Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN KETERGANTUNGAN NAPZA

DI SUSUN OLEH :

TAUFIK HIDAYAT

2015 21 058

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI


PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN NAPZA

A. Pengertian penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis,


paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan
gangguan dalam pekerjaan dan fungsi social. Deteksi dini penyalahgunaan
NAPZA bukanlah hal yang mudah, tapi sangat penting artinya untuk mencegah
berlanjutnya masalah tersebut. Pengertian lain adalah pemakaian NAPZA yang
bukan untuk tujuan pengobatan atau yang digunakan tanpa mengikuti aturan atau
pengawasan dokter. Digunakan secara terus menerus atau berkali-kali. Seringkali
menyebabkan ketagihan atau ketergantungan baik secara fisik/jasmani maupun
psikologis. Menimbulkan gangguan pada tubuh, pikiran, perasaan, dan perilaku.

Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan


fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin
bertambah (toleransi), apabila pemakaianya dikurangi atau diberhentikan akan
timbul gejala putus zat (withdrawal symptom). Oleh karena itu selalu berusaha
untuk memperoleh NAPZA yang dibutuhkanya dengan cara apapun, agar dapat
melakukan kegiatanya sehari-hari secara normal.

B. Jenis NAPZA yang sering disalahgunakan

1) Opioida

Opioida dihasilkan dari getah opium poppy yang diolah menjadi


morfin, kemudian dengan proses tertentu menghasilkan putaw, dimana putau
mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik mempunyai
kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.

Opiate disahgunakan dengan cara disuntik atau dihisap, dengan nama


jalannya adalah putau, ptw, black heroin, brown sugar. Opiate dibagi dalam
tiga golongan besar, yaitu :

Opiate alamiah : morfin, opium, codein

Piate semi sintetik : heroin/putau, hidromorfin

Piate sintetik : meperidin, propoksipen, metadon.

Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan opiate


dapat berupa jangka pendekatau jangaka panjang, seperti gagal nafas, koma,
kematian, trauma dan kecelakaan pada saat mencari zat, AIDS dan hepatitis,
infeksi lokal dan sistemik, serta komvulsi.

2) Kokain

Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar


erythroxylon coca, yang berasal dari amerika selatan, dimana daun dari
tanaman belukar ini biasanya di kunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk
mendapatkan efek stimulan.

Kokain mempunyai dua bentuk, yaitu kokain hidroklorid dan free base.
Nama jalanan dari kokain adalah koka, coke, happy dust, charliesnow/ salju,
putih.

3) Kanabis (ganja )

Kanabis mengandung delta-9 tetra-hidrokana-binol(THC). Ganja yang


dibentuk sebagai rokok merupakan tanaman yang sudah dikeringkan dan di
rajang, kemudian dilinting seperti tembakau. Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah sindrom amotivasional, yaitu sekumpulan gejala yang timbul karena
penggunaan ganja dalam jangka waktu yang lama dan dalam jumlah yang
banyak sehingga mengakibatkan kemampuan bicara, baca, hitung akan
menurun, kemampuan dan keterampilan sosial terhambat, menghindari
persoalan bukan menghindarinya, dan kurang memikirkan masa depan.

4) Amfetamin

Nama generik amfetamin adalah D-pseudo efinefrin, yang digunakan


sebagai dekongestan. Amfetamin terdiri dari 2 jenis yaitu MDMA (methilene
dioxi methamphetamine) / ekstasi dan mentafetamin (sabu-sabu).

5) Lysergic acid (LSD)

Biasa didapatkan berbentuk seperti kertas berukuran kotak kecil,


sebesar seperempat prangko dalam banyak warna dan gambar, ada juga yang
berbentuk pil dan kapsul.

6) Sedatif hipnotik (benzodiazepine)

Sedatif (obat penenang) hipnotik (obat tidur) yang


disalahgunakanadalah benzodiazepam. Cara penggunaannya dapat melalui
oral, intravena, atau rektal.

7) Solvent/inhalansia

Adalah zat yang berbentuk gas dan dapat masuk kedalam tubuh melalui
sistem pernapasan (paru-paru).
8) Alkohol

Diperoleh dari proses permentasi madu, gula, sari buah, atau umbi-
umbian. Hasil permentasi ini dapat diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih
dari 15%, tetapi dengan proses penyulingan dapat dihasilkan alkohol dengan
kadar yang lebih tinggi, bahkan mencapai 100%.

C. Penyebab penyalahgunaan NAPZA

Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara factor


yang terkait dengan individu, factor lingkungan, dan factor tersedianya zat (NAPZA).
Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause). Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut :

1. Faktor Individu

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa


remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologi, psikologi,
maupun social yang pesat merupakan individu yang rentan untuk
menyalahgunaan NAPZA. Anak atau remaja dengan cirri-ciri tertentu
mempunyai resiko lebih besar untuk menjadi penyalahgunaan NAPZA, cirri-
ciri tersebut antara lain :

- Cenderung memberontak dan menolak otoritas

- Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi


cemas, psikotik, kepribadian disosial.

- Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku.

- Rasa kurang percaya diri, rendah diri, dan memiliki citra diri negative.

- Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif.

- Mudah murung, pemalu, pendiam.

- Keingintahuan yang besar untuk mengikuti mode,karena dianggap sebgai


lambing keperkasaan dan kehidupan modern

- Keinginan untuk diterima dalm pergaulan

- Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang jantan

- Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit


mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA debgan tegas

- Kemampuan komunikasi rendah


- Melarikan diri sesuatu

(kebosanan,kegagalan,kekecewaan,ketidakmampuan,kesepian,dan
kegetiran hidup)

2. Factor lingkungan

Factor lingkungan meliputi factor keluarga dan lingkungan pergaulan


baik disekitar rumah,sekolah,teman sebaya maupun masyarakat.

Factor keluarga,terutama factor orang tua yang ikut menjadi penyebab


seorang anak atau remaja menjadi penyalahgunaan NAPZA antara lain:

a. lingkungan keluarga

- komunikasi orang tua kurang baik

- hubungan dalam keluarga kurang harmonis

- orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi

- orng tua terlalu sibuk atau tidak acuh

- orang tua otoriter atau serba melarang

- orang tua yang serba membolehkan

- kurangnya orang tua peduli dab tidak tahu dengan masalah NAPZA

- tata tertib atau disiplin keluarga yng selalu berubah (kurang konsisten)

- kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga

b. lingkungan sekolah

- sekolah yang kurang disiplin

- sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA

- sekolah yang kurang member kesempatan pada siswa untuk


mengembangkan diri secara kreatif dn positif

- adanya murid pengguna NAPZA

c. lingkungan teman sebaya

- berteman dengan penyalahgunaan

- tekanan atau ancaman teman kelompok atu pengedar

d. lingkungan masyarakat atau social


- lemahnya penegakan hukum

- situasi politik, social dan ekonomi yang kurang mendukung

3. Faktor napza

- mudanya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga terjngkau

- banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba

- khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan

D. Faktor pendukung terjadinya gangguan penggunaan NAPZA

1. Faktor Biologi

- Genetik (tendensi keturunan)

- Metabolik: Etil alkohol bila dimetabolisme lebih lama lebih efisiensi untuk
mengurangi individu menjadi ketergantungan.

- Infeksi pada organ otak: intelegensi menjadi rendah (retardasi mental,


misalnya ensefhalitis, meningitis)

- Penyakit kronis: kanker, Asthma bronchiale, penyakit menahun lainya.

2. Faktor psikologis:

- Tipe kepribadian (dependen, ansietas, depresi, antisocial)

- Harga diri yang rendah: depresi terutama karena kondisi social ekonomi
pada penyalahgunaan alkohol, sedative hipnotik yang mencapai tingkat
ketergantungan diikuti rasa bersalah.

- Disfungsi keluarga: kondisi keluarga yang tidak stabil, role


model (ketauladanan) yang negative, tidak terbina saling percaya
antaranggota keluarga, keluarga yang tidak mampu memberikan
pendidikan yang sehat pada anggota keluarga, orangtaua dengan
gangguan penggunaan zat adiktif, perceraian.

- Cara pemecahan masalah individu yang menyimpang.

- Individu yang mengalami krisis identitas dan kecenderungan untuk


mempraktikkan praktikan homoseksual, krisis identitas.

- Rasa bermusuhan dengan keluarga atau orangtua.


3. Faktor sosiokultural

- Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan zat seperti tembakau,


nikotin, ganja, dan alkohol.

- Norma kebudayaan pada suku bangsa tertentu, menggunakan


halusinogen atau alkohol untuk upacara adat dan keagamaan.

- Lingkungan tempat tinggal, sekolah, teman sebaya banyak


mengedarkan dan menggunakan zat adiktif.

- Perfesi dan penerimaan masyarakat terhadap penggunaan zat adiktif.

- Remaja yang lari dari rumah.

- Penyimpangan seksual pada usia dini.

- Perilaku tindak criminal pada usia dini, misalnya mencuri, merampok


dalam komunitas.

- Kehidupan beragama yang kurang.

E. Stressor pencetus gangguan penggunaan zat adiktif

Stressor dalam kehidupan merupakan kondisi pencetus terjadinya


gangguan penggunaan zat adiktif bagi seseorang atau remaja, menggunakan zat
merupakan cara untuk mengatasi stress yang dialami dalam kehidupanya.

Beberapa stressor pencetus adalah :

1. Pernyataan dan tuntutan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan.

2. Reksi sebagai cara untuk mencari kesenangan, individu berupaya untuk


menghindari rasa sakit dan mencari kesenangan, rileks agar lebih meningmati
hubungan interpersonal.

3. Kehilangan orang atau sesuatu yang berarti seperti pacar, orangtua, saudara, drop
out dari sekolah atau pekerjaan.

4. Diasingkan oleh lingkungan, rumah, sekolah, kelompok teman sebaya, sehingga


tidak mempunyai teman.

5. Kompleksitas dan ketegangan dari kehidupan modern.

6. Tersedianya zat adiktif di lingkungan dimana seseorang berada khususnya pada


individu yang mengalami pengalaman kecanduan zat adiktif.

7. Pengaruh dan tekanan teman sebay (diajak, dibujuk, diancam)


8. Kemudahan mendapatkan zat adiktif dan harganya terjangkau.

9. Pengaruh film dan iklan tentang zat adiktif seperti alkohol dan nikotin.

10. Pesan dari masyarakat bahwa penggunaan zat adiktif dapat menyelesaikan
masalah.

Penyakit fisik akibat penggunaan zat adiktif

1. Cellulitis, Phlebitis.

2. Septicemia, bacterial endicarditis.

3. HIV infeksi

4. Hepatitis B atau C.

5. Erosi dan iritasi pada hidung.

6. Chirosis hepatis.

7. Bronchitis.

8. Gastritis.

9. Penyakit kulit kelamin.

Masalah kesehatan dan keperawatan secara umum yang timbul akibat penggunaan zat
adiktif.

1. Depresi system pernafasan.

2. Depresi pusat pengatur kesadaran, precoma, coma, amuk, akibat intoksikasi.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat delirium tremens.

4. Kecemasan yang berat sampai panic.

5. Potensial mencederai diri, merusak diri dan lingkungan.

6. Perilaku agresif.

7. Depresi pusat pengatur komunikasi verbal. Gangguan kognitif, daya ingat, daya
nilai, proses pikiran (waham), gangguan konsentrasi.

8. Gangguan pencernaan, nausea, vomitus.

9. Gangguan system neurologis, kejang.

10. Gangguan persepsi, halusinasi.


11. Gangguan pola tidur dan istirahat,

12. Gangguan system musculoskeletal: nyeri sendi, otot, dan tulang.

13. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

14. Gangguan ADL

15. Gangguan konsep diri harga diri rendah akibat pemecahan masalah yang tidak
efektif

F. Penanggulangan Masalah NAPZA Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan


mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi)

1. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:

a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA

b. Deteksi dini perubahan perilaku d. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to


drugs”) atau “Katakan Tidak pada narkoba”

2. Pengobatan Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan


detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan
gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:

a. Detoksifikasi tanpa subsitusi Klien ketergantungan putau (heroin) yang


berhenti menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat
untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut.Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.

b. Detoksifikasi dengan substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan


memberikan jenis opiat misalnya kodein, ufremorfin, dan metadon. Substitusi
bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

3. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara


utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi
agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat
mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.

Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual.Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001). Sesudah klien
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi
(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan
dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka
yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi
(Hawari, 2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak
sama karena tergantung ada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan
sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003),
bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program
terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien
tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit
lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi
berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1
tahun, mungkin saja Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka
perawatan di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di
ruangdetoksifikasi.
Kasus

Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun, dilakukan keperawatan di ruang rehabilitasi


penyalahgunaan NAPZA. klien menggunakan NAPZA sejak SMP karena ikut-ikutan
temannya. keluarga pasien sangat keras dalam mendidik. pasien sudah 3 kali keluar
masuk menjalani rehabilitasi. pasien tidak mampu menolak untuk memakai lagi ketika
ditawari temannya apalgi jika pasien mempunyai masalah.

A. PENGKAJIAN

Nama : Fathir

Umur : 20 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Serangan,Ngampilan Yogyakarta No 267

Pekerjaan : Pelajar

Gol Darah : B

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

DS:

klien mengatakan menggunakan napza sejak SMP karena ikut-ikutan


teman- temannya

keluarga pasien sangat keras mendidik

pasien tidak mampu menolak untuk memakai lagi ketika ditawari


temannya apalagi ketika pasien mempunyai masalah

DO

laki-laki usia 20 tahun

dilakukan perawatan di ruang rehabilitasi penyalah gunaan napza

pasien sudah 3x keluar masuk menjalani rehabilitasi


B. STATUS MENTAL

Penampilan : Rapi

Pembicaraannya : Inkoheren

Aktivitas Motorik : Gelisah

Alam Perasaan : Ketakutan, Putus Asa

Afek : Labil

Interaksi Selama Wawancara : -

Persepsi :-

Isi Fikir :-

Proses Fikir :-

Tingkat Kesadaran :-

Memori : Jangka Panjang

Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung : Tinggi

Kemampuan Penilaian : Mampu Mengambil Keputusan

Mekanisme Koping : Mal Adaptif(Penyalah Gunaan)

Insight/Daya Tilik Diri :-

C. Dignosos Multiaksial terdiri dari 5 aksis :

1) Aksis I : -Gangguan klinis

-Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis

2) Aksis II : - Gangguan keperibadian

- Retardasi Mental

3) Aksis III : - Kondisi Medik Umum

4) Aksis IV : -Masalah Psikososial dan Lingkungan

5) Aksis V : - Penilaian fungsi secara global

AKSIS I :
Sindrom klinik

Kondisi yg tdk tercantum sebagai gangguan jiwa, tetapi merupakan pusat


perhatian atau terapi, diberi kode diagnostik. Mis : depresi berat, kode F …

AKSIS II :

Ciri kepribadian atau kepribadian pramorbid (yg melatar belakangi pasien


sejak sebelum terjadi gangguan yg sekarang). Ada gangguan perkembangan spesifik.
Mis : kepribadian depresif ( harus dibuktikan dengan benar ).

Diagnosis Aksis I & II :

- boleh ada 2 diagnosis, sesuai keadaan

kondisi klinis

- urutan pertama, yg perlu mendapat prioritas terapi

- dapat dituliskan gangguan perkembangan spesifik

pd aksis II

- dapat dituliskan lebih dari satu gangguan kepribadian yg melatarbelakanginya


setelah diperiksa dengan teliti.

Aksis III:

- Gangguan atau kondisis fisik, yg menyertai atau yg melatarbelakangi


gangguan.

- Adalah gangguan atau kondisi fisik yang ditemukan sekarang, yg secara


potensial bermakna pada kondisi saat terapi sekarang .Mis : ruda paksa
keracunan, kecelakaan dll.

Hubungan aksis I,II,III :

Harus dipikirkan dan dihubungkan kondisi fisik, sosial dan psikologis.

Aksis IV :

- Untuk pemberian kode berat ringannya stresor psikososial yg berpengaruh


terhadap gangguan jiwa sekarang.

- Bermakna penting dalam faktor perkembangan dan kekambuhan gangguann


jiwa yg dialami.
- Stresor yg berkaitan dengan perawatan saat ini, adalah dalam jangka waktu 1
tahun terakhir.Kecuali pd stres paska trauma kronis dan menetap atau
tertunda.

Aksis V :

Taraf tertinggi fungsi penyesuaian dalam satu tahun terakhir.

- Aksis ini dipakai untuk menilai taraf tertinggi fungsi penyesuaian paling sedikit
beberapa bulan dalam satu tahun terakhir

- Terdapat 3 aspek :

hubungan sosial

fungsi pekerjaan / sekolah

penggunaan waktu senggang

Data ini sangat penting karena seseorang akan kembali ke fungsi penyesuaian
sebelumnya.

#Catatan :

- Antara Aksis I,II,III tidk selalu harus ada hubungan etiologic atau pathogenesis

- Hubungan antara “aksis I-II-III” dapat timbl balik saling mempengaruhi.

D. Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA

Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang
ringan sampai berat, indicator rentang respon ini berdasarkan perilaku yang
ditampakkan oleh remaja dengan gangguan penggunaan NAPZA sebagai berikut.

Respon adaptif Respon


maladaptive

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

1. Eksperimental adalah kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin
tahu dari remaja. Seuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, ia biasanya ingin
mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
2. Rekreasional adalah penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan
teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam minggu, acara ulangtahun.
Penggunaan ini mempunyai tujuan rekresai bersama teman-teman.

3. Situasional adalah mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan


kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk
melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu
menggunakan zat pada saat sedang konflik, stress, dan frustasi.

4. Penyalahgunaan (abuse) adalah pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang


bersifat patologi atau klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang
hari, tak mampu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulangkali
mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini
akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh : tugas
dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik, perilaku agresif dan tak wajar,
hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum
atau criminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.

5. Ketergantungan adalah penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik, dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya
toleransi dan sindroma putus zat ; suatu kondisi dimana individu yang biasa
menggunakan zat adiktif secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang
digunakan atau berhenti memakai sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai
dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi suatu kondisi dari indifidu
yang mengalami peningktan dosis atau jumlah zat, untuk mencapai tujuan yang biasa
diinginkanya.

E. DIAGNOSA

1. ketidak efektifan koping berhubungan dengan penyalah gunaan agen kimia


ditandai dengan:

DS

klien mengatakan menggunakan napza sejak SMP karena ikut-ikutan temannya

pasien mengatakan tidak mampu menolak untuk memakai lagi ketika ditawari
temannya apa lagi ketika pasien mempunyai masalah

DO

dilakukan perawatan diruang rehabilitasi penyalah gunaan napza

pasien sudah 3x keluar masuk menjalani rehabilitasi


2. Resiko ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakadekuatan pola kopig
ditandai dengan

DS

Pasien tidak mampu menolak untuk memakai lagi ketika ditawari temenya apalagi
pasien mempunyai masalah

DO

Dilakukan perawatan di ruang rebilitasi penyalahgunaan napza

pasien sudah 3x keluar masuk menjalani rehabilitasi

3. Resiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan


perkembangan di tandai dengan

DS

klien mengatakan menggunakan napza sejak SMP karena ikut-ikutan teman-


temannya

keluarga pasien sangat keras mendidik

pasien tidak mampu menolak untuk memakai lagi ketika ditawari temannya apalagi
ketika pasien mempunyai masalah

DO

pasien sudah 3x keluar masuk menjalani rehabilitasi


Diagnose keperawatan Perencanaan Tindakan keperawatan

Tidak efektifnya kooping Setelah dilakukan tindakan 1. Membina hubungan


individu b.d terus selama X kali, klien akan terapeutik dengan klien.
menerus menggunakan mengurangi penggunaan
zat adiktif napza dengan criteria hasil: 2.membahas dengan pasien
tingkah
Tidak terjadi laku menyalahgunakn zat
ancaman bagi kehidupan dan resiko penggunaan

Mengenal hal hal 3. mendorong pasien agar


positif pada dirinya mau mengikuti untuk
berpartisipasi dalam
Menggunakan program terapi
koping yang sehat dalam
mengatasi masalah 4. mengadakan kontrak
persetujuan dengan klien
Klien
mengidentifikasi dan 5. membantu pasien
mendiskusikan stress mengenal dan
mayor yang mempengaruhi menggunakan koping yang
fungsi sehari – hari. sehat

6. konsisten memberikan
dukungan
NCP

DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Tidak 1. Klien Dorong klien Pengungkapan


efektifnya mengidentifikasi untuk mengungkapkan secara verbal dapat
kooping dan secara verbal tentang memfasilitasi eksplorasi
individu mendiskusikan perasaan yang negatif, dan pemahamannya
stress mayor yang misal : kemarahan, tentang ansietas.
mempengaruhi kesedihan dan rasa
fungsi sehari – frustasi. Klien mungkin
hari. membutuhkan bantuan
Diskusikan dalam membuat
dengan klien tentang serangkaian pedoman
apa saja yang terdapat untuk menentukan
dalam perilaku yang respon yang sesuai
dapat diterima dengan stresor karena
kurangnya pedoman
.Batasi upaya tentang perilaku yang
klien untuk dapat diterima turut
merasionalisasi mendukung keadaan
perilaku yang tidak stress klien.
tepat sebagai sesuatu
yang berada diluar Klien
kemampuan kontrol memerlukan bantuan
klien. dalam menentukan
batasan dan perilaku
menentang, perilaku
yang tidak tepat.

Mempraktikkan
tekhnik penanganan
masalah dan
pengelolaan stress.
Meningkatkan
kemampuan klien untuk
mengembangkan
strategi kopping yang
sehat daripada
melarikan diri ke
Minta klien penggunaan zat.
untuk membuat Perencanaan
infentaris pribadi memfasilitasi upaya
tentang kekuatan dan menghindaru situasi
sumber yang dapat yang dapat
digunakan untuk menyebabkan klien
mengatasi stress. kembali meggunakan
2. Klien
mengeksplorasi Eksplorasi obat.
perilaku alternatif dengan kliententang Klien
yang dapat cara menilai situasi memerlukan akses yang
digunakan untuk yang menyebabkan mudah untuk mendapat
mengatasi stresor ansietas dan cara informasi dan dukungan
yang menerapkan pada saat stress atau
teridentifikasi. teknik pemecahan krisis muncul.
masalah atau teknik
mengelola stress saat Umpan balik
berhadapan dengan kelompok dapat
stresor. memberikan infomasi
yang berharga tentang
Minta klien kemajuan dan
merumuskan beberapa mendukung upaya klien
tujuan untuk untuk
mempertahankan gaya
hidup bebas obat. berubah.

Tuliskan dan Mempelajari


tinjau bersama dengan strategi ini
klien tentang sumber- memampukan klien
sumber komunitas untuk mengatasi stresor
yang tersedia, dengan cara konstruktif.
misalnya kelompok
terapi obat dan alkohol Klien sangat
atau memerlukan
kelompok
psikotarapi lain. mekanisme dukung
jangka panjang, karena
Dorong klien penyembuhan adalah
untuk mengguanakan proses seumur hidup.
terapi kelompok guna
mendapat umpan balik
tentang cara terbaik
mencapai tujuan terpi
dan memanfaatkan
sumber-sumber
komunitas.

Ajarkan klien
tentang strategi
kopping, seperti
keterampilan asertif,
keterampilan
komunikasi,
penyelesaian konflik,
dan cara yang cocok
untuk
mengekspersikan

Dorong klien
untuk bergabung
dengan kelompok
alkoholik tanpa nama,
narkotik tanpa nama,
atau kelompok
pendukung lain,
seperti rational
recovery.

Harga diri - Klien dapat - Bina hubungan a. sapa klien dengan


situasional membina salig percaya dengan baik secara verbal
hubungan saling prinsip teraupetik maupun non verbal
percaya
b. Tunjukkan sikap
menerima klien apa
adanya.

c. Beri perhatian
kepada klien dan
perhatika kebutuhan
dasar klien.

a. diskusikan tingkat
kemampuan klien
- Klien - Diskusikan seperti menilai realitas,
dapat kemampuan dan aspek kontrol diri atau
mengidentifikasi positif yang dimiliki integritas ego
kemampuan dan klien, buat daftarnya. diperlukan sebagai
aspek positif yang dasar asuhan
dimiliki keperawatannya

a. klien perlu
bertindak secara
realistis dalam
- Rencanakan kehidupannya
bersama klien
- Klien dapat aktivitas yang dapat
menetapkan dan dilakukan setiap hari
merencanakan sesuai kemampuan,
kegiatan sesuai buat jadwal kegiatan
dengan mandiri
kemampuan yang
dimiliki - Motivasi klien
untuk membuat jadwal
aktivitas perawatan a. klien
diri berpartisipasi dalam
- Klien dapat
berpartisipasi pengambilan keputusan
dalam yang berkenaan dengan
pengambilan perawatan dirinya.
keputusan yang
berkenaan dengan
perawatan dirinya.

Anda mungkin juga menyukai