Anda di halaman 1dari 9

KESIAPAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

MENGHADAPI MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)

Disusun Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas UTS


Perilaku Manusia
Universitas Jember

Disusun Oleh:
Pramudia Wardani
152210101003
Kelas A
Angkatan 2015

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER


JEMBER
2016
KESIAPAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
MENGHADAPI MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASSEAN)

I. PENDAHULUAN
A. Dunia Kesehatan (Rumah Sakit) terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
AFTA (ASEAN Free Trade Area) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-
negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. AFTA berpengaruh besar
terhadap bidang kesehatan, dapat dilihat di bidang perumah sakitan, tenaga kesehatan, industri
farmasi, alat kesehatan, dan asuransi kesehatan. Salah satu modal dalam pasokan perdagangan
jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia.
Indonesia memerlukan standarisasi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kualitas
sistem pelayanan kesehatan di Indonesia dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan, untuk bersaing di AFTA. Standar yang diusulkan adalah sistem
pelayanan terbaik, baik dari segi Sumber Daya Manusia (SDM), administrasi, manajemen
maupun prinsip pelayanan dan sudah selayaknya orientasi sistem pelayanan kesehatan di
Indonesia tidak hanya untuk orang sakit saja (kuratif) melainkan juga untuk pemeliharaan
kesehatan (preventif). Kesehatan merupakan hak asasi manusia sehingga setiap masyarakat
berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara adil, merata, dan bermutu yang menjangkau
seluruh masyarakat Indonesia.
Saat ini daya apresiasi dan antisipasi bangsa Indonesia terhadap tantangan global di
sektor kesehatan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan, masih jauh dari memadai.
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang digunakan untuk upaya
penyelenggaraan dan pembangunan kesehatan harus dapat meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi pada tercapainya kepuasan
pasien. Hal ini juga bertujuan untuk mempertahankan eksistensi pelayanan kesehatan di
rumah sakit, sehingga mampu bersaing dengan rumah sakit lain dalam era perdagangan bebas
sekarang ini.

B. Tantangan Rumah Sakit dalam Menghadapi Globalisasi


Rumah Sakit masa kini menghadapi tantangan-tantangan berat, termasuk menghadapi
era globalisasi. Globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan serta investasi merupakan
lahan dasar untuk sistem pasar bebas. Pasar bebas berarti persaingan bebas, termasuk
persaingan bebas dalam jasa pelayanan kesehatan.
Dalam persaingan secara umum, ada yang dinamakan segitiga persaingan, yaitu:
1. Customer (Pelanggan/ Pasien)
Di dalam rumah sakit, tantangan itu muncul dari konsumen atau pasien, sebab
pemakai jasa memiliki tuntutan yang lebih tinggi akan pelayanan yang baik dan bermutu.
Konsumen atau pasien sudah terbiasa “dimanjakan” oleh industri barang atau jasa lain yang
sudah terlebih dahulu menempatkan “kepuasan pelanggan” sebagai fokus utama dalam
pelayanan. Selain itu, akibat globalisasi konsumen juga dapat dengan mudah mendapatkan
informasi tentang pelayanan kesehatan dari luar negeri. Jadi kita harus berani mengubah sikap
dan perilaku terhadap pasien.
2. Competitor (Pesaing)
Kompetisi dalam industri kesehatan adalah kemampuan memberikan konsumen
barang atau jasa untuk pemeliharaan kesehatan yang bermutu lebih baik, berharga lebih
rendah, pelayanan yang lebih sempurna, lebih mudah terjangkau, memenuhi kebutuhan,
tuntutan, harapan, dan kepuasan konsumen.
Masuknya modal asing dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan perlu diwaspadai
dengan langkah-langkah nyata dalam mempersiapkan diri khususnya di bidang kualitas,
kecukupan dan pemerataan SDM serta menyusun regulasi untuk mencegah dampak negatif
globalisasi terhadap pelayanan kesehatan di dalam negeri.
3. Corporate (rumah sakit itu sendiri)
Tantangan utama secara nasional atau makro adalah bahwa kebutuhan akan kesehatan
(health needs) secara kuantitatif dan kualitatif sangat meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan
lebih banyak sumber daya kesehatan (health resources) yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan yang meningkat itu. Sedangkan, sumber daya untuk itu (SDM, dana,
sarana, ilmu dan teknologi, manajemen, material kesehatan, obat, dll) terbatas. Sehingga
kesenjangan antara kebutuhan dan sumber daya cenderung menjadi semakin besar. Inilah
yang menjadi masalah dan tantangan bagi rumah sakit kita dalam globalisasi.

C. Peluang-Peluang dalam Era Globalisasi


Era globalisasi akan membuka berbagai peluang, baik bagi profesi medis maupun bagi
rumah sakit sendiri. Informasi IPTEK dari berbagai negara maju akan cepat dapat diterima
dan dipelajari serta kemudian dapat diterapkan secara tepat dan benar dalam pelayanan
kepada masyarakat. Alih ilmu dan teknologi, alih keterampilan dari para pakar internasional
kepada tenaga kesehatan Indonesia semakin meningkat. Alih IPTEK dan keterampilan dapat
melalui berbagai kegiatan, seperti melalui kegiatan di rumah sakit, pelatihan-pelatihan
singkat, dalam berbagai disiplin ilmu serta kegiatan seminar dan simposium.
Dengan adanya AFTA, maka juga dapat menciptakan peluang untuk tenaga kesehatan
Indonesia dapat bersaing di luar negeri dan hal tersebut akan membawa dampak yang baik
bagi peningkatan devisa negara. Penanam modal asing juga akan lebih terbuka untuk
berinvestasi di Indonesia, terutama di bidang kesehatan.

II. BERITA
Sabtu, 20 Des 2014 Tenaga Farmasi Harus Tingkatkan Kualitas
MedanBisnis - Medan .Ketua Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Sumut Dahlan
mengatakan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, tenaga ahli
kefarmasian diminta untuk meningkatkan kualitas diri dan profesionalitas agar mampu
bersaing. PAFI Sumut juga akan menggelar berbagai kegiatan seminar untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan tenaga kefarmasian di Sumut.
"Ahli kefarmasian semakin banyak tantangan dengan adanya Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA). Sekarang sudah berdiri rumah sakit bertaraf internasional, jika kita tidak
berkualitas dan professional, kita bisa tersingkir di negara sendiri. Selain menghadapi MEA
2015, PAFI juga akan menghambat larinya pasien berobat ke luar negeri. Karena sekitar 80
persen masyarakat saat ini berobat ke luar negeri," katanya, Kamis (18/12) di Medan.
Sementara itu, Sekretaris PAFI Sumut H Grisbert mengatakan, untuk menjawab
tantangan MEA 2015, PAFI Sumut akan menggelar berbagai kegiatan seminar untuk
meningkatkan pengetahuan dan wawasan tenaga kefarmasian di Sumut. Hasil seminar,
lanjutnya, sudah disampaikan ke seluruh ahli farmasi di Sumut melalui surat kepada RS,
Dinas Kesehatan, Apotik/Toko Obat dan para kepala sekolah dan direktur akademi farmasi.
"Jadi, untuk tingkat nasional, sudah dilakukan seminar tentang Eksistensi dan
Profesionalisme Tenaga Teknis Kefarmasian dalam era BPJS dan Permenkes Kefarmasian
2014 yang diadakan di Makasar Sulawesi Selatan, November kemarin," jelasnya.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan PAFI Sumut OK Arya Zulkarnain juga
menyarankan, selain membahas organisasi maupun anggaran dasar dan rumah tangga, PAFI
Sumut juga harus melakukan silaturahmi dan melakukan pembinaan kepada ahli farmasi yang
muda-muda.
"Lakukan seminar untuk menambah pengawasan dan pengetahuan mereka dalam
menghadapi MEA. Setiap permasalahan itu pasti ada, tetapi dengan melakukan silaturahmi
dan bersatu permasalahan itu bisa diselesaikan. Tingkatkan kualitas, agar lahan kita tidak
diambil orang asing," katanya.
PAFI adalah organisasi farmasi tertua yang didirikan enam bulan setelah Proklamasi
Kemerdekaan RI pada 13 Februari 1946 oleh Zainal Abidin. Karena itu, pengurus PAFI
Sumut periode 2014 - 2019 yang telah dikukuhkan PAFI pusat melalui SK No.012.01/PP-
PAFI/SK/VIII/2014 bisa membesarkan kembali nama PAFI.
"Pengurus PAFI sekarang dihimpun dari berbagai kalangan yaitu dari guru sekolah,
dosen, pelaku bisnis, pelaku kegiatan di rumah sakit maupun di Dinkes dan Puskesmas.
Mudah-mudahan dengan campuran komposisi pengurus ini PAFI sumut akan semakin
kokoh," tambahnya.

III. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MENGHADAPI ERA GLOBALISASI


Instalasi Farmasi Rumah Sakit ( IFRS ) merupakan satu-satunya unit di rumah sakit
yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien,
bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit, serta bertanggung
jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat siap pakai bagi semua pihak di rumah
sakit.
Dalam era perdagangan bebas, setiap perusahaan termasuk rumah sakit menghadapi
persaingan ketat. Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing juga menuntut
manajemen untuk selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan pasien serta berusaha
memenuhi apa yang mereka harapkan dengan cara yang lebih memuaskan daripada yang
dilakukan pesaing.
Pada saat ini pasien menghadapi beraneka ragam pilihan pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan farmasi, mereka mempunyai posisi tawar yang cukup kuat sehingga
dalam memilih pelayanan tidak hanya mempertimbangkan aspek produk pelayanannya saja,
tetapi juga aspek proses dan jalinan relasinya. Rumah sakit yang mempunyai alat canggih
dengan teknologi tinggi namun tidak diimbangi dengan proses pelayanan yang profesional,
terlebih lagi bila tidak mampu melakukan jalinan relasi dengan baik maka tidak akan mampu
memperoleh hasil yang optimal.
Peningkatan jumlah lembar resep yang masuk ke IFRS merupakan indikasi adanya
perbaikan mutu pelayanan. Disamping itu peningkatan persepsi pasien terhadap IFRS akan
memberikan hasil positif bagi upaya peningkatan pelayanan IFRS. Oleh karena itu faktor-
faktor yang terkait dengan persepsi pasien perlu memperoleh perhatian dalam manajemen
pelayanan farmasi.
IV. SOLUSI IFRS MENGHADAPI TANTANGAN ERA GLOBALISASI
1) Upgrade Formularium, Rujukan dan Pedoman Kefarmasian
Demi menghadapi era globalisasi, maka IFRS seharusnya mengupdate ulang
formularium rumah sakit, atau rujukan yang biasa digunakan dalam menyusun kebijakan,
disesuaikan dengan standar Asean/ Internasional.
2) Legalitas Apoteker Warga Negara Asing
Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa rumah sakit swasta telah mempekerjakan
tenaga kesehatan warga Negara asing (TKWNA). Sesuai peraturan dan ketentuan yang
berlaku, penggunaan TKWNA diperbolehkan hanya sebagai konsultan. Namun pada
kenyataannya di lapangan, dijumpai TKWNA juga memberikan pelayanan kesehatan
langsung kepada pasien. Dalam hubungan ini, pembinaan dan pengawasan TKWNA dan
dukungan regulasinya perlu ditingkatkan agar Apoteker dalam negeri tidak mengalami
ketinggalan dengan masuknya Apoteker Warga Negara Asing.
3) Penguatan Sumber Daya Pengembangan Tenaga Kesehatan
Pembinaan tenaga kesehatan sebagai individu dilakukan baik untuk tenaga kesehatan
di dalam negeri, tenaga kerja kesehatan Indonesia (TKKI) yang bekerja di luar negeri,
maupun tenaga kesehatan warga negara asing (TKWNA) yang bekerja di Indonesia. Hasil
dari pembinaan untuk selanjutnya dipakai sebagai bahan analisis guna penyusunan kebijakan
baik untuk memperbaiki kebijakan yang sudah ada atau menyusun kebijakan baru sesuai
situasi dan kondisi yang dihadapi.
4) Penampilan Apotik/ Sarana yang Ada Dalam Ifrs
Penampilan apotek ditata sedemikian rupa sehingga menarik perhatian pasien,
dilengkapi dengan ruang tunggu yang nyaman dan sarana pelengkap yaitu TV, koran, tempat
mainan anak, kantin, toilet/wc, bank, dimaksudkan untuk memberi kenyamanan selama
menunggu obat. Faktor penting yang terkait langsung dengan keinginan pasien untuk
membeli obat di IFRS adalah proses yang berlangsung selama pelayanan dan kenyamanan
dalam menunggu, yaitu dengan penampilan fisik yang menarik dan tersedianya sarana
penunjang.
Faktor pelayanan farmasi yang memprediksi keputusan beli obat ulang sebagai
landasan menyusun program peningkatan pelayanan farmasi yang memenuhi harapan,
sehingga pasien tetap memilih IFRS sebagai tempat untuk membeli obat. Selanjutnya
diharapkan pasien bersedia merekomendasikan kepada orang lain untuk memanfaatkan
fasilitas pelayanan IFRS. Hal ini penting diperhatikan karena alasan terbanyak mengapa
banyaknya pasien berobat ke luar negeri atau rumah sakit asing karena kenyamanan yang di
inginkan oleh pasien.
5) Dibutuhkan “Manpower” Yang Memiliki Kompetensi Standar Kualitas
Internasional
IFRS mulai mengikuti pelatihan-pelatihan yang berstandar internasional demi
meningkatkan kualitas kompetensi berstandar internasional. Konsep pharmaceutical care
sebaiknya benar-benar dijalankan oleh tiap IFRS, karena Negara ASEAN yang sudah lebih
dulu menjalankan, tentu sudah lebih matang dan kita harus mengejar ketinggalan.
Peningkatan kompetensi ini dapat dimulai dari hal yang terkecil:
 Kesadaran tiap calon Apoteker dan Apoteker terhadap ancaman era global dengan
cara pengenalan sejak dini mengenai AFTA, era global, tantangannya dan strategi
menghadapinya.
 Perlu dikembangkan sikap toleran yang tinggi tetapi sekaligus juga bersifat selektif
di dalam melakukan proses akulturasi.
 Meningkatkan kualitas fungsional berupa pelaksanaan pelatihan terutama yang
berkaitan dengan hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara berkomunikasi
yang baik guna membentuk kepribadian yang berkarakter pada sumber daya
manusia. Meningkatkan kedisiplinan dan komitmen dalam bekerja pada seluruh
petugas rumah sakit baik medis maupun bukan medis agar bisa memberikan
pelayanan prima yang tepat, cepat, akurat, dan dapat melaksanakan tugas, fungsi
serta perannya dengan baik sesuai dengan visi dan misi rumah sakit.
 Perkuat kemahiran memakai dan menggunakan komputer, khususnya program-
program spesifik dan kemampuan berbahasa Inggris.
 Apoteker dan tenaga kesehatan Indonesia segera melakukan kolaborasi untuk
penyelenggaraan sikap dan tindak di bidang kesehatan. Tingkatkan kolaborasi
secara lintas sector untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
6) Fokus Instalasi Farmasi Rumah Sakit
a. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan
tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat seperti yang telah
dilakukan selama tiga tahun terakhir.
b. Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial
generik.
c. Meningkatkan penggunaan obat rasional.
d. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat dan makanan yang beredar.
e. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar termasuk dalam
mengantisipasi pasar bebas.
f. Meningkatkan kualitas sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan
kefarmasian.
g. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
h. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional
Indonesia.
i. Meningkatkan penelitian di bidang obat dan makanan, kemandirian di bidang
produksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan;
j. Penguatan sistem regulatori pengawasan obat dan makanan, sistem laboratorium
obat dan makanan serta peningkatan kemampuan pengujian mutu obat dan
makanan.
k. Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium pengujian serta penerapan standar
internasional laboratorium.
l. Penyusunan standar dan pedoman pengawasan obat dan makanan dan peningkatan
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat dan makanan.

V. KESIMPULAN
1. IFRS perlu melakukan upgrade ilmu, formularium menyesuaikan dengan era
globalisasi agar tidak ketinggalan.
2. IFRS memiliki sdm yang berkompetensi dengan mengikuti pelatihan-pelatihan standar
internasional, dan menjalankan pharmaceutical care agar ketinggalan dari farmasis
warga asing
3. Apoteker rumah sakit meningkatkan kemampuan dalam berbahasa inggris,
komunikasi dan toleran dan empati.
4. IFRS harus berkolaborasi dengan segala komponen rumah sakit agar terbentuknya
pelayanan yang tepat di rumah sakit
5. IFRS harus memperhatikan “kenyamanan dan kepuasan” pasien demi menghindari
larinya pelanggan/pasien ke rumah sakit asing
6. Memiliki peraturan yang kuat dalam membatasi masuknya farmasis warga asing
7. Menyediakan obat dan alkes dengan tepat, murah, dan efisien melalui industri farmasi
yang terpercaya dengan mendahulukan industri farmasi dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/295926208/Farmasi-Menghadapi-MEA diakses pada 29 Maret
2016 pukul 12.30 WIB
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/20/136770/tenaga-farmasi-harus-
tingkatkan-kualitas/#.Vv8x1zGMDIU diakses pada 29 Maret 2016 pukul 12.30 WIB
http://pelatihanrumahsakit.com/rumah-sakit-berbenah-antisipasi-mea/ diakses pada 01 April
2016 pukul 9.40 WIB
http://www.kompasiana.com/azatil/peran-farmasis-dalam-menyambut-mea-masyarakat-
ekonomi-asean-2015_5650eefd04b0bd730dd98584 diakses pada 01 April 2016 pukul 9.40
WIB

Anda mungkin juga menyukai