Anda di halaman 1dari 24

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Syok adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gangguan
sistem sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi
ke jaringan sehingga mengganggu metabolisme aerobik.1

B. KLASIFIKASI & ETIOLOGI SYOK


1) Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat volume
intravaskular yang tidak adekuat. Penurunan volume darah dalam sirkulasi
menyebabkan penurunan “venous return” ke arah jantung, sehingga SV
(stroke volume) dan CO (cardiac output) juga menurun, tekanan darah
menurun, hingga pada akhirnya perfusi dan oksigenasi ke jaringan pun
menurun dan mengganggu proses metabolisme aerobik.
Penyebab syok hipovolemik antara lain:
a. Hemoragik
- Hemoragik eksternal: trauma, perdarahan gastrointestinal
- Hemoragik internal: hematoma, hematotoraks, retroperitoneal (pecah
aneurisma aorta abdominalis), perdarahan tulang panjang.
b. Non hemoragik (kehilangan cairan)
 Kehilangan plasma
- Luka bakar luas
- Pankreatitis
- Deskuamasi kulit
 Kehilangan cairan ekstrasel
- Muntah (vomitus)
- Dehidrasi
- Diare
- Terapi diuretik yang agresif

1
2) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya
curah jantung (cardiac output) pada keadaan volume intravaskular yang
adekuat sehingga dapat menimbulkan hipoperfusi jaringan. Hal ini
berhubungan dengan menurunnya kinerja jantung dalam memompakan
darah ke seluruh tubuh.
Penyebab syok kardiogenik antara lain:
a. Iskemik ventrikel
- IMA: ventrikel dextra/sinistra
b. Struktur
- Kelainan katup: stenosis/regurgitasi
- Kardiomiopati
- VSD
- Trauma benda tajam
c. Aritmia
- Bradikardi : sinus bradikardi
- Takikardi : VT, SVT.

3) Syok Obstruktif
Syok obstruktif merupakan syok yang terjadi akibat adanya obstruksi
ekstrakardiak yang menyebabkan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi
selama diastol (gangguan pengisian diastol) dan gangguan kontraksi sistolik
sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (stroke volume) yang
menyebabkan curah jantung juga menurun dan pada akhirnya bisa
mengakibatkan hipoperfusi jaringan.
Penyebab syok obstruktif ekstrakardiak antara lain:
a. Gangguan pengisian diastolik (menurun preload ventrikel)
 Obstruksi vena cava : tumor intrathoracic
 Peningkatan tekanan intrathorax : Tension pneumothorax
 Penurunan compliance jantung : Constrictive pericarditis &
Tamponade jantung

2
b. Gangguan kontraksi sistolik (meningkat afterload ventrikel)
 Ventrikel kanan : emboli paru masif, hipertensi pulmonal akut
 Ventrikel kiri : saddle embolus, diseksio aorta

4) Syok Distributif
Syok distributif merupakan syok yang terjadi akibat menurunnya TVS
(tahanan vaskular sistemik) karena vasodilatasi pembuluh darah. Penurunan
TVS membuat tekanan darah juga turun sehingga dapat terjadi hipoperfusi
ke jaringan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari respon inflamasi sistemik
terhadap infeksi.
a. Syok Septik
Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya
didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.
Misalnya : infeksi bakteri, fungi, virus, rickettsia
b. Syok Anafilaktif
Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang
mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas
membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return
menurun.
Misalnya : reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa
c. Syok Neurogenik
Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan
karena disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.
Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok

3
C. PATOFISIOLOGI SYOK

Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya


berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun
ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem
yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung, volume darah, resistensi
arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan
faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok.
Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi
peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung
menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:


1) Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah

4
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya
penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi
alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai
cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi
jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2) Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh
tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun,
hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme
terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian
sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi
tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya
dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim

5
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3) Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak
dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya
ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi
memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial,
daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

D. TANDA DAN GEJALA SYOK


Manifestasi klinis meliputi :
 Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal
 Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi
cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
 Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak
sadar.
 Sistem pencernaan : mual, muntah
 Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
 Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.

E. DERAJAT SYOK
1. Syok ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,
lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

6
2. Syok sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal,
dan lainnya). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih
lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oligouria dan asidosis metabolik bisa
terjadi. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.

3. Syok berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok
beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital tersebut.
Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain.
Terjadi oligouria dan asidosis berat, ganguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

F. DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga
riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau
orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
 Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
 Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
 Riwayat infeksi (suhu tinggi)
 Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat).

2) Pemeriksaan fisik
 Kulit
- Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara,
karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
- Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
- Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).

7
 Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistolik <80 mmHg (lebih tinggi pada
penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi
pada awal syok septik)
 Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
 Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian
menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi
memburuk)
 Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi
menurun, sopor sampai koma.
 Fungsi Ginjal
Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis).
 Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik
dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis
respirasi akibat takipnea.
 Sirkulasi
Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada
syok kardiogenik.
 Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena
takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru).

3) Pemeriksaan Penunjang
 Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar
ureum, kreatinin, glukosa darah.
 Analisa gas darah
 EKG

8
G. PENATALAKSANAAN SYOK
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan
kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi
ABC.
 Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa
endotrakeal.
 Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan
ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%.
 Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik
sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok
anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu
pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau
obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Pada syok septik,
sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi.

Penanganannya meliputi:
1) Umum
 Airway (Jalan napas) → pastikan jalan napas bebas & dapat dikuasai
o Bebaskan jalan napas
o Tanpa alat: jaw thrust (utamanya syok hemoragik ac. Trauma)
o Dengan alat: pipa orofaring
 Breathing (Pernapasan) → pastikan oksigenasi adekuat
o Oksigenasi: O2 masker 10 liter/menit
o Jika kondisi pasien memburuk, A dan B sulit dikuasai → intubasi
 Circulation
o Posisi syok: 300-500 cc darah dari kaki mengalir ke sirkulasi sentral

9
o Kontrol perdarahan: balut tekan (pada syok hipovolemik ec.
Hemoragik)
o Perbaiki volume pembuluh darah: infus (dan ambil contoh darah)
 A, B, C dilakukan secara simultan
 Monitor nadi, tekanan darah, perfusi perifer, produksi urin
 Menghilangkan atau mengatasi penyebab dasar syok.

2) Khusus
Obat farmakologik : Tergantung penyebab syok

NO. SYOK MASALAH TERAPI


1. Hipovolemik Volume PD ↓ Cairan
2. Kardiogenik Kontraktilitas ↓ Inotropik
3. Obstruktif Pengisian diastol dan kontraktilitas ↓ Atasi gangguan
akibat obstruksi ekstrakardiak primer
4. Distributif Vasodilatasi Vasopressor

a) Syok Hipovolemik
Syok terbagi dalam 4 kelas berdasarkan persentase kehilangan volume
darah:
Persentase Kehilangan
NO Kelas Tekanan Darah
Volume Darah
1. Kelas 1 <15%
Normal
2. Kelas 2 15-30%
3. Kelas 3 30-40%
Menurun
4. Kelas 4 >40%

Prinsip terapi pada syok hipovolemik adalah:


 Hentikan perdarahan (bila kausa hemoragik)
- Hemoragik eksterna: tekanan langsung/perban tekan, jahit & operasi
bila perlu.

10
- Hemoragik interna: operasi sesuai indikasi, bidai dan traksi ringan
untuk tulang panjang.
 Perbaiki volume pembuluh darah
- Infus 2 jalur
- Kateter pendek-besar (ingat untuk crossmatch)
- RL yang dihangatkan
- Tetesan cepat / guyur
 Akses pembuluh darah
Harus segera didapat akses ke siste pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar
(minimum 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.
Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul,
dan berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille).
Karena itu maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar
dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar agar dapat
memasukkan cairan dalam jumlah besar dan cepat.
Tempat terbaik untuk jalur intavena bagi orang dewasa adalah
lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan
tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka
digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis
atau vena subclavia dengan kateter besar) dengan menggunakan
teknik Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena savena di kaki,
tergantung keterampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses
vena sentral di dalam situasi gawat darurat tidak dapat dilaksanakan
sengan sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila
keadaan penderita sudah memungkinkan makan jalur vena ini harus
diubah atau diperbaiki. Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik
penempatan jarum intra-osseus harus dicba sebelum menggunakan
jalur vena sentral. Faktor penentuan yang penting untuk memilih
prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat keterampilan
dokternya.

11
 Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis
cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu isngkat dan juga
menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan
cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan
Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah
pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti
yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjal
kurang baik.
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat
sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20
ml/kg pada anak. Ini sering membutuhkan penambahan pemasangan
alat pompa infus (mekanikal atau manual). Respon penderita terhadap
pemberian cairan ini dipantau dan keputusan pemeriksaan diagnostik
atau terapi lebih lanjut tergantung pada respon ini.
Jumlah cairan yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan
pada evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total
volume kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti
setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid,
sehingga memungkinkan resustasi volume plasma yang hilang
kedalam ruang interstisial dan intraseluler. Ini dikenal sebagai hukum
3 untuk 1 ( 3 for 1 rule).

Klasifikasi perdarahan
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah ±750 750-1500 1500-2000 >2000
(ml)
Kehilangan darah (% ±15% 15-30% 30-40% >40%
vol darah)

12
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal/↑ Menurun Menurun Menurun
(mmHg)
Frekuensi pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi urin >30 20-30 5-15 Tidak berarti
(ml/jam)
CNS/ status mental Sedikit cemas Agak cemas Cemas, Bingung,lesu
bingung (letargi)
Penggantian cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid Kristaloid
(Hukum 3:1) dan darah dan darah

Jenis Cairan :
a. Kristaloid : Ringer laktat, Ringer asetat, NaCL 0,9 %.
Kristaloid  3 x darah yg hilang
b. Koloid : Dextran, Gelatin, Starch, FFP, Albumin, Darah.
Koloid  Sejumlah darah yg hilang

Guidelines for The Clinical Use of Red Cell Transfusions


British Journal of Hematology 2002, 113, p24-31
 15% loss (750 ml) : kristaloid, tidak transfusi
 15-30% loss (800-1500 ml) : kristaloid, koloid, tidak transfusi
 30-40% loss (1500-2000 ml): kristaloid, koloid, kemungkinan transfusi
 > 40% loss (>2000 ml) : kristaloid, koloid, membutuhkan transfusi

Pertimbangkan transfusi darah apabila:


 Hemodinamik tidak stabil meski pemberian cairan sudah cukup banyak
 Hemoglobin < 7 g/dl dan pasien masih berdarah

13
Monitor respon:
 Perbaikan perfusi: (akral hangat, nadi lebih besar, kesadaran membaik
dsb)
 Paling baik pantau urin
Urin normal :
- Dewasa : 30-50 cc/jam atau 0.5 cc / BB
- Anak : 1 cc / BB
- Bayi : 2 cc / BB

End point resusitasi cairan:


 Perfusi kembali hangat, kering, merah
 BP sekitar 90-100 mmHg
 (produksi urine 0,5 - 1 ml/kg/jam)

b) Syok Kardiogenik
Penatalaksanaan syok kardiogenik ditujukan untuk meningkatkan curah jantung
dengan cara memperbaiki kinerja jantung yaitu mengurangi preload, mengurangi
afterload, meningkatkan kontraktilitas miokardium, dan menurunkan laju
jantung.
Penatalaksanaan secara umum
Tata laksana syok kardiogenik secara umum meliputi:
 Pemasangan infus untuk memberikan bolus cairan 10 mL/kg untuk
mengisi pembuluh darah yang kolaps.
 Koreksi keseimbangan asam-basa dan elektrolit
 Pemasangan kateter vena sentral untuk mengukur tekanan vena sentral
Penatalaksanaan secara spesifik
Sesuai dengan kinerja jantung yang terganggu, obat-obatan untuk
meningkatkan curah jantung dapat berupa obat-obatan inotropik, diuretik,
dan obat-obatan vasodilator. Masing-masing obat dalam kelompok di atas
akan dibahas lebih lanjut dibawah ini.

14
INOTROPIK
 Dopamin dan dobutamin
Dopamin dan dobutamin merupakan obat inotropik yang diberikan secara
parenteral. Kedua obat di atas mempunyai awitan kerja yang cepat dan lama
kerja yang singkat sehingga lebih disukai dibanding digoksin untuk
menangani gagal jantung akut dan berat apalagi jika disertai gangguan
fungsi ginjal.
Dopamin maupun dobutamin bersifat simpatomimetik sehingga
meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan denyut jantung. Dopamin
mempunyai efek vasodilatasi renal yang bermanfaat untuk mempertahankan
fungsi ginjal pada penderita gagal jantung. Pada dosis tinggi, dopamin dapat
menimbulkan takikardia dan bahkan vasokonstriksi. Efek vasodilatasi renal
tidak dimiliki oleh dobutamin namun dobutamin relatif tidak menimbulkan
takikardia seperti dopamin. Atas dasar ini penggunaan gabungan dobutamin
dan dopamin dosis rendah memberi hasil yang cukup baik. Dobutamin juga
dapat meningkatkan aliran darah koroner. Dosis dopamin (IV drip) biasanya
5-10 mg/kgBB/menit. Pada dosis 2-5 mg/kgBB/menit, dopamin
menimbulkan vasodilatasi ginjal, pada dosis 5-8 mg/kgBB/menit bersifat
inotropik, pada dosis >8 mg/kgBB/menit dapat menyebabkan takikardia,
pada dosis >10 mg/kgBB/menit menyebabkan vasokonstriksi ringan, dan
pada dosis 15-20 mg/kgBB/menit menyebabkan vasokonstriksi. Dosis
dobutamin (IV drip) yang direkomendasikan adalah 5-8 mg/kgBB/menit.
 Digoksin
Digoksin merupakan preparat digitalis yang cukup sering digunakan
untuk mengobati gagal jantung pada anak. Pada kasus gagal jantung,
digoksin diberikan untuk meningkatkan kontraksi miokardium. Pemberian
digoksin merupakan kontraindikasi pada beberapa keadaan diantaranya
kardiomiopati hipertrofik, blok jantung komplit atau tamponade jantung.
Digoksin harus diberikan secara hati-hati karena sempitnya rentang
keamanannya antara dosis efektif dan dosis toksik. Dosis pada anak relatif

15
lebih besar dibanding pada dewasa jika dilihat dari ukuran tubuh. Dosis
tinggi dibutuhkan pada takikardi supraventikular karena tujuannya adalah
menghambat konduksi atrioventrikular (AV). Sebelum pemberian digoksin
harus dilakukan pemeriksaan EKG terlebih dahulu terutama untuk melihat
irama jantung dan interval PR. Perubahan irama jantung dan pemanjangan
interval PR merupakan salah satu tanda intoksikasi digitalis. Toksisitas
digoksin terbaik dideteksi dengan EKG dan bukan dari kadar digoksin
dalam darah. Analisis gas darah dan kadar elektrolit juga sebaiknya
diperiksa terutama kalium karena toksisitas digoksin meningkat pada
kondisi hipokalemia dan alkalosis, sehingga pemberian digoksin harus hati-
hati saat digunakan bersamaan dengan diuretik yang dapat menimbulkan
hipokalemia seperti furosemid.
Digoksin dapat diberikan secara intravena dengan dosis 75% dosis oral.
Pemberian intravena harus dilakukan secara perlahan selama 5-10 menit,
jika terlalu cepat dapat terjadi vasokonstriksi arteriol sistemik dan koroner.
Pemberian intramuskular tidak dianjurkan karena absorpsinya kurang baik,
di samping juga menimbulkan rasa nyeri dan iritasi pada tempat suntikan.
Digitalisasi cepat diberikan dengan cara pemberian awal setengah dosis
digitalisasi total kemudian dilanjutkan dengan seperempat dosis digitalisasi
total setelah 8 jam, kemudian sisanya diberikan setelah 8 jam lagi. Dosis
rumatan diberikan 12 jam setelah dosis digitalisasi total selesai. Dosis
rumatan diberikan dalam dua dosis terbagi per hari pada usia di bawah 10
tahun, sedangkan pada usia di atas 10 tahun dapat diberi sebagai dosis
tunggal per hari. Pada kasus gagal jantung yang ringan, tidak diperlukan
pemberian dosis digitalisasi, tetapi dapat langsung diberikan dosis rumatan.
 Milrinion
Milrinon termasuk dalam penghambat fosfodiestrase-3 (phosphodiestrase
3/ PDE-3) yang bekerja dengan cara menghambat hidrolisis 3’5’ siklik
adenosin monofosfat (cyclic AMP) intraselular. Dengan meningkatnya
cAMP di dalam sel akan meningkatkan vasodilatasi perifer dan koroner,

16
meningkatkan kontraktilitas miokardium, dan meningkatkan fungsi relaksasi
miokardium.
Pemberian obat ini diawali dengan bolus 75 µg/kg diikuti pemberian
perinfus kontinu dengan dosis 0,5 µg/kg/menit sampai 0,75 µg/kg/menit.
Kerja obat milrinon selain sebagai inotropik, juga sebagai vasodilator
sehingga dapat memperbaiki aliran darah ke paru. Efek samping milrinon
adalah hipotensi. Untuk mencegah hipotensi saat pemberian bolus dapat
disertai dengan pemberian cairan yang cukup.

DIURETIK
 Furosemid
Furosemid adalah golongan diuretik kuat yang bekerja di ansa henle
tubulus ginjal. Furosemid biasanya dipakai pada anak dengan dosis 1-2
mg/kgBB/hari. Dapat diberikan secara oral atau intravena dengan dosis
yang sama. Penderita gagal jantung sering mengalami perbaikan setelah
pemberian dosis tunggal furosemid meskipun belum dilakukan digitalisasi.
Furosemid menghambat reabsorpsi air dan natrium di ginjal sehingga
mengurangi beban volume sirkulasi sehingga mengurangi preload jantung.
Furosemid sering digunakan bersamaan dengan digoksin dan vasodilator
seperti kaptopril. Efek samping furosemid adalah hipokalemia sehingga
pada pemberian furosemid, kadar elektrolit harus dimonitor secara rutin.
Pemberian preparat kalium terutama pada pemberian furosemid lama dosis
tinggi seringkali diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalemia.
 Antagonis aldosteron
Pada penderita gagal jantung, kadar serum aldosteron meningkat secara
bermakna. Aldosteron menyebabkan cairan yang sudah disekresi di ansa
henle akan direabsorpsi kembali di tubulus distal. Pemberian spironolakton,
suatu diuretik inhibitor aldosteron akan mengefektifkan kerja furosemid
dengan jalan mencegah reabsorpsi cairan di tubulus distal. Di samping itu,
spironolakton bersifat menahan kalium sehingga jika digunakan bersamaan
dengan furosemid, deplesi kalium akan dicegah. Berbeda dengan furosemid,

17
spironolakton hanya dapat diberikan per oral. Diuretik sebaiknya tidak
diberikan secara berlebihan karena preload yang berkurang secara
berlebihan, selanjutnya akan mengurangi curah jantung dan aliran darah ke
ginjal yang pada akhirnya akan memicu respons neurohumoral yang
menyebabkan retensi cairan.

VASODILATOR
Pada penderita gagal jantung, sebagai mekanisme kompensasi terhadap
penurunan curah jantung maka terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang
disebabkan oleh peningkatan tonus simpatik, katekolamin dan juga aktivitas
sistem renin-angiotensin. Vasokonstriksi yang berlangsung lama merugikan
ventrikel karena akan menambah beban kerja ventrikel dan memperburuk
kondisi gagal jantung. Pada keadaan ini vasodilator merupakan pilihan yang
tepat. Obat ini mengurangi afterload dengan cara mengurangi resistensi
vaskuler perifer melalui vasodilatasi arteri atau bahkan vasodilatasi vena.
Obat ini meningkatkan isi sekuncup tanpa meningkatkan kontraktilitas
sehingga tidak menambah konsumsi oksigen pada otot jantung. Obat ini
terutama sangat bermanfaat untuk anak dengan gagal jantung akibat
kardiomiopati atau penderita dengan insufisiensi mitral atau aorta yang berat
atau pasca-bedah jantung dan sering digunakan bersama dengan digitalis
dan diuretik. Penggunaan vasodilator pada penderita PJB dengan pirau kiri
ke kanan yang besar (defek septum atrium, duktus arteriosus persisten) juga
dilaporkan bahwa hasilnya baik.
Hingga kini, ACE-inhibitor, masih merupakan obat pilihan untuk
penyakit kardiovaskuler, terutama untuk memperbaiki fungsi dan anatomi
pembuluh darah arteri, meregresi tunika media dan berperan pada
remodelling kardiovaskuler. Remodelling adalah adanya perubahan intrinsik
bentuk dan besar jantung serta struktur mikro di dalamnya, sebagai respons
terhadap beban tekanan atau volume. Dalam menjalankan fungsinya,
endotel pembuluh darah menunjukkan sifat dualistik. Sifat ini secara
simultan mengekspresikan dan melepaskan zat-zat vasodilator dan

18
vasokonstriktor, faktor yang menyebabkan proliferasi dan mencegah
proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah secara seimbang.
Keseimbangan antara sistem antagonis ini dapat mengontrol secara optimal
fungsi dinding pembuluh darah. Zat vasokonstriktor terdiri dari angiotensin
II, endotelin-1, prostaglandin tromboksan A-2, dan superoksida, sedangkan
vasodilator yang menonjol adalah prostaglandin prostasiklin dan nitrit
oksida. Ketidakseimbangan antara vasodilator dan vasokonstriktor
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Pada kondisi ini, pembuluh
darah lebih cenderung mengalami vasokonstriksi dan sel-sel otot polosnya
cenderung mengalami hipertrofi.
ACE-inhibitor mempunyai kerja ganda yang cukup efektif, yaitu secara
simultan mencegah sintesis angiotensin II dan degradasi bradikinin.
Angiotensin II menyebabkan- vasokonstriksi, sedangkan bradikinin akan
meningkatkan sintesis dan penglepasan- nitrit oksida, dan prostasiklin.
Melalui aktivitas antitropik bradikin dan penurunan sintesis angiotensin II,
ACE-inhibitor dapat meregresi remodelling miokardium.
Kaptopril merupakan obat golongan ACE-inhibitor yang paling sering
digunakan dengan dosis 0,3-6,0 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, dimulai
dengan dosis rendah. Pemberian harus dilakukan 1 jam sebelum atau 2 jam
setelah makan mengingat absorpsinya terganggu oleh makanan. Pemberian
jangka panjang dapat mengakibatkan defisiensi Zinc yang menimbulkan
penurunan rasa pada lidah sehingga perlu dilakukan suplementasi Zinc.
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang mengakibatkan dilatasi arteri
dengan menghambat produksi angiotensin II. Dilaporkan bahwa kaptopril
juga mempunyai efek venodilatasi. Efek samping kaptopril adalah hipotensi
(dapat menurunkan tekanan darah dalam 15 menit), retensi kalium
(menguntungkan jika diberikan bersama furosemid), edema dan batuk. Pada
penderita yang hipovolemik atau kadar natriumnya rendah, pemberian
kaptopril dapat mengakibatkan hipotensi berat.

19
 Lain-lain
Penggunaan obat-obat golongan beta-blocker pada anak dengan gagal
jantung belakangan ini mulai dikenal luas misalnya metoprolol maupun
carvedilol yang dikatakan memberi hasil yang cukup baik. Generasi terbaru
nebivolol sedang diteliti penggunaannya pada anak. Saat ini pengalaman
penggunaan beta-blocker pada anak baru terbatas pada seri kasus dengan
jumlah yang terbatas. Diperkirakan penggunaan beta-blocker pada anak
dengan gagal jantung akan lebih meningkat seiring dengan lebih banyaknya
penelitian tentang obat-obatan ini. Pada penderita gagal jantung diastolik
akibat adanya restriksi aliran masuk ke jantung, misalnya kardiomiopati
restriktif paling bagus diatasi dengan beta-blocker dan diuretik dosis rendah.

c) Syok Obstruktif
 Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera dihilangkan
 Pericardioscentesis atau pericardiotomi untuk tamponade jantung
 Dekompresi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada
pneumothorax tension
 Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin thrombolisis, dan mungkin
prosedur radiologi intervensional untuk emboli paru
 Abdominal compartment syndrome diatasi dengan laparotomy
dekompresif

d) Syok Distributif
 Terapi cairan
Pada syok distributif terjadi hipovolemik relatif (hipovolemik yang
terjadi akibat vasodilatasi), sehingga penanganan awal dapat diberikan
terapi cairan.
 Inotropik/Vasopressor
 Dopamine
- Indikasi: ketidakseimbangan hemodinamik pada pasien syok yang
berhubungan dengan kardiogenik, septikemia, endotoksin, dll.

20
- Dosis rendah : 1-5 mcg/kgBB/menit
Merangsang vasodilatasi arteri koroner, mesenterium & ginjal →
meningkatkan renal blood flow & urin output.
- Dosis sedang : 5-10 mcg/kgBB/menit
Efek dosis rendah + merangsang adenoreseptor β di jantung →
meningkatkan CO, HR, dan kontraktilitas.
- Dosis tinggi : >10 mcg/kgBB/menit
Efek dosis sedang + merangsang adenoreseptor α1 →
meningkatkan efek vasokonstriksi.
- Saran pemberian: pemberian awal 2,5 mcg/kgBB/menit,
ditingkatkan 2,5 mcg/kgBB (saran: antara 1-4 mcg/kgBB) per 15
menit (saran: antara 10-30 menit) sampai dengan respon
hemodinamik stabil.
- Pemberian dapat diencerkan dengan larutan NS 50 ml, 250 ml, dan
500 ml tergantung kondisi pasien maupun alat yang tersedia.

 Dobutamine
- Indikasi: terapi pendukung inotropik pada pasien dekompensasi
jantung karena penurunan kontraktilitas jantung.
- Efek inotropik, kronotropik & menurunkan SVR.
- Dosis: 2,5-10 mcg/kgBB/menit, diberikan sambil monitoring TTV
ketat.
- Dosis maksimal: 40 mcg/kgBB/menit.
- Saran pemberian: pemberian awal 2,5 mcg/kgBB/menit,
ditingkatkan 2,5 mcg/kgBB per 15 menit sampai dengan respon
inotropik stabil.
- Pemberian dapat diencerkan dengan larutan NS 50 ml, 250 ml, dan
500 ml tergantung kondisi pasien maupun alat yang tersedia.

 Epinephrine
- Indikasi: terapi anafilaksis akut, gangguan hemodinamik karena

21
syok kardiogenik & distributif, cardiac arrest & pasca cardiac
arrest.
- ‘ and  actions’ untuk efek inotropik & vasopressor.
Meningkatkan konsumsi O2 myocardial.
- Dosis: untuk anafilaksis dewasa 0,3-0,5 ml/IM paha sisi lateral
- Anak: 0,01 ml/kgBB suntikkan IM pada kaki yang tidak
diimunisasi.
- Bisa diulang tiap 10-15 menit sampai 3 kali.
- Jika IM kurang efektif: bisa diberikan IV: 0,1-0,2 ml diencerkan
dalam 10 ml NS diberikan secara perlahan.

 Norepinephrine
- Indikasi: hipotensi akut. Syok dengan TD <7 mmHg.
- Efek inotropik & vasopressor
- Dosis: 0,05-2 mcg/kgBB/menit.
- Dosis maksimal: 30 mcg/menit.
- Syok: mulai dengan dosis 8-12 mcg/menit, titrasi dosis, naikkan &
turunkan dosis sesuai dengan monitoring TTV.
- Pemberian dapat diencerkan dengan larutan NS 50 ml, 250 ml, dan
500 ml tergantung kondisi pasien maupun alat yang tersedia.

 Terapi adjuvant sesuai etiologi

H. THERAPEUTIC GOALS PADA SYOK


 Distribusi O2 meningkat
 Tercapai kandungan O2 dalam darah
 Meningkat curah jantung dan tekanan darah
 Mencegah hipoperfusi organ

22
I. KOMPLIKASI
 Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
 Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia
 DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeon Committee on Trauma, Advanced Trauma Life
Suport.for Doctors, Student Course Manual 8th Edition. 2008. Chicago:
American College of Surgeon.
2. Antoinette Spevetz, Shock: Classification Pathophysiological Characteristics
and Management, https://med.uth.edu/anesthesiology/files/2015/05/Chapter-
5-Shock-Classification-Pathophysiological-Characteristics-and-
Management.pdf diakses pada tanggal 09 februari 2017.
3. FKUI, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, “Tatalaksana Baerbagai Keadaan
Gawat Darurat pada Anak”
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&c
ad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiy_OST0YvSAhULp48KHXq2Cu8QFggZM
AA&url=http%3A%2F%2Ffk.ui.ac.id%2Fwp-
content%2Fuploads%2F2016%2F01%2FBuku-PKB-
64.pdf&usg=AFQjCNEoRD981_9QUd0Q24-
EXWRKlMg1Ww&sig2=Qp6t5Lh2tBWmDeWLWzryLQ&bvm=bv.146786
187,d.c2I diakses pada tanggal 10 februari 2017.
4. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&c
ad=rja&uact=8&sqi=2&ved=0ahUKEwitvfic1IvSAhVGro8KHU0xBIsQFgg
uMAM&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456
789%2F55786%2F4%2FChapter%2520II.pdf&usg=AFQjCNEmRIxNbq3TJ
stmIBqHaqB2Q2sQOg&sig2=g1hKq5r0IbSddvE9vsyrqQ&bvm=bv.1467861
87,d.c2I diakses pada tanggal 10 februari 2017.
5. Tatalaksana Syok,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&c
ad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiXz7PA1IvSAhUEL48KHenDCYsQFggcM
AA&url=http%3A%2F%2Fwww.hetfkunand.org%2Fuploads%2F1%2F2%2
F5%2F7%2F12573182%2Fmengenal_syok_het-
2.pdf&usg=AFQjCNHisPCmXKttqEyuh9OX2jY8Z-B1-
w&sig2=QmJPTwrObRlIR3biIa0IYA&bvm=bv.146786187,d.c2I diakses
pada tanggal 10 februari 2017.

24

Anda mungkin juga menyukai