Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI

Dibimbing Oleh :
dr. Fransiskus Harf Poluan, Sp. THT-KL

Disusun Oleh :
Resi Narasworo Yunus
1361050079

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis

mediasupuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis.

Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu, terdapat

juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan

otitismedia adhesiva. Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada

saluran pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan

30%mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis.

Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar 62%,

sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%.Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak

mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari

mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal

satu episode sebelum usia 10 tahun.

Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor, antara lain usia <5 tahun,

otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bulan, 3 kali dalam 6

bulan terakhir), infeksi pernapasan, perokok, dan laki-laki.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius eksternus (

liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa dua setengah

lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.

Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba

eustachius.

1. Membrana timpani

Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus. Letak

membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang

dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm,

tebalnya kira-kira 0,1 mm.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar)

yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida (membran

sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os petrosa. Pars tensa

memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam

dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut

berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan

fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat

perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada

lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri

aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju

membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri descendent

eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin

vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior

dan cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri

descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.

2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi oleh

mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis

timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan

mesotimpanum yang terletak diantaranya.

Batas cavum timpani :

Atas : tegmen timpani

Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid

Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani

Medial : dinding labirin

Lateral : membrana timpani


Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes. Ketiga

tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh mukosa telinga

tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani dengan foramen ovale,

seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam.

Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus terdiri 3

bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei yang melekat

pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan

manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus

brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus

lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior,

serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya

hampir pada bidang horizontal.

Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :

- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal dari

kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan menempel pada

manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium mallei ke medial

sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.

- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh cabang

nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari getaran yang

terlalu kuat.

3. Tuba eustachius
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani dan

nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial, membentuk sudut

30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini

adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian

bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm,

terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk

plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang

disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit

dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan

mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada

anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,

sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

2.2. Otitis Media Akut

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena
faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab
utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas. Pada
anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA.

Sembuh / Normal
Fungsi tuba
Tekanan tetap terganggu
Gangguan tuba negative Efusi OME
telinga
tengah

Etiologi :
- Perubahan tekanan
udara tiba-tiba
- Alergi
- Infeksi
OMA Tuba tetap terganggu
- Sumbatan : Sekret dan Infeksi (+)
Tampon Infeksi (-)
Tumor
Sembuh OME OMSK/OMP

2.2.1.Etiologi Otitis Media Akut

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi
kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu
faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza,
Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹
Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering pada semua
kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen tersering yang ditemukan
pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga patogen pada orang dewasa.

Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya
otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan letaknya agak horisontal.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal,
yaitu:

(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran eustachius


pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar
ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan
dalam kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu
terbukanya saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

2.2.2. Patogenesis Otitis Media Akut

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri
melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga
terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.
Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga
akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.
2.2.3. Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium.
Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga
luar.

1. Stadium oklusi tuba Eustachius


Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya
tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran
timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh
virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin
masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan
nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.

Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.

4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman
yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.

5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering.
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang
keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa
otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

Gejala klinik

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada
riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas
OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-
tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret
mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

2.2.4. Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)


2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: (1)menggembungnya
gendang telinga, (2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, (3)adanya bayangan cairan
di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar dari telinga.
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang telinga, (2)nyeri telinga yang mengganggu
tidur dan aktivitas normal.

2.2.5. Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari pengobatan yaitu
menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan pencegahan komplikasi.

Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak
<12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau
dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila
membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang
diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak
diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin
4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala- gejala klinis lebih
cepat hilang dan rupture dapat dihindari. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri
dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi
drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang menetap di telinga
setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan pendengaran. Miringotomi harus
dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai agar membran
timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi
miringotomi adalah di kuadran posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.

Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak
sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Pada keadaan ini
antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
2.2.6. Komplikasi

Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga berat tetapi
setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media
supuratif kronis.

OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan
beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan
daya tahan tubuh yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis, komplikasi
ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses otak, trombosis
sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. L
b. Umur : 39 tahun
c. Alamat : Jl. Bala Jawa, Jakarta Timur
d. Pekerjaan : Swasta
e. Pendidikan terakhir : SMA
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Status : Menikah

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama : keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan : nyeri pada telinga kiri, berdenging

3. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang kepoli THT RSU UKI dengan keluhan keluar cairan berwarna
kekuningan dari telinga kiri sejak 2 hari SMRS,cairan tidak berbau dan tidak disertai
darah. Pasien mengaku 1 minggu sebelum berenang dan kemasukkan air sebelum
cairan dari telinga keluar dan terdapat nyeri telinga. Keluhan lainnya yang menyertai
adalah telinga kiri terasa berdenging dan nyeri. Keluhan demam, pusing dan penurunan
pendengaran disangkal

4. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien pernah mengalami keluar cairan dari telinga kiri kurang lebih 3 tahun
yang lalu.
 Riwayat alergi makanan, obat-obatan, udara disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini disangkal
 Riwayat anggota keluarga yang alergi disangkal

6. Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 80 kali/menit

Frekuensi napas : 18 kali/menit

Suhu : 36,7oC

Kepala : Normocephali

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : KGB tidak teraba teraba membesar

Mata : Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thorak :

 Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bising nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing-/-

 Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari di Linea Mid-clavicularis Sinistra
ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung dalam batas normal, tidak terdapat
bunyi jantung tambahan
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) 5x/menit

Ekstremitas
Reflex fisiologis : +/+
Reflex patologis : -/-
Oedem tungkai : -/-
Akral hangat : +/+
Sianosis : -/-

Integumen : Urtikaria (-) , kulit sawo matang

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Daun telinga Nyeri tarik Tidak ada Tidak Ada
(auricula) Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Auricula assesoris Tidak ada Tidak ada
Pre auricula Abses Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Retro auricula Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Pembesaran Tidak ada Tidak ada
kelenjar pembesaran pembesaran
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Infra auricula Pembesaran Tidak ada Tidak ada
kelenjar pembesaran pembesaran
Parotis Tidak ada Tidak ada
Lapang (N) Lapang Sempit
Liang telinga Warna Mukosa Merah muda Hiperemis
Edema Tidak ada Ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Ada / Tidak Tidak ada Ada
Sekret/serumen Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Kuning
Jumlah Tidak ada Sedikit
Jenis Tidak ada
Membran timpani

Warna Putih mengkilat Suram


seperti mutiara
Reflek cahaya (+) arah jam 5 (-)
Utuh
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak dapat
dinilai
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak dapat
dinilai
Perforasi
Jenis Tidak ada Tidak dapat
dinilai
Kuadran Tidak ada Tidak dapat
dinilai
Pinggir Tidak ada Tidak dapat
dinilai
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes Pendengaran
Tes garpu tala Rinne (+) (-)
Schwabach Sama dengan memanjang
pemeriksa
Weber Lateralisasi ke kiri
Tes berbisik 6/6 5/6

Hidung

KELAINAN DEXTRA SINISTRA

Deformitas Tidak ada Tidak ada

Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Hidung Dalam

KELAINAN DEKSTRA SINISTRA


Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N)
Cavum nasi Sempit
Lapang Lapang(N) Lapang(N)
Lokasi Meatus media Meatus media
Sekret Jenis purulen purulen
Jumlah sedikit sedikit
Bau Tidak berbau Tidak berbau
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Permukaan Licin Licin

Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi


Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak edema Tidak edema
Massa Tidak ada Tidak ada
Deviasi lurus lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Septum Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal

DEKSTRA SINISTRA

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada


Orofaring dan mulut

KELAINAN DEKSTRA SINISTRA

Simetris/tidak Simetris Simetris

Palatum mole + Warna Merah muda Merah muda


Arkus Faring
Edem Tidak ada Tidak ada

Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada

Dinding faring Massa Tidak ada

Warna Merah muda

Permukaan Rata

Tonsil Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Rata Rata

Eksudat Tidak ada Tidak ada

Perlengketan
Tidak ada Tidak ada
dengan pilar

Warna Merah muda Merah muda

Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Tumor Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

Gigi Karies/Radiks Ada Ada


Kesan

Warna Merah muda Merah muda

Bentuk Normal Normal

Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan laringoskopi indirect


Valekula Hiperemis (+) Oedem (+)
Epiglotis Hiperemis (+) Oedem (+)
Aritanoid Sulit dinilai
Plika interaritanoid Sulit dinilai
Plika ventrikularis Sulit dinilai
Plika vokalis Sulit dinilai
Sinus morgagni Sulit dinilai
Sinus piriformis Sulit dinilai
Cincin trakea Sulit dinilai

7. Diagnosa kerja : Otitis Eksterna Difus


8. Diagnosa Banding : Otitis Eksterna Sirkumsskripta
9. Tatalaksana:
Non-medikamentosa:
 Tidur menghadap pada sisi yg sehat
 Saat mandi atau berenang telinga jangan kemasukan air
 Disarankan untuk tidak sering mengorek-ngorek telinga
 Kontrol kembali 3 hari setelah pengobatan

Medikamentosa :
 Obat cuci telinga  H202 (2x3 tetes)
 Obat tetes telinga  Otopain (3x3 tetes)
 Antibiotik sistemik  Cefradoxil 500 mg (2x1
 Analgetik oral  Asam Mefenamat (3x1)
10. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanasionum : dubia ad bonam
Ad fungsionum : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC

Daly KA, Giebink GS.2000. Clinical epidemiology of otitis media.

Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi ke 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H.
Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006

Anda mungkin juga menyukai