Anda di halaman 1dari 3

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik
mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Demam tifoid merupakan
penyakit endermik di Indonesia.
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi A,
dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan
oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat. Salmonella memiliki antigen somatik O dan
antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil
terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi)
ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam lumen usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon humoral mukosa usus (IgA) kurang baik, maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman akan berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat hidup di dalam
makrofag dan selanjutnya akan dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini akan masuk ke sirkulasi darah ( menyebabkan bakteremia asimptomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di dalam organ-
organ in kuman meninggalkan makrofag dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid
dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi menyebabkan bakteremia yang kedua
kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman
masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu
diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama
feses sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah menembus lumen usus. Proses yang sama
terulang kembali, berehubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis
kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi. Di dalam Plaque Peyeri
makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi perdarahan sekitar plaque Peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding
usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa
usus, dan dapat mengakibatkan perforasi, endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan dan gangguan organ lainnya.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala klinis timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas
disertai dengan komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini
ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi pada umunya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative
(peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali/menit), lidah yang
berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
Pemeriksaan Laboratorium : dapat ditemukan lekopenia, lekositosis, atau lekosit
normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati (SGOT dan SGPT meningkat) tetapi dapat kembali normal setelah
sembuh.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman S.thypi dengan antiboby yamg di sebut
aglutinin. Antigen yang di gunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu: a) Aglutinin O dari tubuh
kuman, b) Aglutinin H dari flagella kuman, c) Aglutinin vi (simpai kuman). Dari ketiga
aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk diagnostik demam tifoid
semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinan terinfeksi penyakit ini. Pembentukan
aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat
dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada
fase akut, mula-mula timbul aglutinin O kemudian diikuti dengan aglutinin H. pada orang yang
telah sembuh dapat dijumpai aglitinin O 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama
9-12 bulan.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin yg bermakna diagnostik
untuk demam tifoid. Batas titer yg dipakai hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat
saja, dan dapat berbeda pada tiap-tiap laboratorium. Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat
setelah satu minggu memastikan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320
atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.
Diagnosis definitif penyakit tifoid dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari spesimen yang
berasal dari darah penderita. Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu
pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90%,
khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotik. Pada minggu ke-3
kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-15%. Hasil biakan
darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil yang negatif tidak
menyingkirkan adanya demam tifoid.

Anda mungkin juga menyukai