Kolesteatoma Kongenital
Kolesteatoma Kongenital
Patogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini. Ada beberapa teori
yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma kongenital.1
• Epithelial rest theory
Teori ini dipopulerkan oleh Teed pada tahun 1936 kemudian penemuan ini
dikonfirmasi oleh Michaels pada tahun 1986. Teed mengemukakan bahwa ia
menemukan adanya sisa sel epitelial pada tulang temporal fetus yang normalya
menghilang pada minggu ke-33 gestasi. Adanya sel epitelial tersebut menjadi pencetus
terjadinya kolesteatoma kongenital. Sisa sel epitelial ini ditemukan pada dinding lateral
tuba eustachius, di bagian proksimal tympanic ring, di kuadran anterosuperior dari
telinga tengah. Dikemukakan bahwa cedera inflamasi pada membran timpani yang
intak akan mengakibatkan mikroperforasi pada lapisan basalis. Kemudian hal ini
membuat invasi dari epitel skuamosa dengan adanya aktivitas proliferasi epithelial
cones. Epithelial cones ini kemudian terus berproliferasi, menyebar dan terus
berekspansi dan membentuk kolesteatoma pada telinga tengah.1,2
• Acquired inclusion theory
Teori ini dipopulerkan oleh Tos. Tos mengobservasi dan menemukan bahwa
kolestatoma anteroposterior sering mengalami penempelan pada bagian anterior handle
atau neck dari maleus, dan posterior kolestatoma, lebih sering menempel pada bagian
posterior handle malleus dan incudostapedial joint. Lokasi ini jauh dari anterior annulus
timpani dan dinding lateral tuba eustachius seperti yang dikemukan pada teori epitelial
rest. Tod berspekulasi bahwa lokasi originnya adalah lateral tuba eustachius dan daerah
anterior dari annulus timpani. Kolesteatoma akan memblok tuba eusthacius sebelum
menyebar ke kavitas timpani dan handle dari malleus. Kemudian, Tos mengemukakan
teori inklusi sebagai penjelasan patogenesis dari kolesteatoma kongenital. Tos
berspekulasi bahwa epitel skuamosa berkeratin mungkin berimplantasi ke kavitas
timpani selama proses patologi pada membran timpani dan telinga tengah pada anak-
anak.1,2
Sel epitel berkeratin dari membran timpani yang retraksi dan menempel pada
handle malleus, malleus neck, atau process longus dari incus tertinggal setelah drum
mengalami pelonggaran dan termasuk di kavitas timpani.
Ada 4 mekanisme yang menjelaskan teori inklusi yang dikemukakan oleh Tos.(1)
- Membran timpani retraksi dan menempel pada handle malleus, malleus neck, atau process
longus dari incus, yang akan melonggar dan robek, meninggalkan cuff kecil dari epitel keratin
yang menempel pada ossiculus dengan robekan residual kecil pada membran timpani. Ketika
robekan tersebut mengalami pemulihan, epitelium tersebut membuat pembentukan inklusi
kolesteatoma. (A1,2)
- Robekan tangetial terbentuk bersamaan dengan membran timpani yang teretraksi dan menjadi
longgar dari strukturnya yang mengakibatkan sisa sel epiteliaal tertinggal di rongga telinga
tengah tanpa adanya perforasi dari membran timpani yang kemudian mengakibatkan inklusi
kolestatoma. (B1, 2)
- Mikroperforasi dari membran timpani yang mengalami trauma atau perlukaan mengakibatkan
invasi dari lapisan basalis oleh epitelial cones.(C1, 2)
- Sama dengan mekanisme sebelumnya, inflamasi yang berulang pada membran timpani
mengakibatkan proliferasi epitelial cones yang pentrasi ke lapisan basalis dan proliferasi ke
ruang subepitel. (D1, 2)
Fig. 2. Site of origin and patterns of spread of congenital cholesteatoma according to (A) Tos
‘‘acquired’’ inclusion theory and (B) Teed-Michael’s epidermal rest theory.
Kolesteatoma Kongenital : 2
Kriteria
• White mass pada telinga tengah, dengan membran timpani yang normal
• Normal pars flaccida and pars tensa
• Tidak ada riwayat otorrhea atau perforasi sebelumnya
• Tidak ada riwayat prosedur otologi sebelumnya
Terapi Kolesteatoma Kongenital2
Type 1 – Tympanotomy, dan tidak diperlukan second-look re-operation.
Type 2 – Tympanotomy. Ada kemungkinan dilaksanakan atticotomy dan canal wall
up tympano-mastoidectomy dengan atau tanpa pembukaan facial recess. Dibutuhkan
secod look operation dan kemungkinan rekonstruksi ossiculus.
Type 3 – Sama dengan tipe 2, namun terkadang membutuhkan tindakan canal wall
down tympanomastoidectomy.
Kolesteatoma congenital, masa berwarna putih terlihat di belakang drum yang utuh.
Teori patogenesis :
Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani, retraksi ke arah
medial pars flaccida ke dalam epitympanum (scutum) secara progresif. Selama proses ini
berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum) secara perlahan mengalami erosi sehingga
terjadi kerusakan pada dinding lateral epitympanum yang perlahan-lahan akan meluas.
Membran timpani terus mengalami retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang
pendengaranan hingga terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila kolesteatoma
mengarah ke posterior ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi dari tegmen mastoideum
dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral kanalis semisirkularis dapat
mengakibatkan terjadinya ketulian dan vertigo.5
Kolesteatoma posterior epitympanic menyebar melalui superior incudal space dan aditus ad
antrum
Kolesteatoma mesotympanic posterior menginvasi sinus tympani dan resesus fasialis
1. Teori Migrasi
Kolesteatoma yang didapat secara sekunder dijelaskan sebagai akibat dari terjadinya
migrasi sel-sel epidermis yang berasal dari membran timpani ke dalam rongga telinga tengah
pada tempat terjadinya perforasi marginal.1
2. Teori Metaplasi
Kolesteatoma terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama.7
Metaplasia dari epitel kuboid rendah biasanya ditemukan di dalam telinga tengah menjadi
epitel skuamosa keratin telah didalilkan sebagai penyebab kolesteatoma pada pasien dengan
otitis media kronis atau berulang. Sade et al, dalam sebuah studi histopatologi, mengamati
metaplasia skuamosa telinga epitel tengah pada pasien dengan kolesteatoma, terutama jaringan
granulasi adalah ciri yang menonjol. Dasar pemikiran dari teori metaplasia didasarkan pada
perubahan dari epitel pernapasan di bagian lain dari tubuh menjadi epitel skuamosa dalam
menghadapi iritasi kronis dan peradangan.
Hal ini mendalilkan bahwa daerah peradangan metaplasia ke epitel skuamosa terjadi pada
mukosa telinga tengah dan kemudian meluas membentuk kista. Hal ini diamati sering pada
operasi telinga tengah dan digambarkan sebagai “kolesteatoma mutiara” formasi yang
merupakan hasil terjebak pembentukan keratinocytic layak yang mengarah ke kolesteatoma
lokal kecil.8
3. Teori Implantasi
Implantasi keratinosit ke rongga telinga tengah. Implantasi dapat terjadi ketika terdapat
kerusakan membran timpani yang disebabkan karena suara ledakan yang akan menyebabkan
terjadinya implantasi dari keratin kedalam rongga telinga tengah dan terjebak disana ketika
terjadi penyembuhan dari membran timpani. Selain dari trauma pada membran timpani,
implantasi dari keratin ini juga dapat terjadi ketika terjadi fraktur pada tulang temporal ataupun
implantasi yang disebabkan karena tindakan medis atau yang biasa kita sebut sebagai
iatrogenik. Beberapa tindakan operasi yang berhubungan dengan telinga tengah seperti
stapedectomy, tympnaoplasty, pemasangan pressure equalization tube, dah tindakan eksplorasi
dari telinga tengah dapat menjadi penyebab dari terjadinya kolesteatoma sekunder.
Sebuah percobaan dilakukan oleh Wolf dan teman-teman dari 210 telinga yang
mengalami kerusakan membran timpani karena ledakan, kejadian dari kolesteatoma yang
bersifat invasif sebesar 4,8% dan ditemukan 3 kasus kolesteatoma pada pasien yang mengalami
fraktur dari tulang temporal. Pada pasien dengan fraktur dari tulang temporal ditemukan bahwa
keratin dapat masuk ketelinga tengah melalui celah yang terbentuk yang disebabkan karena
terjadinya fraktur dari tulang temporal.
Sebuah penilitian baru yang dilakukan oleh Massuda dan Oliveira juga mendapatkan
bukti fisiopatologis yang menyokong migrasi dari epitel yang berasal dari tepi perforasi yang
terjadi pada membran timpani sebagai penyebab dari terjadinya kolesteatoma. Percobaan ini
dilakukan dengan cara membuat sebuah perforasi dari membran timpani dan diberikan latex
dengan 50% propylene glycol akan menyebabkan terjadinya kolesteatoma pada 80-90% bahan
percobaan. Latex ini digunakan sebagai bahan yang akan merangsang terjadinya
neoangiogenesis dan juga sebagai jembatan dari migrasi epitel. Keadaan lainnya yang juga
akan mendukung untuk terjadinya pembentukan kolesteatoma adalah kejadian inflamasi baik
pada fase akut ataupun kronik yang dimana banyak dihasilkan sitokin-sitokin yang disebabkan
karena terdapatnya benda asing pada percobaan ini, namun pada klinis keadaan jaringan yang
mengalami inflamasi ini terjadi pada otitis media baik yang akut maupun yang kronik. Oleh
karena itu dari percobaan ini disimpulkan bahwa migrasi dari sel epitel yang berkeratin pada
tempat terjadinya perforasi dari membran timpani dan disertai oleh keadaan lingkungan yang
sedang mengalami inflamasi merupakan penyebab utama dari terjadinya kolesteatoma
sekunder ini.1
/
Perusakan Tulang pada Kolesteatoma
Terdapat dua mekanisme bagaimana terjadinya osteolysis pada kolesteatoma telinga
tengah yaitu resorsi tulang akibat penekanan dan disolusi enzym pada tulang oleh cytokine
mediated inflammation. Nekrosis akibat penekanan pertama kali disebutkan oleh Steinbru pada
tahun 1879 dan Walsh pada tahun 1951, sedangkan resorpsi tulang secara langsung
dideskripsikam oleh Chole dan coworkers pada tahun 1985. Chole mengimplant silicon pada
telinga tengah gerbil tanpa kolesteatoma dan hasilnya menunjukan adanya resorpsi tulang di
area yang mengalami penekanan. Mereka mengestimasi bahwa tekanan 50-120mm Hg
menghaislkan resorpsi tulang oleh osteoclast.1
Tidak jelas bagaimana aktivasi oleh tekanan memicu osteoclast melakukan perusakan
tulang pada kolesteatoma. Nmaun perusakan tulang yang dipicu oleh enzym dan sitokin telah
dipelajari pada 2 abad terakhir. Matrix metalloproteinase (MMP), suatu enzym dari family zinc
metalloenzymes yang mendegradasi matrix ekstraselular telah diketahui terdapat pada
kolesteatoma. MMP-2 dan MMP-9 terdapat pada lapisan epitel suprabasal kolesteatoma.1
IL-1, IL-8 merupakan mediator interselular penting untuk aktivitas osteoclast dan
berdasarkan peneliian jumlah keduanya meningkat pada sel kolesteatoma yang dikultur
dibandingkan dnegan pada sel normal. Yan juga menemukan bawha monosit dapat
memproduksi sel dengan aktivitas mirip osteoclast yang memproduksi acid phosphatase yang
dapat memicu demineralisasi tulang.1
Penelitian terakhir oleh Jung menunjukan adanya kemungkinan peran Nitric oxide
sebagai mediator fungsi osteoclas. Penemuannya mengindikasikan peran Nitric Oxide pada
resorpsi tulang yang dimediasi oleh osteoclast. Studi-studi diatas menunjukan pentingnya
osteolisis dan mekanisme regulasinya pada perusakan tulang yang ditemukan pada
kolesteatoma telinga tengah.1
Gejala Klinis
Pasien dengan kolesteatoma akuisital umumnya menunjukkan gejala otorrhea yang
rekuren atau purulen persisten dan gangguan pendengaran. Gejala tinitus juga sering
dikeluhkan. Pada beberapa kasus, namun jarang terjadi, dapat dijumpai juga vertigo, yang
merupakan akibat dari proses inflamasi pada telinga tengah, atau juga akibat dari erosi
langsung dari labirin oleh kolesteatoma. Facial nerve twitching, palsy, atau kelumpuhan saraf
fasialis dapat juga muncul sebagai akibat dari proses inflamasi atau kompresi mekanik pada
saraf.9
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, baik itu terus-menerus
maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut akan sulit
dihilangkan. Hal ini dikarenakan kolesteatoma tidak memiliki suplai darah sehingga antibiotik
sistemik tidak dapat mencapai pusat infeksi. Oleh karena itu, untuk kolesteatoma yang
terinfeksi dapat digunakan antibiotik topikal, namun untuk area infeksi yang luas, kolesteatoma
yang terinfeksi umumnya resisten terhadap semua jenis antimikroba. Akibatnya, gejala
ottorhea akan tetap atau berulang walaupun sudah diberikan pengobatan yang agresif.5
Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer dapat dijumpai retraksi dari
pars flacidda di kebanyakan kasus, dan pars tensa pada sedikit kasus. Pada kedua tipe retraksi
akan berisi matriks epitel skuamosa dan debris keratin. Temuan lainnya adalah otorrhea yang
purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi ossicular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder,
bila kolesteatoma berkembang dari perforasi membran timpani, maka matriks epitel skuamosa
dan debris keratin pada umumnya dapat dilihat melalui perforasi. Bila kolesteatoma
berkembang dari implantasi dari epitel skuamosa pada prosedur operasi atau perforasi yang
telah menutup, maka membrani akan tampak normal.9
Pada kasus kolesteatoma kongetinal, gejala klinis sangat tergantung dari letak
kolesteatom, ukuran dan komplikasi yang ditimbulkanya. Kolesteatom yang terbatas pada
kuadran anterosuperior dari membran timpani tidak menimbulkan gejala atau asimptomatis.
Gejala dapat muncul jika terjadi perluasan atau menyebabkan kerusakan pada daerah
sekitarnya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa gangguan pendengaran, otitis media efusi,
gangguan keseimbangan, kelumpuhan saraf fasialis, fistula retroaurikuler, maupun gejala
akibat perluasan ke intrakranial.9
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi),
yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat
memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan
berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah
interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-α (TNF-α), tumor growth
factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum tympani pada Otitis Media Supuratif Kronis dengan
Kolesteatoma.10
Jenis Kuman Jumlah temuan
Difteroid 1 3,3%
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat
oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak.
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama
pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemereriksaan sederhana untuk
mengetahui gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan
pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometric nada murni, audiometric tutur (speech
audiometric), dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometric) bagi pasien
anak yang tidak koperatif dengan pemeriksaan audiometric nada murni.
Berdasarkan gejala klinik didapatkan pasien mengeluh:
- penurunan kemampuan mendengar
- otorrhea, biasanya kuning dan berbau tidak enak
- otalgia
- obstruksi nasal
- tinnitus, intermiten dan unilateral
- vertigo
Didapatkan juga riwayat penyakit sebelumnya seperti :
- otitis media kronik
- perforasi membran timpani
- operasi telinga sebelumnya
1. Radiologi
Namun terdapat pendapat lain bahwa kolesteatoma yang direncanakan untuk dilalukan
pembedahan harus dilakukan preoperative CT scan sebelumnya.
3. Histologi
Pemeriksaan histology dari kolesteatoma yang telah diangkat menunjukan sel epitel
skuamosa.5
Terapi Medis
Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang
menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi
umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat
membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak
dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi
antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu
sebagai terapi tambahan.11
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih
baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap
fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat
langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta
riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret
kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali
disebabkan oleh golongan anaerob.10
Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat
1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan harus
dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu
dikeringkan dengan lidi kapas.10
Terapi Pembedahan
Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down. Pasien tersebut dapat
diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka memahami bahwa penyakit lebih
mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur pembedahan.6
Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi relatif di
tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai alasan sendiri
mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas berbeda adalah bahwa
timpanoplasti dinding utuh (canal wall-up) berusaha maksimal mempertahankan bentuk
fisiologis liang telinga dan telinga tengah.10
Terapi postoperatif yang diberikan antara lain antimikroba yang sesuai dan steroid bila
diperlukan. Antimikroba yang dipakai adalah antimikroba topikal, contohnya ialah
aminoglycoside and fluoroquinolone topikal. Jenis antimikroba ini efektif untuk bakteri gram
negatif. Selain itu, untuk menghindari efek ototoksik, dapat juga dipakai ciprofloxacin
(Ciloxan) or ofloxacin (Floxin Otic). Selain antimikroba, agen yang umum diberikan adalah
steroid, yaitu steroid cream. Steroid berfungsi untuk mengontrol perkembangan dari jaringan
granulasi.5
Setelah tindakan bedah dilakukan, pasien dianjurkan untuk kontrol secara rutin. Pasien
yang menajalani prosedur canal-wall-down dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan untuk
pembersihan liang telinga. Tujuanny aialah untuk menjaga agar telinga pasien tetap bebas daei
deskuamasi epitel dan serumen. Pada pasien yang menjalani prosedur canal-wall-up umumnya
memerlukan tindakan operatif kedua, setelah 6-9 bulan setelah tindakan operatif pertama.
Komplikasi
Perikondritis atau kondritis terjadi pada kurang dari 1% pasien. Eksposur dan
devaskularisasi karena pembedahan menjadi penyebab mudahnya terjadi infeksi. Gejala dari
perikondritis adalah nyeri yang meningkat, eritema, dan edema pada kulit yang melapisi
kartilago aurikula. Gejala lainnya adalah adanya fluktuasi.2
Perikondritis
Komplikasi yang paling ditakutkan dari operasi tympanomastoid adalah perlukaan pada
nerves fasialis. Perlukaan pada nerves fasialis biasanya diketahui saat prosedur berlangsung
namun kadang diketahui pada saat pasien berada di ruang pemulihan. Langkah pertama untuk
menangini perlukaan nerves fasialis adalah dengan dekompresi nerves di sekitar area yang
terlihat terjadi perlukaan. Jauhkan tulang beberapa millimeter proksimal dan distal dari segmen
yang rusak sehingga perlukaan dapat jelas terlihat.5 Bila lebih dari 50% dari diameter nerves
mengalami perlukaan seperti terpotong, tertarik, terjepit, dilakukan reseksi pada segmen yang
mengalami perlukaan dan dilakukan reanastomisis atau graft dari nerves.5
Bila perlukaan pada nerves fasialis tidak diketahui selama operasi berlangsung dan
pasien bangun dnegan paralisis fasial, dokter harus menunggu beberapa jam untuk memastikan
bahwa ini bukan efek dari anestesi local. Bila dokter tidak yakin bahwa nerves fasialis utuh,
pasien harus dilakukan operasi secepatnya untuk dilakukan dekompresi nerves secepatnya dan
derajat perlukaan diukur lalu diputuskan apakah segmen yang mengalami perlukaan perlu
dieksisi.5
Kadang fistula labyrinthine diketahui dari preoperative CT scan image atau fistula
terlihat tanpa diprediksi sebelumnya. Bila hal ini terjadi, epitel yang mengalami dekskuamasi
diangkat hingga meninggalkan matrix di kanal horizontal. Bila fistula muncul di permukaan,
matrix perlahan diangkat dan sisanya ditutupi dengan fascia.5
Bila fistula besar dan matrix kolesteatoma tertempel ke labirin membranous itu sendiri,
matrix dibiarkan pada posisinya. Bila labirin membranous terbuka saat operais, antibiotik IV
spectrum luas dan steroid harus diberikan secepatnya. Kadang, fistula kanal terbentuk selama
prosedur operasi. Bila fistula itu menyangkut salah satu dari kanalis semisirkularis, harus
dilapisi dengan jaringan lunak (mislanya fascia) dan diberikan antibiotik IV dan steroid. Pasien
ini akan mengalami gangguan keseimbangan setelah operasi namun dapat kembali normal bila
antibiotik dan steroid diberikan pada waktu yang tepat.5
Drainase yang persisten dapat terjadi dan yang palings erring karena adanya sel udara
yang tersekuestrasi yang terus memicu infeksi. Solusi satu-satunya adalah dengan mengangkat
area yang bersangkutan. Bila area osteitis besar dan otorrhea postoperative terjadi terus-terusan
selama berbulan-bulan atau tahunan, perlu dipikirkan untuk dilakukan skin graft.5
Benda asing yang berada di kavitas mastoid atau luka dapat menjadi focus infeksi.
Benda asing yang paling sering ditemukan adalah fragmen metal dari bor yang mengenai ujung
alat suction irigasi saat operasi.5
Herniasi otak melalui tegmen fossa tengah terlihat mengkilap. Adanya cairan bening
dengan lesi mengkilap seperti di atas menunjukan adanya kemungkinana herniasi otak dan
leakage cairan serebrospinal. Dapat dilakuakn MRI atau CT scan untuk memastikan.5
Prognosis
Melakukan proses eliminasi dari kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun terkadang
membutuhkan tindakan operasi yang berkali-kali. Karena penanganan dari kolesteatoma
dengan pembedahan pada umumnya berhasil dengan sempurna, oleh karena itu komplikasi
yang timbul dari pertumbuhan kolesteatoma yang tidak terkontrol sangatlah jarang terjadi.
Pada penanganan canal-wall-down tympanomastoidectomy akan memberikan angka
persentase rekurensi ataupun persistensi yang rendah dari kolesteatoma. Reoperasi dari
kolesteatoma hanya terjadi pada 5% atau bahkan lebih sedikit. Oleh karena itu tehnik ini jauh
lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan closed-cavity technique yang memiliki angka
rekurensi antara 20-40%.5
Meskipun begitu, karena tulang-tulang pendengaran dan ataupun membran timpani
tidak dapat mengalami resolusi secara sempurna kembali kedalam keadaan normal,
kolesteatoma tetap secara relatif merupakan penyebab yang cukup sering dari tuli konduktif
yang bersifat permanent.
DAFTAR PUSTAKA