1.1 Defenisi ..................................................................................... 15

3.1.2 Etiologi ..................................................................................... 15

3.1.3 Cara Penularan .......................................................................... 16

3.1.4 Patofisiologi .............................................................................. 17

3.1.5 Diagnosis .................................................................................. 19

3.1.6 Pengaruh Kehamilan Terhadap TB paru .................................. 20

3.1.7 Pengaruh Tuberkulosis Paru Terhadap Kehamilan .................. 22

3.1.8 Tuberkulosis Kongenital........................................................... 23

3.1.9 Tatalaksana ............................................................................... 24

3.2 Spondilitis TB ................................................................................. 28

3.2.1 Defenisi ..................................................................................... 28

3.2.2 Patofisiologi .............................................................................. 28

3.2.3 Manifestasi Klinis ..................................................................... 31

3.3 Pertumbuhan janin terhambat (IUGR) ............................................ 32

3.3.1 Defenisi ..................................................................................... 32

v
3.3.2 Perkembangan Janin Terganggu Intrauterin ............................. 33

3.3.3 Klasifikasi ................................................................................. 34

3.3.4 Etiologi ..................................................................................... 35

3.3.5 Patofisiologi .............................................................................. 38

3.3.6 Manifestasi klinis ...................................................................... 39

3.3.7 Diagnosis .................................................................................. 40

3.4 Hubungan Infeksi dengan IUGR ..................................................... 42

3.5 Seksio Sesarea ................................................................................. 43

3.5.1 Defenisi ..................................................................................... 43

3.5.2 Indikasi ..................................................................................... 43

BAB IV ANALISIS MASALAH ............................................................. 44

BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 46

Anda mungkin juga menyukai