Bagian Isi
Bagian Isi
PENDAHULUAN
Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata. Kata
"blefaritis"berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan
akhiran itis Yunani, yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan dalam
bahasa Inggris. Respon tubuh normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat
pembengkakan, kemerahan, nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi.1
Blefaritis menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan
ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang
disebabkan oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau jerawat
rosacea. Dapat terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak nyaman,
blefaritis tidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada
penglihatan.2 Gejala umum blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit,
eksudat lengket dan epiforia.3
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi biasanya berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi biasanya berasal dari debu, asap, bahan kimia iritatif, dan
bahan kosmetik. Infeksi kelopak mata dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau
beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Bentuk blefaritis yang biasanya dikenal adalah
blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.3
1
antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis,
keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.3
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
pandangan kabur, silau saat melihat sinar, tidak melihat pandangan ganda, tidak
ada kerontokan pada bulu mata dan mata tidak merah.
Pasien juga sudah membeli obat tetes mata tetapi keluhan pasien tidak
membaik dan akhirnya os berobat ke Poliklinik Mata RSUD Raden Mattaher
Jambi.
4
Endokrin : Tidak ada keluhan
Neurologi : Tidak ada keluhan
THT : Tidak ada keluhan
Kulit : Tidak ada keluhan
5
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Palpebra Superior Edema(-), hiperemis(-), Edema(+), hiperemis(+),
entropion (-), ekteropion (-) entropion (-), ekteropion (-)
Palpebra Inferior Edema(-), hiperemis(-), Edema(+), hiperemis(+),
entropion (-), ekteropion (-) entropion (-), ekteropion (-)
Silia Rontok (-), trikiasis (-), Rontok (-), trikiasis (-),
distikiasis (-) distikiasis (-)
Konjungtiva tarsus Hiperemis (-), folikel (-), Hiperemis (+), Papil (-),
papil (-), litiasis (-), sikatrik folikel (-), litiasis (-),
(-) sikatrik (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), injeksi siliar (-),
ekimosis (-), pinguekula (-), ekimosis (-), pinguekula (-),
jaringan fibrovaskular (-) jaringan fibrovaskular (-)
Kornea Jernih, Jaringan Jernih, Jaringan
fibrovaskular (-) fibrovaskular (-)
COA Sedang-dalam, jernih Sedang-dalam, jernih
Sklera Ikterik (-) Ikterik (-)
Sklerektasis (-) Sklerektasis (-)
Pupil Bulat, sentral, regular, Bulat, sentral, regular,
Ø 3 mm, Refleks pupil (+) Ø 3 mm, Refleks pupil (+)
Iris Coklat Coklat
Lensa Keruh IOL (+),
letak sentral.
Pemeriksaan Slit Lamp
Supersilia Distribus merata, rontok (-) Distribusi merata, rontok (-)
6
Silia Rontok (-), trikiasis (-), Rontok (-), trikiasis (-),
distikiasis (-) distikiasis (-)
Palpebra Superior Edema (-), hiperemis (-), Edema (+), hiperemis (+),
entropion (-), ekteropion (-) entropion (-), ekteropion (-)
Palpebra Inferior Edema(-), hiperemis(-), Edema(+), hiperemis(+),
entropion (-), ekteropion entropion (-), ekteropion
Konjungtiva tarsus Hiperemis (-), folikel (-), Hiperemis (+), Papil (-),
papil (-), litiasis (-), sikatrik folikel (-),litiasis (-), sikatrik
(-) (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),
Injeksi siliar (-), injeksi siliar (-),
ekimosis (-), pinguekula (-), ekimosis (-), pinguekula (-),
jaringan fibrovaskular (-) jaringan fibrovaskular (-)
Kornea Jaringan fibrovaskular (-), Jaringan fibrobaskular (-),
jernih (+) jernih (+)
COA Sedang-dalam, jernih Sedang-dalam, jernih
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat, sentral, regular, Bulat, sentral, regular,
Refleks pupil (+) Refleks pupil (+)
Lensa Keruh, letak sentral, IOL (+), letak sentral,
Bentuk bikonveks Bentuk bikonveks
Pemeriksaan Funduskopi
Fundus Papil bulat, warna merah Papil bulat, warna vital,
muda, batas tegas, CDR batas tegas, CDR 0.3 aa/vv
(Cup Disc Ratio) 0.3, aa/vv 2/3, retina baik, refleks
(ratio arteri:vena) 2/3, retina fovea +
baik, refleks fovea +
7
2.5 DIAGNOSIS KERJA
Blefaritis Posterior OS + Pseudofakia OS + Katarak Senilis Stadium Imatur OD
2.8 PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Kompres dengan air hangat 3-4 kali/hari selama 10-15menit/hari
Pembersihan sekret kelopak mata dengan shampo bayi
Farmakologi
Gentamycin 0,3 % 4x/hari selama 1 minggu
Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tenang penyakit yang di alami
b. Menjelaskan kepada pasien supaya tidak mengucek-ngucek kedua matanya
c. Menjelaskan kepada pasien untuk memakai pelindung mata seperti
kacamata serta menghindari paparan debu dan lain-lain
d. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan
e. Istirahat yang cukup dan konsumsi makanan bergizi
8
2.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber : Allen, JH et all, Patophosiology Blepharitis in Best Practice British Medicine Journal.
10
Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.3
11
d. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator palpebrae.
Inervasinya oleh saraf simpatis, fungsi M. Levator palbebrae dan M.
Mulleri adalah untuk mengangkat kelopak mata.3,4
4. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan
kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo
palpebra.3
5. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosus berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.3
6. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran permukaan orbita. Tarsus terdiri atas jaringan ikat yang merupaka
jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 buah dikelopak atas
dan 20 buah di kelopak bawah ).3
7. Pembuluh darah yang memperdarainya adalah a. palpebrae.3
8. Persarafan sensorik kelopaka matas atas didapatkan dari ramus frontal n.V,
sedangkan kelopaka bawah oleh cabang ke II saraf ke V.3
Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutupi bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel goblet yang
menghasilkan musin.5,6
3.2 Histologi dan Fisiologi Palpebra
Bola mata terletak di dalam tulang orbita dan terbuka ke sebelah anterior, ditutup
oleh kelopak mata bagian atas dan bawah, jika keduanya merapat bertemu pada fissura
palpebra. Palpebra menutup permukaan anterior kornea dan melipat pada bagian
tepinya yang kemudian melapisi permukaan dalam palpebra. Lipatan di superior dan
inferior disebut fornix konjungtiva. Ketika kelopak mata menutup terbentuk sakus
konjungtiva, merupakan ruang sebelah anterior mata dan terisi sedikit cairan.7
Tiap kelopak mata terdiri atas lempeng jaringan ikat dan otot skelet di tengah
sebagai penyokong, disebelah luar dilapisi oleh kulit dan disebelah dalam dilapisi oleh
12
membran mukosa (konjungtiva palpebra). Kulit disini tipis mempunyai rambut halus,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan dermis yang mengadung banyak serat elastin
yang halus. Dermis sedikit menebal di tepi kelopak mata dan mengandung tiga atau
empat deretan rambut-rambut yang kaku disebut bulu mata, folikelnya terdapat sampai
dermis. Bulu mata mengalami pergantian setiap 100 – 150 hari. Terdapat kelenjar
sebasea kecil berhubungan dengan bulu mata, sedangkan M. Arektor pili tidak ada.7
Di bawah kulit terdapat lapisan otot skelet M. Orbicularis oculi (bagian terbesar)
dan lebih ke dalam lagi terdapat lapisan jaringan ikat (fasia palpebra) yang merupakan
lanjutan tendo M. Levator paplebrae. Juga terdapat lapisan otot polos yang tipis di tepi
atas palpebra superior yaitu M. Tarsalis superior Müller, melekat pada tepi tarsus. Di
belakang folikel bulu mata terdapat M. Siliaris Riolani (muskular skelet).7
Sebelah belakang lapisan otot terdapat lapisan fibrosa yang tipis di bagian perifer
disebut septum orbital dan lempeng tarsus. Tarsus merupakan lempeng jaringan ikat
yang padat melengkung mengikuti bentuk bola mata, berbentuk seperti huruf D yang
bagian horizontalnya sesuai dengan tepi palpebra. Tarsus pada palpebra superior
lebarnya 10 -12 mm, sedangkan tarsus pada palpebra inferior lebarnya 5 mm. Pada
kedua tarsus ini terbenam sebaris kelenjar sebasea yang sangat besar yaitu kelenjar
tarsalis Meibom. Permukaan posterior tarsus menjadi satu dengan konjungtiva
palpebra. Bentuk palpebra dipertahankan oleh tarsus ini.7
Epitel konjungtiva berlapis silindris dengan sel–sel goblet, ketebalannya
bervariasi tergantung pada letaknya. Konjungtiva bulbi di tepi kornea, epitelnya
menjadi berlapis gepeng identik dengan epitel kornea. Pada fornix konjungtiva
epitelnya lebih tebal.7
13
Gambar 2 : Histologi palpebra
Sumber : https://secure.health.utas.edu.au/intranet/cds/histoten/Practicals/CHG
14
Kelenjar Moll merupakan kelenjar apokrin tak bercabang, terletak di antara dan
di belakang folikel – folikel bulu mata. Pars terminalis kelenjar Moll tidak berkelok-
kelok dan saluran keluarnya bermuara ke folikel rambut. Fungsi kelenjar ini tidak
diketahui.7
Kelenjar Zeiss lebih kecil, merupakan modifikasi kelenjar sebasea dan
berhubungan dengan folikel rambut mata.7
3.3 Definisi
Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak
mata (palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak. Blefaritis
dapat disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan
bahkan bahan kosmetik, sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh kuman
streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan
staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor).3
15
3.4 Epidemiologi
Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di seluruh
dunia. Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak diketahui, tetapi
penyakit dengan angka kematian yang dikenal, seperti lupus eritematosus sistemik,
mungkin terdapat blefaritis sebagai bagian dari gejala yang ditemukan. Morbiditas
termasuk kehilangan fungsi visual, kesejahteraan, dan kemampuan untuk
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses penyakit dapat mengakibatkan
kerusakan pada pelupuk mata dengan trichiasis, entropion notching, dan ectropion.
Kerusakan kornea dapat mengakibatkan peradangan, jaringan parut, hilangnya
kehalusan permukaan, dan kehilangan kejelasan penglihatan. Jika peradangan yang
parah berkembang, perforasi kornea dapat terjadi. Tidak ada studi yang diketahui
menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian blefaritis. Rosacea mungkin lebih umum
di orang berkulit putih, meskipun temuan ini mungkin hanya karena lebih mudah dan
sering didiagnosis pada ras ini.8
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang
ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit
penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat
terjadi pada semua umur.9
Belum ditemukan penelitian yang dirancang untuk mengetahui perbedaan dalam
insiden dan klinis blefaritis antara jenis kelamin. Blefaritis seboroik lebih sering terjadi
pada kelompok usia yang lebih tua dengan usia rata-rata adalah 50 tahun.8 Akan tetapi
apabila dibandingkan dengan bentuk lain, blefaritis staphylococcal ditemukan pada
usia lebih muda (42 tahun) dan sebagian besar adalah wanita (80%).8
3.5 Etiologi
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, alergi, kondisi
lingkungan, atau mungkin terkait dengan penyakit sistemik:3
16
a. Blefaritis inflamasi terjadi akibat peningkatan sel radang kulit di sekitar kelopak.
Infeksi biasanya disebabkan oleh kuman Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh
kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex
folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor).
b. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan
bahan kosmetik, atau dengan banyak obat, baik mata atau sistemik. Pada banyak
orang juga dapat disebabkan oleh karena paparan hewan seperti anjing atau
kucing.
c. Bentuk ulseratif (blefaritis menular) sering ditandai dengan adanya sekret kuning
atau kehijauan.
d. Blefaritis dapat disebabkan oleh kondisi medis sistemik atau kanker kulit dari
berbagai jenis.
Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh bakteri (stafilokokus blefaritis) atau
ketombe pada kulit kepala dan alis (blefaritis seboroik). Hal ini juga dapat terjadi
karena kombinasi faktor, atau mungkin akibat alergi atau kutu dari bulu mata. Blefaritis
posterior dapat disebabkan oleh produksi minyak tidak teratur oleh kelenjar pada
kelopak mata (meibomian blefaritis) yang menciptakan lingkungan yang
menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini juga dapat berkembang sebagai
akibat dari kondisi kulit lainnya seperti jerawat rosacea dan ketombe kulit kepala.8
Blefaritis melibatkan tepi kelopak mata, di mana bulu mata tumbuh dan pintu dari
kelenjar minyak kecil dekat pangkal bulu mata berada. Mungkin ada keterlibatan tepi
luar dari tepi kelopak mata yang berdekatan dengan kulit atau dan tepi bagian dalam
kelopak mata yang bersentuhan dengan bola mata. Perubahan pada kulit kelopak mata
atau permukaan mata itu sendiri biasanya bisa menjadi penyebab sekunder yang
mendasari terjadinya kelainan pada kelopak mata.1
Penyebab kebanyakan kasus blefaritis adalah kerusakan kelenjar minyak di
kelopak. Ada sekitar 40 kelenjar ini di setiap kelopak mata atas dan bawah. Ketika
17
kelenjar minyak memproduksi terlalu banyak, terlalu sedikit, atau salah jenis minyak,
tepi kelopak mata dapat menjadi meradang, iritasi, dan gatal.9
3.6 Patofisiologi
18
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan:10
a. Infeksi bakteri langsung
b. Respons melawan toksin bakteri
c. Delayed hypersensitivity reaction terhadap antigen bakteri
Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan disfungsi
sekresi dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan meibum, lapisan
lipid eksternal dari tear film, yang bertanggung jawab untuk mengurangi penguapan
tear film dan mencegah kontaminasi. Pada perubahan struktural contoh kegagalan
kelenjar di blepharitis posterior telah ditunjukkan dengan meibography, selain itu,
kelenjar epitel dari hewan model penyakit kelenjar meibomian menunjukkan
hiperkeratinisasi yang dapat menghalangi kelenjar atau menyebabkan deskuamasi sel
epitel ke dalam lumen, duktus kelenjar sehingga menyebabkan konstriksi kelenjar.
Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar dan karenanya
mengganggu fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam blepharitis
posterior, terjadi perubahan komposisi meibum di mana perubahan rasio asam lemak
bebas untuk ester kolesterol telah terbukti. Hasil sekresi yang berubah ini bisa memiliki
titik leleh yang lebih tinggi dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga
menyebabkan menutupnya muara kelenjar.10
1. Blefaritis Anterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat
dimana bulu mata tertanam. Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (stafilokokus blefaritis) atau ketombe di kepala danalis mata (blefaritis
sebore). Walaupun jarang, dapat juga disebabkan karena alergi.2
19
Gambar 4 : Blefaritis Anterior
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7
2. Blefaritis Posterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian
yang kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan
karena produksi minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis
meibom) yang akan mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan
bakteri untuk bertumbuh. Selain itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang
lain seperti jerawat atau ketombe.2
- Sekresi berlebihan dan tidak normal kelenjar Meibomian sehingga
menyumbat lubang kelenjar meibomian
- Berkerut, resesi, atau penyumbatan lubang kelenjar meibomian
- Hiperemis dan telangiectasis dari tepi kelopak posterior.
- Tekanan pada tepi kelopak mengakibatkan cairan meibomian keruh atau
seperti pasta gigi.
- Transiluminasi kelopak dapat menunjukkan hilangnya kelenjar dan dilatasi
kistik duktus meibomian.
- Tear film berminyak dan berbusa, buih dapat menumpuk di tepi kelopak atau
dalam kantus.
- Perubahan sekunder termasuk konjungtivitis papiler dan erosi kornea epitel
inferior.
20
Gambar 5 : Blefaritis Posterior
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7
A. Blefaritis bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai dengan berat. Diduga sebagian
besar infeksi kulit superfisial kelopak diakibatkan streptococcus. Bentuk infeksi
kelopak dikenal sebagai folikulitis, impetigo, dermatitis eksematoid. Pengobatan pada
infeksi ringan ialah dengan memberikan antibiotik lokal dan kompres basah dengan
asam borat. Pada blefaritis sering diperlukan pemakaian kompres hangat. Infeksi yang
bert perlu diberikan antibiotik sistemik.3
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas
basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual
kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom
(Meibormianitis), yang biasanya menyertainya.3
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema
pada tepi kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata. Infeksi
kronis dapat disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya
21
blefaritis ulseratif. Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea
termasuk erosi epitelial, neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak.11
2. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan
keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan.3
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata
berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva.
Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan
jaringan keropeng.3
Pasien dengan blefaritis sebore mempunyai sisik berminyak pada kelopak
mata depan, dan sering di antara mereka juga menderita dermatitis seboroik
pada alis dan kulit kepalanya.11 The American Academy of Dermatology
mencatat bahwa penyebab kondisi ini belum dipahami dengan baik. Tapi
dermatitis sebore terkadang muncul pada orang dengan sistem kekebalan yang
lemah. Jamur atau ragi jenis tertentu yang memakan minyak (lipid) di kulit juga
dapat menyebabkan dermatitis seboroik, dengan blefaritis menyertainya.12
22
Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan
membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi
hangat. Dapat dilakukan pembersihan dengan nitras argenti 1%. Salep
sulfonamid berguna pada aksi keratolitiknya.3
Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan
dibersihkan dengan shampo bayi.3
Pada blefaritis sebore diberikan antibiotik lokal dan sistemik seperti
tetrasiklin oral 4 kali 250 mg.
Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak
kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.3
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan
terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang
mengenai kulit didaerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang
berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitis seboroik.3
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh
jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal.
Terdapat sisik berwarna halus–halus dan penebalan margo palpebra disertai
dengan madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya tanpa mengakibatkan
perdarahan.3
23
Gambar 7 : Squamous Blepharitis
Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat
infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah di sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang
terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan
disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih
lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan
rontok (madarosis).3
24
Gambar 8 : Ulcerative Blepharitis
Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php
25
Gambar 9 : Blefaritis angularis
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7
Gambar 10 : Meibomianitis
Sumber : Atlas of Opthalmology
26
Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan
dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.3,4
7. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.
Biasanya disebabkan oleh infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
kelopak. Biasanya dapat sembuh sendiri atau hanya dengan pemberian kompres
hangat.3
Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Hordeolum
eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum
internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus.
Hordeolum merupakan suatu abses di kelenjar tersebut.3
Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan
mengganjal, merah, dan nyeri bila ditekan.3
Hordeolum eksternum akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah
kulit kelopak dan nanah dapat keluar dari pangkal rambut atau bulu mata.
Hordeolum internum memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva
tarsal. Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibanding
hordeolum eksternum.3
27
Gambar 12 : Hordeolum Internum
Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php
28
daerah hordeolum dan dilakukan insisi. Insis pada hordeolum eksternum dibuat
sejajar margo palpebra sedangkan pada hordeolum internum dibuat insisi pada
daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo palpebra. Setelah dilakukan insisi
dilakukan ekskokleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang di dalam
kantungnya dan kemudian diberi salep antibiotik.3
Penyulit hordeolum dapat berupa selulitis palpebra yang merupakan
radang jaringan ikat jarang palpebra di depan septum orbita dan abses
palpebra.3
Diagnosis banding hordeolum adalah selulitis preseptal, konjungtivitis
adenovirus, dan granuloma pyogenik.3
8. Kalazion
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut.3
Kalazion akan memberikan gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak
hiperemis, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preurikel
tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata
akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
Kadang-kadang kalazion sembuh atau hilang dengan sendirinya akibat
diabsorpsi.3
Gambar 13 : Kalazion
Sumber : http://medicastore.com/penyakit/860/Kalazion.html
29
Pengobatan pada Kalazion adalah dengan memberikan kompres hangat,
antibiotik lokal dan sistemik. Untuk mengurangkan gejala dilakukan
ekskokleasi isi abses dari dalamnya atau dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut.
Insisi dilakukan seperti pada hordeolum internum yaitu pada daerah fluktuasi
pus, tegak lurus pada margo palpebra.3
Ekskokleasi kalazion terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi topikal
pantocaine 0,5 %. Obat anastesia infiltratif disuntikkan dibawah kulit di depan
kalazion. Kalazion dijepit dengan klem kalazion dan kemudian klem dibalik
sehingga konjuntiva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus
margo palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem
kalazion dilepas dan diberikan salep mata. Pada abses palpebra pengobatan
dilakukan dengan insisi dan pemasangan drain kalau perlu diberikaan
antibiotik lokal dan sistemik. Analgetika dan sedatif diberikan bila sangat
diperlukan untuk rasa sakit.3
Bila terjadi kalazion yang berulang beberapa kali sebaiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologik untuk menghindarkan kesalahan diagnosis dengan
kemungkinan adanya suatu kegnasan.3
B. Blefaritis virus
1. Herpes zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf
trigeminus. Biasanya akan mengenai orang usia lanjut. Bila yang terkena
ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada
mata dan kelopak mata atas.3
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda
yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan
berasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea bila
mata terkena. Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf trigeminus superfisial
merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes zoster mata.3
30
Gambar 14 : Herpes Zoster Ophthalmica
Sumber : http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-zoster-
ophthalmicus.html
31
Gambar 15 : Herpes simpleks Ophthalmica
Sumber : http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-simpleks-
ophthalmicus.html
Tidak terdapat pengobatan spesifik pada penyakit ini. Bila terdapat infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik sitemik atau topikal. Pemberian
kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena dapat mengakibatkan
menularnya herpes pada kornea. Asiclovir dan IDU dapat diberikan terutama
pada infeksi dini.3
3. Vaksinia
Pada infeksi vaksinia akan terdapat kelainan pada kelopak berupa pustula
dengan indentasi pada bagian sentral. Tidak terdapat pengobatan spesifik untuk
kelainan ini.3
32
4. Moluskum kontagiosum
Moluskum kontagiosum pda kelopak akan terlihat sebagai benjolan
dengan penggaungan ditengah yang biasanya terletak di tepi kelopak. Dapat
ditemukan kelainan berupa konjungtivitis yang bentuknya seperti
konjungtivitis inklusi klamidia atau trakoma. Pengobatan moluskum tidak ada
yang spesifik atau dilakukan ekstirpasi benjolan, antibiotic local diberikan
untuk mencegah infeksi sekunder.3
C. Blefaritis jamur
1. Infeksi Superfisial
Biasanya diobati dengan griseofulvin terutama efektif untuk
epidermomikosis, diberikan 0.5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi
rata diteruskam 1-2 minggu. Kandida dengan nistatin topikal 100.000 unit per
gram.3
33
Phthirus pubis sebenarnya hidup di rambut pubis. Seseorang yang terinfeksi kutu
dapat kedaerah lain yang berambut seperti axila, dada atau bulu mata. Pitiriasis
palpebarum merupakan kutu dari bulu mata yang biasanya menjangkiti anak-anak
yang hidup ditempat yang memiliki higinitas yang buruk.9
Gejala meliputi iritasi kronis dan gatal pada kelopak mata. Ditandai oleh kutu
yang menempel kebulu mata dengan cakarnya. Telur dan kulitnya yang kosong muncul
seperti bentuk oval, coklat, keputihan seperti mutiara dan melekat pada dasar cilia.
Kunjungtivitis tidak lazim ditemukan.
Kutu diangkat beserta bulu mata secara mekanik dengan menggunakan pinset,
lalu diberikan topikal yellow mercuric oxide 1% atau petroleum jelly pada bulu mata
dan kelopak mata dua kali sehari selama 10 hari. Menghilangkan kutu pada pasien,
keluarga, baju dan tempat tidur penting untuk menghindari kekambuhan.9
E. Alergi Kelopak
a. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak penyebabnya adalah bahan yang berkontak pada
kelopak, maka dengan berjalannya waktu gejala akan berkurang.3
Pengobatan dengan melakukan pembersihan kelopak dari bahan penyebab, cuci
dengan larutan garam fisiologik, beri salep mengandung steroid sampai gejala
berkurang.3
34
Gambar 20 : Dermatitis Kontak pada palpebra
Sumber : https://escholarship.org/uc/item/308500hv
b. Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada
pasien yang rentan.3
Untuk mengurangi keluhan umum diberikan steroid topical ataupun
sistemik, dan dicegah pemakaian steroid lama. Obat antihistamin dapat
mengurangi gejala alergi.3
3.8 Diagnosis
35
Gambar 21 : Algoritma untuk mendiagnosis pasien dengan kelopak mata merah
Sumber : Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid, 2007
36
2. Chalazion, yang mungkin multipel dan berulang, umumnya terjadi terutama pada
pasien dengan blefaritis posterior.
3. Penyakit membran epitel basal dan erosi epitel berulang dapat diperburuk oleh
blepharitis posterior.
4. Kulit:
a. Jerawat rosacea sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar meibomian.
b. dermatitis seboroik terdapat pada>90% dari pasien dengan blefaritis seboroik.
c. Pengobatan acne vulgaris dengan isotretinoin dikaitkan dengan perkembangan
blepharitis pada sekitar 25% dari pasien; hal itu mereda ketika pengobatan
dihentikan.
5. Keratitis bakteri dikaitkan dengan penyakit sekunder permukaan okular untuk
blefaritis kronis.
6. Atopik keratokonjungtivitis sering dikaitkan dengan blefaritis stafilokokus.
Pengobatan blefaritis sering membantu gejala konjungtivitis alergi dan sebaliknya.
7. Intoleransi lensa kontak. Pemakaian jangka panjang lensa kontak berhubungan
dengan penyakit tepi pelupuk mata posterior. Penghambatan gerakan tutup dan
ekspresi normal dari minyak meibomian bisa menjadi penyebabnya. Ada juga
mungkin terkait konjungtivitis giant papil membuat pemakaian lensa tidak nyaman.
Blefaritis juga merupakan faktor risiko untuk keratitis bakteriterkait lensa kontak.
37
Table 1 : Summary of characteristics of chronic blefaritis
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7
Loss ++ +
Distorted or ++ +
trichiasis
Notching + ++
Cyst Hordeolum ++
Meibomian ++
Conjunctiva Phlyctenule +
Dry eye + + ++
Vascularization + + ++
Infiltrates + + ++
38
3.9 Diagnosis Banding14
39
Less edema than of dilute baby shampoo or commercially
with cellulitis or available eyelid cleanser
contact dermatitis; For staphylococcal infections, bacitracin
edema more or erythromycin ointment to eyelid
prominent at eyelid margins at bedtime or one to two weeks
margin For meibomian gland dysfunction, may
add tetracycline, 250 mg four times daily,
or doxycycline (Vibramycin), 100 mg
three times daily, then taper after four
weeks
40
violaceous color, Amoxicillin/clavulanate (Augmentin),
and pain 875 mg twice daily or 500 mg
Onset over hours to three times daily (dosage for
daysHistory of children older than three months:
preceding trauma or 40 mg per kg three times daily;
bite dosage for children younger than
three months: 30 mg per kg every
12 hours)
Suggested intravenous regimens:
Ampicillin/sulbactam (Unasyn), 1.5
to 3 g every six hours (dosage for
children: 300 mg per kg daily,
divided every six hours)
Ceftriaxone (Rocephin), 1 to 2 g daily
or divided every 12 hours (dosage
for children: 50 to 75 mg per kg
daily, divided every 12 hours)
Parenteral antibiotics are often given for
seven days in orbital cellulitis; transition
to oral antibiotics if clinical improvement
is noted after one week, to complete a
total treatment course of 21 days
41
bedtime) may inhibit postherpetic
neuralgia
Patients may require additional treatment
for complications such as keratitis and
glaucoma
42
Hal ini dapat dilakukan dengan handuk hangat atau dengan kain kasa. Air biasa
sering digunakan, meskipun beberapa dokter lebih suka bahwa beberapa tetes
shampo bayi dicampur dalam satu tutup botol penuh air hangat untuk membentuk
larutan pembersih. Harus diperhatikan untuk menggosok-gosok lembut atau
scrubbing dari tepi kelopak mata itu sendiri, bukan kulit kelopak atau permukaan
konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan mungkin berbahaya.8
3. Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok. Umum
digunakan adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep antibiotik
kortikosteroid kombinasi dapat digunakan, meskipun penggunaannya kurang tepat
untuk pengelolaan jangka panjang.8
Situasi klinis tertentu mungkin memerlukan pengobatan tambahan. Kasus
refrakter blefaritis sering respons dengan penggunaan antibiotik oral. Satu atau dua
bulan penggunaan tetrasiklin sering membantu dalam mengurangi gejala pada pasien
dengan penyakit yang lebih parah. Tetrasiklin diyakini tidak hanya untuk mengurangi
kolonisasi bakteri tetapi juga untuk mengubah metabolisme dan mengurangi disfungsi
kelenjar. Penggunaan metronidazol sedang dipelajari.8
Disfungsi tear film dapat mendorong penggunaan solusi air mata buatan, salep
air mata, dan penutupan pungtum. Kondisi yang terkait, seperti herpes simplex,
varicella-zoster, atau penyakit kulit staphilokokal, bisa memerlukan terapi antimikroba
spesifik berdasarkan kultur. Penyakit seboroik sering ditingkatkan dengan penggunaan
shampoo dengan selenium, meskipun penggunaannya di sekitar mata tidak dianjurkan.
Dermatitis alergi dapat merespon terapi kortikosteroid topikal.8
Konjungtivitis dan keratitis dapat menjadi komplikasi blefaritis dan memerlukan
pengobatan tambahan selain terapi tepi kelopak mata. Campuran antibiotik-
kortikosteroid dapat mengurangi peradangan dan gejala konjungtivitis. Infiltrat kornea
juga dapat diobati dengan antibiotik-kortikosteroid tetes. Ulkus tepi kelopak yang kecil
dapat diobati secara empiris, tetapi ulkus yang lebih besar, parasentral, atau atipikal
43
harus dikerok dan spesimen dikirim untuk diagnostik dan untuk kultur dan pengujian
sensitivitas.8
Serangan berulang dari peradangan dan jaringan parut dari blefaritis dapat
memngakibatkan penyakit kelopak mata posisional. Trichiasis dan notching kelopak
dapat mengakibatkan gejala keratitis berat. Trichiasis diobati dengan pencukuran bulu,
perusakan folikel melalui arus listrik, laser, atau krioterapi, atau dengan eksisi bedah.
Entropion atau ectropion dapat mengembangkan dan mempersulit situasi klinis dan
mungkin memerlukan rujukan ke ahli bedah oculoplastics.Perawatan bedah untuk
blefaritis diperlukan hanya untuk komplikasi seperti pembentukan kalazion, trichiasis,
ektropion, entropion, atau penyakit kornea.8
Untuk blefaritis anterior, antibiotik natrium asam fusidic topikal, bacitracin atau
kloramfenikol digunakan untuk mengobati folikulitis akut tetapi terbatas dalam kasus-
kasus lama. Setelah kelopak dibersihkan salep harus digosok ke tepi kelopak anterior
dengan cotton bud atau jari yang bersih. Oral azitromisin (500 mg setiap hari selama
tiga hari) dapat membantu untuk mengontrol penyakit blefaritis ulseratif.9
Pada blefaritis posterior, tetrasiklin sistemik merupakan andalan pengobatan
tetapi tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12 tahun atau pada wanita hamil
atau menyusui karena disimpan dalam tulang dan gigi tumbuh, dan dapat menyebabkan
noda pada gigi dan hipoplasia gigi (eritromisin adalah alternatif). Alasan untuk
penggunaan tetrasiklin adalah kemampuan mereka untuk memblokir produksi lipase
stafilokokal jauh di bawah konsentrasi penghambatan minimum antibakteri.
Tetrasiklin terutama diindikasikan pada pasien dengan phlyctenulosis berulang dan
keratitis tepi, meskipun berulang pengobatan mungkin diperlukan. Contohnya:
Oxytetracycline 250 mg b.d. selama 6-12 minggu, Doksisiklin 100 mg b.d. selama satu
minggu dan kemudian setiap hari selama 6-12 minggu, Minocycline 100 mg sehari
selama 6-12 minggu; (pigmentasi kulit dapat berkembang setelah penggunaan jangka
panjang). Erythromicin 250 mg perhari atau b.d digunakan untuk anak-anak.9
44
3.11 Komplikasi
Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang paling
sering terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin sebaiknya
disarankan untuk sementara waktu menggunakan alat bantu lain seperti kaca mata
sampai gejala blefaritis benar-benar sudah hilang.13
1. Mata merah : blefaritis dapat menyebabkan serangan berulang mata merah
(konjungtivitis).
2. Keratokonjungtivis sicca adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa
memproduksi air mata yang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat. Ini bisa
menyebabkan mata kekurangan air dan menjadi meradang. Syndrome mata
kering dapat terjadi karena dipengaruhi gejala blefaritis, dermatitis seboroik,
dan dermatitis rosea, namun dapat juga disebabkan karena kualitas air mata
yang kurang baik.
3. Ulserasi kornea: iritasi yang terus menerus dari kelopak mata yang meradang
atau salah arah bulu mata dapat menyebabkan goresan (ulkus) di kornea.
3.12 Prognosis
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat mengontrol
tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan kelopak mata
yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman untuk menghindari
kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis
berhubungan dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau rosacea,
mengobati kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang
memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan
dengan pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat terjadi.13
45
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mata didapatkan pasien berusia 65 tahun,
datang dengan keluhan bengkak pada kelopak mata kiri sejak 1 minggu SMRS. Pasien
juga mengatakan sulit membuka mata ketika bangun tidur, ada cairan warna hijau
kekuningan, air mata lebih banyak dari biasanya, pandangan sedikit lebih kabur dari
biasanya, disekitar kelopak mata terasa gatal dan merah, konjungtiva tarsal hiperemis,
serta mata pasien juga tidak merah. Hal ini sesuai dengan gejala klinis pada blefaritis
yang memberikan gejala klinis mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, epiforia.
Penatalaksanaan pada pasien berupa pemberian terapi non farmakologi dan
farmakologi. Untuk non farmakologi pasien dianjurkan untuk menjaga higenitas atau
kebersihan diri. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa menjaga
kebersihan dari palpebra merupakan manjemen utama dalam pengobatan blefaritis.
Palpebra dapat dikompres dengan air hangat selama beberapa menit dengan cara yang
baik yaitu dengan meletakkan handuk yang telah direndam air hangat pada palpebra
yang tertutup selama 5 sampai 10 menit. Dapat juga diberikan shampo bayi atau sodium
bicarbonate solution pada kulit kepala, alis mata, dan tepi palpebra untuk mencegah
keparahan dari blefaritis dengan cara membantu menghilangkan debris skuamosa pada
mata. Istirahat yang cukup dan meminta pasien untuk tidak mengucek pada mata yang
iritasi agar tidak menyebabkan peradangan yang lebih lanjut.
Untuk faramakologi, diberikan salep antibiotik atas dasar adanya gejala
peradangan yang muncul (edema, nyeri, adanya sekret), diberikan antibiotik topikal
salep mata 4 kali sehari dan dioleskan pada kelopak superior dan inferior mata kiri
dengan menggunakan ujung jari atau cotton bud.
Pada kasus ini tidak ditemukan adanya penyulit seperti hordeolum, kalazion,
madarosis, poliosis dan jaringan keropeng. Sehingga perawatan kelopak mata yang
baik biasanya cukup untuk pengobatan. Prognosis pada pasien dengan blefaritis baik.
Kecacatan visual akibat blefaritis dilaporkan jarang terjadi.
46
BAB V
KESIMPULAN
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada
kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada
tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai
dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang
merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit.
Blefaritis menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan
ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang
disebabkan oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau jerawat
rosacea. Dapat terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak nyaman,
blefaritis tidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada
penglihatan.
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang
ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit
penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat
terjadi pada semua umur.
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat mengontrol
tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan kelopak mata
yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman untuk menghindari
kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis. Pada pasien yang
memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan
dengan pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat terjadi.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. 17th
ed. Jakarta: EGC; 2009.
2. Johnson, Stephen, M, MD. Blepharitis. Midwest Eye Institute. Available at :
http://smjohnsonmd.com/Blepharitis.html. Accessed September 30, 2014.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2014.
4. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing,
Australia: 2013; page 52-4.
5. Popham, Jerry MD. Eyelid Anatomy. In Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery.
Available at : http://www.drpopham.com/347-Anatomy. Accessed Oktober 01,
2014.
6. Vaughan D. General Ophthalmology. Widya Medika. Jakarta: 2003; page 78-80.
7. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC;
2004.
8. Weinstock, Frank J., MD. Eyelid Inflammation “Blepharitis” Available at :
http://www.emedicinehealth.com/eyelid_inflammation_blepharitis/.htm.
Accessed Oktober 02, 2014.
9. Lowery, R Scott, MD et all, Adult Blepharitis Updated: April 26, 2013. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview#a0104. Accessed
Oktober 02, 2014.
10. Allen, JH et all. Patophosiology Blepharitis. In Best Practice British Medicine
Journal. Last updated: July 26, 2013.
11. Kanski JJ. Blepharitis. In: Clinical Ophthalmology. 7th ed. Butterworth
Heinemann. Philadelphia; 2011: page 34-38.
48
12. Feder, Robert S, MD, chair et all. Blepharitis Limited Revision In Preferred
Practice Pattern. American Academy Ophthalmology: 2011.
13. Hadrill, Marilyn., Blepharitis Page updated September 21, 2013. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article. Accessed Oktober 01, 2014.
14. Papier, Art, MD; David J. Tuttle, MD; and Tara J. Mahar, MD. Differential
Diagnosis of the Swollen Red Eyelid in the American Academy of Family
Physicians.2007; page 1815-24.
49