Materi Hiperbilirubin Kusuma
Materi Hiperbilirubin Kusuma
DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
Di ruang neonatus, kasus ikterus dapat ditemukan pada sekitar 60 % bayi aterm dan
pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Warna itu timbul akibat
penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi
tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan
suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubunemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul
dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.
Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu
kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi
kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus
pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.
A. Pengertian
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit,
sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu
keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
(Ni Luh Gede, 1995)
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup
bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).
1
B. Macam – Macam Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Ni Luh Gede Y, 1995)
C. Penyebab
Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel
darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid,
klorampinekol), chepalhematoma.
2. Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi,
masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.
3. Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.
4. Gangguan dalam ekskresi bilirubin.
5. Komplikasi : asfiksia, hipoermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir
prematur, asidosis.
(Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)
2
Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah.
2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif)
Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan
peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :
a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.
b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.
3. Ikterus hepatoseluler (hepatik)
Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab
Biasanya karena infeksi (sepsis)
Dehidrasi asidosis
Defisiensi enzim G-6-PD
Pengaruh obat
Sindrom gilber
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab :
3
biasanya karena obstruksi
hipotiroidime
hipo breast milk jaundice
infeksi
neonatal hepatitis
galaktosemia
(IKA II, 2002)
E. Komplikasi
1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus
hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat,
tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
4
(Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)
5
G. Pengkajian Data Dasar
1. Aktivitas : Letargi, malas
2. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia
3. Eliminasi :
Pasase mekonium mungkin lambat
Bising usus hipoaktif
Feses munkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
Urin gelap, pekat:hitam kecoklatan
4. Makanan/Cairan:
Riwayat makan buruk (ASI), lebih mungkin disusui dari pada menyusu botol
Palpasi abdoment dapat menunjukkan pembesaran limpa
5. Neurosensori:
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yag berhubungan dengan trauma lahir
Edema umum, hepatosplenomegali mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh
berat.
Kegilangan reflek moro.
Opitotonus dengan kekakuan lengkukng punggung, fontanel meninjol,
menangis lirih, aktifitas kejang (tahap krisis).
6. Pernafasan:
Riwayat asfiksia.
Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal).
7. Keamanan
Riwayat sepsis neonatus.
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra kranial.
Dapat tampak ikterik pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh. : kulit
hitam kecoklatan sebagai efek foto terapi.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Test Coom pada tali pusat bayi baru lahir : hasil + tes ini, indirek menandakan
adanya anti body Rh-positif, anti –A, atau anti_B dalam darah ibu. Direk
menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus
2. Golongan darah bayi dan Ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
6
3. Biliribin total : kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl, yang mungkin
dihubungkan dengan sepsi .kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh melebihi 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15
mg/dl pada bayi preterm. protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl
menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama bayi preterm.
4. Hitung Darah Lengkap : Hb mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena
hemolisis. Ht mungkin meningkat (lebih besar 65%) pada polisitemia, penurunan
(kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
5. Glukosa: glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl atau tes glukosa serum
kurang dari 40 mg/dl bila BBL hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan
lemak dan melepaskan asam lemak.
6. Daya ikat karbon dioksida : penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
7. Smear darah Perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal, eritoblastosis pada
penyakit Rh atau sferositis pada inkompatibilitas ABO.
I. Penatalaksanaan Teraupeutik
1. Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis yang
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia
dalam kulit yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang
dieksresikan dalam hati kemudian ke empedu. Produk akhir adalah reversibel dan
dieksresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
2. Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil tranferase yang meningkatkan bilirubin
konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen empedu, sintesis protein dimana
dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
3. Antibiotik; apabila terkait dengan infeksi.
4. Tranfusi tukar; apabila sudah tidak ditangani dengan fototerapi.
(IKA II, 2002)(Suriadi,2000)
J. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL) tanpa
disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi .
Intervensi :
7
a. Pertahankan intake : beri minum sesuai kebutuhan karena bayi malas minum
berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dapat diberikan
menggunakan sendok atau sonde.
b. Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi : meningkatnya temperatur,
meningkatnya konsentrasi urin, dan cairan hilang berlebihan.
c. Perhatikan frekuensi BAB, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) .
d. Kaji adanya dehidrasi: membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata.
e. Monitor suhu tiap 2 jam.
8
a. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum tranfusi bila vena umbilikal
digunakan.
b. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur tindakan atau aspirasi isi
lambung.
c. Jamin ketersedian alat resusitatif
d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan sesudah prosedur tindakan
e. Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu
f. Pantau tekanan vena, nadi, warna, frekuensi pernafasan selama dan setelah
tranfusi
g. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
h. Pantau tanda ketidakseimbangan elektrolit
i. Kolaborasi :
Pantau peneriksaan laboratorium sesuai indikasi ( kadar bilirubin serum,
protein total serum, kalsium dan kalium, glukosa, kadar Ph serum
Berikan albumin sesuai indikasi
Kalsium glukonat 5 %
Natium bikarbonat
Protein sulfat
9
6. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan foto terapi.
Tujuan : tidak terjadi kecelakaan pada mata selama terapi diberikan.
Intervensi :
a. Gunakan pelindung pada mata dan genetalia pada saat fototerapi.
b. Pastikan mata tertutup, hindari penekanan mata yang berlebihan karena dapat
menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau pada kornea .
10
11. Metabolisme Bilirubin
Eritrosit
Hemoglobin
Hem globin
melalui hati
Hati
11
Sistemik
Otak
Kurang
pengetahuan
12
13