PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti mempunyai rasa cemas, rasa cemas ini terjadi pada saat adanya
kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Misalkan, orang
merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau ketika sebelum ujian berlangsung.
Kecemasan yang dimiliki seseorang yang seperti di atas adalah normal, dan bahkan
kecemasan ini perlu dimiliki manusia. Akan tetapi kecemasan berubah menjadi abnormal
ketika kecemasan yang ada di dalam diri individu mengganggu aktivitas dalam kehidupan
dari diri individu tersebut, salah satunya yakni gangguan fungsi sosial.Ansietas atau
kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala
somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomik (SSA).
Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non- spesifik yang sering merupakan satu
fungsi emosi. Ansietas yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas
normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif.1
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,
serta gagasan bunuhdiri.1Bila tidak diobati, depresi dapat menetap berbulan-bulan atau
bahkan menahun.Depresi dapat memperberat atau meningkatkan risiko penyakit fisik dan
meningkatkan risiko bunuh diri. Depresi bisa berdiri sendiri maupun bersamaan atau akibat
suatu penyakit organik.
Keberadaan gangguan depresif berat dan gangguan panik secara bersamaan lazim
ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif memiliki gejala ansietas yang
menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi kriteria diagnostik ganguan panik. Peneliti
telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan ganggguan panik memiliki
episode gangguan depresif berat.1
Berdasarkan penelitian Bloss (2013) melaporkan sebanyak 53,5% penderita multi drug
resistent tuberculosis (MDR-TB) mengalami gangguan psikiatri seperti anxietas dan depresi.
Beberapa penelitian di Surakarta juga melaporkan bahwa pada awal pengobatan pasien
MDR-TB akan terjadi anxietas dan depresi yang cukup tinggi. Hal ini kemunginan
disebabkan oleh persepsi masyarakat terhadap pnyakit TB yang salah.2,3
1
Gangguan anxietas campuran depresi merupakan penyakit dengan tingkat
kemampuan 3A berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Sehingga
diharapkan dokter umum mampu mendiagnosis penyakit dan memberikan tatalaksana awal
dan merujuk pasien.4
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Tn.HDN
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 41 tahun (27 Mei 1975)
d. Status perkawinan : Menikah
e. Agama : Islam
f. Tingkat pendidikan : SLTP
g. Warga negara : Indonesia
h. Suku bangsa : Sumatera
i. Alamat : Jalan Nibung IV Perumnas Sako No.II
j. Pekerjaan : Wiraswasta
k. Medical Record : 964866
II. ANAMNESIS
A. ALLOANAMNESIS ( pada tanggal 26 April 2017 pukul 14.00 WIB)
Diperoleh dari : Indarwati
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Alamat : Jalan Nibung IV Perumnas Sako No.II
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dgn pasien : Adik Kandung
a. Sebab Utama : Pasien dikonsulkan dari Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Dr. Mohammad Husein.
b. Keluhan Utama : Pasien merasa gelisah, sulit tidur, dan tidak nafsu makan.
c. Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 2 Tahun yang lalu pasien mengeluh batuk berdahak disertai darah terutama
pada malam hari disertai demam terus-menerus dan berkeringat dingin. Pasien
berobat ke Poli Paru RS. Mohammad Hoesin dan didiagnosis tuberkulosis paru.
3
Pasien diberikan obat (pasien lupa nama obatnya) dikonsumsi selama 6 bulan.
Keluhan menghilang. Pasien dinyatakan sembuh.
± 1 Tahun yang lalu pasien merasakan kembali keluhan batuk berdahak
disertai darah. Kemudian pasien kembali berobat ke Poli Paru RS.Mohammad
Hoesin. Pasien dilakukan pemeriksaan dahak dan didapatkan positif tuberkulosis
paru. Pasien diberikan obat antituberkulosis selama 6 bulan. Pasien menggunakan
obat secara tidak teratur. Pasien mulai merasakan gelisah terhadap penyakitnya,
nafsu makan berkurang, sering tidak bisa tidur pada malam hari, mudah khawatir
dan mudah marah terhadap orang disekitarnya, pasien juga merasa bahwa dirinya
dikucilkan oleh keluarganya akibat penyakitnya tersebut.
± 3 bulan yang lalu, pasien datang ke Poli Paru RS. Mohammad Hoesin
dengan keluhan yang masih sama yaitu batuk, ada dahak dan kadang disertai darah
sedikit, pasien mengaku minum obat secara tidak teratur, lalu dokter menganjurkan
pasien untuk berhenti minum OAT untuk sementara karena akan dilakukan
pengecekan resistensi terhadap obat. Pasien masih merasakan sering gelisah dan
mulai menutup diri dari lingkungannya, pasien merasa takut mati oleh penyakitnya .
keluarga pasien mengaku bahwa pasien susah disuruh meminum obat karena pasien
bosan harus meminum obatnya setiap hari.
± 1 minggu yang lalu, pasien datang berobat ke poli Penyakit dalam RSMH.
Pasien mengeluh batuk ada darah, sesak,badan agak meriang, pasien juga merasa
sering susah tidur, nafsu makan menurun, dan badan terasa tidak enak. Pasien masih
bisa merawat diri dan melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
e. Riwayat Premorbid
- Lahir : Lahir cukup bulan,spontan, langsung menangis dibantu
dukun.pasien merupakan anak yang diinginkan.
4
- Bayi : Tumbuh kembang baik, sesuai usia
- Anak-anak : Interaksi sosial baik
- Remaja : Interaksi sosial baik, semangat kerja, dan ceria
- Dewasa : Interaksi sosial baik, ceria, semangat kerja dan melakukan
aktifitas sehari
h. Riwayat Pendidikan
Pasien lulusan SLTP
i. Riwayat Pekerjaan
Supir angkot
j. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali dan istri masih hidup serta memilik 2 orang anak, 1 laki-laki
dan 1 perempuan masing-masing berusia 15 tahun dan 12 tahun.
l. Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari lima saudara.
Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa disangkal.
5
Pedigree
6
Hari ini hari apa ya Pak? Jumat dok Orientasi waktu
baik
Bapak kesini sama siapa? Ini sama adik saya dok. Orientasi personal
(sambil menunjuk keluarga baik
pasien)
7
minum obat? Yang sama berobat ke poli
selanjutnya kena kapan? RSMH disuruh minum obat
juga sampai 6 bulan. Tapi
dak teratur memang waktu
itu.
Kenapa pak, kok nggak Soalnya aku nih lah capek
teratur minum obatnya ? dok minum obat terus tiap
hari.
Bapak ngerasa putus asa gak Yah, nak cakmano lagi Terlihat sedih,
kena penyakit ini terus dok, aku jalani be lah Kecemasan
berulang? takdir. Tapi kadang (khawatir akan
mikirlah bosen minum obat nasib buruk),
tiap hari lamo pulo, takut
dak sembuh-sembuh, mati
8
Kayak bayangan misalkan?
9
obat 6 bulan, sudah minum
obat 6 bulan disuruh
minum obat lagi cak hidup
hanya minum obat be. Tapi
yah jalani be.
10
tetangga rumah? menghina apo ngatoi, Idak
yang nak ngejauhi aku tuh
idak ado.
III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1). Keadaan Umum
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah :120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,40C
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada
3) Gejala peningkatan tekanan intracranial : tidak ada
4) Mata
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, visus normal
Pupil :bentuk bulat, sentral, isokor, Ø
3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
11
5). Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - -
6).Sensibilitas : normal
7). Susunan syaraf vegetativ : tidak ada kelainan
8). Fungsi luhur : tidak ada kelainan
9). Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos mentis
b. Perhatian : Baik
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Tidak ada
e. Tingkah laku motorik : Normal
f. Ekspresi fasial : normal
g. Verbalisasi : lancar dan jelas
h. Cara bicara : lancar
i. Kontak psikis
Kontak fisik : ada, cukup
Kontak mata : ada, cukup
Kontak verbal : ada, cukup
12
b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : dalam
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirabarasa
Arus emosi : lambat
c. Keadaan dan fungsi intelektual
Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : baik
Orientasi orang/waktu/tempat : baik
Luas pengetahuan umum : sesuai
Discriminative judgement : baik
Discriminative insight : baik
Dugaan taraf intelegensi : baik
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada
d. Kelainan sensasi dan persepsi
Ilusi : tidak ada
Halusinasi : auditorik (-), visual (-)
e. Keadaan proses berpikir
Psikomotilitas : normal
Mutu : baik
f. Arus pikiran
Flight of ideas : tidak ada
Inkoherensi : tidak ada
Sirkumstansial : tidak ada
Tangensial : tidak ada
Terhalang(blocking) : tidak ada
Terhambat (inhibition) : tidak ada
Perseverasi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada
g. Isi pikiran
13
Waham : tidak ada
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : tidak ada
Rasa permusuhan/dendam: tidak ada
Perasaan berdosa/salah : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
h. Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Aliensi : tidak ada
i. Bentuk pikiran
Autistik : tidak ada
Simbolik : tidak ada
Dereistik : tidak ada
Simetrik : tidak ada
Paralogik : tidak ada
Konkritisasi : tidak ada
Overinklusif : tidak ada
j. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan
Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : tidak ada
Katatonia : tidak ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas: : tidak ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan umum : tidak ada
Autisme : tidak ada
Deviasi seksual : tidak ada
14
Logore : tidak ada
Ekopraksia : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
k. Kecemasan : ada
l. Dekorum
Kebersihan : baik
Cara berpakaian : baik
Sopan santun : baik
m. Reality testing ability
RTA tidak terganggu
D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : dilakukan ( dengan diagnosis TB Paru)
c. Pemeriksaan laboratorium :Tidakdilakukan (tidak ada data)
V. DIAGNOSIS BANDING
- F.41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
- Gangguan Distimik
VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
15
Fluoxetine kapsul 10 mg 1 x 1
Diazeapam tablet 2 mg 1 x 1
b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang
dihadapi.
Sosial-Budaya
Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi
atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat. Terapi rekreasi dapat berupa
berlibur atau bepergian ke suatu daerah yang disenangi pasien.
Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu, menegakkan
amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2. EPIDEMIOLOGI
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara bersamaan lazim
ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresifmemiliki gejala ansietas yang
menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi kriteria diagnostik ganguan panik. Peneliti
telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan ganggguan panik memiliki
episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan bahwa keberadaan gejala depresif
dan anxietas secara bersamaan, tidak ada di antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik
gangguan depresif atau ansietas lain dapat lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah
klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi umum
adalah 10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50 persen, walaupun
perkiraan konservatif mengesankan pravelensi sekitar1persen pada populasi umum.1
3. STESSOR PSIKOSOSIAL
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi
atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu
17
melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbullah keluhan- keluhan
antara lain berupa cemas dandepresi.5
Dari sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, para pakar memberikan beberapa contoh antara lain sebagai berikut:5
1. Perkawinan: terjadinya ketidaksetiaan berupa perselingkuhan.
2. Orang Tua: masalah orang tua yakni kondisi tatanan sosial dan ekonomi, masalah
anak yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah, aborsi, atau
penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif)
3. Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi): hubungan antar sesama
(perorangan/individual) yang tidak baik dapat merupakan sumber stres. Misalnya
hubungan yang tidak serasi, tidak baik atau buruk dengan kawan dekat atau kekasih,
antara sesama rekan, antara atasan dan bawahan, pengkhianatan, dan sebagainya.
4.Pekerjaan: kehilangan pekerjaan pada pengangguran akan berdampak pada gangguan
kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Sebaliknya dengan pengangguran,
maka terlalu banyak beban pekerjaan sementara waktu yang tersedia sangat sempit
dapat menyebabkan stres pula.Tekanan dalam pekerjaan yang banyak dan
persaingan yang ketat juga dapat menyebabkan stres.
5. Keuangan: masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah
satu stressor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, terlibat
hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain-lain.
6. Hukum: keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber
stres. Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya.
7. Perkembangan: yang dimaksudkan disini adalah tahapan perkembangan fisik
maupun mental seseorang. Misalnya masalah remaja, masa dewasa, menopause, usia
lanjut dan lain sebagainya.
8. Penyakit Fisik: berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang
mengakibatkan invaliditas dapat menyebabkan stres pada diri seseorang.
9. Faktor Keluarga: anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan
karena kondisi keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak yang
dapat menimbulkan stres antara lain:
10. Hubungan kedua orangtua yang tidak harmonis: kedua orang tua jarang dirumah
dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak-anakKomunikasi antara orang tua
dan anak tidak serasi, Kedua orang tua bercerai atau berpisah
18
11.Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau kelainan kepribadian: orang tua
dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter dan lain sebagainya.
12.Trauma: seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan transportasi,
kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan, perampokan, perkosaan
dan lain sebagainya, merupakan pengalaman yang traumatis yang pada gilirannya
yang bersangkutan dapat mengalami stres (stres pasca trauma)
4. MANIFESTASI KLINIS
1
Tanda dan gejala cemas :
Tanda Fisik Gejala Psikologik
- Takikardia, palpitasi
- Berpeluh
- Diare
- Mulut kering
- Sering kencing
19
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi ke-3 (PPDGJ
5. DIAGNOSIS
Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala subsindrom ansietas dan depresi
serta adanya beberapa gejala somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan rasa perut
yang bergejolak. Sejumlah studi pendahuluan menunjukkan bahwa sensitivitas dokter umum
untuk sindrom gangguan campuran ansietas-depresi masih rendah walaupun kurangnya
pengenalan ini dapat mencerminkan kurangnya labeldiagnostik yang sesuai bagi pasien.6
Kriteria Riset DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif
A. Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan
B. Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :
1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisah, tidur tidak puas)
3. Lelah atau energi rendah
4. Iritabilitas
5. Khawatir
6. Mudah nangis
7. Hipervigilance
8. Antisipasi hal terburuk
9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
C. Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaknya dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau
area fungsi penting lain
D. Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth. Penyalahgunaan obat atau pengobatan) atau keadaan
medis umum
E. Semua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan distimik, gangguan panik, atau
20
gangguan ansietas meenyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain (termasuk gangguan ansietas atau
gangguan mood, dalam remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain
Dari American Psychiatric Association. Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorder. 4 th ed.
Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Assosiation; copyright 2000, dengan izin
5. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta gangguan
kepribadian. Diantara gangguan kecemasan, gangguan kecemasan umum adalah salah satu
yang paling sering bertumpang tindih dengan gangguan kecemasan – depresif campuran.
Diantara gangguan mood, gangguan distimik dan gangguan depresif ringan adalah yang
paling sering bertumpang tindih dengan gangguan kecemasan-depresif campuran. Diantara
gangguan kepribadian, gangguan kepribadian menghindar, tergantung, dan obsesif-
kompulsif mungkin memiliki gejala yang terlihat pada gangguan kecemasan-depresif
campuran. Hanya suatu riwayat psikiatrik, pemeriksaan status mental dan pengetahuan
tentang kriteria DSM-IV spesifik dapat membantu klinisi membedakan kondisi –
kondisitersebut.6
6. PROGNOSIS
Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar kemungkinannya
untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala depresif yang menonjol, atau
21
campuran dua gejala dengan besar yang sama saat awitan. Selama perjalanan penyakit,
dominasi gejala ansietas dan depresif dapat bergantian. Prognosis nya tidakdiketahui.6
7. PENATALAKSANAAN
Karena penelitian yang adekuat yang membandingkan cara pengobatan untuk
gangguan kecemasan-depresif campuran sekarang ini belum tersedia, klinisi kemungkinan
besar mengobati pasien atas dasar gejala yang tampak, keparahannya dan tingkat
kesenangan dan pengalaman klinisi sendir terhadap berbagai modalitas
pengobatan.2Pendekatan psikoterapeutik mungkin melibatkan pendekatan yangterbatas
waktu, seperti terapi kognitif atau modifikasi perilaku, walaupun beberapa klinisi
menggunakan pendekatan psikoterapeutik yang kurang terstruktur, seperti psikoterapi
berorientasi-tilikan.6
Farmakoterapi untuk gangguan kecemasan-depresif campuran mungkin termasuk
obat antiansietas atau obat antidepresan atau keduanya. Di antara obat ansiolitik, beberapa
data menyatakan bahwa penggunaan triazolobenzodiazepines (seperti contoh alprazolam)
mungkin diindikasikan karena efektivitas obat tersebut dalam mengobati depresi yang
disertai dengan kecemasan. Suatu obat yang mempengaruhi reseptor serotonin tipe-1A (5-
HT1A), seperti buspirone, mungkin juga diindikasikan. Diantara antidepresan, walaupun
teori noradrenergik menghubungkan gangguan kecemasan dan gangguan depresif,
antidepresanserotonergik(sebagaicontoh, fluoxetine)mungkinyangpaling efektif di dalam
mengobati gangguan kecemasan-depresifcampuran, walaupun data yang mendukung
anggapan tersebut tidakada.6
Psikoterapi
- Psikodinamik (Insight), ditujukan untuk mengungkap konflik masa lalu yang
mendasari dan merupakan sumber kecemasan yang sebenarnya
- CBT (Cognitive-Behavioral Therapy), dengan cognitive restructuring, yaitu
mengidentifikasi pikiran-pikiran yang berhubungan dengan kecemasan lalu
menggantinya dengan respon ‘coping’yang lebih positif
- Relaxation Training, latihan untuk menurunkan bangkitan fisiologik yang berlebihan
- Suportif
22
Somatoterapi
a. Ansiolitik Benzodiazepin,
- Ansiolitik yang paling sering digunakan
- Tidak mengurangi kekhawatiran, namun mengatasi kecemasan dengan menurunkan
- Kewaspadaaan dengan menghilangkan gejala somatik seperti ketegangan otot
- Semua benzodiazepin memiliki efikasi yang sama, menyebabkan sedasi, gangguan
kosentrasi, dan amnesia anterograde. Spektrum klinis benzodiazepin meliputi:
• Ansiolitik
• Antikonvulsan
• Antiinsomnia
• Premedikasi bedah
- Beberapa contoh benzodiazepin:
• Diazepam dan chlordiazepoxide, merupakan benzodiazepin broadspectrum.
• Nitrazepam dan flurazepam, lebih efektif sebagai anti insomnia karena dosis anti
insomnia berdekatan dengan dosis anti cemas.
• Midazolam, onset cepat dan kerja singkat, cocok untuk premedikasi bedah.
• Bromazepam, lorazepam, dan clobazam, lebih efektif sebagai anti cemas karena
dosis anti insomnia dan anti cemas yang berjauhan.
• Clobazam, efek samping terhadap performa psikomotor paling kecil, cocok untuk
pasien dewasa atau pasien lansia yang ingin aktif.
• Lorazepam, benzodiazepin dengan waktu paruh pendek dan tidak ada akumulasi
obat yang signifikan pada dosis terapi, cocok untuk pasien dengan kelainan fungsi
hati dan ginjal.
• Alprazolam, efektif untuk ansietas antisipatorik, memiliki onset cepat dan komponen
anti depresi.
Antidepresan Trisiklik
Imipramine, efektif dalam mengendalikan kecemasan pada GAD, namun belum
diteliti efektivitasnya jika dibandingkan dengan benzodiazepin atau buspirone. Dapat
juga digunakan alternatif desmipramine atau nortriptiline dengan efek samping anti
kolinergik dan anti adrenergik yang lebih ringan.
Antidepresan Atipikal
Trazodone, untuk pasien yang tidak merespon pada agen yang lain, penggunaan
dibatasi karena efek samping sedasi dan priapismus yang tinggi. Nefazodone dapat
digunakan sebagai alternatif karena efek sampingnya lebih dapat ditoleransi.
Antidepresan Atipikal
Venlafaxine, memiliki efek anticemas dan antidepresi untuk pasien dengan GAM
disertai Depresi Mayor.
24
yang rendah berkaitan dengan penurunan bioavailibilitas dari serotonin yang kemudian
menjadikan seseorang rentan terkena depresi. Selain itu, penyebab terjadinya depresi pada
pasien tuberkulosis adalah faktor psikososial, kronis psikogenik dan nyeri somatik, lama
pengobatan, dan efek samping obat (isoniazid), sering dirawat dan ketergantungan dirawat
dirumah sakit. 8
TB-MDR mengacu pada strain Mycobacteriumtuberculosis yang resisten terhadap
paling sedikit isoniazid (INH) dan rifampisin, dua agen paling kuat tuberkulosis. Obat
anti-tuberkulosis lini kedua, termasuk sikloserin (CS), fluoroquionolones, etionamide /
prothionamide (ETH), kanamisin / amikasin, asam capreomisin dan para-aminosalisilat,
umumnya lebih lemah dan lebih toksik dibandingkan dengan lini pertama. Untuk alasan
ini, terapi yang berkepanjangan (18-24 bulan) dan reaksi efek samping yang sering terjadi
adalah tantangan yang signifikan terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB-MDR.9
Ada manifestasi kejiwaan - termasuk halusinasi, kecemasan, depresi, euforia,
kelainan perilaku, dan ide bunuh diri dan / atau usaha - yang dilaporkan terjadi pada 9,7-
50% individu yang menerima CS.Neurotoksisitas terkait CS mungkin disebabkan oleh
berkurangnya produksi sistem saraf pusat (SSP) -aminobutyric acid (GABA) yang
disebabkan oleh penghambatan dekarboksilase glutamat dan difasilitasi oleh penetrasi
efektif otak-brainbarrier.Pada sebagian besar kasus ini,,Obat itu dihentikan, dengan
pemulihan status mental yang cepat dan gejala yang berulang.9
Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk memperhitungkan toksisitas terkait INH.
INH dapat bertindak sebagai inhibitor monamin oxidase (MAO). Sebagai alternatif, efek
kejiwaan dapat disebabkan oleh defisiensi piridoksin yang disebabkan INH, yang
kemudian mengurangi produksi norepinephrine, serotonin, dopamin, dan GABA.9
25
pertama kali akan ditangkap oleh panca indera dan diteruskan ke pusat emosi yang
terletak di sistem saraf pusat. Stress akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf
otonom. Organ yang dialir stress adalah kelenjar hormone sehingga terjadilah
perubahan keseimbangan hormon yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan
fungsional pada berbagai organ target. Stres dapat menyebabkan perubahan
neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti HPA, HPT dan HPO.
Dimana, sistem imun menerima sinyal dari otak dan sistem neuroendokrin melalui
sistem saraf autonom dan hormon. 11
Penyakit TB paru dapat mempengaruhi keseimbangan sistem monoamine di
otak. Ini adalah suatu sistem yang mengatur kerja neurotransmitter diotak bernama
dopamine, serotonin, dan norephineprine. Ketidakseimbangan serotonin dalam otak
inilah yang membuat pasien TB menjadi sangat rentan terhadap depresi.11
Lama Waktu Menderita dan Lama Pengobatan
Depresi lebih banyak muncul pada masa awal menderita TB paru. Banyak faktor yang
menyebabkan:
1. Informasi TB paru yang bererdar tidak jarang membuat penderitanya yang
baru didiagnosis TB berasumsi buruk mengenai dirinya sendiri. Anggapan
bahwa memiliki sedikit peluang untuk hidup.
2. Banyaknya perubahan pola hidup yang dapat membuat penderita menjadi
cemas dan depresi (pola tidur, pola makan, dll).
3. Kenyataan bahwa dirinya harus mengkonsumsi obat setiap hari secara tepat
waktu yang dapat menjadi beban bagi penderita.
4. Anggapan sebagai beban bagi orang lain terutama bagi keluarga.
26
secara komprehensif. Tujuannya adalah memberikan pelayanan yang holistik, tidak hanya
kesembuhan penyakit namun juga meliputi kesehatan mental.
CLP merupakan integrasi tim multidisipliner, meliputi spesialis, psikolog, perawat,
pekerja sosial dan praktisi agama. Dalam prosesnya, diperlukan peningkatan dalam
komunikasi, pertukaran informasi serta input dari semua pihak interdisipliner.
Berbeda dengan pengertian “konsultasi”, CLP tidak hanya meliputi kemampuan
pelayanan sebatas menerima dan menjawab konsul dari disiplin kedokteran lainnya.
Psikiater ang tergabung dalam tim ini, memerlukan kompetensi khusus terutama dalam
pengetahuan mengenai manajemen pasien secara holistik yang meliputi mental-emosional
dan sosial, serta mampu menjelaskannya kepada pasien, keluarga dan masing-masing yang
terlibat didalam tim tersebut. Karenanya, diperlukan kompetensi dalam komunikasi, imlu
kedokteran secara umum dan psikiatri secara khusus, bahkan yang berkaitan dengan isu
legal.
Dalam proses pelayananya, CLP dimulai dengan penemuan kasus, menentukan
diagnosis dan prognosis, membuat strategi tatalaksana, dan melaksanakannya bersama tim
dengan mengutamakan kualitas hidup pasien. Selain menangani pasien dengan
komorbiditas gangguan psikiatrik, peran CLP adalah juga mencegah terjadinya
komorbiditas gangguan psikiatri, serta mencegah kekambuhan komorbiditas gangguan
psikiatri.
Area layanan CLP yang terdapat dalam masalah medis atau bedah, antara lain:
Gangguan stress akut
Agresi dan impulsivitas
AIDS dan HIV
Penyalahgunaan zat, alkohol didalam tatanan medis umum
Kecemasan didalam tatanan medis umum
Penyesuaian dan penerimaan terhadap penyakit
Kematian, kondisi terminal dan kedukaan
Delirium dan demensia
Demensia didalam tatanan medis umum
Depresi didalam tatanan medis umum
Penetuan kapasitas dan isu forensik lainnya
Gangguan buatan
Rasa sakit
27
Gangguan kepribadian didalam tatanan medis umum
Faktr psikologis yang mempengaruhi kondisi medis
Manifestasi psikiatri didalam penyakit medis dan neurologis
Psiko-onkologi
Psikofarmakologi
Gangguan somatoform
Bunuh diri
Obesitas, hipertensi
Smoking cessation
Layanan CLP, pada umumnya terdapat dalam tatanan rumah sakit umum. Kesehatan
mental, bukan semata-mata tanggung jawab dari psikiater, tetapi pencapaiannya
memerlukan kerja sama lintas sektoral. Penyelesaian masalah kesehatan saat ini tidak
hanya tertuju pada penanganan yag terpisah antara fisik dan mental, namun juga aspek
sosial; maka keluhan dan gejala penyakit tidak hanya diatasi dengan model medik, tetapi
juga tertuju pada kualitas hidup penderita.
Didalam perkebamgannya, terbentuklah suatu konsep yang bisa diterima diantara
komunitas kedokteran dan dikenal dengan Consultation-Liaison Psychiatry (CLP) CLP
adalah subspesialisasi dalam ilmu psikiatri yang menjembatani psikiatri dengan
kedokteran umum dan bidang spesialisasi kedokteran lainnya.Kesehatan mental, bukan
semata-mata tanggung jawab dari psikiater, tetapi pencapaiannya memerlukan kerjasama
lintas sektoral.
28
BAB IV
ANALISIS KASUS
± 2 Tahun yang lalu pasien mengeluh batuk berdahak disertai darah terutama pada
malam hari disertai demam terus-menerus dan berkeringat dingin. Pasien berobat ke Poli
Paru RS. Mohammad Hoesin dan didiagnosis tuberkulosis paru. Pasien diberikan obat
(pasien lupa nama obatnya) dikonsumsi selama 6 bulan. Keluhan menghilang. Pasien
dinyatakan sembuh.
± 1 Tahun yang lalu pasien merasakan kembali keluhan batuk berdahak disertai
darah. Kemudian pasien kembali berobat ke Poli Paru RS.Mohammad Hoesin. Pasien
dilakukan pemeriksaan dahak dan didapatkan positif tuberkulosis paru. Pasien diberikan
obat antituberkulosis selama 6 bulan. Pasien menggunakan obat secara tidak teratur.
Pasien mulai merasakan gelisah terhadap penyakitnya, nafsu makan berkurang, sering
tidak bisa tidur pada malam hari, mudah khawatir dan mudah marah terhadap orang
disekitarnya, pasien juga merasa bahwa dirinya dikucilkan oleh keluarganya akibat
penyakitnya tersebut.
± 3 bulan yang lalu, pasien datang ke Poli Paru RS. Mohammad Hoesin dengan
keluhan yang masih sama yaitu batuk, ada dahak dan kadang disertai darah sedikit,
pasien mengaku minum obat secara tidak teratur, lalu dokter menganjurkan pasien untuk
berhenti minum OAT untuk sementara karena akan dilakukan pengecekan resistensi
terhadap obat. Pasien masih merasakan sering gelisah dan mulai menutup diri dari
lingkungannya, pasien merasa takut mati oleh penyakitnya. keluarga pasien mengaku
bahwa pasien susah disuruh meminum obat karena pasien bosan harus meminum
obatnya setiap hari.
29
± 1 minggu yang lalu, pasien datang berobat ke poli Penyakit dalam RSMH.
Pasien mengeluh batuk ada darah, sesak,badan agak meriang, pasien juga merasa sering
susah tidur, nafsu makan menurun, dan badan terasa tidak enak. Pasien masih bisa
merawat diri dan melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
Pada status psikiatrikus pada keadaan umum didapatkan kesadaran kompos mentis,
perhatian adekuat, sikap kooperatif, inisiatif tidak ada, tingkah laku motorik normoaktif,
ekspresi fasial normal, verbalisasi lancar dan jelas, cara bicara lancar, ada kontak fisik,
mata, dan verbal. Pada keadaan khusus ditemukan afek luas, mood hipotimik, hidup emosi
stabil, pengendalian terkendali, adekuat, echt, skala diferensiasi normal, einfuhlung bisa
dirabarasakan, arus emosi normal. Keadaan dan fungsi intelek semua dalam batas normal.
Tidak ditemukan kelainan sensasi dan persepsi. Keadaan proses berpikir, isi pikiran,
pemilikan pikiran, bentuk pikiran, keadaan dorongan instinktual dan perbuatan dalam
batas normal. RTA tidak terganggu.
Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan pasien merasa gelisah,
sulit tidur, dan tidak nafsu makan sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan jiwa. Berdasarkan pemeriksaan status mental tidak didapatkan waham dan
halusinasi sehingga dikategorikan gangguan jiwa non psikotik. Pada riwayat penyakit
sebelumnya dan pemeriksaan status interna dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi
otak serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien saat ini, sehingga
diagnosa gangguan mental organik dapat disingkirkan dan didiagnosa Gangguan Jiwa Non
Psikotik Non-organik. Pada pemeriksaan psikiatri tidak didapatkan perasaan sedih tanpa
alasan, gangguan pikiran dan pikiran untuk bunuh diri sehingga dapat disingkirkan
gangguan distimik.
Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan kriteria diagnostik
yaitu adanya pasien merasa di hindari samo lingkungan sekitar karena penyakit MDR-TB
yang dideritanya. Pasien merasakan sulit tidur, tidak nafsu makan, dan kehilangan minat.
Jadi berdasarkan hal tersebut ditegakkan sebuah diagnosis multiaksial berupa diagnosis
aksis I F.41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi dengan aksis II tidak ada
kelainan, aksis III J00-J99. Penyakit Sistem Pernapasan (MDR TB Paru),dengan aksis IV
masalah kesehatan, serta aksis V GAF scale 70-61.
30
Pengobatan farmako yang diberikan adalah Fluoxetine 10 mg 1x1 sebagai anti depresi
golongan SSRI untuk mengurangi gejala depresi pada pasien. Golongan SSRI merupakan
obat pilihan pada pasien depresi Karena golongan SSRI bekerja sama efektifnya secara klinis
dengan obat lainnya namun lebih aman dan toleransinya lebih baik. Diazepam 2 mg 1x1
sebagai anti anxietas untuk mengurangi kecemasan yang ada pada pasien. Merupakan
golongan benzodiazepin yang merupakan pilihan obat pertama.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 1998. Anxietas dan Depresi dalam Ilmu
Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika. Hal. 145-154 dan 227-232.
2. Bloss E, Kuksa L, Holtz TH, Riekstina V, Skripe V, Kammer s. Adverse Events
Related to Multidrug-Resistent Tuberculosis Treatment, Latvia. Inj. J Tuber Lung Dis.
2013; 14(3): 257-81.
3. Reviona D, Kusnanto, Eko Vicky. Multidrug-Resistent Tuberculosis (MDR-TB):
Tinjauan Epidemiologi dan Faktor Risiko Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. MKB. 2014; 46(4).
4. Konsil Dokter Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 2012. Jakarta.
5. Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 3-11 dan 17-22.
6. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 2010. Gangguan Anxietas Yang Tidak
Tergolongkan dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC. Hal. 266-267.
7. Maslim Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ – III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal. 75.
8. Christmas DM.et al. Biological Pathway Linkung Inflamation an Depression:
Activator of Indoleamine 2,3-dioxygenase. 2015. Dove Press Journal.
Neuropsychiatric Disease and Treatment.
9. Vega P, Sweetland A, Acha J, Castillo H, Guerra M, Fawzi CS, Shin S. Psychiatric
Issue in the Management of Patients with Multidrug Resistent Tuberculosis. 2004.
INT J Tuber Lung Dis. 8(6): 749-59.
10. Pachi, Bratis, dan Tselebis. Psychiatric Morbidity and Other Factors Affecting
Treatment Adherence in Pulmonary Tuberculosis Patients. 2013. Greece: Psychiatric
Departement, Sotiria Hospital of Chest Disease.
11. Sudoyo, Setyohadi, dan Alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
12. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. 2013. Jakarta: Pusat
Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
32
33