PENDAHULUAN
Dengue fever (DF) atau Demam Dengue (DD) dan khususnya manifestasi yang
lebih berat Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD),
menempati tingkat yang sangat tinggi diantara penyakit-penyakit infeksius yang ada di
masyarakat.2
Penyakit ini ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus dengue. Bila terinfeksi, nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang hidupnya,
menularkan virus ke individu rentan selama menggigit dan menghisap darah. Karena
penyakit ini merupakan vector borne disease, maka penyebaran virus ini tergantung dari
nyamuk Aedes yang terinfeksi.2
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 15 Tahun
Alamat : RT 15 Sengeti
Pekerjaan : Pelajar
Masuk RS : 28 Juni 2018
No. MR : 306105
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Demam
Keluhan tambahan : Muntah dan nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dan diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Ahmad Ripin dengan
keluhan demam. Demam dirasakan sejak 1 hari SMRS, Naik turun terutama saat
menjelang sore hari. Keringat dingin(-), menggigil(-),gusi berdarah(-),mimisan(-),
batuk (-), pilek (-) Keluhan demam juga disertai dengan mual dan muntah. Muntah
sebanyak ± 10 kali dengan isi muntahan berupa makanan yang dimakan. Lemas (+).
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri ulu hati yang tidak menjalar dan tidak
membaik dengan makanan. BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Sebelumnya pasien sudah berobat ke bidan terdekat, dan diberi obat penurun panas.
Namun keluhan tidak dirasa membaik.
2
Riwayat Kebiasaan
Riwayat jajan sembarangan (+)
3
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
- Ekstremitas : akral hangat (+), udem (-), CRT <2 detik
Widal
o S. Thypi O : 1/160
o S. Thypi H : -
V. USULAN PEMERIKSAAN
1. DDR
2. NS1
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis: Febris ec Demam typhoid + dyspepsia syndrom
Diagnosis Banding
DBD
Demam dengue
Malaria
VII.PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan lunak
-
4
Medikamentosa
- IVFD RL 20 gtt/i
- Ceftriaxon 1x2 gr dalam D5% 100cc
- Ondansentron 3x1 amp
- Pantoprazol 1x1vial
- Paracetamol tab 3x1
- Sucralfat syr 3 x C1
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
IX FOLLOW UP
5
thypoid + Dyspepsia
Cek DR ulang, jika normal
Acc pulang
3 Juli 2018 ( 09.00) S : Demam naik turun - IVFD RL 40gtt/i
(+),pusing(+),mual(+),nyeri - Ceftriaxone 1x2gr stop
disekitar mata (+)mimisan (- - Ondansentron 3x1 amp
),gusi berdarah (-), BAB - Ranitidine 2x1 amp
hitam (-) - Psidii 3x1 tab
O : TD : 120/80mmhg - Pct 3x1 tab
T/N : 37,3/80x nadi kuat - Sucralfat 3xC1
angkat, reguler - Cek DR per 12 jam
RR : 20x Jika HB < 15 Ganti RL
Konjungtiva hiperemis 30 gtt/i
(+/+),
Rumple leed test (-)
Leukosit : 3,74 ribu
Eritrosit : 6, 17 13µ/l
Trombosit : 43 106/µl
HB : 17,0 gr/dl
Hematokrit : 49,4 %
A :Demam thypoid+DHF
grade 1+ Dyspepsia
3 juli 2018 ( 18.00) Labolatorium :
Leukosit : 4,25 103 u/l
Eritrosit : 6,22 106 u/l
Hb : 16,8 gr/dl
Hematokrit : 48,7 %
Trombosit : 42 ribu
4 juli 2018 ( 06.00) S :pusing (+) - IVFD RL 40gtt/i
O : TD : 120/70mmhg - Ondansentron 3x1 amp
T/N : 36,5/74x nadi kuat - Ranitidine 2x1 amp
angkat, reguler - Psidii 3x1 tab
RR : 18x - Pct 3x1 tab
Leukosit : 5,87 ribu - Sucralfat 3xC1
Eritrosit : 6, 45 3µ/l - Cek DR per 12 jam
Trombosit : 34 ribu Jika HB < 15 Ganti RL
HB : 17,4 gr/dl 30 gtt/i
Hematokrit :50,1 %
A :Demam thypoid+DHF
grade 1+ Dyspepsia
4 juli 2018 ( 18.00) Laboratorium :
Trombosit : 66 ribu
HB : 16,9 gr/dl
HT : 49 %
5 juli 2018 (09.00) S:- P : acc pulang
O : TD : 110/80mmhg - Sucralfat syr 3xC1
T/N : 36,3/75x nadi kuat - Pct tab 3x1
angkat, reguler
RR : 18x
6
Leukosit : 6,97 ribu
Eritrosit : 6,17 3µ/l
Trombosit : 110 ribu
HB : 15,4 gr/dl
Hematokrit :40,1 %
A :Demam thypoid+DHF
grade 1+ Dyspepsia
7
BAB III
ANALIA KASUS
Tn. D 15 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 28 juni 2018 dengan keluhan
utama demam yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan lain yaitu
muntah ±10 kali dengan isi mutahan yaitu berupa makanan yang dimakan. Diagnosis yang
mungkin pada pasien ini adalah infeksi virus (influenza, demam dengue, atau demam
berdarah dengue), infeksi bakteri (demam tifoid, infeksi saluran kemih), infeksi parasit
(malaria). Diagnosis influenza disingkirkan karena berdasarkan anamnesis tidak
didapatkan adanya masalah pada saluran pernafasan, seperti hidung tersumbat, suara serak,
batuk, maupun sesak nafas. Diagnosis infeksi saluran kemih disingkirkan karena tidak
didapatkan keluhan pada sistem genitourinaria. Diagnosis malaria disingkirkan karena
pada pasien tidak terpenuhi trias malaria, yaitu keluarnya keringat dingin diikuti dengan
penurunan suhu dan kemudian menggigil.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang juga tidak didapatkan tanda-
tanda anemia. Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan demam yang bersifat
intermiten, terdapat gangguan gastrointestinal berupa mual dan muntah. Pada pemeriksaan
penunjang menggunakan uji widal didapatkan hasil S. typhi O 1/160 dan S.typhi H negatif.
Besar titer antibodi yang bermakna untuk diagnosis demam tifoid di Indonesia belum
didapatkan kesepakatan tetapi beberapa peneliti menyebutkan uji Widal dikatakan positif
apabila didapatkan titer ≥1:160 untuk aglutinin O maupun H dengan kriteria diagnostik
tunggal ataupun gabungan. Jika memakai kriteria diagnostik tunggal, maka aglutinin O
lebih bernilai diagnostik dibandingkan H. Setelah rawatan hari ke 5 diagnosis demam
berdarah dengue ditegakkan berdasarkan anamnesis yang menyatakan pasien mengalami
demam yang kembali hilang timbul, nyeri, nyeri di sekitar mata dengan didukung hasil
pemeriksaan laboratorium darah berupa leukopenia, trombositopenia, dan adanya
hemokonsentrasi. Berdasarkan World Health Organization, diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal ini terpenuhi
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 manifetasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
8
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml).
Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut: 1) Peningkatan
hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. 2)
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya. 3) Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura,
asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
Demam tipoid
IVFD RL 20 gtt/i
Ceftriaxon 1x2 gr dalam D5% 100cc
Ondansentron 3x1 amp
Pantoprazol 1x1vial
Paracetamol tab 3x1
Sucralfat syr 3 x C1
DHF
- IVFD RL 40gtt/i
- Ceftriaxone 1x2gr stop
- Ondansentron 3x1 amp
- Ranitidine 2x1 amp
- Psidii 3x1 tab
- Pct 3x1 tab
- Sucralfat 3xC1
- Cek DR per 12 jam, Jika HB < 15 Ganti RL 30 gtt/i
Pada kasus demam tifoid, antibiotik lini pertama yang digunakan adalah
kloramfenikol dengan dosis 50 – 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 – 4 dosis selama 8 – 10
hari. Kloramfenikol sudah lama digunakan dan menjadi terapi standar pada demam tifoid
namun kekurangan dari kloramfenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5 – 7%) dan
toksis pada sumsum tulang. Pasien diberikan terapi injeksi antibiotik ceftriaxone 1x2 gr
dalam D5% 100 cc. Ceftriaxon ini juga dapat digunakan dalam pengobatan tifoid.
Ceftriaxon merupakan antibiotic golongan sefalosporin yang sangat aktif terhadap berbagai
kuman gram positif maupun gram negatif. Mekanisme kerja dari obat ini adalah
9
menghambat sintesis dinding sel mikroba melalui reakti transpeptidase dalam rangkaian
raksi pembentukan dinding sel.1
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri
tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008.
2. Puspa W, Prihatini, Probohoesodo MY. Kemampuan uji tabung widal
menggunakan antigen import dan antigen lokal. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory. 2005
3. Jawetz E, Melnick L, Adelberg EA. Medical microbiology. Jakarta: EGC; 2012.
4. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2001.
11