Definisi
Menurut WHO, pengertian stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda-tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak.1
Klasifikasi stroke
Berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistim pembuluh darah dan stadiumnya,
dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu,
sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda,
walaupun patogenesisnya serupa.2
Klasifikasi modifikasi Marshall2:
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a) Stroke Iskemik
i) Transient iskemik attack (TIA)
ii) Trombosis serebri
iii) Emboli serebri
b) Stroke Hemoragik
i) Perdarahan intraserebral
ii) Perdarahan subarachnoid
2) Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
a) Transient iskemik attack
b) Stroke in evolution
c) Completed stroke
3) Berdasarkan sistim pembuluh darah
a) Sistim karotis
b) Sistim vertebrobasiler
Faktor Resiko
Ada beberapa yang memudahkan timbulnya stroke. Secara garis besar dikelompokkan menjadi2 :
1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Herediter
d) Ras/etnik
2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a) Riwayat stroke
b) Hipertensi
c) Penyakit jantung
d)
e)
f)
g)
h)
Diabetes mellitus
Transient ischemic attack
Hiperkolesterol
Obesitas
Merokok
Etiologi
Beberapa penyebab stroke diantaranya2 :
1) Trombosis.
a) Aterosklerosis (tersering).
b) Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.
c) Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
d) Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2) Embolisme.
a) Sumber asal jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung
reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
b) Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri
vertrebralis distal.
c) Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
3) Vasokonstriksi.
a) Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid.
STROKE HEMORAGIK
A. Perdarahan Intraserebral
i) Definisi
Perdarahan intraserebral spontan/nontraumatik adalah perdarahan dalam parenkim
otak yang dapat meluas ke dalam ventrikel, dan pada keadaan jarang, dalam meluas ke
dalam ruang subarachnoid.3
ii) Penyebab
Perdarahan intraserebral biasanya timbul pada ganglia basalis, talamus, lobus
serebri, batang otak dan serebelum. Kerusakan jaringan primer dan distorsi terjadi saat
pembentukan hematom pada waktu darah menyebar diantara celah substansia alba.
Perdarahan umumnya timbul akibat rupturna arteri kecil oleh efek degeneratif dan
hipertensi kronik. 3
Suatu perdarahan intraserebral spontan dapat terjadi karena: 3
iii) Patofisiologi
Vaskulopati pada hipertensi kronik mengenai arteri perforantes yang berdiameter
100 400 m, kemudian mengakibatkan terjadinya lipohialinosis atau nekrosis fokal.
Hal ini dapat menjelaskan distribusi perdarahan hipertensif pada daerah yang mendapat
suplai dari arteri lentikulostriata (ganglia basalis), arteri talamo perforantes (talamus),
rami perforantes dari arteri basilaris (pons) dan arteri inferior serebelaris anterior dan
anterior superior (serebelum).4 Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan
dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur
anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Menurut Cushing, brain injury karena perdarahan spontan intraserebri diakibatkan
oleh tekanan lokal yang menekan mikrosirkulasi dan menyebabkan iskemia di sekeliling
hematom.5 Produk darah dan plasma merupakan mediator dari berbagai proses sekunder
yang terjadi setelah perdarahan spontan intraserebri. Setelah perdarahan spontan
intraserebri, mediator inflamasi dari darah dapat menginduksi reaksi inflamasi pada
hematom dan daerah sekitarnya, dapat ditemukan neutrofil, makrofag, leukosit, dan
mikroglia aktif. Pelepasan enzim sitotoksik, radikal bebas, nitrid oksida dan produk
kaskade fosfolipid diduga berperan pada secondary neural injury dan kematian sel.
Disebutkan pula mengenai peranan nekrosis dan apoptosis pada kematian neuron.4
Proses pembentukan edema perihematom berawal segera setelah onset perdarahan
intraserebral, umumnya dalam 3 jam, dan meningkat secara bertahap dalam
sekurangnya 72 jam. Beberapa mekanisme dalam sekuens yang berperan dalam
pembentukan edema antara lain: fase pertama ditandai dengan retraksi clot dan ekstrusi
serum; fase kedua (dalam 2 hari pertama) terjadi aktivasi kaskade koagulasi dan
produksi trombin; serta fase terakhir (3 hari setelah onset) terjadi suatu lisis sel darah
merah dan kerusakan neuron yang diinduksi oleh hemoglobin. Peran sentral trombin
dalam meningkatkan edema perihematom telah dilaporkan dalam sejumlah penelitian
baik dalam percobaan maupun pada PIS manusia, dan didapat data adanya penurunan
pembentukan edema setelah pemberian trombin inhibitor. Efek merusak dari trombin
pada jaringan perihematom diperantarai oleh inflamasi, sitotoksisitas dan kerusakan
sawar darah otak. Petanda molekular yang berhubungan dengan peningkatan edema
perihematom meliputi peningkatan glutamat, tumor necrosis factor-, interleukin-1, dan
intercellular adhesion molecule-1, tetapi hanya kadar tumor necrosis factor- yang
tidak tergantung dengan volume edema perihematom. Kadar glutamat serum yang tinggi
berhubungan dengan outcome neurologis yang buruk setelah PIS. 6,7,8,9 Pemecahan
hematom meliputi invasi makrofag, progresi edema sekitar, pembentukan microvessel
pada tepi klot dan kadangkala gliosis. Hasil akhir adalah jaringan parut yang ditandai
dengan hemosiderin atau kavitas yang mengandung darah lama yang dikelilingi jaringan
ikat.4
Gejala neurologis yang timbul terjadi karena ekstravasasi darah ke jaringan otak
sehingga menyebabkan nekrosis. Pada saat awal mungkin darah hanya akan mendesak
jaringan otak tanpa merusaknya, karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi.
Perdarahan intraserebral dan edema bisa mengganggu dan menekan jaringan otak
sekitarnya, mengakibatkan gangguan neurologis. Absorpsi dapat terjadi dalam waktu 34 minggu.11,12
Proses kematian sel otak akibat iskemia melalui 2 proses yaitu nekrosis dan
apoptosis. Kematian akibat nekrosis ditandai dengan adanya edema sitoplasma dan
pembengkakan sel, kerusakan sitoskeleton dan ruptur membrane sel dan organela.
Tanda-tanda inflamasi nyata didapatkan pada nekrosis sel. Kematian sel pada proses
apoptosis bersifat aktif dan didapatkan ekspresi protein baru. Energi sel normal sampai
tahap final kematian sel, penurunan energi sel terjadi lambat akibat sekunder dari
apoptosis. Aktifasi endonuclease menyebabkan pemecahan ikatan ganda DNA,
terbentuk fragmentasi DNA, dan kondensasi kromatin. Sel menjadi mengkerut dan
terbentuk tonjolan-tonjolan membran. Tonjolan membran bertambah besar dan terpisah
dari sel membentuk apoptotic bodies, yang kemudian mengalami lisis dan mengalami
proses fagositosis. Proses apoptosis ini terjadi dalam beberapa hari. Pada apoptosis
tidak didapatkan inflamasi atau hanya terdapat inflamasi ringan. 8,9
iv) Gejala dan tanda klinis
Penderita dengan PIS akan menunjukkan gejala yang berhubungan dengan fungsi
sesuai area di otak yang mengalami kerusakan karena perdarahan. Gejala lain karena
kenaikan tekanan intracranial karena massa yang menekan jaringan serebral. Gejala
dapat berupa:3
Gangguan pembauan atau pengecapan
Gangguan derajat kesadaran, mengantuk, tidak sadar, koma
Kesulitan berbicara atau mengerti pembicaraan
Kesulitan menelan
Kesulitan menulis atau membaca
Nyeri kepala: saat posisi tidur, duduk, bertambah pada perubahan posisi,
mengejan atau batuk
Gangguan koordinasi, keseimbangan, gerak
Gangguan penglihatan: perubahan penglihatan, ketajaman menurun, buta
sebagian atau sesisi, pandangan dobel, ptosis, anisokor, gerak mata tidak
terkontrol
v) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Anamnesis dan pemeriksaan penunjang mengarah pada peningkatan TIK atau
penurunan fungsi serebral. Tandanya berupa: refleks patologis timbul, gangguan gerak
mata, penurunan ketajaman penglihatan, gangguan sensasi, gangguan gerak, koordinasi,
papil edema. Gejala kegawatan berupa: gangguan pernafasan, bicara/menelan,
penurunan kesadaran, paralisis lengan/ tungkai/ separo tubuh, kejang.3
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan3:
Laboratorium: darah lengkap, PT/APTT, INR, fungsi ginjal dan hepar
Angiografi serebral atau spinal
CT scan kepala
MRI/MRA kepala
vi) Penatalaksanaan
Perawatan di ICU jika didapatkan volume hematoma lebih dari 30 cc, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus dan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah
diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau sebanyak 15-20% bila tekanan sistolik
>180, diastolik >120, MAP >130, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung maka tekanan darah segera diturunkan dengan labetolol intravena dengan dosis
10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit
maksimum 300 mg; enelapril intravena 0,625-1.25 mg per 6 jam; Captopril 3 kali 6,25-
B. Perdarahan Subarachnoid
i) Definisi
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid, yaitu
area antara membrane arachnoid dan piamater, yang spontan, biasanya karena
aneurisma serebral.3
ii) Penyebab
Sekitar 85% PSA dikarenakan pecahnya aneurisma serebri, yang dijumpai pada
sirkulus Willisi atau cabangnya. Sisanya dikarenakan penyakit pembuluh darah lain
seperti AVM, penyakit pembuluh darah di medulla spinalis, penyalahgunaan obat, sickle
cell anemia, terapi anti koagulan, gangguan koagulansi darah. 3
iii) Gejala dan tanda klinis
Penderita dengan PSA adalah thunderclap headache atau nyeri kepala sangat hebat,
dalam hitungan detik atau menit. Gejala yang lain adalah muntah, kejang, kaku kuduk.
Dapat disertai gangguan kesadaran seperti konfusi, penurunan kesadaran, sampai koma.
Gangguan lainnya dapat berupa gangguan nervus okulomotorius berupa gangguan
melirik ke bawah dan keluar, pupil melebar dan kurang berespon terhadap cahaya,
menunjukkan perdarahan berasal dari a. komunikans posterior. 3
iv) Pemeriksaan penunjang
Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu gawatdarurat neurologi dengan
gejala yang kadangkala tidak khas sehingga sering ditemukan kesulitan dalam
menegakkan diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat (paling sakit yang
dirasakan sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya dicurigai dicurigai
sebagaisuatu tanda adanya PSA.
Pasien yang dicurigai PSA sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala.
Apabila hasil CT-Scan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda PSA pada pasien yang
secara klinis dicurigai PSA maka tindakan pungsi lumbal untuk analisis cairan
cerebrospinal sangat direkomendasikan.
Untuk memastikan adanya gambaran aneurisma pada pasien PSA, pemeriksaan
angiografi serebral sebaiknya dilakukan. Namun, apabila tindakan angiografi
konvensional tidak dapat dilakukan maka pemeriksaan MRA atau CT angiografi perlu
dipertimbangkan
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan3:
Punksi Lumbal
Diambil 3 tabung LCS dengan interpretasi bila didapatkan jumlah SDM
meningkat secara ekual pada ketiga tabung mengindikasikan adanya PSA.
Keterangan
Tidak ada darah yang terdeteksi
Lapisan tipis perdarahan di subarachnoid (kurang dari 1 mm)
Thrombus terlokalisir atau lapisan tebal perdarahan
subarachnoid lebih dari 1 mm
Perdarahan intracerebral atau intraventricular dengan ada/tidak
ada perdarahan difus di subarachnoid
v) Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien PSA dapat dilakukan berdasarkan derajat Hunt and Hess
berikut: 10
(a) Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
(b) Derajat 1 : Sakit kepala ringan
(c) Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang meningeal dan
kemungkinan adanya defisit saraf kranialis
(d) Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan derajat defisit fokal neurologi ringan
(e) Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal deserebrasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Truslen T and Bonita R. Advance in ischaemic stroke epidemiology. In: Barne HJM,
Bogousslavsky J, Meldrum H, editor. Advance in neurology. vol 92. New York:
Lipincott Williams Wilkins; 2003.h.342-4
2. Victor M, Ropper AH, Principle of Neurology. 7th ed. New York: McGraw Hill;
2001.p. 821-924, 1608-24.
3. Suroto. Neurologi untuk dokter umum. Sebelas Maret University Pers: 2014. P 111-120
4. Fewel M, Thomson G, Hoff J. Spontaneous intracerebral haemorrhage. Neurosurg
focus 2003; 15 : 1-15
5. Misbach J. Stroke, Aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI 1999.p. 1-8, 55-6.
6. Juvela S, MD, Kase C, MD. Advances in intracerebral haemorrhage management.
Stroke 2006; 37: 301-8
7. Wang J, Dore S. Inflamation after intracerebral haemorrhage. cereb blood flow &
metab 2006: 1-15
8. NINDS ICH workshop participant. Priorities for clinical research in intracerbral
haemorrhage. Stroke 2005; 36: 23-41
9. Grott J. Management of primary hypertensive haemorrhage of the brain. Current
treatment option in neurology. Stroke 2004; 6: 435-42
10. Perdossi. Guideline stroke tahun 2011. Jakarta: Perdossi 2011.
11. Subramaniam S, Hill michael D. Intracerebral haemorrhage. Stroke around 2006; 1 - 3
12. Panagos P, Jauch E, Broderick P. Intracerebral haemorrhage. Emergency Medicine
clinics of North America 2002; 20: 631-55