Anda di halaman 1dari 5

Kerusakan Ginjal yang Disebabkan Mycobacterium Leprae

Pendahuluan

Mekanisme yang tepat menyebabkan glomerulonefritis pada kusta tidak sepenuhnya


dipahami. M.leprae mungkin terlibat langsung dalam cedera ginjal dan telah terdeteksi pada
glomerulus pasien yang terinfeksi. Lesi glomerular mungkin disebabkan oleh mekanisme
imunologi, dengan penurunan sistem imun dan sistem komplemen pada membrane basal
glomerulus, ruang subendotelial dan subepitel, yang terdeteksi oleh mikroskop elektronik.
Hubungan yang konsisten antara bentuk lepromatous, eritema nodosum dan penyakit ginjal telah
dijelaskan pada beberapa penelitian. Meskipun nefropati kusta lebih sering terjadi pada bentuk
kusta multibasilar, namun dapat terjadi juga dalam bentuk lain dan pada keadaan yang tidak
terdapat reaksi kusta. Faktor risiko lesi pada ginjal adalah keadaan reaktan, klasifikasi
multibasilar dan usia lanjut.1,2

Mekanisme lesi pada ginjal

Eritema nodosum leprosum adalah keadaan reaksional yang ditandai oleh pembentukan
komleks imun yang beredar dan deposisi selanjutnya pada pembuluh dan jaringan. Antigen
M.leprae dikenali oleh antibodi host dan kemudian komplek imun terbentuk. Setelah ini
kompleks imun bisa tersimpan dalam glomerulus atau bisa terjadi dengan pembentukan
kompleks imun in situ. Namun, tidak semua glomerulonefritis pada kusta dikaitkan dengan
eritema nodosum, yang meningkatkan hipotesis pengaruh multifaktorial dalam perkembangan
nefropati kusta. Pada bentuk virchowian terdapat penurunan kekebalan seluler dan hiperaktivasi
imunitas humoral, yang membuat pasien rentan terhadap pembentukan kompleks imun.1,3
 Glomerulonephritis
Glomerulonephritis merupakan jenis penyakit ginjal yang paling sering terjadi pada kusta.
Dalam bentuk multibasilar prevalensi glomerulonephritis lebih tinggi. Eritema nodosum
memiliki korelasi kuat dengan terjadinya glomerulonefritis, walaupun ada beberapa laporan
kejadiannya pada reaksi kusta.1,3
 Lesi Tubulointerstitial
Nefritis interstitial adalah salah satu temuan histologi yang paling umum pada kusta.
Tampaknya berkaitan dengan durasi penyakit dan pengobatan jangka panjang dengan obat
nefrotoksis. Identifikasi lesi spesifik pada kusta digambarkan sebagai adanya granuloma pada
interstitium ginjal, dengan bukti sel mononuklear dengan vakuola sitoplasma, tanpa adanya
kuman BTA. Granuloma epiteloid dan kuman basil telah terdeteksi pada parenkim ginjal. Sering
terjadi disfungsi tubular, bervariasi dari 25% - 85% kasus baik dalam bentuk multibasilar dan
pausibasilar.1,2
 Penyakit Ginjal Kronis
CKD telah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian pada kusta, terutama pada
penelitian mengenai nefropati kusta. CKD terutama disebabkan oleh amyloidosis dan juga
bentuk virchowian dan kusta tipe tuberkuloid. Terdapat korelasi positif antara terjadinya eritema
nodosum dan amyloidosis sekunder pada kusta. Keterlibatan ginjal merupakan komplikasi
penting pada kusta, yang harus diselidiki pada setiap pasien. Status multibasilar tampaknya
merupakan faktor risiko utama untuk disfungsi ginjal pada penyakit ini, berbagai gromerulopathy
telah dijelaskan terkait dengan kusta.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Bezerra Geraldo, et all. 2015. Review Leprosy Nephropathy : A Review of Clinical and
Histopathological Features. Rev. Inst. Med. Trop. Sao Paulo
2. Lomonte C, et all. 2004. End-Stage Renal Diseases in Leprosy. Journal of Nephrology
3. Chugh K.S. et all. 1983. Renal Lesion in Leprosy Amongst North Indian Patient.
Postgraduated Medical Journal. India
Pemeriksaan Sensibilitas pada Penyakit KUSTA
Teknik Pemeriksaan Perabaan Saraf1
1. Saraf Ulnaris
a. Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita dengan
posisi siku sedikit sehingga lengan penderita relaks
b. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari sambil
meraba saraf ulnaris di dalam sulkus nervi ulnaris yaitu lekukan diantara
tonjolan tulang siku dan tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis).
c. Dengan member tekanan ringan pada saraf ulnaris, digulirkan dan menelusuri
keatas dengan halus sambil melihat mimic/reaksi penderita adakah tampak
kesakitan atau tidak
Kemudian dengan prosedur yang sama untuk memeriksa saraf ulnaris kiri
(tangan kiri pemeriksa memegang lengan kiri penderita dan tangan kanan
pemeriksa meraba saraf ulnaris kiri).
2. Saraf Peroneus Communis (Poplitea Lateralis)
a. Penderita diminta duduk disuatu tempat (kusri, tangga, dll) dengan kaki dalam
keadaan relaks.
b. Pemeriksa duduk di depan penderita dengan tangan kanan memeriksa kaki kiri
penderita dan tangan kiri memeriksa kaki kanan.
c. Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis
bagian luar penderita sambil pelan-pelan meraba keatas sampai menemukan
benjolan tulang tersebut jari pemeriksa meraba saraf peroneus 1 cm kea rah
belakang.
d. Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian ke kanan dan
kiri sambil melihat mimik/reaksi penderita.
3. Saraf Tibialis Posterior
a. Penderita masih dalam duduk relaks
b. Dengan jari telunjuk dan tengah meraba saraf tibialis posterior di bagian
belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam ( maleolus medialis) dan
menyilang (tangan kiri pemeriksa memerika saraf tibialis kiri dan tangan kanan
pemeriksa memerika saraf tibialis posterior kanan pasien).
c. Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat mimik reaksi
dari penderita.
4. Saraf Aurikularis Magnus
Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang
terlibat akan terdorong oleh otot di bawahnya sehingga sering kali sudah bisa
terlihat bila saraf membesar. Dua jari pemeriksa diletakkan di atas persilangan
jalannya jalannya saraf tersebut dengan arah otot. Bila ada penebalan, maka pada
perabaan secara seksama akan menemukan jaringan seperti kabel atau kawat. Lalu
bandingkan antara kiri dan kanan.
Tes fungsi saraf1,2
a. Rasa Raba
Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba.
Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipkan secara tegak lurus pada
kelainan kulit yang dicurigai. Sebaiknya penderita duduk waktu pemeriksaan.
Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian
tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari
telunjuknya, menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjukkan jari tangan
ke atas untuk bagian yang sulit dijangkau. Ini dikerjakan dengan mata terbuka.
Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu
matanya ditutup dengan sepotong kain. Kelainan dikulit diperiksa secara
bergantian dengan kulit normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya
anestesi.
b. Rasa Nyeri
Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum
yang tajam dangan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien harus
mengatakan tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.
c. Rasa Suhu
Dilakukan dengan menggunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas
(sebaiknya 40 0C) yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20 0C). Mata pasien
ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut
ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai. Sebelumnya dilakukan kontrol pada
kulit yang sehat. Bila pada daerah tersebut pasien salah menyebutkan sensasi
suhu, maka dapat disebutkan sensasi suhu di daerah tersebut terganggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. UPH. 2011. Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Puskesmas


Mauk. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
2. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Nasional Program
Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta
SEDIAAN GRISEOFULVIN di INDONESIA1
a. Indikasi / Kegunaan
Pengobatan infeksi jamur pada kulit, kulit kepala dan kuku ( Tinea
Korporis, Tinea Pedis, Tinea Kruris, Tinea Barbae, Tinea Kapitis).
b. Dosis / Cara Penggunaan
Dewasa : 500 mg/hr sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi. Infeksi
lebih berat : 750 – 1000 mg/hr dalam dosis terbagi.
Anak : 10 mg/hr dalam dosis tunggal atau terbagi.
Lama terapi : Tinea Kapitis 4-6 minggu
Tinea Korporis 2-4 minggu
Tinea Pedis 4-8 minggu
Tinea Unguium minimal 4 bulan( kuku tangan)
atau 6 bulan (kuku kaki)
c. Pemberian Obat
Sebaiknya diberikan bersama makanan. Berikan segera sesudah makan
d. Kontra Indikasi
Porfiria, kerusakan sel hati, lupus eritematosus, hamil
e. Sediaan / Kemasan
Kapsul 125 mg dan 500 mg

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai