Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era persaingan yang semakin tinggi antar rumah sakit, setiap rumah sakit

saling berpacu untuk memperluas pasarnya. Harapan adanya perluasan pasar secara

langsung adalah meningkatnya penjualan sehingga rumah sakit akan memiliki lebih

banyak konsumen (pasien). Namun, rumah sakit selaku produsen haruslah memahami

bahwa semakin banyak konsumen maka rumah sakit akan semakin sulit memahami

konsumennya secara teliti, terutama tentang suka atau tidaknya konsumen terhadap

barang dan jasa yang ditawarkan beserta alasan-alasan yang mendasarinya baik dari

segi pelayanan maupun dari segi fasilitas yang ada di rumah sakit ( Wiyono 2007) .

Rumah sakit yang mampu bersaing dalam pasar adalah rumah sakit yang

mampu menyediakan produk atau jasa berkualitas. Oleh karena itu, rumah sakit

dituntut untuk terus melakukan perbaikan terutama pada kualitas pelayanannya. Hal

ini dimaksudkan agar seluruh barang atau jasa yang ditawarkan akan mendapat tempat

yang baik di mata masyarakat selaku konsumen dan calon konsumen. Terhadap

kualitas atau mutu layanan ( Wiyono 2007)

Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan

pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan

atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya,

mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional

teknik atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak

dalam pasar yang kompetitif. Juran (1980) dalam azwar menyebutkan bahwa mutu

produk adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan


2

kepuasan pelanggan; Crosby mendefinisikan mutu adalah conformance to

requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan; Deming

mendefinisikan mutu, bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar;

Feigenbaum mendefinisikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya; Garvin

dan Davis menyebutkan bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan

dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Harapan pelanggan ini perlu

diperhatikan oleh tenaga kesehatan terutama pelayanan yang diberikan seperti

pelayanan keperawatan (Kep.Men. Kes RI No. 228/Men.Kes/SK/III/2002) .

Keperawatan sebagai salah satu komponen pelayanan rumah sakit juga

dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Harus diakui bahwa dewasa ini

kualitas pelayanan keperawatan masih belum memuaskan. Tuntutan akan kualitas

pelayanan sangat dirasakan dengan meningkatnya pendidikan di masyarakat dan

perkembangan ilmu pengetahuan serta situasi dunia yang mengarah pada era

globalisasi. Hal in menuntut adanya perluasan dan restrukturisasi rumah sakit dimana

perubahan-perubahan yang terjadi harus diantisipasi oleh pihak-pihak manajemen

melalui berbagai pendekatan. Peran manajer keperawatan harus dianalisa secara

mendalam dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, karena hal ini akan

menunjang peningkatan mutu pelayanan rumah sakit sesuai dengan sistem pelayanan

keperawatan ( Gillies,1996 )

Dengan adanya perubahan dalam system pelayanan keperawatan yang begitu

cepat dalam menjawab tuntutan akan tersedianya pelayanan keperawatan yang

memenuhi standar optimal, maka diperlukan beberapa syarat yang mencakup delapan

hal pokok yaitu ; ketersediaan (available), kewajaran (appropiate), kesinambungan

(continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau


3

(affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality), Pelayanan keperawatan bukan

saja dilayanani dalam memberikan pelayanan rawat inap akan tetapi melayani dalam

pemberian pearawatan rawat Jalan. Pelayanan rawatan rawat jalan adalah suatu

layanan keperawatan yang memberikan layanan kepada klien dengan status layanan

rawat pulang atau pelayanan keperawatan dengan rawat sesaat. Pelayanan inilah yang

disebut dengan layanan rawat jalan (Azwar, 1996).

Perawat ruang rawat jalan seperti IGD Dan Poliklinik Rumah sakit

memberikan pelayanan keperawatan yang mencerminkan pemahaman akan aspek

etika dan legal keperawatan yang mencerminkan pemahaman pada klien beradasarkan

aspek etika dan legal kesehatan. Perawat ruang rawat jalan harus bekerja sesuai

dengan aturan yang ada (standar rumah sakit/standar pelayanan maupun asuhan

keperawatan) yang ditunjukkan dalam memberikan bantuan pada pasien pasien tanpa

membutuhkan rawat lanjut. Etik dalam layanan rawat jalan juga ditujukan untuk

mengukur perilaku yang diharapkan dari manusia sehingga jika manusia tersebut

merupakan suatu kelompok tertentu atau profesi tertentu seperti profesi keperawatan,

maka aturannya merupakan suatu kesepakatan dari kelompok tersebut yang disebut

kode etik sebagai status seorang perawat. Status pekerjaan sebagai seorang perawat

rumah sakit ataupun bagian dari staf paramedik tidak membuat perawat bisa

menghindari tanggung jawab dan kewajiban mematuhi hukum dalam setiap

tindakan/pelayanan keperawatan yang dilakukan. Kumpulan hukum/peraturan

keperawatan yang telah dikembangkan dikenal sebagai standar pelayanan

keperawatan. Standar pelayanan keperawatan ditentukan dengan pengambilan

keputusan atas tindakan profesional yang paling tepat dalam memberikan pelayanan

keperawatan (Depkes RI 1999)


4

Dampak pelayanan keperawatan bagi pasien adalah meningkatkan hubungan

saling percaya, meningkatkan penyembuhan fisik, keamanan, memiliki banyak

energy, biaya perawatan lebih rendah, serta menimbulkan perasaan lebih nyaman (

Swanson 1999 dalam Watson, 2004 ). Hasil penelitian Agustin ( 2002 ) dan Palese (

2011 ) menunjukkan hasil adanya hubungan yang positif antara pelayanan

keperawatan perawat dengan beban pekerjaan perawat sehingga akan meningkatkan

mutu kinerja dalam pelayanan keperawatan. Kepuasan pasien terhadap pelayanan

keperawatan merupakan indikator penting dari kualitas pelayanan Rumah Sakit, baik

pelayanan rawat ianap maupun peleyanan rawat jalan, karena sebagian besar

pelayanan utama yang ada di rumah sakit diberikan oleh perawat melalaui Ruang

poliklinik dan juga IGD yang sesuai dengan kualitas pelayanan (Wolf & Miller, 2003)

Kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : 1)

Peningkatan dan pengembangan tenaga perawat (quality of care), dan 2) Penyediaan

sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas (quality of service). Beban kerja

perawat merupakan bagian dari pengembangan tenaga perawat yang dihitung

berdasarkan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk memberikan layanan per pasien per

hari. Finkler & Kovner (2000) dalam Huber (2000), menyatakan bahwa beban kerja

perawat adalah volume kerja perawat perunit dibagi jumlah perawat di unit.

Selanjutnya Yoder–Wise (2003), menyatakan bahwa volume kerja adalah waktu yang

dibutuhkan untuk menangani pasien perhari dikalikan dengan jumlah pasien dalam

sehari. Seorang kepala ruangan dapat mengetahui aktifitas perawat pelaksana

berdasarkan beban kerja yang diberikan kepada perawat. Menurut Ilyas (2000), tenaga

perawat, analisa beban kerjanya dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas

yang dijalankan berdasarkan fungsi utama dan tugas tambahan yang dikerjakan,

jumlah pasien yang harus dirawat, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang
5

ia peroleh, waktu kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan

jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat

membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik (Syaer, 2010). Hasil analisa

beban kerja perawat dapat dijadikan dasar untuk mengetahui : 1) Proporsi waktu yang

digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif, 2) Pola beban kerja perawat

pelaksana dengan waktu dan jadwal jam kerja, dan 3) Mengetahui jumlah kebutuhan

tenaga kerja perawat di rumah sakit (Ilyas, 2004)

Hasil penelitian World Health Organization (2007) menyatakan bahwa

perawat-perawat yang bekerja di rumah sakit di Asia Tenggara termasuk Indonesia

memiliki beban kerja berlebih akibat dibebani tugas-tugas non keperawatan. Perawat

yang diberi beban kerja berlebih dapat berdampak kepada penurunan tingkat

kesehatan, motivasi kerja, kualitas pelayanan keperawatan, dan kegagalan melakukan

tindakan pertolongan terhadap pasien. Kusmiati (2003), menyatakan bahwa yang

mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah,

jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan

langsung pada pasien, serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh

seorang perawat sehingga dapat menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut.

Disamping tugas tambahan, beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh

waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat melebihi

dari kapasitasnya, seperti banyaknya waktu lembur, akan berdampak buruk bagi

produktifitas perawat tersebut (Syaer, 2010).

Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat merupakan

rumah sakit tipe C milik swasta berada di jalan Batang Agam Belakang Balok

Bukittinggi. Hasil studi dokumentasi di bagian rekam medik RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat bahwa berdasarkan data September Tahun 2015
6

didapatkan BOR RS 69,55 %, standard nasional adalah 60-85% artinya BOR RS

sudah termasuk standard nasional. LOS 5,43 hari, TOI 1, 97 hari. Rumah Sakit Islam

Ibnu Sina Bukittinggi memiliki 170 tempat tidur. Saat ini RS memiliki tenaga

perawatan 202 orang terdiri dari SPK/SPR 2 orang, D III Keperawatan 165 orang, D

III Kebidanan 15 orang, S 1 Kep 19 orang. Formasi jumlah tenaga adalah 5-6 orang

dinas pagi, 4-5 orang dinas sore dan 3 orang dinas malam. Hal ini bearti rasio perawat

klien berkisar 1: 4-5. Keadaan seperti ini berpotensi besar terhadap beratnya beban

kerja perawat. Rumah sakit ibnu Sina adalah rumah sakit Yarsi Bukittinggi memiliki 3

jenis pelayanan keperawatan yaitu layanan rawat Inap Layanan keperawatan

Penunjang dan juga layanan keperawatan rawat Jalan.

Layanan keperawatan rawat jalan di RSI Ibnu Sina terdiri dari layanan

keperawatan Poliklinik dan layanan keperawatan IGD. Sedangkan layanan IGD

terbagai lagi dengan layanan pada pasien Yang Urgen (Langsung dirawat) dan

layanan pasien Non Urgen (pasien dengan Rawat Jalan). Jumlah Pasien yang

berkunjung ke Poli Klinik rata tiap harinya sebanyak 301 pasien yang dilayanai

sebanyak 14 orang perawat. Sedangkan layanan rawat Pasien IGD rata –rata

perharinya sebanyak 60 orang pasien dengan 16 orang perawat . Dalam pelayanan

yang diberikan di poliklinik dan IGD di RSI Yarsi Bukittinggi maka rata rata pasien

yang dirawat dengan junlah tenaga perawat tidak seimbang , karena tingginya

tuntutan kerja dan banyaknya kuntitas pasien yang dilayanani maka akan semakin

tingginya beban kerja perawat di ruang rawat jalan IGD dan poliklinik

Hasil studi pendahuluan di Ruang Poliklinik dan IGD diperoleh bahwa jumlah

pasien yang datang saat shift pagi dan sore rata-rata lebih banyak dibandingkan

dengan shift malam. Jumlah kunjungan pasien 60 orang perhari. Namun jumlah

kunjungan di Poliklinik sebanyak 301 pasien tiap harinya. Hasil wawancara dengan
7

kepala ruangan poliklinik dan IGD yaitu Ibu Cici dan Bunda di Unit Instalasi Gawat

Darurat (IGD) dan juga Poliklinik mengenai aktifitas asuhan keperawatan dan tugas

tambahan selain tugas pokok, mereka menyatakan bahwa aktifitas terlalu banyak ,

seperti mengisi format, menangani pasien, memberikan pelayanan pada pasien dan ini

dilakukan setiap hari dimana kegiatan ini dilakukan terus menerus sehinnga

banyaknya kegiatan tersebut terasa melelahkan karena banyaknya mendapatkan tugas

tambahan selain tugas pokok keperawatan. Disamping itu banyak tugas masih ada

tugas lain seperti tugas delegasi dari dokter, pengurusan administrasi, pengurusan

depo alat kesehatan, dan melakukan tugas kebersihan terutama saat shift sore pada

poli klinik dan shift malam di ruangan IGD karena cleaning service sudah tidak ada

lagi saat sore dan malam. Selain itu, perawat juga menyatakan bahwa pada saat pasien

datang lebih dari satu orang akan mengalami kewalahan dalam menangani pasien

sehingga beban kerja perawat akan meningkat.

Menurut penelitian Diah Ambarwati (2014) beban tugas yang diberikan

kepada perawat yang bertugas di Poliklinik dan IGD sangatlah fluktuatif, hal ini

dikarenakan tergantung pada seberapa banyak jumlah pasien yang datang dan

seberapa serius pelayanan perawatan medis yang harus dilakukan. Di samping itu

beban kerja seorang perawat menjadi lebih terasa berat dan berlebih dikarenakan oleh

waktu kerja (shift) yang panjang, waktu istirahat yang kurang, harapan pimpinan

rumah sakit untuk selalu memberikan pelayanan yang terbaik, tuntutan keluarga

pasien terhadap keselamatan pasien, karakteristik pasien yang berbeda-beda dan

sebagainya. Perawat di poliklinik dan IGD harus selalu bersiaga untuk menerima

pasien sebanyak apapun dan separah apapun kondisinya. Apabila beban kerja yang

sudah cukup berat tersebut ditambah tuntutan kerja yang harus ditanggung oleh
8

perawat melebihi kapasitas kerjanya maka dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi

kinerja perawat tersebut. (Ambarwati, 2014)

Hal demikian diungkapkan oleh Gillies (1994) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi beban kerja adalah jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam

suatu unit, kondisi penyakit atau tingkat ketergantungan klien, pengukuran perawatan

langsung dan tidak langsung, frekuensi tindakan yang dibutuhkan, rata-rata waktu

keperawatan langsung dan tidak langsung. (Gillies 1994)

Dari jurnal penelitian Rahman Hidayat tahun 2013 tentang faktor beben kerja

dengan Kinerja Perawat bahwa didapatkan hasil bahwa beban kerja berpengaruh

secara signifikan terhadap pekerjaan perawat dengan (p=0,001, 0,05). Dan dari hasil

wawancara bersama perawat di Poliklinik dan IGD RSI Yarsi Bukittinggi juga

didapatkan bahwa perawat mengeluh dengan beban kerja yang ada serta faktor faktor

yang mempengaruhinya yang bisa mengakibatkan menurunnya prestasi kerja perawat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Faktor yang mempengaruhi beban kerja Perawat Dalam

Pelayanan Pasien di Unit Rawat Jalan Poliklinik Dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina

Yarsi Bukittinggi tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui tentang

Faktor apa sajakah yang mempengaruhi beban kerja Perawat Dalam Pelayanan Pasien

di Unit Rawat Jalan Poliklinik. dan IGD (Non Urgen) dimana variabel independennya

terdiri dari jumlah klien yang dilayani di Ruang IGD dan Poliklinik Rawat Jalan,

kondisi penyakit klien yang dilayani, pengukuran waktu pelayanan yang dilayani oleh

perawat di Poliklinik dan IGD, dan jumlah tindakan yang di butuhkan di poliklinik

dan IGD, rata rata waktu yang dibutuhkan dalam melayani klien di poliklinik dan
9

IGD, sedangkan variabel dependennya adalah beban kerja perawat di poliklinik dan

IGD tersebut. Penelitian ini mengunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan

croscektional dimana sampel yang diambil dengan total populasi di poliklinik rawat

jalan dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi tahun 2016?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor apa

sajakah yang mempengaruhi beban kerja Perawat Dalam Pelayanan Pasien di

Unit Rawat Jalan Poliklinik. dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi Jumlah klien yang di layani di Ruangan

Poliklinik Rawat jalan dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi Tahun 2016.

b. Diketahui distribusi frekuensi kondisi penyakit klien di Ruangan Poliklinik.

dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016.

c. Diketahui distribusi frekuensi pengukuran perawatan (langsung dan tidak

langsung) di Ruangan Poliklinik rawat jalan. dan IGD (Non Urgen) RSI

Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016

d. Diketahui distribusi frekuensi tindakan yang dibutuhkan di Ruangan

Poliklinik Rawat Jalan. dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi Tahun 2016.

e. Diketahui distribusi frekuensi rata-rata waktu pelayanan di Ruangan

Poliklinik Rawat Jalan. dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi Tahun 2016.


10

f. Diketahui distribusi frekuensi beban kerja perawat dalam pelayanan pasien di

Poliklinik Rawat Jalan. dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi Tahun 2016

g. Diketahuinya Hubungan Jumlah klien yang dirawat dengan beban kerja

Perawat dalam pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik Rawat Jalan. dan

IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016

h. Diketahuinya Hubungan kondisi penyakit klien yang dirawat dengan beban

kerja Perawat dalam pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik Rawat Jalan.

dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016.

i. Diketahuinya Hubungan pengukuran perawatan (langsung/tidak langsung)

dengan beban kerja Perawat dalam pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik

rawat Jalan. dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun

2016.

j. Diketahuinya Hubungan frekuensi tidakan dengan beban kerja Perawat

dalam pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik Rawat Jalan dan IGD (Non

Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016.

k. Diketahuinya Hubungan rata waktu perawatan dengan beban kerja Perawat

dalam pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik rawat jalan. dan IGD (Non

Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016.

l. Diketahuinya faktor yang dominan terhadap beban kerja Perawat dalam

pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik.dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu

Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016.


11

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan bisa mengetahui dan memahami keadaan karyawannya

terutama pada beban kerja perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan

di ruangan Poliklinik rawat jalan .dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi Tahun 2016 sehingga dapat meningkatkan proses kerja yang lebih

baik lagi dari sebelumnya.

2. Bagi Peneliti

Memberikan tambahan pemahaman kepada peneliti dalam bidang yang

berkaitan dengan masalah beban kerja perawat dalam pelayanan pasien di ruang

Poliklinik rawat jalan .dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi

Tahun 2016 .

3. Bagi Institusi

Diharapkan dengan proposal ini dapat menambah informasi untuk

penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup

Penelitian yang akan dilakukan yaitu tentang Faktor yang mempengaruhi

beban kerja Perawat dalam pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik Rawat Jalan.dan

IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016. Dalam penelitian ini

variabel independennya adalah faktor faktor beban kerja perawat yaitu : junmlah klien

yang dirawat, kondisi penyakit atau tingkat ketergantungan klien yang dirawat,

pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung, Frekuensi Tindakan yang

dibutuhkan, Rata waktu keperawatan klien, sedangkan variabel dependennya adalah

beben kerja perawat Ruangan Poliklinik Rawat Jalan.dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu

Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016 . Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
12

mengetahui faktor beban kerja perawat dalam pelayanan pasien di Poliklinik Rawat

Jalan .dan IGD (Non Urgen) RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2016. Populasi

dalam penelitian ini adalah perawat poliklinik dan IGD sebanyak 31 orang. Pada

penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling,

yaitu semua populasi dijadikan sampel. Jadi sampel yang akan peneliti ambil pada

penelitian ini adalah sebanyak 31 orang. Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Studi kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional Study.

Penelitian ini akan dilakukan di ruangan Poliklinik rawat Jalan .dan IGD RSI Ibnu

Sina Yarsi Bukittinggi pada bulan Juli Tahun 2016.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang munculnya topik penelitian, masalah

penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Peneliti akan menguraikan satu –

persatu bagian tersebut dengan menggunakan berbagai sumber, referensi, baik berupa

konsep, media massa atau hasil penelitian

2.1 Konsep Pelayanan Rawat Jalan dan Poliklinik

2.1.1. Pengertian Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan didefinisikan sebagai pelayanan terhadap orang yang masuk rumah

sakit untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan,rehabilitasi medik dan pelayanan

kesehatan lainnya tanpa tinggal di ruang rawat inap atau tidak lebih dari 24 jam

perawatan.

Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di rumah sakit yang melayani pasien yang

berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan,termasuk seluruh prosedur diagnostik

dan terapeutik

a. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Disebutkan juga bahwa akhir tahun 2000-an, rawat jalan

merupakan salah satu pemain yang dominan dari pasar rumah sakit dan merupakan

sumber keuangan yang sangat bermakna. Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan

ditentukan oleh tiga faktor yaitu :

1) Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan

dibandingkan dengan rawat inap,

2) Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur di rawat jalan,


14

3) Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan rawat jalan

akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan pada abad mendatang.

b. Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan

pasien, yaitu :

1) Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan pendaf

taran dan pembayaran,

2) Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitr

a dokter dalam memberikan pelayanan pemeriksaan / pengobatan,

3) Tenaga dokter (medis) sesuai dengan spesialisasinya pada masing-masing poliklinik

yang ada .

c. Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan konsultasi kepada

pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter spesialis, dengan tindakan

pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap

yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya.

d. Rawat Jalan hendaknya memilki lingkungan yang nyaman dan menyenangkan bagi

pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari rawat jalanlah pasien

mendapatkan kesan pertama mengenai rumah sakit tersebut.

Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas dan memiliki sirkulasi udara

yang lancar, tempat duduk yang nyaman, perabotan yang menarik dan tidak terdapat

suara-suara yang mengganggu. Diharapkan petugas yang berada di rawat jalan

menunjukkan sikap yang sopan dan suka menolong.


15

2.1.2. Pengertian Poliklinik dan Klinik

a. Poliklinik

Poliklinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan yang merupakan bagian pelayanan kesehatan rumah sakit atau rawat jalan

yang melayani perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan atau

spesialistik yang terbagai dalam beberapa jenis penanganan khusus sampai

penganganan spesilistik yang terbagi beberapa ruang bagian dan diselenggarakan

oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis

atau pun paramedis (Permenkes RI,No.9/MENKES/PER/2014) .

b. Pengertian Klinik

Klinik adalah suatu wadah yang berdiri sendiri yang memiliki fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang

menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik diselenggarakan oleh lebih

dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis ataupun

paramedis (Permenkes RI,No.9/MENKES/PER/2014)

c. Jenis Klinik

1) Klinik Pratama

Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik

dasar yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum.

Berdasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun

perorangan.

2) Klinik Utama

Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik

atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.Spesialistik berarti mengkhususkan


16

pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ

atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang dokter spesialis ataupun

dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik ini hanya dapat dimiliki oleh

badan usaha.

c. Perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama :

1) Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar,sementara pada

klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan spesialis

2) Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada klinik

utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis

3) Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap,sementara pada

klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik berbentuk badan

usaha

4) Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau dokter

gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis untuk masing-

masing jenis pelayanan. Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:

1) Rawat jalan;

2) Rawat inap;

3) One day care;

4) Home care;

5) Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap, harus

memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, dapat dimiliki

secara perorangan ataupun badan usaha


17

2.2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

a. Pengertian IGD

Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di

rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit

dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan

telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 untuk

mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan

kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen Pemerintah Daerah untuk membantu

Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa

dalam penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka dan

penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di

IGD.

b. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan

medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi

pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat

adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat

untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah

waktu tanggap (respons time) (Depkes RI. 2006)

Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan

diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan

(poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam suatu

prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan

petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya,
18

dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI,

2006).

Latar belakang pentingnya pelayanan IGD diatur dengan standar IGD karena

pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan

tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat

sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu

penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang

tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana,

sumberdaya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar. Disisi

lain, desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk

mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta siap

mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk itu

daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan khususnya pelayanan

gawat darurat yang baik dan terarah agar mutu pelayanan kesehatan tidak menurun,

sebaliknya meningkat dengan pesat. Oleh karenanya Depkes perlu membuat standar

yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi acuan bagi daerah

dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di Instalasi Gawat

Darurat RS.

c. Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit adalah : Depkes RI (2010)

1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki

kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan

melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).

2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan

pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.


19

3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit

diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).

4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus

gawat darurat.

5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah

sampai di IGD.

6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan

terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur

pelaksana)

7. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat

daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.

d. Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal mutu dan

kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi IGD

untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu komponen penilaian

penting dalam akreditasi suatu rumah sakit. Penilaian mutu pelayanan IGD rumah

sakit mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit menggunakan Indikator Kinerja Kunci atau

Key Performance Indicators (KPI). Dalam SPM rumah sakit untuk unit pelayanan

IGD rumah sakit memiliki beberapa indikator sebagai berikut.


20

Tabel 2.1 Key Performance Indicators Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

Jenis Indikator Standar


Pelayanan
Gawat Darurat Kemampuan menangani life 100%
saving
Jam buka pelayanan gawat 24 Jam
darurat
Pemberi pelayanan 100%
kegawadaruratan
bersertifikasi yang masih
berlaku (ATLS, BTLS, ACLS
PPGD)
Kesediaan Tim Satu Tim
penanggulangan Bencana
Waktu Tanggap < 5 m5nit setelah pasien
datang
Kepuasan Pelanggan >70%
Tidak adanya yang 100%
diharuskan membayar Uang
Muka
Kematian pasien Kurang < 2/1000 (pindah
dari 24 jam kepalayanan rawat inap
setelah 8 Jam)

Sumber : SPM Rumah Sakit Tahun 2008

IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit

memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009)

telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time).

Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD

memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat

menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan

penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana,

sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes

RI, 2009).
21

e. Defenisi Keperawatan Gawat Darurat

Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang

di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik

kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian

filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun

yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai hedaruratan

f.Sistem Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi

kondisi kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asukan keperawatan

untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayana bersifat darurat

sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan,keterampilan,

tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan

kedaruratan kepeda pesien.

`g. Jalur masuknya pasien dalam Keperawatan Gawat Darurat

Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien.

Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama. Triage dalam

keperawatan gawat derurat di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan penyakit

atau cidera dan menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan

kesehatan yang efisien dan sumber-sumbernya. Standart waktu yang di perlukan

untuk melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang dewasa dan 7 menit untuk

pasien anak-anak. Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah

terlatih dalam prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan

memiliki kualisifikasi
22

h. Jenis Pasien berdasarkan rawatan di IGD

1. Pasien (Urgent)

Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat di

tunda sementara. Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan dan

memerlukan penata laksanaan sesegera mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih

stabil.

Contoh

• Fraktur multiple

• Fraktur femur/pelvis

• Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma, obdomen

berat)

• Luka bakar luas

• Gangguan kesadaran/trauma kepala

• Korban dengan status yang tidak jelas.

Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan ketat terhadap

kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan sesegera mungkin.

2. Pasien (Non Urgent)

Yaitu pelayanan kesehatan yang dilakukan baik oleh tenaga kesehatan ataupun

perawat berdasarkan kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau

pemberian pengobatan dapat di tunda. Penyakit atau cidera minor

Contoh

– Fraktur minor

– Luka minor

– Luka bakar minor


23

2.3. Konsep Beban Kerja ( work load )

2.3.1. Pengertian Beban Kerja

Marquis dan Houston (2000) mendefenisikan beban kerja perawat adalah

seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama

bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan. Beban kerja (work load)

biasanya diartikan sebagai patient days yang merujuk pada jumlah prosedur,

pemeriksaan kunjungan pada pasien. Bisa juga diartikan beban kerja adalah

jumlah total waktu keperawatan baik secara langsung/tidak langsung dalam

memberikan pelayanan keperawatan yang di perlukan oleh klien dan jumlah

perawat yang di perlukan untuk memberikan pelayanan tersebut (Gaudine,

2000).

Beban kerja bisa bersifat kuantitatif bila yang dihitung berdasarkan

banyaknya/jumlah tindakan keperawatan yang diberikan untuk memenuhi

kebutuhan pasien. Beban kerja bersifat kualitatif bila pekerjaan keperawatan

menjadi tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebaik

mungkin/professional. Bila beban kerja terlalu tinggi menurut Carayon dan

Gurses (2005) akan menyebabkan komunikasi yang buruk antar perawat

dengan pasien, kegagalan kolaborasi antara perawat dan dokter, tingginya

drop out perawat/turn over dan ketidakpuasan kerja perawat.

Untuk mengetahui beban kerja maka para manajer keperawatan harus

mengerti tentang jumlah pasien tiap hari/bulan/tahun, tingkat ketergantungan,

rata-rata hari perawatan, jenis tindakan keperawatan dan frekwensi tiap

tindakan serta rata – rata waktu yang dibutuhkan setiap tindakan (Gillies,

1996). Menurut Trisna (2007) kegiatan yang banyak dilakukan adalah


24

tindakan keperawatan tidak langsung dan faktor yang mempengaruhi beban

kerja perawat adalah jumlah pasien dan jumlah perawat serta jumlah aktivitas.

Standar emas untuk mengukur sumber daya keperawatan akan menjadi model

yang valid dan reliable terhadap pengukuran beban kerja dengan

menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat (

O’Brian-Pallas, et al, 1997 dalam Anwar 2013 ). Faktor-faktor yang dimaksud

adalah kondisi pasien, respon pasien, karakteristik pasien dan tindakan

keperawatan yang diberikan serta lingkungan kerja. Disamping itu ada faktor

lain misalnya beratnya tanggung jawab, tuntutan atau permintaan dalam waktu

bersamaan, kejadian-kejadian yang tidak diantisipasi, interupsi dan kejadian-

kejadian yang berisik atau gaduh (Gaudine, 2010).

2.3.2. Tujuan Menghitung Beban Kerja ( work load )

Menurut Gillies (1999), ada beberapa alasan dilakukan perhitungan beban

kerja yaitu untuk mengkaji status kebutuhan perawatan pasien, menentukan

dan mengelola staff keperawatan, kondisi kerja serta kualitas asuhan

keperawatan, menentukan dan mengeluarkan biaya alokasi sumber-sumber

yang adekuat dan untuk mengukur hasil intervensi keperawatan.

2.3.3. Mengukur Beban Kerja Perawat

Sistim pengukuran beban kerja adalah hal yang kompleks, proses dinamis

yang dirancang untuk menetapkan dan mengalokasikan sumber-sumber

keperawatan, misal alokasi staff dan rencana pengalokasian biaya. Analisis

beban kerja adalah proses penentuan jumlah jam kerja (man hours) yang

digunakan untuk menyelesaikan suatu beban kerja tertentu, jumlah jam

karyawan dan menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan (Mutiara,2004).


25

Untuk mengukur beban kerja dikembangkan berdasarkan sistim klasifikasi

pasien, (Anwar 2013). Perhitungan ini menghasilkan perhitungan beban kerja

yang lebih akurat karena dalam sistem klasifikasi pasien dikelompokkan

sesuai tingkat ketergantungan klien atau sesuai waktu, tingkat kesulitan serta

kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Swansburg &

Swansburg (1999) membagi tingkat ketergantungan klien menjadi lima

kategori:

a. Kategori 1: Perawatan mandiri/ Self care

1) Aktifitas kehidupan sehari-hari yang bisa dilakukan adalah makan

sendiri atau bantuan seperlunya, merawat diri sendiri, BAB/BAK

sendiri, bisa membuat rasa nyaman sendiri.

2) Keadaan umum baik, membutuhkan pemeriksaan rutin, ada

pembedahan minor/sederhana yang tidak membutuhkan

debridement.

3) Pendidikan kesehatan rutin untuk prosedur sederhana dan sudah

ada perencanaan pulang/discharge planning, dukungan emosional :

tidak ada emosi yang berlawanan dengan respon, perlu orientasi

waktu, tempat/staf perawat.

4) Perawatan dan pengobatan sederhana atau tidak ada, memerlukan

waktu perawatan 20 – 30 menit/shift.

b. Kategori 2 : Perawatan Minimal/Minimal Care

1) Aktifitas kehidupan sehari-hari yang bisa dilakukan adalah makan

disuapin atau bantuan sedikit, merawat diri sendiri/bantuan sedikit,

BAB/BAK dibantu, bisa membuat rasa nyamanan dibantu sedikit.


26

2) Kesehatan umum tampak sakit ringan, membutuhkan pemantauan

tanda-tanda vital, terpasang infus atau kateter, atau drainase tidak

komplek.

3) Pendidikan kesehatan membutuhkan waktu 5-10 menit setiap shift,

tampak sedikit bingung, merasa sedikit tertekan, agitasi tetapi dapat

dikontrol dengan obat, perlu diberikan bantuan orientasi.

4) Perawatan dan pengobatan minimal, memerlukan waktu 20-30

menit/shift dan evaluasi sering untuk pengobatannya dan observasi

status mental tiap 2 jam.

c. Kategori 3 : Perawatan Moderat/ Moderate Care

1) Aktifitas kehidupan sehari-hari yang bisa dilakukan adalah

makan disuapin, masih dapat mengunyah dan menelan sendiri,

merawat diri sendiri perlu bantuan penuh, BAB/AK dibantu

diatas tempat tidur, membuat rasa nyaman dibantu sepenuhnya.

2) Kesehatan umum tampak gejala akut, membutuhkan

pemantauan tanda-tanda vital tiap 2-4 jam, terpasang infus atau

terpasang drainase perlu dimonitor tiap 1 jam.

3) Pendidikan kesehatan membutuhkan waktu 10-30 menit tiap

shift, tampak pusing, agitasi kurang dapat dikontrol dengan

obat, perlu diberikan bantuan orientasi dan penjagaan ketat.

4) Perawat dan pengobatan memerlukan waktu 30-60 menit/shift,

ada reaksi alergi terhadap obat dan observasi status mental tiap

1 jam.
27

d. Kategori 4 : Perawatan Ekstensif ( semi total )

1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai

berikut: makan dan minum, tidak bisa mengunyah dan menelan, perlu

sonde, merapikan diri perlu dibantu semua, dimandikan, perawatan

rambut dan kebersihan gigi dan mulut harus dibantu, eliminasi sering

ngompol lebih dari 2x setiap shift. Kenyamanan posisi perlu dibantu

dua orang.

2) Keadaan umum: tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau

darah, gangguan sistem pernapasan akut, perlu sering di pantau.

3) Kebutuhan pendidikan dan kesehatan dan dukungan emosi, perlu lebih

dari 30 menit setiap shift, klien gelisah, agitasi dan tidak dapat di

kontrol atau di kendalikan dengan obat.

4) Pengobatan atau tindakan: perlu lebih dari 60 menit per shift.

Pengobatan lebih banyak dilakukan dalam 1 shift. Observasi status

mental perlu lebih sering (kurang dari satu jam).

e. Kategori 5 : Perawatan Insentive ( Total )

Klien yang termasuk dalam kategori ini memerlukan pengawasan secara

insentive terus menerus dalam setiap shift dan di lakukan satu perawat

untuk satu klien. Semua kebutuhan klien diurus/ dibantu oleh perawat.

Swansburg menentukan waktu pendidikan kesehatan dan pengobatan

seperti tabel 2.2 berikut :


28

Tabel : 2.2
Waktu Untuk Pendidikan Kesehatan, Pengobatan dan Tindakan
Untuk Tiap Shift

N Kategori Pendidikkan Pengobatan dan Jumlah


o Kesehatan Tindakan Lain
1 Mandiri Minimal (asumsi 20’) Minimal (asumsi 0’) 20’
2 Minimal 5’ – 10’ 20’ – 30’ 40’
3 Moderat 10’ – 30’ 30’ – 60’ 90’
4 Semi total > 30’ (asumsi 50’) > 60% (asumsi 80%) 130’
5 Total Klien di ICU Klien di ICU

(Sumber Swansburg 1999).

Pendidikan kesehatan Menurut Meyer (dalam Gillies, 1994) membutuhkan

waktu 15 menit. Waktu pendidikan kesehatan untuk pasien mandiri lebih

banyak dari pada minimal,karena pasien mandiri diberikan pengetahuan

tentang kepulangan (discharge planning) sebagai bekal

mempertahankan/meningkatkan kesehatannya. Pendidikkan kesehatan

dilaksanakan untuk dinas pagi dan dinas sore, sedangkan untuk dinas malam

pendidikkan tidak diberikan karena untuk istirahat dan tidur tetap hanya

diberikan tindakan keperawatan dan pengobatan.

Perhitungan beban kerja perawat dapat dihitung berdasarkan lamanya waktu

yang dibutuhkan dalam melakukan tindakan keperawatan langsung dan

kegiatan keperawatan tidak langsung (Swansburg & Swansburg,1999 ). Lebih

lanjut (Situmorang, 1994 dalam Kurniadi, 2013 ), mengatakan bahwa kegiatan

keperawatan selama memberikan asuhan keperawatan terbagi dalam tiga

kategori, yaitu:

1. Kegiatan Keperawatan Langsung ( Direct Care )

Kegiatan keperawatan langsung adalah kegiatan yang difokuskan pada

klien dan keluarganya, meliputi komunikasi dengan klien dan keluarganya,


29

pemeriksaan atau kontrol klien, mengukur tanda-tanda vital, tindakan atau

prosedur keperawatan atau pengobatan, nutrisi dan eliminasi, kebersihan

klien, mobilisasi, transfusi, serah terima klien, pemeriksaan specimen

untuk pemeriksaan laboratorium, termasuk pendidikan kesehatan. Menurut

Gillies (1994) kebutuhan waktu untuk keperawatan langsung setiap

klien adalah 4 jam/ hari, sedangkan untuk klasifikasi perawatan mandiri (

self care) dibutuhkan waktu ½ x 4 jam = 2 jam; partial care dibutuhkan

waktu ¾ x 4 jam = 3 jam; total care dibutuhkan waktu 1-1 ½ x 4 jam = 4 -

6 jam; intensive care dibutuhkan waktu 2 x 4 jam = 8 jam. Penyuluhan

kesehatan tiap klien = 0,25 jam.

2. Kegiatan Keperawatan Tidak langsung ( Indirect Care )

Kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care) adalah kegiatan yang

tidak langsung pada klien tetapi berhubungan dengan persiapan atau

kegiatan untuk melengkapi asuhan keperawatan seperti:

mendokumentasikan hasil pengkajian, membuat diagnosa keperawatan,

menyusun intervensi, mendokumentasikan tindakan keperawatan yang

telah dilakukan, mendokumentasikan hasil evaluasi keperawatan,

melakukan kolaborasi dengan dokter tentang program terapi/visite,

mempersiapkan status klien, mempersiapkan fomulir untuk memeriksa

laboratorium/ radiologi, mempersiapkan alat untuk pelaksanaan tindakan

keperawatan/ pemeriksaan atau tindakan khusus.

Masih merupakan kegiatan tidak langsung yaitu merapikan lingkungan

klien, menyiapkan atau memeriksa alat dan obat emergensi, melakukan

koordinasi/konsultasi dengan tim kesehatan lainnya, mengadakan atau

mengikuti pre dan post konferens, keperawatan/kegiatan ilmiah


30

keperawatan dan medis, memberikan bimbingan dalam melakukan

tindakan keperawatan, melakukan komunikasi tentang obat klien dengan

pihak farmasi/apotik, mengirim/menerima berita klien melalui telepon dan

membaca status klien.

Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tidak langsung tidak dipengaruhi

oleh tingkat ketergantungan klien. Apapun tingkat ketergantungan klien

waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tidak langsung tetap sama yaitu 38

menit/hari/klien (Gillies, 1999). Sedang menurut Wolf & Young dalam

Gillies, 1994, hal. 228) = 60 menit/hari/klien, hal yang sama berdasarkan

hasil riset di John Hopkins Hospital dibutuhkan 60 menit/hari/klien untuk

kegiatan tidak langsung (Gillies, 1999).

2.3.4. Kegiatan Non Keperawatan ( Pribadi Perawat )

Kegiatan pribadi perawat adalah kegiatan untak memenuhi keperluan

perawat seperti sholat, makan, minum, kebersihan diri, duduk di nurse station,

ganti pakaian dan ke toilet, dengan lokasi 15% dari total waktu kerja setiap shift.

Kegiatan lain perawat dan tidak produktif adalah kegiatan yang tidak terkait

dengan tugas dan tanggung jawab sebagai perawat, merupakan

kegiatan pribadi, misalnya: nonton TV, baca koran, mengobrol, telepon

urusan pribadi, pergi keluar ruangan/ pergi untuk keperluan pribadi atau keluarga,

datang terlambat dan pulang lebih awal dari jadwal.

Beban kerja juga bisa dibagi menjadi kegiatan produktif dan non

produktif. Kegiatan produktif adalah waktu yang digunakan perawat melakukan

tugas utama asuhan keperawatan sesuai tugas, peran dan fungsinya (Mochal,

2001). Rata-rata jam produktif pershift adalah 6 - 6,5 jam dari 8 jam perhari

atau 75%-80%, sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan yang non produktif
31

seperti aktifitas administratif, bersifat pribadi seperti kebutuhan untuk berobat, ke

kamar mandi (toilet) dan lainnya. Hasil penelitian Poedjanarto ( 2008 )

menemukan bahwa kerja produktif pegawai instansi pemerintah mulai pukul

08.00-12.00 etelah terjadi penurunan yaitu sisanya dipakai untuk istirahat, sholat,

makan bahkan sebagian pulang setlah jam 12.00.

Menurut Ilyas ( 2004 ) perawat dikatakan produktif bila memanfaatkan

waktu kerja mencapai 80%. Bila lebih 80% maka tandanya beban kerja sudah

berlebihan sehingga harus ditambah perawat baru. Adapun Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (PPNI) dalam menentukan jumlah kebutuhan perawat masih

perlu dikalikan dengan nilai produktif 125% ( karena diasumsikan produktifitas

perawat 75% dimana saat itu banyak lulusan SPK ). Sementara menurut ILO

standar produktifitas kerja berkisar 65%-80%. Standar beban kerja perawat

adalah 7 jam shift pagi, 7 jam shift sore dan 10 jam shift malam (Gillies, 1994).

2.3.5. Teknik Perhitungan Beban Kerja

Menghitung beban kerja personal secara sederhana dapat dilakukan

dengan mengobservasi apakah beban kerja yang ada dapat di selesaikan dengan

baik dan tepat waktu dengan menunjukkan langsung pada yang bertugas, hasilnya

bersifat kualitas sehingga sulit untuk menggambarkan beban kerja personal

tesebut dan sangat subjektif. Swamburg and Swamburg (1999), mengatakan

bahwa ada empat teknik perhitungan beban kerja perawat yaitu:

a. Time study and task frequency

Adalah studi untuk menghitung beban kerja dari sisi kualitas yang

dikaitkan pekerjaan dengan waktu yang di butuhkan. Tujuannya untuk

mengetahui waktu yang di butuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan,

langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:


32

1) Menentukan sampel yang akan diambil setelah diklasifikasikan.

2) Membuat formulir kegiatan yang akan di amati serta waktu yang

digunakan.

3) Peneliti harus yang mengetahui kompetensi responden.

4) Peneliti mengamati satu orang perawat selama 24 jam.

b. Work Sampling ( merupakan variasi dari time study and task frequency).

Work sampling adalah mengamati apa yang dilakukan perawat. Informasi

yang dibutuhkan dengan teknik ini adalah waktu dan kegiatan yang

dilakukan oleh perawat melalui pengamatan interval waktu tertentu atau

secara random sebagai sample kegiatan . Pada work sampling orang yang

diamati harus dilihat/amati dari kejauhan.

Swanburg & Swanburg (1999 ), menjelaskan pada work sampling dapat di

amati hal-hal spesifik terhadap pekerjaan seperti: a) aktifitas apa yang

sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja; b) apakah aktifitas

personal tesebut berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam

kerja; c) proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif

atau tidak produktif; d) pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu

dan jadwal jam kerja. Masih menurut Swanburg & swanburg (1999 ),

dengan cara work sampling peneliti akan mendapatkan informasi yang

tepat dari sejumlah personal yang di teliti mengenai kegiatan dan

banyaknya pengamatan kegiatan dari mulai datang sampai pulangnya

responden.

Beberapa tahap yang harus dilakukan dalam melakukan survey adalah:

1) Menentukan jenis personal perawat yang ingin diteliti.


33

2) Bila jenis personel ini jumlahnya banyak, perlu dilakukan simple

random sampling.

3) Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang diklasifikasikan

sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif atau

diklasifikasikan kegiatan langsung dan tidak langsung.

Contoh formulir kegiatan teknik work sampling pada tabel 2.3

berikut:

Tabel: 2.3
Format Observasi Kegiatan Keperawatan
(Formulir work sampling)

Pengamat :
Ruang :
Tanggal :
Dinas Pagi/ Sore/ Malam *
N Jam Kode Kegiatan keperawatan (dituliskan
o Responden nomor kegiatan yang dilaksanakan)
Langsung Tidak Non
Langsung Keperawatan
1 07.00 A
2 07.05 B
3 07.10 C
Dst

( Sumber Ilyas, ( 2004 )

Langkah – langkah yang bisa dilakukan pada metode work sampling ini

dengan menerapkan format diatas adalah :

1) Mempersiapkan semua peralatan yang di butuhkan untuk pengamat.

2) Setiap pelaksana pengamatan (observer) mengamati 5 orang tenaga

perawat di 1 ruangan.

3) Memulai pelaksanaan kegiatan pengamatan mulai pukul 07.00 pagi.

4) Menetapkan waktu interval pengamatan setiap 5 menit.

5) Bentuk pengamatan sebagai berikut :


34

a) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat A.

b) Pada lima menit kedua observer mengamati kegiatan perawat B.

c) Pada lima menit ketiga observer mengamati kegiatan perawat C.

d) Pada lima menit keempat observer mengamati kegiatan perawat D.

e) Pada lima menit kelima observer mengamati kegiatan perawat E.

f) Pada lima menit keenam observer kembali mengamati kegiatan

perawat A, demikian seterusnya.

Pengamatan pada hari kedua dan seterusnya dapat dilakukan pada perawat

yang berbeda sepanjang perawat tersebut masih bertugas pada ruangan

yang sedang diobservasi beban kerjanya. Teknik work sampling

merupakan cara yang efektif dalam mengumpulkan data mengenai jenis

dan waktu perawatan karena laporan tersebut sedikit bias oleh minat

pribadi. Untuk memastikan adanya objektivitas dan kepercayaan, maka

pengamat harus dilatih dalam hal pengamatan (Gillies, 1994).

c. Continous Sampling

Sama dengan work sampling, perbedaannya terletak pada cara pengamatan

yang dilakukan terus menerus terhadap setiap kegiatan perawat dan dicatat

secara terperinci serta dihitung lamanya waktu untuk melaksanakan

kegiatan tersebut. Pencatatan dilakukan mulai perawat datang sampai

pulang. Pengamatan dapat dilakukan pada satu atau lebih responden secara

bersamaan. Bentuk formulir observasi kegiatan yang digunakan terlihat

pada tabel 2.4 berikut:


35

Tabel : 2.4

Format Observasi Kegiatan Keperawatan


(Formulir continous sampling)

Pengamat :
Ruang :
Tanggal :
Dinas Pagi/ Sore/ Malam *)

No Kegiatan Dimulai Diakhiri Jumlah


Perawat Waktu
1 Operan 07.00 07.00 20
2 Mengukur Suhu 07.05 07.10 5
3 Injeksi IV 07.20 07.45 25
Dst
Sumber : Swansburg and Swansburg ( 1999 )

Total jumlah kegiatan = ...


Total waktu (dalam menit) = ...

d. Self Reporting (variasi time study and task frequency)

Perawat memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan lebih dahulu atau

formulir tugas harian yang dilaksanakan. Catatan-catatan dalam formulir

tugas harian dapat dibuat untuk periode waktu tertentu untuk pekerjaan-

pekerjaan yang ditugaskan. Dengan formulir tugas harian akan didapatkan

data tentang jenis kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan dilakukan.

Menurut Ilyas (2004) cara lain untuk menghitung beban kerja personal

perawat dapat di lakukan dengan cara:

1. Time and Motion Study

Observer mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan

yang dilakukan oleh perawat yang sedang diamati. Teknik ini tidak

sekedar mengetahui beban kerja dari personel/perawat tetapi juga dapat

mengetahui kualitas/mutu kerja personel yang diamati. Pada teknik ini

ditetapkan sampel perawat yang diklasifikasikan sebagai tenaga


36

perawat mahir, maka penentuan sampling dengan cara purposive

sampling. Jumlah perawat yang diamati dapat satu orang saja

sepanjang perawat tersebut dapat mewakili klasifikasi perawat mahir.

Pelaksana pengamatan juga dilakukan oleh perawat mahir yang

memiliki kompetensi dan fungsi perawat mahir bidangnya dari rumah

sakit yang berbeda. Penelitian dengan time dan motion study dapat

juga untuk mengevaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan dan

pendidikan bersertifikat keahlian.

2. Daily Log

Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling. Kegiatan

pada teknik ini adalah orang yang diteliti menulis sendiri kegiatan yang

ia lakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan

tersebut . Daily log sangat bergantung pada relatif sederhana dan

murah karena peneliti hanya menyiapkan pedoman dan formulir .

Gillies (1999) mengatakan metode atau teknik daily log ini memiliki

kelemahan seperti ketidakcakapan beberapa perawat dalam

melaporkan kegiatan yang mereka lakukan secara objektif atau

mengatur waktunya secara akurat. Bahkan perawat bisa cenderung

untuk menghitung waktu yang digunakan pada kegiatan yang bernilai

tinggi saja misalnya kegiatan mengganti balutan dan mengabaikan

menghitung waktu untuk kegiatan yang dianggap tidak penting,

misalnya mengambil hasil foto ke bagian radiologi, dan

sebagainya.(Kurniadi 2013)
37

2.4. Kerangka Teori

Kerangka teori ini berguna sebagai landasan pembuatan kerangka konsep penelitian

karena disusun berdasarkan teori yang ditemukan didalam tinjauan teoritis.

Gillies (1994) keinginan atau motivasi perawat dalam menjalankan tugasnya termasuk

pelaksanaan beban kerja dipengaruhi oleh ketidakseimbangan jumlah pasien yang

datang. Bila jumlah pasien yang tidak seimbang dengan perawat yang melakukan

penaganan pada pasien di Ruang rawat Jalan poliklinik dan IGD maka akan mengarah

kepada terjadinya pada beban kerja yang tinggi dan akan mendorong terjadi

kejenuhan dan perselisihan dalam kegiatan kerja yang dilakukan. Jika jumlah klien

meningkat maka jumlah kegiatan keperawatan juga akan bertambah sehingga beban

kerja perawat juga bertambah dan akan lebih berat lagi jika tingkat ketergantungan

klien lebih banyak berada pada kategori partial care yang lebih banyak membutuhkan

waktu direct care dari perawat. Akibat banyaknya pasien maka akan menimbulkan

Keletihan, kelelahan yang dialami perawat karena beban kerja yang meningkat Illyas

(2004) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seperti ; jumlah klien yang

dilayani, kondisi penyakit klien, pengukuran perawatan klien, tindakan yang

dibutuhkan klien, rata rata waktu pelayanan di lakukan perawat yang dapat

meningkatnya beban kerja perawat sehingga tingginya beban kerja.

Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui faktor apakah yang mempengaruhi

beban kerja perawat dalam Pelayanan Pasien di Ruang Poliklinik Rawat Jalan dan

IGD (Non Urgen) RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi Sumatera Barat. Kerangka teoritis

dapat dilihat pada Skema 2.1 berikut ini:


38

Faktor -Faktor

1. Jumlah Klien
Yang dilayani di
Poliklinik Rawat
Jalan dan IGD Non
Urgen (Swanburg
1999)

2. Kondisi penyakit
Yang dilayanai di Beban Kerja Perawat Dalam pelayanan
Ruang Poliklinik dan Pasien Di Poliklinik Rawat Jalan dan IGD
IGD Non Urgen Non Urgen
(Kartika 2011) Sumber : Wolf et al ( 2004 )

3. Pengukuran
Perawatan Klien
Yang dilayani di
Poliklinik dan IGD
(Ilyas 2004) Karakteristik Responden :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
4. Tindakan Yang 3. Pendidikkan
di lakukanRuang 4. Masa Kerja
poliklinik 5. Status Perkawinan
dan IGD
(Situmorang1994, Sumber : Gibson,1999, Robins,2001 dan
dalam Anwar2013) Davis,1995,Allender& pradley ( 2004 )

5. Rata rata waktu


Pelayanan yang
dibutuhkan
(Anwar 2013)

Skema 2.1: Kerangka Teori Penelitian


39

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berpikir untuk melakukan penelitian

yang dilakukan. Kerangka konsep dikembangkan berdasarkan kerangka teori yang

dibahas dalam tinjauan teori. Berdasarkan penjelasan konsep yang ada pada teori, peneliti

ingin meneliti faktor faktor apakah yang mempengaruhi beban kerja perawat dalam

pelayanan Pasien di Ruang Rawat Jalan poliklinik dan IGD Non Urgen RSI Yarsi Ibnu

Sina Bukittinggi Sumatera Barat.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu jumlah klien yang

dilayani, kondisi penyakit klien, pengukuran perawatan klien, tindakan yang dibutuhkan

klien, rata rata waktu pelayanan di lakukan perawat , variabel dependen yaitu beban kerja

perawat dan variabel counfonding yaitu karakteristik perawat. Variabel adalah sesuatu

yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan

penelitian tentang sesuatu konsep tertentu. Variabel dependent merupakan variabel yang

dipengaruhi oleh variabel independent, sedangkan variabel counfonding adalah variabel

yang mengganggu dengan hubungan variabel independent dengan variabel dependent.

Adapun variabel – variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1.1 Variabel Terikat ( Dependent )

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah beban kerja (workload). Variabel beban

kerja terdiri dari sub variabel kegiatan keperawatan langsung dan kegiatan tidak

langsung. Beban kerja ini akan dipengaruhi jumlah klien, kondisi/tingkat

ketergantungan klien dan jumlah tenaga perawat (Swanburg, 1999). Semakin banyak

jumlah klien biasanya akan banyak pula tindakan/kegiatan yang harus dilakukan
40

perawat dan rata rata jumlah waktu yang diperlukan. Kondisi ini akan menjadi lebih

berat lagi bila kondisi klien berada pada kategori V berdasarkan tingkat

ketergantungan klien..

3.1.2 Variabel Bebas ( Independent )

Variabel Independent dalam penelitian ini adalah faktor faktor yang mempengaruhi

beban kerja yang terdiri dari jumlah klien yang dilayani, kondisi penyakit klien,

pengukuran perawatan klien, tindakan yang dibutuhkan klien, rata rata waktu

pelayanan di lakukan perawat.

3.1.3 Variabel Perancu ( Confounding )

Variabel perancu dalam penelitian ini adalah karakteristik perawat yang

mempengaruhi beban kerja, motivasi dengan perilaku caring perawat terdiri dari

umur, jenis kelamin, pendidikkan, masa kerja dan status perkawinan.

Untuk melihat faktor faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat dalam

Pelayanan pasien di Ruangan Poliklinik dan IGD, maka disusunlah kerangka konsep

penelitian dapat dilihat pada Skema 3.1


41

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor -Faktor

Jumlah Klien
Yang dilayani

2. Kondisi penyakit
klien

Beban Kerja Perawat


Di ruang Poliklinik
dan IGD Non Urgen
6. Pengukuran
Perawatan Klien

7. Tindakan Yang
di lakukan

8. Rata rata waktu


Pelayanan

Skema 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dengan rumusan masalah penelitian, dimana

rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.

Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru di dasarkan pada teori yang

relevan, belum berdasarkan fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan

data ( Sugiyono, 2013)

Hipotesis Mayor :

Terdapatnya faktor dominan yang berhubungan dengan beban kerja perawat dalam

pelayanan Pasien di Rawat jalan Poliklinik Dan IGD Non Urgen RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat.


42

Hipotesis Minor :

a. Ada hubungan Jumlah Klien Yang dilayani dengan beban kerja perawat Dalam

Pelayanan Pasien di Ruang Rawat Jalan Poliklinik Dan IGD Non Urgen RS Islam

Ibnu Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat

b. Ada hubungan kondisi penyakit Klien Yang dilayani dengan beban kerja perawat

Dalam Pelayanan Pasien di Ruang Rawat Jalan Poliklinik Dan IGD Non Urgen RS

Islam Ibnu Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat

c. Ada hubungan Pengukuran Perawatan dengan beban kerja perawat Dalam Pelayanan

Pasien di Ruang Rawat Jalan Poliklinik Dan IGD Non Urgen RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat

d. Ada hubungan Tindakan yang dilakukan perawat dengan beban kerja perawat Dalam

Pelayanan Pasien di Ruang Rawat Jalan Poliklinik Dan IGD Non Urgen RS Islam

Ibnu Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat

e. Ada hubungan rata rata waktu dengan beban kerja perawat Dalam Pelayanan Pasien

di Ruang Rawat Jalan Poliklinik Dan IGD Non Urgen RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi

Yarsi Sumatera Barat .

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan keputusan peneliti dengan cara yang logis dalam

mengamati atau mengukur konsep – konsep dalam penelitian dari variabel penelitian (

Blais et al, 2003 ) yang mencakup komponen definisi, siapa pengukur, alat pengukuran,

bagaimana cara mengukur, skala pengukuran serta bagaimana hasil pengukuran dari

semua variabel yang yang didefinisikan. Dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini :
43

Variabel/sub Definisi Operasional Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


variabel Ukur Ukur
Variabel Dependent
1. Beban Seluruh kegiatan atau Work Formulir 1. Produktif, Ordinal
kerja aktivitas yang sampling observasi jika waktu
dilakukan oleh seorang kegiatan kerja <
perawat selama Dengan perawat 80% dari
bertugas di suatu unit menjumlah total jam
pelayanan keperawatan. waktu yang kerja.
Rawat jalan Poliklinik diperlukan
dan IGD Non Urgen perawat 2. Berlebih,
untuk jika waktu
melakukan kerja > 80
kegiatan % dari
keperawata total jam
n langsung kerja
dan
kegiatan (Ilyas, 2004)
keperawata
n tidak
langsung

Variabel Independen
Jumlah klien Kuantitas klien pasien Observasi Mengguna 1. Tinggi Nominal
yang yang datang dan kan ( < mean)
dilayani berkunjung ke lembar
perawat Poliklinik dan IGD tilik harian 2. Rendah
dengan perawatan Non rata pasien ( ≥ mean )
Urgen dilihat dari segi yang
rata rata kunjungan berkunjun (Saefuddin,
setiap hari di poliklinik g dengan 2011)
dan IGD. melihat
hasil
daftar
kunjungan
harian
pasien

Kondisi Keadaan klien sewaktu Observasi Lembar Ringan Nominal


Penyakit berkunjung ke Tilik Sedang
poliklinik dan IGD
dengan melihat kondisi
umum (KU) klien yang
dilayani di rawat Jalan

Pengukuran Pasien atau klien yang Angket Kuesioner Langsung Nominal


Pelayanan perlu ditangani Tidak
Perawatan langsung atau tidak langsung
langsung pada klien (Anwar
44

dalam kondisi rawat 2013)


jalan

Tindakan Tindakan keperawatan Angket Kuesioner Tindakan Nominal


yang yang dilakukan oleh Mandiri
dibutuhkan perawat dalam Tindakan
melayani pasien yang kolaborasi
berkunjung ke ruang (Ilyas,
rawat jalan poliklinik 2004)
dan IGD Non Urgen

Rata-rata Lamanya tindakan Observasi Format Lama Nominal


waktu keperawatan yang rata rata Singkat
pelayanan dibutuhkan klien dalam waktu (Anwar
menagani klien yang pelayanan 2013)
berkunjung ke ruang (SOP RS)
rawat jalan Poliklinik
dan IGD Non urgen

Variabel Confounding
Umur Umur klien di hitung Kuisioner Kuisioner 1. Dewasa Ordinal
sejak tanggal kelahiran A Awal : 20
hingga ulang tahun - 30 tahun
terakhir pada saat 2. Dewasa
mengisi kuisioner Tengah:
31-59
tahun
3. Dewasa
Akhir :di
mulai
pada umur
60 tahun
sampai
kematian.

( Santrock
: 2008)
Jenis Karakteristik fisik yang Kuisioner Kuisioner Pengelompok Nominal
Kelamin dimiliki responden A kan :

1. Laki–laki
2. Perempua
n
Pendidikkan Pendidikan formal yang Kuisioner Kuisioner Pengelompok Ordinal
dimiliki responden A kan :
1. SPR/SPK
2. D III
3. S1

Masa Kerja Lama responden Kuisioner Kuisioner 1. < 5 Tahun Ordinal


45

bekerja dimulai sejak A 2. 5-10


perawat resmi diangkat Tahun
sebagai karyawan 3. > 10
rumah sakit. Tahun

Status Status responden yang Kuisioner Kuisioner 1. Belum Nominal


Perkawinan secara legal diakui oleh A kawin
agama dan Negara 2. Kawin
46

BAB IV

METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas tentang desain penelitian, populasi dan sampel, tempat dan waktu

penelitian, etika penelitian, prosedur pengumpulan data, alat pengumpulan data, uji instrumen

dan pengolahan serta analisis data. Metode penelitian sesuai dengan tujuan penelitian untuk

menjawab fenomena atau topik yang diteliti

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dimana pengukuran yang tepat untuk

mengumpulkan data dan analisis statistik digunakan dalam merangkum dan

menggambarkan temuan untuk mengkaji hubungan antar variabel ( Burn dan Groye, 2004

). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan

menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu untuk menguji adanya hubungan antara

dua variabel atau lebih dan tidak dilakukan manipulasi pada variabel tersebut ( Polit &

Beck, 2004 ).

4.2 Populasi

1) Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang menjadi acuan terhadap hasil penelitian

yang dilakukan (Arikunto, 2002 ). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat

yang bertugas di ruang Poliklinik Rawat jalan Dan IGD RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat yang berjumlah 31 orang.


47

2) Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap

mewakili populasi (Notoadmodjo,2005). Teknik penentuan jumlah sampel pada

penelitian ini adalah total sampling dengan kriteria:

Kriteria Inklusi :

a. Perawat yang bertugas di Ruang Poliklinik Rawat jalan Dan IGD RS Islam Ibnu

Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat.

b. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

c. Latar belakang pendidikkan SPK, D III , S1/Ners

Kriteria Eklusi :

a. Perawat yang sedang cuti,sakit dan mengikuti tugas belajar

b. Perawat yang tidak dinas di ruang itu.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Poliklinik Rawat jalan Dan IGD RS Islam Ibnu

Sina Yarsi Bukittinggi Sumatera Barat. Alasan peneliti tertarik melakukan penelitian di

rumah sakit ini karena rumah sakit merupakan lahan praktek residensi peneliti

sebelumnya dan banyak fenomena yang ditemukan. Sehingga peneliti ingin mengetahui

lebih rinci Faktor beban kerja perawat Dalam Pelayanan pasien di Poliklinik Rawat jalan

Dan IGD RSI Yarsi Bukittinggi Sumbar . Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan

Juni 2016.
48

4.4 Etika Penelitian

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu menjelaskan pada

responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan hak – hak responden, kerahasiaan,

identitas dan waktu pada saat mengisi kuisioner. Responden yang memenuhi kriteria dan

mau berpartisipasi dalam penelitian ini terlebih dahulu menanda tangani persetujuan

penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik yang

meliputi :

1) Self determination

Prinsip menghargai harkat dan martabat manusia, responden diberikan kebebasan

untuk ikut berpartisipasi atau tidak, tanpa paksaan dan sewaktu – waktu boleh

mengundurkan diri tanpa sanksi. Guna meminimalkan penolakan pada responden

sebelumnya peneliti memberikan kuesioner peneliti terlebih dahulu dalam melakukan

pendekatan dengan responden yaitu membina hubungan saling percaya dan

menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, sehingga diharapkan resonden bersedia

menjadi smapel pada saat penelitian. Untuk melindungi pasien yang bersedia

mengikuti penelitian maka responden menanda tangani informrd consent, sebaliknya

apabila pasien menolak untuk menjadi responden dengan alas an sibuk atau

banyaknya jumlah pertanyaan yang diberikan, maka responden diberikan kebebasan

untuk tidak ikut dalam pengumpulan data.

2) Anonimity

Menurut Polit & Hungler ( 2005 ) anonimity adalah menjamin kerahasiaan, identitas

responden. Responden diminta untuk tidak mengisi nama pada lembar pengisian

kuisioner, namun untuk identitas seperti umur, jenis kelamin, pendidikkan, status

perkawinan harys diisi oleh responden. Penelitian ini tidak membahayakan responden

dan identitas responden dijaga kerahasiaanya. Kuesioner yang telah diisi disimpan
49

oleh peneliti dan tidak diberikan kepada pihak rumah sakit, setelah penelitian selesai

data dihancurkan.

3) Benefience

Aplikasi dari prinsip etik pada penelitian ini adalah peneliti menjelaskan kepada

responden tentang penelitian yang akan dilakukan yang meliputi tujuanpenelitian,

manfaat penelitian dan dampak penelitian. Hasil penelitian ini memiliki kontribusi

untuk bidang manajemen rumah sakit dan perawat pelaksana yang dalam hal ini

menjadi subjek penelitian serta menjadi masukan dalam optimalisasi beban kerja dan

motivasi perawat oleh manajer rumah skit serta bidang keperawatan. Apabila pihak

manajemen mampu mengatur beban kerja dan motivasi perawat maka akan

berdampak pada perilaku cari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan serta

akan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

4) Maleficence

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko pada responden dan bebas dari rasa tidak

nyaman. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan penjelasan penelitian secara

tertulis dan tidak akan mempengaruhi responden. Pertanyaan yang diberikan dalam

kuesioner penelitian tidak banyak, pengisisan kuesioner oleh responden diberikan

waktu 15 – 20 menit.

5) Justice

Kadilan diwujudkan dengan memperlakukan setiap orang dengan moral yang benar

dan pantas serta member setip haknya, serta penekanan pada distribusi seimbang dan

adil (Komite Nasional Etik Penelitian Kesehatan,2003) prinsip ini juga diartikan

sebagai kesempatan yang adil bagi semua responden tanpa memandang gender,
50

bahasa dan usia. Responden memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil

dan mendapatkan keleluasaan pribadi ( Hamid,2008 ).

4.5 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa

kuesioner dan pedoman observasi.

1) Karakteristik Responden ( Kuesioner A )

Bagian ini berisi data atau karakteristik responden terdiri dari 5 pertanyaan dari nomor

1 sampai dengan 5 yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan

status perkawinan. Responden mengisi salah satu jawaban yang disediakan disamping

dengan memberikan centang (√ ) pada kolom yang disediakan .

2) Lembar observasi ( Format B )

Untuk mengukur beban kerja dilakukan dengan menghitung jenis kegiatan baik

kegiatan keperawatan langsung dan kegiatan keperawatan tidak langung serta

mencatat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Selanjutnya

mengklasifikasi kegiatan yang diamati menjadi kegiatan produktif ,tidak produktif

dan berlebih..Pedoman terhadap observasi beban kerja perawat disusun berdasarkan

kegiatan keperawatan langsung dan kegiatan keperawatan tidak langsung (Kurniadi,

2013 ).

Cara pengukuran metoda observasi dengan menggunakan lembar observasi, lembar

jenis kegiatan keperawatan langsung ( formulir B1 ) dan lembar daftar kegiatan

keperawatan tidak langsung ( formulir B 2 ).

3) Untuk Variabel Jumlah klien Yang dilayani (Kuesioner C )

Kuesioner ini mengukur seberapa banyak klien yang dilayani dalam pelayanan pasien

yang dihitung berdasarkan rata rata tiap hari pasien yang datang ke poliklinik dan juga
51

IGD Non Urgen dengan. Dimana Lembar tilik ini yang digunakan berdasarkan

kuesioner yang ada di Ruang Poliklinik Dan IGD

4). Kondisi penyakit ( Kuesioner D )

Kuesioner ini merupakan kuesioner kondisi klien dimana klien yang datang

berkunjung ke Poliklinik dan IGD dilihat dari kondisi keadaan umum (KU) kklien

yang dinilai oleh tenaga Medis dimana kuesioner ini dilihat berdasarkan kondisi klien

yang datang keruangan IGD dan Poliklinik Rawat Jalan setiap harinya di RS Islam

Ibnu Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat.

5). Pelayanan Keperawatan ( Kuesioner E )

Kuesioner ini merupakan kuesioner pelayanan pasien dimana kuesioner ini dilakukan

pada klien baik secara langsung maupun secara tidak langsung pada klien yang datang

mengunjungi ruang Rawat Jalan poliklinik Dan IGD , apakah tindakannya langsung

atau tidak langsung di RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat

6). Tindakan yang dibutuhkan ( Kuesioner F )

Kuesioner ini merupakan kuesioner dimana klien yang datang berkunjung ke

Poliklinik Rawat Jalan dan IGD dilihat dari apa saja tindakan yang dilakukan oleh

perawat apakah tindakannya dilakukan secara Mandiri atau tindakan kolaborasi yang

dilayani di Poliklinik Rawat jalan Dan IGD Non Urgen RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat.

7). Rata arata waktu Pelayanan ( Kuesioner G )

Kuesioner ini merupakan kuesioner dimana klien yang datang berkunjung ke

Poliklinik Rawat Jalan dan IGD dilihat dari berapa menit pasien yang dilayani
52

sampai pasien tersebut pulang tanpa ada rawatan baik di Ruang Rawat Jalan

Poliklinik dan Juga Ruang IGD sehingga rata rata klien dilihat berdasarkan SOP

Ruangan RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Yarsi Sumatera Barat

4.6 Uji Instrumen

4.6.1 Uji Validitas

Uji validitas suatu instrumen penelitian dilakukan dengan cara melakukan uji korelasi

pearson product moment (r) yaitu membandingkan antara nilai tiap item pertanyaan

dengan skor total kuisioner, untuk melihat nilai korelasi tiap – tiap pertanyaan

signifikan. Pertanyaan dikatakan valid jika skor tersebut berkorelasi secara bermakna

dengan skor totalnya. Apabila r hitung > r tabel , maka Ho ditolak artinya variabel

valid. Apabila r hitung < r tabel, maka Ho gagal ditolak, artinya variabel tidak valid (

Hastono, 2006 ). Uji validitas instrumen bertujuan agar instrumen penelitian yang

digunakan tersebut valid artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya di ukur ( valid ) ( Hastono, 2006 ).

Sebelum dilakukan penelitian, peneliti melakukan uji instrumen terhadap 10 orang

responden (10%-30%) dari Total Populasi (Sugiono 2007) dan di RS Islam Ibnu

Sina Padang Panjang Yarsi Sumatera Barat. Alasan peneliti melakukan uji instrumen

di RS Islam Ibnu Sina Padang Panjang Yarsi Sumatera Barat karena RSI Yarsi

Bukittinggi dan RSI Yarsi Padang Panjang merupakan rumah sakit Asosiasi Rumah

Sakit Islam (RSI) dan juga dari tipe rumah sakit yaitu sama yaitu tipe C, karakteristik

responden hampir sama. Uji validitas instrumen bertujuan agar instrumen penelitian

yang digunakan tersebut valid artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa

yang seharusnya di ukur ( valid ) ( Hastono, 2006 ).


53

4.6.2 Uji Reabilitas

Uji reabilitas (kehandalan) merupakan suatu ukuran untuk menunjukkan sejauh mana

hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih (

Hastono, 2006 ). Instrumen yang dapat digunakan dalam suatu penelitian minimal

harus mempunyai nilai reabilitas 0,80 ( Burn & Grove, 2008 ). Mengetahui nilai

reabilitas yaitu dnegan membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. Pertanyaan

dikatakan reliable jika r α > r tabel, maka pernyataan tersebut reliable. Adapun cara

untuk menguji realibilitas kuesioner dalam penelitian adalah dengan menggunakan

koefesien Alpha Cronbach yaitu apabila hasil koefesien alpha > taraf signifikan 60%

atau 0,6 maka pernyataan kuesioner tersebut realibel. Apabila hasil koefesien alpha <

taraf signifikan 60% atau 0,6 maka pernyataan kuesioner tidak reliabel.

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

1) Mengupayakan surat izin penelitian dari Program Pascasarjana Unand secara

bersama.

2) Peneliti mengajukan surat izin penelitian kepada Direktur RS Islam Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi Sumatera Barat melalaui KaBid keperawatan dan, kemudian mengadakan

pertemuan dengan Kepala Bidang Keperawatan, Kepala Ruangan dan berbagai pihak

yang terkait untuk menjelaskan tujuan penelitian, manfaat penelitian serta prosedur

penelitian yang akan dilakukan.

3) Responden ( untuk kuesioner )

a) Sebelum melakukan penelitian peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan

penelitian, manfaat penelitian, jaminan kerahasiaan atas jawaban yang diberikan

dalam kuesioner dan penelitian tidak berdampak bagi responden.


54

b) Selanjutnya peneliti memberikan lembar pernyataan persetujuan sebagai bukti

kesediaan sebagai responden dalam penelitian ini dan setelah itu kuesioner

diberikan kepada responden.

c) Responden diberi kesempatan untuk mempelajarinya terlebih dahulu.

d) Selama responden mengisi kuesioner peneliti mendampingi sehingga bila ada

pernyataan yang kurang jelas dapat langsung dijelaskan.

e) Semua data yang ada dikumpulkan, diperiksa kelengkapannya dan kemudiaan akan

dianalisis oleh peneliti.

4) Responden ( untuk observasi )

a) Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

jaminan kerahasiaan.

b) Peneliti menjelaskan bahwa akan dilakukan pengamatan terhadap seluruh aktifitas

perawat pelaksana selama 7 jam (shift pagi, shift sore dan shift malam untuk IGD)

dan selama 7 jam untuk polilinik rawat jalan (shift Pagi)

c) Meminta responden tetap melaksanakan tugasnya seperti biasa tanpa merasa

terganggu.

d) Selanjutnya peneliti memberikan lembar pernyataan persetujuan sebagai bukti

kesediaan sebagai responden dalam penelitiaan ini dan setelah itu kuesioner

diberikan kepada responden

e) Prosedur teknis pengumpulan data :

(1) Pengumpulan data dilakukan dalam 7 jam (1 shift ) . Untuk IGD 3 Shift ,

sedangkan Poliklinik Rawat jalan 1 Shift.

(2) Untuk mengetahui perawat yang dinas setiap shift , peneliti akan

meminjam dan melihat jadwal dinas perawat di ruangan.


55

(3) Setiap kegiatan yang dilakukan perawat dicatat waktu mulai dan kapan

berakhirnya.

(4) Melaksanakan pengumpulan data dengan instrumen yang sudah disiapkan

selama tiap shift-nya .

(5) Setiap kegiatan yang dilakukan perawat dicatat waktu mulainya dan kapan

berakhirnya.

(6) Untuk pengumpulan data pada hari kedua dan seterusnya adalah

responden sesuai dengan daftar dinasnya.

(7) Apabila perawat yang akan diamati tidak hadir karena ganti dinas atau

sakit maka perawat yang diamati perawat yang menggantikan.

(8) Setelah selesai diperiksa kelengkapannya untuk kemudian data diolah dan

dianalisis .

4.8 Pengolahan data

Setelah semua data dikumpulkan dengan baik kemudian data diolah dengan

menggunakan perangkat komputer dengan tahap pengolahannya sebagai berikut :

4.8.1 Editing

Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan pengisian,

kejelasan tulisan, relevansi jawaban dengan pertanyaan dan konsistensi jawaban dari

setiap pertanyaan dan kejelasan hasil observasi agar dapat diolah dengan baik.

4.8.2 Coding

Pada tahap ini peneliti melakukan konversi jawaban kuesioner. Setiap jawaban/data

yang berbentuk huruf diubah menjadi data berbentuk angka/bilangan/kode untuk

setiap pernyataan dalm instrumen sehingga memudahkan dalam pengolahan data.

Untuk hasil observasi peneliti melakukan pengkodingan untuk nama perawat.


56

4.8.3 Entry data

Proses pengolahan data selanjutnya dilakukan dengan cara memasukkan data yang

sudah diberi kode ke computer dengan menggunakan program komputerisasi.

4.8.4 Tabulasi data

Sebelum dilakukan tabulasi dilakuka kegiatan mengecek kembali data yang sudah

dimasukkan, apakah ada missing, melihat variasi data dan konsistensi data dan

selanjutnya mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

dimasukan kedalam tabel sesuai kategori variabel.

4.8.5 Pembersihan Data

Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap data yang sudah di entry

untuk memastikan bahwa data telah bersih dari kesalahan.

4.9 Analisa data

4.9.1 Analisis Univariat

Tujuan analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik masing – masing variabel

yang diteliti ( Hastono,2007 ). Data yang dilakukan analisis univariat adalah data

kategorik. Sehingga data yang dikategorikkan dalam penelitian ini yaitu usia, jenis

kelamin, pendidikkan, lama kerja, status perkawinan, beban kerja perawat, Jumlah klien

yang dilayani, pelayanan keperawatan, tindakan keperawatan yang dibutuhkan dan rata

rata waktu pelayanan pasien oleh perawat. Penyajiannya menggunakan distribusi

frekuensi dan persentase atau proporsi.

Tabel 4.3 : Uji Statistik Pada Analisa Univariat

No Variabel Jenis Cara Analisis


Data
1 Beban Kerja Kategorik Distribusi frekuensi dengan
ukuran persentase atau proporsi.

2 Jumlah klien yang Kategorik Distribusi frekuensi dengan


57

dilayani ukuran persentase atau proporsi.

3 Kondisi Penyakit Klien Kategorik Distribusi frekuensi dengan


yang dilayani ukuran persentase atau proporsi.

4 Pelayanan keperawatan Kategorik Distribusi frekuensi dengan


ukuran persentase atau proporsi.
5 Tindakan yang Kategorik Distribusi frekuensi dengan
dibutuhkan Klien yang ukuran persentase atau proporsi.
dilayani
6 Rata-rata waktu Kategorik Distribusi frekuensi dengan
pelayanan klien ukuran persentase atau proporsi.
4 KarakteristikResponden Kategorik Distribusi frekuensi dengan
 Usia ukuran persentase atau proporsi.
 Jenis kelamin
 Pendidikkan
 Masa kerja
 Status Perkawinan

4.9.2 Analisi Bivariat

Analisis bivariat digunakan mengetahui apakah ada hubungan yang bermakna anatara

dua variabel atau dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang

bermakna antara dua kelompok atau lebih. Karena variabel dalam penelitaan ini data

kategorik maka digunakan chi square. Uji chi square dilakukan untuk melihat ada

tidaknya asosiasi antar dua variabel yang bersifat kategorik (Hastono & Sabri 2006 ).

Semua variabel kategorik terdiri dari variabel Dependen dan Independen. Analisa

bivariat penelitian ini menggunakan komputerisasi, kemaknaan dilihat berdasarkan

batas α = 0,05 sehingga bila p ≤ maka disebut bermakna dan jika p > 0,05 bearti tidak

bermakna ( Burns anfd Grove, 2009 ).

Tabel 4.4 : Uji Statistik Pada Analisa Bivariat

No Variabel Skala Variabel Skala Uji


Independent Dependen Statistik
1 Jumlah Klien Ordinal Beban Ordinal Chi
yang dilayani Kerja Square
perawat
2 Kondisi Penyakit Nominal Beban Ordinal Chi
58

klien Yang Kerja Square


dilayani perawat
3 Pengukuran Nominal Beban Ordinal Chi-
pelayanan Kerja square
keperawatan perawat
4 Tindakan yang Nominal Beban Ordinal Chi
dibutuhkan dalam Kerja Square
pelayanan pasien perawat
5 Rata rata waktu Ordinal Beban Ordinal Chi
pelayanan Klien Kerja Square
perawat

4.9.3 Analisa Multivariat

Penelitian ini dilanjutkan dengan analisis mulitivariat. Tujuan analisis

multivariat untuk melihat hubungan beberapa variabel ( lebih dari satu variabel )

independen dengan satu atau beberapa variabel dependen ( Hastono , 2006 ).

Analisis multivariat yang akan dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis hubungan variabel independen ( jumlah Klien, Kondisi Penyakit,

Pengukuran pelayanan keperawatan, Tindakan keperawatan dan rata rata waktu

pelayanan) yang paling berhubungan dengan variabel dependen ( beban Kerja

Perawat dalam pelayanan pasien) dengan melihat nilai p ≤ 0,25.

Analisis statistik yang akan digunakan yaitu regresi logistik. Analisis regresi logistic

merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untyk mengetahui bentuk

hubungan satu atau beberapa variabel independen dengan sebuah variabel

dependen kateogori yang bersifat dikotom atau binary ( Luknis & Hastono, 2009 ).

Penelitian analisis regresi logistik dilakukan untuk melihat variabel apakah sebagai

faktor dominan yang mempengaruhi beban kerja perawat dalam pelayanan pasien

di Poliklinik Rawat jalan dan IGD Non Urgen RSI Yarsi Bukittinggi Sumbar.
59

Adapun tahap analisis pemodelan regresi logistik adalah sebagai berikut

a. Melakukan analisis bivariat, kemudian melakukan seleksi variabel-variabel yang

mempunyai nilai alpa , 0,25 masuk ke model multivariate.

b. Melakukan pemodelan variabel utama yang nilai tertinggi besar dari 0,05

dkeluarkan satu persatu dan selisih OR antara pertama dengan kedua > 10 %

variabel tersebut masuk kembali ke model.

c. Setelah variabel utama terakhir dari permodelan lalu dicari variabel yang lebih

dominan, kemudian baru uji confounding selanjutnya, sebelum pemodelan

terakhir.

d. Penilaian terakhir keluar variabel yang paling dominan OR yang tertinggi

setelah dikontrol dengan variabel confounding

Anda mungkin juga menyukai