Myofascial Trigger Point aktif di kepala dan otot leher pada pasien dengan
Tension-type headache kronis pada dua unit pelayanan primer di Tshwane
Oleh :
Afrizal Tri Heryadi G99142074
Irvan Raharjo G99142075
Annisa Permatasuhdan A G99142076
Arina Setyaningrum G99142077
Elisabeth Dea Resitarani G99142078
Diah Nahdliana G99141136
Aditya Bawono G99132010
Pembimbing:
Kriteria mayor :
Keluhan nyeri regional
Taut band pada otot jika otot dapat dipalpasi
Nyeri yang dirasakan di 1 titik pada taut band
Nyeri alih pada kompresi trigger point miofasial (MTrP)
Kriteria Minor :
Keluhan nyeri dengan menekan trigger point miofasial (MTrP)
Respon kedutan lokal (kontraksi otot tidak sadar) ditimbulkan oleh palpasi
tajam atau insersi jarum pada trigger point miofasial (MTrP)
Berkurangnya nyeri dengan injeksi MTrP dengan anestesi lokal
METODE
Sebuah penelitian prospektif, cross-sectional deskriptif, dilakukan di dua
tempat pelayanan kesehatan primer perkotaan yang terletak di baratdaya distrik
Tshwane (Pretoria).
Pasien dewasa (usia ≥ 18 tahun) dengan nyeri kepala kronis yang telah
berlangsung selama lebih dari 3 bulan, yang didiagnosis hampir lebih dari dua tahun
melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis yang terfokus. Pasien yang memenuhi
kriteria CTTH berdasarkan International Classification of Headache Disorders
(ICHD), edisi kedua17 (edisi ketiga18 dipublikasikan ketika penelitian ini sedang
dilakukan), diikutsertakan kedalam penelitian ini. Seluruh subjek memiliki nyeri
kepala setidaknya selama 15 hari dalam satu bulan yang berlangsung lebih dari tiga
bulan. Nyeri kepala yang diderita para subjek berada di kedua sisi kepala dengan
kualitas nyeri yang berbeda-beda. Skoring penilaian intensitas nyeri 0-10 (NRS-
Numeric Rating Scale) digunakan untuk menilai derajat keparahan nyeri kepala
selama empat minggu sebelumnya. Sesuai dengan kriteria ICHD untuk CTTH, rata-
rata skor intensitas nyeri kepala pasien bervariasi antara 1-6 (nyeri ringan-sedang)
berdasarkan sistem skoring NRS. Pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusi
dalam penelitian ini yaitu bila dari evaluasi klinis didapatkan adanya penyebab
sekunder nyeri kepala, atau nyeri kepala primer tipe lain seperti migrain. Pasien
yang tidak dapat mendeskripsikan nyeri kepala secara jelas akibat gangguan
kognitif dieksklusikan.
Sembilan puluh tujuh pasien diikutsertakan dalam penelitian ini. Jumlah
tersebut adalah jumlah minimal sampel untuk menentukan prevalensi MTrPs aktif
dengan akurasi 10 % atau lebih kecil dan konfidensi 95 %.
Seluruh subjek memberikan informed consent tertulis sebelum
berpartisipasi dalam penelitian ini yang diterima oleh Komite Etik Penelitian
Universitas Pretoria.
Sebuah kuesioner diberikan, didalamnya terdapat pertanyaan mengenai data
demografik dasar serta pertanyaan yang berhubungan dengan karakteristik nyeri
kepala dan penggunaan analgesik.
Hal ini juga disertai penilaian muskuloskeletal untuk menentukan lokasi dan
adanya MTrPs aktif. Otot leher dan kepala yang spesifik atau kelompok otot, yaitu
temporalis, trapezius superior, occipitofrontalus, suboccipital, dan cervicalis
posterior secara sistematis diperiksa bilateral. MTrPs teraba melalui teknik palpasi
datar, dideskripsikan oleh Dommerholt et al,19 menggunakan jari telunjuk untuk
menekan dasar tulang untuk mengetahui adakah titik nyeri istimewa pada setiap
otot. Begitu ketemu, dilakukan penekanan bertahap, menggunakan tekanan
algometer (Force DialTM Algometer; Wagner Instruments, USA), yang
diaplikasikan pada titik nyeri untuk mengukur dan menstandardisasi tekanan lokal.
Kompresi berlangsung selama 5 hingga maksimal 10 detik dan sampai tekanan
maksimal yaitu 4 kg/cm2 (tekanan cukup untuk mengembalikan aliran darah kuku
ibu jari).
Tujuan dari penelitian ini, MTrPs aktif ditemukan ketika palpasi satu jari
dan tekanan algometer diatas otot mengkonfirmasi adanya titik nyeri istimewa yang
berhubungan dengan titik nyeri dimana pasien mengenalinya sebagai titik nyeri
kepala biasanya.
Setiap otot/kelompok otot (sisi kanan dan kiri) diklasifikasikan menjadi
kelompok yang memiliki MTrP aktif atau tidak. Oleh karena itu, seorang pasien
dengan satu atau lebih titik pemicu setiap otot/kelompok otot yang direkam pada
kedua sisinya maksimal memiliki 10 MTrPs aktif.
ANALISA STATISTIK
Data-data dianalisa dengan menggunakan software statistik Stata Release
8.1 Intercooled (StataCorp LP, College Station, TX, USA). Distribusi frekuensi
parameter pasien CTTH dan kategori MTrP aktif dilakukan untuk menentukan
persentase pasien dengan MTrP aktif dalam otot/kelompok otot yang berhubungan.
Chi-square, Fisher’s exact, dan Student’s t-tests digunakan untuk menilai pengaruh
variabel penelitian seperti usia, jenis kelamin, dan frekuensi penggunaan obat
analgesik pada frekuensi MTrP aktif. Analisa statistik dilakukan pada tingkat
konfidensi 95% dan nilai p kurang dari 0.05 yang dianggap signifikan secara
statistik.
HASIL
Profil sosio-demografik dari 97 sampel pasien ditunjukkan oleh Tabel 1.
Dalam tabel tersebut sebanyak 86.6 % (n=84) pasien yang menderita CTTH adalah
wanita. Usia rerata adalah 39.1 tahun dengan standard deviasi 12.9.
Satu atau lebih MTrP aktif ditemukan di otot kepala dan leher pada 95.9 %
(n=93) pasien, dengan sebagian besar memiliki empat atau lebih MTrPs aktif
(Tabel 2).
Variabel Sosio-demografik Kategori n %
Pria 13 13.4
Jenis kelamin
Wanita 84 86.6
18-29 26 26.8
30-39 29 29.9
Usia (tahun) 40-49 18 18.6
50-59 19 19
>60 5 5.2
Bekerja 61 62.9
Status pekerjaan
Tidak Bekerja 36 37.1
Hitam 55 56.7
Putih 11 11.3
Ras
Asia 26 26.8
Campuran 5 5.2
Total 97
Tabel 1. Karakteristik demografik pasien CTTH
Jumlah rata-rata MTrPs aktif seorang pasien adalah 4.9 (SD 2.43). Gambar
1 mengilustrasikan distribusi MTrPs aktif di otot kepala dan leher yang diperiksa.
MTrPs yang paling aktif ditemukan di kelompok otot temporalis (87.6%) dan
suboksipital dan MTrPs aktif ditemukan secara bilateral di hampir semua otot.
100
90
80
70
60
50
40
Unilateral
30
Bilateral
20
10
0
Gambar 1. Persentase pasien CTTH dengan MTrPs aktif di otot kepala dan leher
yang berbeda
Variabel seperti jenis kelamin (p=0.42), usia (p=0.44) dan status pekerjaan
(p=0.88) tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap MTrPs aktif di otot-otot
leher dan kepala. Prevalensi MTrPs aktif dibandingkan dengan kelompok pasien
dengan CTTH yang sering menggunakan obat analgesik (65.98%) dan kelompok
yang tidak menggunakannya. Tidak ada perbedaan hasil temuan MTrPs aktif yang
signifikan diantara kedua kelompok tersebut (OR 2.00; 95% CI 0.26-15.11) dan
p=0.49. Jumlah pasien dengan MTrPs aktif (0-3) lebih sedikit dibandingkan pasien
dengan MTrPs aktif (4-10). Tidak ada juga perbedaan yang signifikan antara
kelompok pasien yang sering dengan pasien yang jarang mengkonsumsi obat
analgesik (OR 1.42; 95% CI 0.55-3.67) dan p=0.47.
DISKUSI
Pada studi ini, yang dilakukan dengan subyek pasien dewasa dengan CTTH
di dua fasilitas kesehatan primer, kebanyakan pasien ditemukan memiliki satu atau
lebih MTrPs aktif pada otot kepala dan leher. Prevalensi MTrPs aktif pada grup
pasien CTTH pada penelitian ini lebih tinggi dibanding yang ditemukan pada studi
sebelumnya, yang menggunakan pasien di rumah sakit tersier, yang mana 65-85%
pasien dengan CTTH ditemukan memiliki MTrPs aktif.14, 15 Prevalensi tinggi dari
MTrPs aktif pada pasien fasilitas kesehatan primer ini sudah diduga karena studi
sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa nyeri MTrP memiliki asosiasi kuat dengan
nyeri kepala chronic tension-type dan migrain. 5 Gerwin melaporkan sebelumnya
bahwa 100% pasien dengan nyeri kepala mixed-type/migrain memiliki MTrPs
aktif.20
Studi sebelumnya tentang MTrPs aktif pada pasien CTTH secara spesifik
melaporkan angka rata-rata MTrPs aktif yang ditemukan per pasien. Terdapat
perbedaan dengan penelitian ini, yang mungkin dikarenakan bahwa setiap studi
tersebut memeriksa otot leher dan kepala yang berbeda-beda. Studi pasien CTTH
yang dilakukan di Spanyol dan Korea menemukan rata-rta sebesar 1.9 dan 2.4
MTrPs aktif per pasien CTTH, ketike memeriksa tiga sampai empat otot kepala dan
leher secara bilateral.16, 18 Pada studi lain yang dilakukan oleh peneliti Spanyol, rata-
rata MTrPs yang ditemukanyakni 7 MTrPs aktif per pasien CTTH, ketika
25
memeriksa enam otot kepala dan leher secara bilateral. Pada studi ini, yang
menggunakan lima otot kepala dan leher bilateral, ditemukan rata-rata 4.9 MTrPs
aktif per pasien CTTH. Perlu diperhatikan bahwa masalah nyeri regional dapat
disebabkan oleh satu trigger point, meskipun umumnya memang dipengaruh oleh
berbagai trigger point.8
Pada studi kami ini, muskulus temporalis dan suboksipitalis merupakan dua
otot yang paling sering memiliki MTrPs aktif (87.6% dan 80.4%, secara berurutan).
Muskulus suboksipitalis juga dilaporkan merupakan otot yang paling dipengaruhi
oleh berbagai MTrPs aktif, sesuai satu studi dari Spanyol,21 tidak seperti studi pada
Korea, yang mana melaporkan muskulus Trapezius superior sebagai otot yang
paling sering dikaitkan (8.7%).18 Simons et al telah melaporkan bahwa muskulus
Trapezius mungkin merupakan otot yang paling dipengaruhi oleh MTrPs.5
Prevalensi MTrPs aktif yang rendah pada studi kami ini mungkin saja berkaitan
dengan perbedaan pada aktivitas sehari-hari pada populasi studi ini dibandingkan
dengan populasi studi lainnya. Telah diketahui bahwa stress visual yang tinggi
terkait pekerjaan menggunakan komputer, akan meningkatkan perkembangan
22
trigger point di muskulus Trapezius. Dengan lebih dari sepertiga dari populasi
studi kami yang merupakan pengangguran, maka pekerjaan dengan komputer
mungkin saja tidak terkait. Pada studi tentang pasien migrain, ditemukan bahwa di
muskulus temporalis dan suboksipitalis lah banyak terletak trigger point.
Walaupun studi ini dan studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa
mayoritas pasien CTTH memiliki MTrPs aktif pada otot kepala dan lehernya, masih
belum jelas apakah ada hubungan langsung antara adanya MTrPs dan CTTH.
Walau begitu, telah cukup jelas bahwa MTrPs pada otot kepala, leher, dan bahu
merupakan sumber sensitisasi sentral dan perifer yang mungkin saja berpengaruh
34
dalam gejala nyeri kronis pada pasien CTTH. Kontribusi MTrPs aktif terhadap
6, 26
nyeri pada CTTH didukung oleh beberapa peneliti di bidang ini. Telah
diketahui juga bahwa identifikasi dan intervensi dini untuk mengenali MTrPs pada
pasien dengan nyeri kepala tension-type dapat saja mencegah progresi ke gangguan
nyeri kepala yang lebih kronis. 5 Harus diperhatikan juga bahwa munculnya MTrPs
pada pasien CTTH tidak selalu menyingkirkan kemungkinan adanya pengaruh
faktor-faktor lain, seperti stress psikologis atau kecemasan dan postur kepala
abnormal, yang mungkin saja meningkatkan aktivitas MTrPs. 12
Penggunaan yang sering dari medikasi analgesik, yang mana ditemukan
pada 65.98% sampel kami, menunjukkan diagnosis tambahan yakni nyeri kepala
medication-overuse pada sampel tersebut. Pada studi kali ini, kami tidak
membedakan antara CTTH dengan nyeri kepala medication-overuse, karena pada
praktek klinik fasilitas kesehatan primer, pasien dengan nyeri kepala kronis
kebanyakan datang dengan gejala kombinasi keduanya. Maka, ICHD terbaru (edisi
ke-3)18 menyarankan bahwa pasien yang memenuhi kriteria CTTH yang juga
menggunakan medikasi analgesik secara berlebihan, sebaiknya diberikan diagnosis
ganda, yakni CTTH sekaligus nyeri kepala medication-overuse. Pada studi ini, tidak
ada asosiasi yang ditemukan antara penggunaan sering dari analgesik dan frekuensi
MTrP pada otot kepala dan leher.
Perlu diperhatikan bahwa lebih dari setengah pasien dengan CTTH berusia
di bawah 40 tahun, dengan sisanya umumnya berada di bawah usia 60. Hal ini
menekankan pentingnya manajemen efektif kondisi ini, yang ternyata muncul pada
populasi grup usia yang umumnya aktif secara ekonomi. Tingginnya jumlah pasien
wanita pada sampel cocok dengan penemuan studi sebelumnya, yakni nyeri kepala
tension-type muncu lebih sering pada wanita dibanding laki-laki.
Keterbatasan studi ini yakni tidak adanya metode laboratoris untuk
mengidentifikasi MTrPs. Diangosis didasarkan hanya sekedar dari riwayat dan
5
pemeriksaan fisik, dan dipengaruhi oleh kemampuan dan tehnik pemeriksa.
Tingkat reliabilitas diagnosis MTrP di kemudian hari seharusnya ditingkatkan,
yakni dengan elasografi resonansi magnetik dan imaging ultrasound resolusi tinggi.
12
Saat ini tidak ada diangostik klinis yang valid untuk MTrPs. Maka diperlukan
konsensus tentang fitur klinis untuk mendiagnosis MPS.