Hal.
DELINEASI WILAYAH 2
KEUNGGULAN WILAYAH 25
KETERANGAN COVER:
Istana Bogor - http://bogorhujanwae.blogspot.com/2013/02/istana-bogor.html
Mesjid Kubah Emas Depok - http://wisatahotelpenginapan.blogspot.com
Gedung Negara Kab. Purwakarta - http://disparbud.jabarprov.go.id
Kawasan Industri Bekasi - http://bekasiraya.com
1
DELINEASI WILAYAH
Terdapat banyak definisi yang menjelaskan mengenai metropolitan. Namun pada
dasarnya dapat diambil satu kesimpulan bahwa kawasan metropolitan merupakan
kawasan perkotaan dengan karakteristik aktivitas ekonomi yang teraglomerasi,
jumlah penduduk yang relatif besar serta luas lahan terbangun yang cukup luas.
Bodebek Karpur merupakan salah satu metropolitan yang ada di Provinsi Jawa
Barat. Metropolitan ini berlokasi persis bersebelahan dengan Metropolitan DKI
Jakarta. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh tim WJPMDM sejak
tahun 2011, pada tahun 2010 Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur memiliki luas
areal kurang lebih 300.845 Ha, mencakup 82 kecamatan yang tersebar di tujuh
kabupaten/ kota. Dengan mempertimbangkan perkembangan jumlah penduduk,
aktivitas ekonomi serta luas lahan terbangun, diperkirakan hingga tahun 2025, luas
Kawasan Metropolitan Bodebek Karpur akan berkembang menjadi sekitar 503.634
Ha. Berikut adalah ruang lingkup Metropolitan Bodebek Karpur pada tahun 2010
dan tahun 2025.
2
TABEL 1
RUANG LINGKUP WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010 DAN 2025
Lingkup Kecamatan Luas Area Jumlah Penduduk
(kecamatan) (Ha) (Jiwa)
Kabupaten/ Hasil Hasil Hasil
Kota Sensus Proyeksi Sensus Proyeksi Sensus Proyeksi
Penduduk 2025 Penduduk 2025 Penduduk 2025
2010 2010 2010
Kota Bekasi 12 12 21.565 21.565 2.336.489 4.061.625
Kabupaten
19 23 92.160 126.471 2.358.569 4.479.335
Bekasi
Kota Bogor 6 6 11.771 11.771 949,066 1.649.804
Kabupaten
17 25 88.004 138.488 2,704,623 5.933.750
Bogor
Kota Depok 11 11 20.309 20.308 1.736.565 3.018.750
Kabupaten
6 14 21.238 79.793 439.583 1.296.950
Purwakarta
Kabupaten
11 20 45.799 105.238 1.084.637 2.720.472
Karawang
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2011
3
7 kota/ kabupaten Urban
82 kecamatan
Suburban
Populasi 11,6 juta jiwa
Luas 300.845 Ha
4
7 kota/ kabupaten
Urban
103 kecamatan
Suburban
populasi 18,36 juta jiwa
Luas 450.924 Ha
5
ISU DAN PERMASALAHAN
Perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur tidak hanya dipengaruhi oleh
perkembangan DKI Jakarta, tetapi juga berbagai kebijakan sektoral yang terdapat
di wilayah metropolitan ini. Berbagai isu dan persoalan Metropolitan Bodebek
Karpur yang terkait dengan perkembangan ekonomi wilayah, sosial kependudukan,
transportasi, perumahan, infrastruktur prasarana wilayah, dan lingkungan, akan
dijelaskan sebagai berikut.
1. Transportasi
Sistem Transportasi terdiri atas sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem
pergerakan. Sistem kegiatan dibentuk oleh penduduk dengan kegiatannya seperti
desa, kota, dan wilayah lainnya. Sistem jaringan terdiri atas fasilitas dan layanan
transportasi udara, laut, ferry, darat, dan kereta api. Sedangkan sistem pergerakan
adalah komponen arus lalu lintas seperti besaran (volume), waktu perjalanan,
moda, dan sebagainya.
6
penunjang yang terkait. Pemusatan spasial dan temporal di metropolitan dapat
kita lihat dari semakin tingginya urbanisasi, meningkatnya intensitas alih guna
lahan dan semakin tingginya intensifikasi guna lahan di perkotaan. Selain itu,
karakteristik pembangunan metropolitan adalah menumpuknya pertumbuhan
sepanjang koridor jalan-jalan utama kota dan pertumbuhan ekspansif
suburbanisasi yang memusat sepanjang koridor ke luar kota (ribbon development).
Persoalan terkait sistem kegiatan lainnya adalah pembangunan kota baru, kawasan
industri, dan permukiman skala besar di sepanjang jalan tol (arteri primer) yang
pada umumnya ditunjang oleh sistem jaringan internal yang memadai, namun
pembangunan tersebut menimbulkan eksternalitas makro dalam lingkup regional.
Persoalan-persoalan ini dapat ditemukan di Metropolitan Bodebek Karpur yang
merupakan wilayah dengan perkembangan pembangunan kawasan industri dan
kota baru yang sangat pesat.
7
GAMBAR 6 OVERLAY SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN LAHAN TERBANGUN
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010
8
25 23,2
20
20 16,6
15,4
15
10,3
10 7,6 8,1
5 2,1
0
9
TABEL 2
PERBANDINGAN PANJANG JALAN DENGAN LUAS WILAYAH DAN JUMLAH PENDUDUK DI
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2011
Total
Jalan Jalan Jalan Luas Jumlah
Panjang
No Kabupaten/Kota Kabupa- Provinsi Nasional wilayah Penduduk
Jalan
ten (km) (km) (km) (km2) (ribu jiwa)
(km)
1 Kota Bogor 719,29 8,99 32,30 760,58 111,73 967,398
2 Kota Depok 497,92 16,73 29,17 543,82 199,44 1769,787
3 Kota Bekasi 303,60 21,96 16,35 341,91 215,58 2376,794
4 Kabupaten Bogor 1748,91 125,95 159,51 2034,37 2997,13 4857,612
5 Kabupaten Bekasi 847,56 25,20 30,85 903,61 1269,51 2677,631
6 Kabupaten Karawang 1538,99 49,19 45,24 1633,42 1914,16 2165,996
7 Kabupaten Purwakarta 738,05 58,81 42,91 839,77 989,89 867,828
Sumber : Website Pusdalisbang Provinsi Jawa Barat, 2013
Untuk wilayah kabupaten, grafik kepadatan jalan berdasarkan luas wilayah kurang
merepresentasikan kepadatan jalan ideal karena luas wilayah kabupaten yang
cukup luas dan tidak seluruhnya merupakan kawasan terbangun. Namun, grafik
kepadatan jalan berdasarkan jumlah penduduk dapat digunakan untuk
membandingkan kepadatan jalan di keempat kabupaten di Metropolitan Bodebek
Karpur. Grafik tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Bekasi memiliki kepadatan
jalan terendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang,
dan Kabupaten Purwakarta. Hal ini menunjukkan diperlukannya pengembangan
sistem jaringan dapat berupa jaringan jalan atau jaringan sistem angkutan umum
massal.
10
Rasio Panjang Jalan/ Luas Wilayah Rasio Panjang Jalan/ Jumlah Penduduk
Mengacu kepada proyeksi yang dilakukan dalam SITRAMP, jika kondisi transportasi
tetap dibiarkan seperti saat ini, maka hampir seluruh ruas jalan di The Greater
Jakarta akan mengalami kemacetan lalu lintas. Hal tersebut diindikasikan dengan
nilai VCR (Volume Capacity Ratio) yang lebih besar dari satu. Nilai VCR diatas 1
menunjukkan bahwa volume kendaraan yang melalui jaringan jalan sudah
melampaui kapasitas jaringan jalan.
Dari ilustrasi diatas dapat diamati bahwa jika tidak dilakukan upaya penyelesaian
masalah kemacetan lalu lintas, maka pada tahun 2020 ruas-ruas jalan di
11
Metropolitan Bodebek Karpur akan mencapai tingkat yang jenuh. Sebagai
perbandingan, berikut akan disajikan kondisi infrastruktur transportasi di
Metropolitan Bodebek Karpur pada tahun 2010 (eksisting) dibandingkan dengan
perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur tahun 2025 hasil proyeksi.
12
Apabila dibandingkan dengan proyeksi perkembangan urban dan sub urban di
Metropolitan Bodebek Karpur tahun 2025, maka dapat diketahui bahwa hingga
tahun 2025, kawasan urban dan suburban di Wilayah Metropolitan Bodebek
semakin mengalami perkembangan, terutama ke arah selatan. Dibandingkan
dengan kondisi infrastruktur transportasi eksisting, dapat diamati bahwa kondisi
transportasi eksisting akan kurang dapat mengakomodir pertumbuhan kawasan
urban di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur kedepan. Melihat kecenderungan
tersebut maka diperlukan dukungan ketersediaan infrastruktur transportasi seiring
pertumbuhan kawasan urban di Wilayah Metropolitan Bodebek tersebut.
13
GAMBAR 13 PERJALANAN LALU LINTAS KOMUTER DARI BODETABEK KE DKI JAKARTA
TAHUN 2002 – 2010
Sumber : Analisis Tim JICA dalam Studi JAPTraPIS, 2013
Semakin tingginya jumlah perjalanan komuter ini tentu saja akan membebani
jaringan jalan sebagai salah satu infrastruktur transportasi. Akibatnya terjadi
kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan utama yang menghubungkan DKI
Jakarta dengan Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur. Pada ruas-ruas jalan
penghubung DKI Jakarta dan sekitarnya, Volume Capacity Ratio (VCR) telah bernilai
lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa ruas-ruas jalan tersebut telah
sangat jenuh dengan kapasitas yang telah terlampaui.
Dalam Peraturan Presiden No 54 Tahun 2008, kawasan Bogor, Depok dan Bekasi
ditetapkan sebagai kawasan satelit yang menyangga DKI Jakarta. DKI Jakarta yang
berfungsi sebagai kota inti merupakan center berbagai kegiatan. Dengan banyak
berlokasinya headquarters perusahaan di wilayah ini, DKI Jakarta menjadi salah
satu lokasi tujuan bekerja penduduk. Disamping itu, berbagai sarana prasarana
berstandar metropolitan di kawasan ibu kota menjadikan kawasan ini sebagai
lokasi tujuan kegiatan lain, seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan dan
sebagainya.
14
pengembang perumahan.Gambar 14 menunjukkan lahan permukiman tahun 2010
yang dikonversi dari guna laha pertanian dan ruang terbuka hijau, sedangkan
Gambar 15 menunjukkan lahan permukiman tahun 2010 yang dikonversi dari guna
lahan perumahan kepadatan rendah.
15
GAMBAR 15 GUNA LAHAN PERMUKIMAN YANG DIKONVERSI DARI
GUNA LAHAN PERUMAHAN KEPADATAN RENDAH, TAHUN 2000 – 2010
Sumber : JUTPI, 2010
16
pergerakan sebagian besar penduduk yang tinggal di Metropolitan Bodebek Karpur
masih berorientasi ke DKI Jakarta.
Adapun formula yang digunakan dalam proses perhitungan adalah sebagai berikut:
Dengan mengasumsikan bahwa satu rumah tangga terdiri atas 4 jiwa, maka
berdasarkan data jumlah penduduk eksisting akan dapat diketahui perkiraan
jumlah rumah tangga di Metropolitan Bodebek Karpur. Berikut adalah hasil
perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan Bodebek Karpur:
17
TABEL 3
JUMLAH RUMAH TANGGA DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
TABEL 4
JUMLAH RUMAH YANG TERSEDIA DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Persentase Jumlah Rumah Yang
Jumlah Rumah
Kab./Kota Jumlah Tersedia di Bodebek
di Jawa Barat*)
Penduduk Karpur
Kota Bekasi 5,43 442.005
Kab. Bekasi 5,49 446.182
Kota Bogor 2,21 179.540
Kab. Bogor 8.133.251 6,50 528.673
Kota Depok 4,04 328.515
Kab. Purwakarta 1,02 83.158
Kab. Karawang 2,52 205.186
*) 75,67%*jmlh rumah tangga di Jawa Barat
Rumah tangga di Jawa Barat = 42.993.267/ 4
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
18
TABEL 5
BACKLOG RUMAH DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Jumlah Rumah Jumlah
Kab./Kota Kebutuhan Rumah Yang Backlog
Rumah Tersedia
Kota Bekasi 584.122 442.005 142.117
Kab. Bekasi 589.642 446.182 143.460
Kota Bogor 237.267 179.540 57.727
Kab. Bogor 698.656 528.673 169.983 711.624
Kota Depok 434.141 328.515 105.626
Kab. Purwakarta 109.896 83.158 26.738
Kab. Karawang 271.159 205.186 65.973
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Dalam perhitungan ini, digunakan asumsi bahwa luas lahan minimum yang
dibutuhkan untuk membangun satu unit rumah adalah 36 m2. Dasar perhitungan
yang digunakan dalam asumsi tersebut yaitu bahwa satu orang membutuhkan 9
m2 lahan. Nilai ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) pasal 2 ayat (1) serta dalam Undang-
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 Standar Nasional
Indonesia (03-1733-2004) tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di
perkotaan.
19
Karpur pada tahun 2010, diperlukan lahan (minimal) seluas 25.618.464 m2 atau
2.561, 85 Ha.
Variabel dasar yang digunakan untuk mengetahui prediksi kebutuhan air bersih di
Metropolitan Bodebek Karpur yaitu variabel jumlah penduduk. Dengan mengalikan
jumlah penduduk di metropolitan ini dengan standar-standar yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka akan diketahui prediksi jumlah kebutuhan air bersih di
Metropolitan Bodebek Karpur.
20
1.871.925.120 liter/ hari. Nilai prediksi detail mengenai kebutuhan air bersih di
Metropolitan Bodebek Karpur dapat dilihat pada Tabel 6.
TABEL 6
PREDIKSI JUMLAH KEBUTUHAN AIR BERSIH DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR 2010
Kebutuhan Air Bersih (L/Hari)
Kab./ Kota Konferensi Air Permendagri No. Standar PU Cipta
PBB 23/2006 Karya
Kota Bekasi 116.824.450 140.189.340 373.838.240
Kab. Bekasi 117.928.450 141.514.140 377.371.040
Kota Bogor 47.453.300 56.943.960 151.850.560
Kab. Bogor 139.731.150 167.677.380 447.139.680
Kota Depok 86.828.250 104.193.900 277.850.400
Kab.
21.979.150 26.374.980 70.333.280
Purwakarta
Kab. Karawang 54.231.850 65.078.220 173.541.920
JUMLAH 584.976.600 701.971.920 1.871.925.120
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
21
TABEL 7
KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
BERDASARKAN DPU CIPTA KARYA (160 LITER/ ORANG/ HARI)
Kebutuhan Air Bersih Domestik Berdasarkan DPU Cipta Karya
Kabupaten/ Kota (liter/ orang/ hari)
2010 2015 2020 2025
Kab. Bekasi 377.369.600 462.548.173 596.960.033 716.693.622
Kab. Bogor 432.739.680 530.416.198 712.793.340 949.399.927
Kab. Karawang 173.541.920 212.713.207 350.730.737 435.275.544
Kota Bekasi 373.838.240 458.219.726 541.291.849 649.859.947
Kota Bogor 151.850.560 186.125.748 219.869.081 263.968.707
Kota Depok 277.850.400 340.565.840 402.308.112 482.999.936
Kab. Purwakarta 62.774.080 89.390.627 141.627.310 207.511.980
TOTAL 1.849.964.480 2.279.979.520 2.965.580.463 3.705.709.662
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Selain kebutuhan air domestik, dilakukan pula perhitungan kebutuhan air untuk
kegiatan non domestik. Standar perhitungan ini menggunakan asumsi kegiatan
non domestik membutuhkan air sebesar 20 persen dari kebutuhan air domestik.
Hasil perhitungan kebutuhan air bersih non domestik dapat dilihat pada Tabel 8.
TABEL 8
KEBUTUHAN AIR BERSIH NON DOMESTIK
DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Kebutuhan Air Bersih Non Domestik Proxy 20 Persen
Kabupaten/ Kota (liter/ orang/ hari)
2010 2015 2020 2025
Kabupaten Bekasi 75.473.920 92.509.635 119.392.007 143.338.724
Kabupaten Bogor 86.547.936 106.083.240 142.558.668 189.879.985
Kabupaten Karawang 34.708.384 42.542.641 70.146.147 87.055.109
Kota Bekasi 74.767.648 91.643.945 108.258.370 129.971.989
Kota Bogor 30.370.112 37.225.150 43.973.816 52.793.741
Kota Depok 55.570.080 68.113.168 80.461.622 96.599.987
Kabupaten Purwakarta 12.554.816 17.878.125 28.325.462 41.502.396
TOTAL 369.992.896 455.995.904 593.116.093 741.141.932
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Penjumlahan kebutuhan air domestik dan non domestik dapat dilihat pada Tabel 9.
22
TABEL 9
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DAN NON DOMESTIK DI WILAYAH
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Total Kebutuhan Air Bersih Domestik Dan Non Domestik Proxy 20 Persen
Kabupaten/
(liter/ orang/ hari)
Kota
2010 2015 2020 2025
Kab. Bekasi 452.843.520 555.057.808 716.352.040 860.032.346
Kab. Bogor 519.287.616 636.499.437 855.352.008 1.139.279.912
Kab. Karawang 208.250.304 255.255.849 420.876.885 522.330.652
Kota Bekasi 448.605.888 549.863.672 649.550.219 779.831.936
Kota Bogor 182.220.672 223.350.898 263.842.897 316.762.448
Kota Depok 333.420.480 408.679.008 482.769.735 579.599.924
Kab.
75.328.896 107.268.753 169.952.772 249.014.376
Purwakarta
TOTAL 2.219.957.376 2.735.975.424 3.558.696.556 4.446.851.595
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
23
TABEL 10
PREDIKSI PRODUKSI SAMPAH PER HARI DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR 2010
Kab./Kota Volume Sampah (Ton/Hari)
Kota Bekasi 1.869,2
Kab. Bekasi 1.886,9
Kota Bogor 759,3
Kab. Bogor 2.235,7 9.359,6
Kota Depok 1.389,3
Kab. Purwakarta 351,7
Kab. Karawang 867,7
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
3. Sosial Kependudukan
Metropolitan Bodebek Karpur juga dihadapkan pada isu dan permasalahan dalam
hal sosial dan kependudukan. Permasalahan tersebut antara lain kemiskinan,
kriminalitas, dan pengangguran.
4. Lingkungan
Beberapa permasalahan lingkungan yang dihadapi Metropolitan Bodebek Karpur
antara lain:
Kualitas lingkungan
Pengelolaan air kotor/limbah
Kawasan banjir
Kawasan rawan bencana
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Kawasan lindung dan konservasi
Wilayah sungai
24
KEUNGGULAN WILAYAH
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Meskipun menghadapi berbagai isu dan permasalahan, Wilayah Metropolitan
Bodebek Karpur juga memiliki berbagai keunggulan. Keunggulan-keunggulan
tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori: 1) keunggulan absolut (absolute
advantage), 2) keunggulan komparatif (comparative advantage) serta 3)
keunggulan kompetitif (competitive advantage). Absolute advantage atau
keunggulan absolut dapat diartikan sebagai keunggulan yang dimiliki suatu wilayah
dari keberadaan sumber daya alam dan sejarah yang dimilikinya dibandingkan
dengan yang dimiliki wilayah lain. Sedangkan comparative advantage atau
keunggulan komparatif yaitu keunggulan yang dimiliki suatu wilayah karena
memiliki sumber daya produksi yang lebih banyak/unggul dibandingkan dengan
yang dimiliki wilayah lain. Adapun yang dimaksud dengan competitive advantage
atau keunggulan kompetitif yaitu keunggulan yang dimiliki suatu wilayah karena
sudah berpengalaman atau karena penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga menciptakan keunggulan dalam persaingan antar wilayah.
Selain itu, kawasan ini juga memiliki lokasi yang relatif dekat dengan Bandara
International Soekarno-Hatta. Metropolitan Bodebek Karpur juga memiliki potensi
berupa keindahan pemandangan alam. Potensi berupa keindahan alam ini tersebar
di beberapa kabupaten/kota. Keberadaannya dapat menjadi potensi pariwisata
bagi Metropolitan Bodebek Karpur.
25
Comparative Advantage Metropolitan Bodebek Karpur
Salah satu comparative advantage yang dimiliki Metropolitan Bodebek Karpur
antara lain adanya ketersediaan lahan yang relatif luas dengan kontur yang relatif
datar dan ditunjang oleh keberadaan infrastruktur. Keberadaan lahan ini menjadi
salah satu faktor produksi yang menopang keberlangsungan kegiatan di wilayah
ini, seperti kegiatan industri. Disamping lahan yang luas, Metropolitan Bodebek
Karpur juga ditunjang oleh ketersediaan tenaga kerja. Pada tahun 2010 jumlah
penduduk di kawasan ini mencapai kurang lebih 11,6 juta jiwa, dimana hal
tersebut potensial apabila dilihat dari segi kuantitas.
Metropolitan Bodebek Karpur juga ditunjang oleh adanya sumber daya air dan
energi. Debit aliran air dari Waduk Jati Luhur di Kabupaten Purwakarta disamping
sebagai sumber air bagi irigasi juga berperan sebagai pembangkit listrik.
Kabupaten Bekasi memiliki sumber daya energi yang tidak kalah potensial. Di
kabupaten ini terdapat panas bumi serta gas alam yang banyak dimanfaatkan
sebagai LPG (Liquified Petroleum Gas).
26
pengembangan yang dikelola oleh industri-industri yang berada di kawasan
tersebut.
TABEL 11
KEUNGGULAN METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Absolute Advantage Comparative Advantage Competitive Advantage
(Keunggulan Absolut) (Keunggulan Komparatif) (Keunggulan Kompetitif)
Area yang strategis, Lahan yang luas dengan Sumber daya air dan energi
dekat dengan Ibu Kota kontur yang relatif datar 7 klaster industri di Cikarang
Pemerintahan serta ditunjang oleh (Kabupaten Bekasi) serta
Dekat dengan keberadaan infrastruktur industri berteknologi lainnya
pelabuhan dan Ketersediaan jumlah Tenaga kerja di bidang industri
bandara internasional tenaga kerja (SDM) yang terampil
Memiliki potensi alam Sumber daya air dan Perguruan tinggi berbasis
serta kekhasan energi pertanian yang berkelas dunia
tersendiri yang Perguruan tinggi berbasis
menjadi daya tarik science & technology yang
pariwisata berkelas dunia
Pusat research and development
(R & D)
Memiliki hasil pembangunan
berbasis teknologi yang menjadi
daya tarik wisata
Sumber: Hasil Analisis WJP MDM, 2011
27
KONSEP AWAL PENGEMBANGAN
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Dalam rangka merespon isu dan permasalahan yang dihadapi serta dengan
mempertimbangkan berbagai keunggulan yang terdapat di Wilayah Metropolitan
Bodebek Karpur, tim WJPMDM mengusulkan agar Wilayah Metropolitan ini
dikembangkan sebagai Metropolitan Mandiri Dengan Sektor Unggulan Industri
Manufaktur, Jasa, Keuangan, serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran.
28
lipat luas lahan DKI Jakarta. Dan tidak seperti luas DKI Jakarta yang sifatnya
terbatas, luas Bodebek Karpur masih memungkinkan untuk mendukung
perkembangan berbagai kegiatan metropolitan.
Konsep Twin Metropolitan tersebut merupakan konsep baru yang digagas oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui tim WJPMDM. Munculnya konsep ini
didasari oleh belum optimalnya konsep-konsep pengembangan metropolitan
terdahulu. Selama ini pendekatan Jabodetabek kurang dapat memberikan solusi
terhadap masalah perkotaan dikawasan tersebut. Hal ini terbukti dari masih
banyaknya persoalan perkotaan yang tidak terselesaikan, seperti misalnya
kemacetan lalu lintas serta persoalan- persoalan perkotaan lainnya berupa
kemiskinan, permukiman kumuh (slum) dan permukiman liar (squatter).
Dilatar belakangi oleh kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencoba
memberikan suatu terobosan baru melalui konsep Twin Metropolitan Bodebek
Karpur- DKI Jakarta. Inti dari konsep Twin Metropolitan Bodebek Karpur – DKI
Jakarta yaitu mengembangkan Bodebek Karpur sebagai 1st tier metropolitan
berdampingan dengan DKI Jakarta yang juga berperan sebagai 1st tier
metropolitan. Pengembangan sebagai 1st tier tersebut akan memungkinkan,
mengingat Kawasan Bodebek Karpur telah tumbuh sebagai metropolitan yang
potensial dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya. Untuk mendukung konsep
tersebut, maka berbagai kegiatan berskala metropolitan perlu diundang masuk ke
kawasan ini. Kantor-kantor pusat, kegiatan jasa, hukum, penelitian dan
pemerintahan perlu dikembangkan. Sehingga dapat lebih memantapkan peran
Bodebek Karpur sebagai 1st tier metropolitan, berdampingan dengan DKI Jakarta.
Pembangunan Metropolitan Bodebek Karpur melalui konsep Twin Metropolitan
Bodebek Karpur – DKI Jakarta ini dinilai dapat meningkatkan nilai tambah bagi
kawasan ini. Melalui pengembangan cluster-cluster kantor pusat perusahaan,
perbankan, jasa pelayanan, asuransi, hukum, penelitian dan pemerintahan
29
berskala metropolitan di Kawasan Bodebek Karpur, secara mikro dapat
menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk yang ada di kawasan tersebut.
Sedangkan secara makro, pembangunan Metropolitan Bodebek Karpur dapat
menjadi salah satu penghela bagi ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan
keberlanjutan di Provinsi Jawa Barat.
Tidak hanya itu, disamping akan memberikan nilai tambah bagi Metropolitan
Bodebek Karpur pada khususnya dan Provinsi Jawa Barat pada umumnya,
pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur melalui konsep Twin Metropolitan
Bodebek Karpur – DKI Jakarta ini juga akan dapat mengurangi beban
pembangunan di DKI Jakarta, sehingga diharapkan dapat berpengaruh positif bagi
wilayah di sekitarnya.
30
Pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur dengan Sektor Unggulan Industri
Manufaktur, Jasa, Keuangan, serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Dalam hal arah pengembangan, Metropolitan Bodebek Karpur akan diarahkan
sebagai metropolitan yang memiliki sektor unggulan industri manufaktur, jasa,
keuangan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Hal tersebut didasari oleh isu
dan keunggulan eksisting serta mempertimbangkan perkembangan kawasan ini
kedepan.
31
salah satu penghela ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan bagi
Provinsi Jawa Barat.
Selain itu, menurut Allan (1981), unsur fisik dalam sistem transportasi adalah jalan,
terminal, unit pengangkutan dan motive power. Jalan dapat menggunakan sesuatu
yang dibangun atau yang menggunakan ketersediaan alam. Untuk transportasi
darat, Jalan dapat berupa jalan raya dan jalur pasti (fixed tracks). Fixed tracks
sendiri dapat berupa standard duo-rail, rack railway, cable lines, monorail,
pneumatic tyred trains, street tramways, dan pipelines.
Unsur fisik selanjutnya menurut Allan (1981) adalah terminal. Terminal dapat
dideskripsikan sebagai titik paling jauh dari jaringan untuk perpanjangan
32
selanjutnya. Sejauh ini, pengguna transportasi memperhatikan kenyamanannya,
sehingga terminal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan merupakan suatu sistem
yang saling berkaitan satu sama lain. Semakin besar sistem kegiatan dan sistem
jaringan, maka semakin besar pula sistem pergerakan, dan pada gilirannya sistem
pergerakan yang besar akan memberikan dampak besar pula terhadap sistem
kegiatan dan sistem jaringan. Ketiga sistem ini dipengaruhi oleh sistem yang
keempat, sistem kelembagaan, yang terdiri atas aspek legal, organisasi, sumber
33
daya manusia, dan dana. Sistem-sistem yang mencakup sistem kegiatan, sistem
jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kelembagaan juga dipengaruhi oleh sistem
lingkungan internal dan eksternal yang meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya,
politik, geo-fisik, dan teknologi.
Transportasi publik menjadi salah satu sistem yang berpengaruh dalam wilayah
metropolitan. Dalam pengembangan transportasi publik, guna lahan di wilayah
tersebut setidaknya akan terpengaruh misalnya saja jika kita ingin
mengembangkan jaringan kereta api yang nantinya akan mempengaruhi guna
lahan di sekitar jalur kereta api tersebut, sehingga terjadi perubahan guna lahan
(White, 1995).
34
Selain transportasi publik, dikenal pula transportasi massal. Transportasi massal
merupakan bagian dari transportasi publik yang dapat melayani kebutuhan
masyarakat di metropolitan yang sangat tinggi pertumbuhan dan kepadatan
penduduknya. Kepadatan penduduk di wilayah metropolitan akan menjadi salah
satu faktor utama dalam pengembangan transportasi publik dan transportasi
massal di wilayah metropolitan (White, 1995). Dalam hal ini, pengembangan
transportasi tersebut harus melihat permintaan dari kebutuhan penduduk agar
dapat memfasilitasi segala bentuk kegiatan yang dilakukan penduduk
metropolitan.
Selain dengan penyebaran spasial dan temporal, salah satu intervensi terkait
sistem kegiatan di metropolitan adalah arah kebijakan toward zero transportation
city, yaitu dengan mewujudkan sistem kegiatan yang diwarnai oleh high-rise
building, compact city, mixed land use, dan mixed groups. Dengan penerapan
pendekatan ini maka yang diharapkan adalah pergerakan penduduk yang lebih
efisien misalnya dengan jarak tempuh antar lokasi yang berdekatan.
Strategi lain yang dapat diterapkan adalah intervensi yang berkaitan dengan sistem
jaringan dan sistem pergerakan. Dengan kondisi yang diwarnai dengan
kesenjangan antara sistem kegiatan dengan sistem jaringan serta keterbatasan
dana pemerintah, maka peningkatan sistem jaringan baik berupa jalan dan sistem
angkutan umum publik dapat diterapkan dengan pelibatan pihak swasta.
Sedangkan intervensi sistem pergerakan dapat dilakukan dengan manajemen lalu
lintas, misalnya pemberlakuan jalan searah, pemisahan lajur untuk moda cepat
dengan moda lambat, atau penyediaan informasi kondisi lalu lintas.
35
Rencana Sistem Jaringan Infrastruktur Transportasi di Metropolitan Bodebek
Karpur
Metropolitan Bodebek Karpur dikembangkan menjadi metropolitan mandiri
dengan basis pengembangan sektor industri manufaktur, jasa, keuangan, serta
perdagangan, hotel, dan restoran. Untuk mewujudkan metropolitan mandiri
dengan pendekatan twin metropolitan, maka Bodebek Karpur membutuhkan
infrastruktur transportasi yang mampu mengakselerasi pengembangan keempat
sektor ekonomi tersebut.
36
kereta api hanya terdapat di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan
Kabupaten Purwakarta. Tabel 12 menunjukkan rencana pembangunan
infrastruktur di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur.
37
TABEL 12
RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN PERHUBUNGAN
BERDASARKAN RTRW KABUPATEN/KOTA
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
1 Kota Bogor Jalan tol Bogor Outer Ring Road 2011 – 2020
Jalan tol Ciawi – Sukabumi 2013 – 2020
Jalan arteri paralel BORR Sentul – 2015 – 2020
Kedung Halang
Jalan Inner Ring Road 2011 – 2015
Jalan R3 (Vila Duta-Tajur; Jl Ahmad Yani- 2011 – 2014
Jl. Ciremai Ujung; Jl Ciremai Ujung-
Ahmad Sobana)
Pembangunan stoplet Sukaresmi 2013 – 2020
3 Kota Bekasi Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) 2010 – 2014
Ruas Jati Asih-Cikunir.
Jalan Tol Layang Cawang-Bekasi / 2010 – 2020
BECAKAYU (Bekasi-Cawang-Kampung
Melayu) melalui koridor Kalimalang-
Jalan Ahmad Yani sampai Jalan Agus
Salim.
Jalan Tol Jatiasih-Setu 2015 – 2030
Jalan Tol JORR 2 dari Cibubur-Cileungsi- 2015 – 2030
Setu-Babelan hingga ketemu ruas JORR I
38
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
di daerah Cakung.
Pelebaran dan pembangunan jalan baru 2010 – 2014
ruas Jalan Bekasi Raya (Jl. Pejuang-Jl
Kaliabang- hingga Cikarang).
Pelebaran Jalan Siliwangi. 2010 – 2014
Jalur Busway dari Setu (JORR 2) – Jl. 2015 – 2025
Siliwangi – Tol Bekasi – Jakarta
Jalur rel ganda Cikarang- Jakarta 2010 – 2014
sepanjang jalur kereta api yang ada.
Jalan tol dalam kota koridor dari Bintara 2010 – 2020
(terusan Jl. Ngurah Rai) – Aren jaya (Jl.
Pahlawan)
Jalan tol dalam kota koridor dari Jl. A. 2010 – 2020
Yani – Jl. Pejuang
Pembangunan Interchange: Ahmadyani, 2010 – 2020
JORR-Jalan Hankam Raya, JORR-Jalan
Jatikramat, Pahlawan-Joyomartono, dan
H. Agus Salim
Fly over H. Agus Salim 2010 – 2020
Pembangunan stasiun baru di Kebon 2010 – 2012
Paya
39
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
Baru-Bojongmangu-Karawang-
Purwakarta
Jalan tol Cimanggis-Cibitung, Cibitung- 2011 – 2020
Tanjung Priok, Cikarang-Cibitung, Bekasi-
Cikarang-Kampung Melayu
Jalan arteri primer yang 2011 – 2031
menghubungkan jalan lintas utara ruas
Bunibakti menuju Desa Huripjaya
(pelabuhan)
Jalan arteri primer yang 2011 – 2031
menghubungkan jalan lintas utara ruas
Muarabakti menuju Desa Pantai Bakti
(bandar udara)
Jalan arteri sekunder yang merupakan 2011 – 2012
jaringan jalan khusus yang
menghubungkan antarkawasan industri
di Kecamatan Cikarang Barat-Cikarang
Selatan-Cikarang Pusat
Terminal tipe A dengan alokasi rencana 2011 – 2015
di Cikarang Utara dan Cikarang Barat
Terminal batang di Kecamatan 2011 – 2015
Tarumajaya
Dryport di Cikarang Utara 2011 – 2015
Terminal agro di Cikarang Utara 2012 – 2013
Jaringan rel dua jalur (double track) 2011 – 2015
Manggarai – Cikarang
Stasiun baru di Kecamatan Cibitung 2011 – 2015
Jaringan rel kereta api lintas cabang 2011 – 2015
yang akan menghubungkan Cikarang
Timur – Cikarang Pusat – Serang Baru –
Cibarusah – Kabupaten Bogor
Jembatan layang (fly over) di Kecamatan 2011 – 2015
Tambun Selatan – Cibitung – Cikarang
Barat.
Pelabuhan peti kemas di Kecamatan 2012 – 2015
Muaragembong, Kecamatan Babelan
dan Kecamatan Tarumajaya
Bandar Udara di Kecamatan 2015 – 2025
Muaragembong
40
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
41
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
Jalan akses kawasan peruntukan industri 2013 – 2016
Kembangkuning Kecamatan Jatiluhur ke
Simpang Susun Ciganea.
Jalan akses kawasan peruntukan industri 2013 – 2016
Cilangkap Kecamatan Babakancikao ke
Simpang Susun Sadang Kecamatan
Bungursari.
Terminal tipe B di Sadang 2012 – 2014
Peningkatan dan pemeliharaan jalur KA 2012 – 2016
lintas Cikampek-Purwakarta-Darangdan
Pengembangan terminal peti kemas di 2012 – 2013
Cibungur
Pembangunan jalan pintas jalur kereta 2013 – 2016
api antar Cibungur-Tanjungrasa
Pembangunan rel ganda parsial antara 2012 – 2014
Purwakarta-Ciganea
a. pengembangan jaringan jalan primer yang melayani distribusi barang dan jasa
yang menghubungkan PKN, PKNp, PKW, PKWp dan PKL, dimana Metropolitan
Bodebek Karpur merupakan salah satu PKN;
b. pengembangan jaringan jalan tol dalam kota maupun antarkota sebagai
penghubung antarpusat kegiatan utama;
c. pengembangan jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antar
PKN serta antara PKN dengan PKNp dan PKWp;
d. pengembangan bandara dan pelabuhan nasional maupun internasional serta
terminal guna memenuhi kebutuhan pergerakan barang dan jasa dari dan ke
Daerah dalam skala regional, nasional, maupun internasional; dan
e. pengembangan sistem angkutan umum massal dalam rangka mendukung
pengembangan pusat kegiatan utama.
42
Berikut ini adalah rencana pengembangan infrastruktur strategis terkait
transportasi di Jawa Barat yang melalui Metropolitan Bodebek Karpur, yaitu:
43
Pembangunan jalur KA cepat lintas Jakarta-Surabaya;
Pengembangan angkutan massal perkotaan; dan
Peningkatan fasilitas dan prasarana lalu lintas angkutan jalan.
Hasil overlay rencana jaringan berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat dengan
RTRW Kabupaten/Kota ditunjukkan pada Gambar 19.
44
Pembangunan akses jalan ke Bandara Internasional yang akan dibangun;
Pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang melalui Bandara
Internasional baru;
Pembangunan terminal mobil baru di Pelabuhan Cilamaya;
Pembangunan Logistics Park yang mendukung fasilitas pelabuhan baru;
Pembangunan bandara internasional baru;
Hasil overlay rencana jaringan berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat, RTRW
Kabupaten/Kota, dan rencana dalam Metropolitan Priority Area (MPA) ditunjukkan
pada Gambar 20.
45
Pengembangan sistem Bus Rapid Transit (BRT);
Pelebaran jalan untuk sistem Bus Rapid System di beberapa ruas jalan di
Kota Bogor, Kota Bekasi, dan Kota Depok;
Pembangunan fasilitas park and ride untuk BRT;
Pembangunan terminal bis;
Elektrifikasi dan elevasi Bekasi Line Double-Double Tracking;
Pembangunan sistem Mass Rapid Transit (MRT) East – West; dan
Pembangunan dan peningkatan fasilitas stasiun KA.
Hasil overlay rencana jaringan berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat, RTRW
Kabupaten/Kota, rencana dalam Metropolitan Priority Area (MPA), dan studi JUTPI
ditunjukkan pada Gambar 21.
46
seluruh stakeholders dapat memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang
dapat mengakselerasi terwujudnya Twin Metropolitan Bodebek Karpur-DKI
Jakarta.
Di sisi lain, bagi masyarakat berpenghasilan rendah, persoalan dasar yang dihadapi
adalah ketidakmampuan mereka untuk mengakses lahan yang layak dan terjamin,
baik di pusat kota maupun pinggiran kota. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat
berpenghasilan rendah tidak hanya terkait tingginya harga lahan tetapi juga biaya
transportasi yang seringkali menjadi persoalan jika lokasi rumah mereka berjauhan
dari lokasi tempat bekerja atau sekolah. Akibatnya, banyak masyarakat
berpenghasilan rendah yang memilih untuk tinggal di pusat kota namun dengan
kondisi lingkungan perumahan yang kumuh, bahkan tidak sedikit yang menempati
lahan yang bukan miliknya.
47
perumahan vertikal di pusat kota dengan mengakomodasi seluruh kalangan
masyarakat.
KETERANGAN
48
3. Konsep Pengembangan Jaringan Air Bersih
Dalam lingkup metropolitan, pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih
merupakan hal yang paling mendasar dalam mewujudkan kualitas hidup yang
layak bagi masyarakat perkotaan. Namun, pertumbuhan penduduk perkotaan yang
semakin pesat menjadi tantangan serius bagi penyedia pelayanan air bersih yang
harus mencari sumber air baru, memperluas jaringan, dan mempertahankan
kualitas pelayanan.
Lenton dan Wright (2004) dalam “Achieving the Millennium Development Goals for
Water and Sanitation: What Will It Take?”, mengidentifikasi beberapa kendala
terkait keberhasilan penyediaan air minum di negara berkembang, seperti di
Indonesia yaitu: 1) politis (sektor air minum dan sanitasi belum menjadi prioritas);
2) finansial (kemiskinan); 3) institusional (kurangnya lembaga yang tepat, tidak
berfungsinya lembaga yang ada); 4) teknis (tersebarnya permukiman, aksesibilitas
dan geografis ); dan 5) terbatasnya pasokan air dan bencana alam (Nugroho,
2012).
Berdasarkan hasil analisis tim WJPMDM, telah disebutkan bahwa kebutuhan air
bersih domestik dan non domestik diprediksi mencapai 4.446.851.595 liter/hari.
Kebutuhan air bersih di wilayah metropolitan tidak dapat dipenuhi dengan rencana
pembangunan yang parsial. Terdapat beberapa regulasi yang telah mengatur
penyediaan air minum yaitu Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum (PU) No. 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Pengembangan SPAM.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan; sedangkan SPAM
bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan,
49
bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air instalasi air kemasan,
atau bangunan perlindungan air minum.
Dalam regulasi tersebut juga dijelaskan bahwa cakupan wilayah rencana induk
pengembangan SPAM dapat berada dalam satu wilayah administrasi
kabupaten/kota, lintas kabupaten/kota, atau lintas provinsi. Rencana induk
pengembangan SPAM lintas kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan
kebijakan dan strategi daerah masing-masing kabupaten/kota yang telah
ditetapkan serta kesepakatan antar kabupaten/kota terkait dengan
memberitahukan kepada pemerintah provinsi terkait. Jika kesepakatan antara
kabupaten/kota tidak tercapai, Pemerintah Provinsi dapat memfasilitasi
50
terselenggaranya kerja sama dalam perencanaan pengembangan sistem
penyediaan air minum lintas kabupaten/kota.
51
sedangkan sistem pengolahan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui
jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat.
Salah satu contoh prasarana pengolahan air limbah di Colorado, Amerika Serikat
ditunjukkan pada Gambar 23. Air limbah yang berasal dari saluran pembuangan air
limbah dikumpulkan di pengolahan air limbah tersebut untuk diproses secara
bertahap. Proses yang dilakukan adalah membasmi bakteri, virus, dan protozoa
yang membahayakan. Prasarana pengolahan ini memperbaharui air yang telah
digunakan dan mengembalikan air limbah yang telah diolah ke Boulder Creek yang
merupakan anak sungai di daerah setempat. Fasilitas pengolahan air limbah ini
mengolah sekitar 12,5 juta galon air limbah per harinya. Prasarana ini tidak hanya
mengolah air limbah, tetapi juga menghasilkan listrik sebesar lebih dari 2 juta
kilowatt-jam yang diperoleh dari 1 megawatt solar electric system yang ada di
prasarana ini.
52
GAMBAR 23 WASTEWATER TREATMENT FACILITY DI COLORADO, AMERIKA SERIKAT
Sumber : www.bouldercolorado.gov, 2013
53
Keberhasilan pengelolaan, bukan hanya tergantung aspek teknis semata, tetapi
mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana mengatur sistem agar dapat
berfungsi, bagaimana lembaga atau organisasi yang sebaiknya mengelola,
bagaimana membiayai sistem tersebut dan yang tak kalah pentingnya adalah
bagaimana melibatkan masyarakat penghasil sampah dalam aktivitas penanganan
sampah. Untuk menjalankan sistem tersebut, harus melibatkan berbagai disiplin
ilmu, seperti perencanaan kota, geografi, ekonomi, kesehatan masyarakat,
sosiologi, demografi, komunikasi, konservasi, dan ilmu bahan (Damanhuri dan
Padmi, 2010).
54
GAMBAR 24 RENCANA LOKASI TEMPAT PENGOLAHAN DAN PEMROSESAN AKHIR
SAMPAH (TPPAS) REGIONAL NAMBO DI KABUPATEN BOGOR
Sumber : Balai Pengelolaan Sampah Regional Provinsi Jawa Barat, 2013
Selanjutnya, pada bulan Januari 2011, tindak lanjut dari kesepakatan tersebut
adalah dihasilkannya kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
Pemerintah Kabupaten Bogor, PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk dan PT
Cibinong Center Industrial Estate (CCII) tentang Penyediaan Akses Jalan Menuju ke
Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional di Desa
Nambo dan Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Peta orientasi
lokasi TPPAS Regional Nambo ditunjukkan pada Gambar 25.
55
GAMBAR 25 PETA ORIENTASI LOKASI TPPAS REGIONAL NAMBO
Sumber : Balai Pengelolaan Sampah Regional Provinsi Jawa Barat, 2013
56
persiapan lelang yang dilanjutkan ke proses lelang kerjasama pemerintah-swasta.
Target realisasi proyek ini pada tahun 2013 mencakup:
Selanjutnya, pada tahun 2014 dilakukan perencanaan teknis rinci oleh investor,
dan pada tahun 2015 sudah memulai pembangunan TPPAS regional Nambo.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebijakan regionalisasi TPA ini
merupakan salah satu solusi dalam menghadapi persoalan persampahan
perkotaan. Namun, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih fokus pada
upaya realisasi TPPAS prioritas yaitu Nambo yang melayani Kota Bogor, Kota
Depok, dan Kabupaten Bogor serta Legoknangka yang melayani wilayah di
Bandung Raya. Pada kenyataannya, wilayah timur Metropolitan Bodebek Karpur
yang mencakup Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan
Kabupaten Purwakarta diprediksikan akan berkembang pesat karena kegiatan
industri yang banyak berkonsentrasi di wilayah ini. Untuk ke depannya, diperlukan
kajian mengenai pembangunan TPPAS yang dapat melayani wilayah Jawa Barat
bagian Utara termasuk wilayah Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.
57
d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian tanah (konservasi
air); dan
e. Melindungi prasarana dan sarana yang sudah terbangun.
Berdasarkan fungsi layanan, sistem drainase terdiri dari: sistem drainase lokal,
sistem drainase utama, dan pengendali banjir.
a. Sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan
kota tertentu seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran, areal
industri, dan komersial. Sistem ini melayani kurang dari 10 hektar.
Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat,
pengembang, dan instansi lainnya.
b. Sistem drainase utama terdiri dari saluran drainase primer, sekunder, dan
tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan
sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama
merupakan tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten.
c. Pengendalian banjir dapat berupa sungai yang melalui wilayah kota
berfungsi mengendalikan air sungai sehingga tidak mengganggu dan dapat
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Pengelolaan pengendalian
menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Salah satu prinsip utama dalam membangun sistem drainase perkotaan adalah
kapasitas sistem harus mencukupi, baik untuk melayani pengaliran air ke badan
penerima air, maupun untuk meresapkan air ke dalam tanah. Untuk mencapai
kapasitas yang memadai dilakukan perencanaan berdasarkan prinsip hidrologi dan
hidrolika.
58
Konsep ini berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air yang pada
prinsipnya mengendalikan air hujan agar lebih banyak yang diresapkan ke dalam
tanah sehingga mengurangi jumlah limpasan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membuat bangunan resapan buatan, kolam retensi, dan penataan lansekap.
Gambar 27 menunjukkan salah satu contoh kolam retensi (retention pond) yang
ditata di wilayah metropolitan Guadalajara.
Jaringan pipa minyak dan gas bumi dikembangkan untuk: menyalurkan minyak dan
gas bumi dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan dan/atau tempat
penyimpanan; atau menyalurkan minyak dan gas bumi dari kilang pengolahan atau
tempat penyimpanan ke konsumen. Jaringan pipa minyak dan gas bumi beserta
prioritas pengembangannya ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang minyak dan gas bumi. Jaringan pipa minyak dan gas bumi
ditetapkan dengan kriteria:
59
adanya fasilitas produksi minyak dan gas bumi,
fasilitas pengolahan dan/atau penyimpanan, dan konsumen yang
terintegrasi dengan fasilitas tersebut; dan
berfungsi sebagai pendukung sistem pasokan energi nasional.
60