A. Konsep Medis
1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,
pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang
dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait
dengan kekejaman terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun fisik,
pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan, apakah masih
anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan
atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi perempuan (Citra Dewi
Saputra, 2009).
Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan
pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan (istri) PBB dapat
disarikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan
umum atau dalam kehidupan pribadi (Citra Dewi Saputra, 2009).
Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
terutama digunakan untuk mengontrol seksualitas perempuan dan peran reproduksi mereka.
Hal ini sebagaimana biasa terjadi dalam hubungan seksual antara suami dan istri di mana
suami adalah pihak yang membutuhkan dan harus dipenuhi kebutuhannya, dan hal ini tidak
terjadi sebaliknya. Lebih jauh lagi Maggi Humm menjelaskan bahwa beberapa hal di bawah
ini dapat dikategorikan sebagai unsur atau indikasi kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga yaitu:
a. Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik berupa tindakan atau
perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
b. Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan. Di sini terlihat
pengabaian dan sikap merendahkan perempuan sehingga pelaku menganggap wajar
melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
c. Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan kebebasan, dll.
d. Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun psikologis perempuan.
e. Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga
(Gunawan Wibisono, 2009).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah pola perilaku yang penuh penyerangan dan
pemaksaan, termasuk penyerangan secara fisik, seksual, dan psikologis, demikian pula
pemaksaan secara ekonomi yang digunakan oleh orang dewasa atau remaja terhadap
pasangan intim mereka dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali atas diri
mereka (Ichamor, 2009).
2. Ruang Lingkup dan Macam-macam Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
1. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
(Pekerja Rumah Tangga).
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan istri dalam rumah tangga
dibedakan kedalam empat (4) macam yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan
seksual, kekerasan emosional (Kompas.com ,2007).
Selain itu macam-macam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga tercantum
dalam Undang-Undang KDRT Pasal 5.
3. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat.
Menurut Magetan,2010. Kekerasan Fisik adalah kekerasan yang pelakunya melakukan
penyerangan secara fisik atau menunjukkan perilaku agresif yang dapat menyebabkan
terjadinya memar hingga terjadinya pembunuhan. Tindakan ini seringkali bermula dari
kontak fisik yang dianggap sepele dan dapat dimaafkan yang kemudian meningkat menjadi
tindakan penyerangan yang lebih sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku
seperti mendorong, menolak, menampar, merusak barang atau benda-benda berharga,
meninggalkan pasangan di tempat yang berbahaya, menolak untuk memberikan bantuan saat
pasangan sakit atau terluka, menyerang dengan senjata, dan sebagainya. Berikut ini ada
beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu sendiri :
1) Kekerasan Fisik Berat. Kekerasan ini berupa penganiayaan berat seperti menendang,
memukul, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain
yang dapat mengakibatkan :
a) Cedera berat
b) Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c) Pingsan
d) Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang
menimbulkan bahaya mati
e) Kehilangan salah satu panca indera.
f) Mendapat cacat.
g) Menderita sakit lumpuh.
h) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
j) Kematian korban.
2) Kekerasan Fisik Ringan. Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong,
dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan :
a) Cedera ringan
b) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat .
5. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang penyerangannya secara fisik oleh pelaku seringkali
diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan seksual dimana korban dipaksa untuk melakukan
hubungan seksual dengan pelaku atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan seksual yang tidak
diinginkannya, termasuk hubungan seks tanpa pelindung.
1) Kekerasan Seksual Berat, berupa :
a) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual,
mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik,
terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak
menghendaki.
c) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan.
d) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau
tujuan tertentu.
e) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan
korban yang seharusnya dilindungi.
f) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
2) Kekerasan Seksual Ringan. Kekerasan ini berupa pelecehan seksual secara verbal
seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta
perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina
korban.
Kekerasan seksual menurut pasal 8 meliputi :
Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut.
Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi termasuk pasal 9 yang meliputi berbagai tindakan yang dilakukan untuk
mempertahankan kekuasaan dan kendali atas keuangan, seperti: melarang pasangan mereka
untuk mendapatkan atau tetap mempertahankan pekerjaan, membuat pasangan mereka harus
meminta uang untuk setiap pengeluaran, membatasi akses pasangan mereka terhadap
keuangan dan informasi akan keadaan keuangan keluarga, dan mengendalikan keuangan
pasangan.
1) Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian
lewat sarana ekonomi berupa :
a) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
b) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau
memanipulasi harta benda korban.
2) Kekerasan Ekonomi Ringan, Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya sengaja
yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi
kebutuhan dasarnya.
a. Gabungan dari berbagai kekerasan sebagaimana disebutkan di atas baik fisik, psikologis,
maupun ekonomis.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga khususnya
yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa
dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh
karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan
suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti
semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras
dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan
demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh
suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun
kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan
dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini
didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras
agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan
kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganya.
4. Persaingan.
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan,
penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan
lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan
selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi
suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.
5. Frustasi.
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak
bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi
pada pasangan-pasangan seperti dibawah ini :
1. Belum siap kawin.
2. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan
rumah tangga.
3. Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang tua atau mertua.
4. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hokum.
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak
terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi
laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya
kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan
mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi
pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri
untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Kecemasan
b. Ansietas
c. Inefektif koping
d. Ketakutan
e. Gangguan Tidur
4. Intervensi Keperawatan
Dx: Ansietas
Tingkat Kecemasan
Kode Kriteria SA ST
121104 Distress 3 5
121107 Wajah tegang 3 5
121101 Tidak dapat beristirahat 3 5
121115 Sangat panik 3 5
5. Implementasi
Dx: Ansietas
Pengurangan kecemasan
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien
c. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
d. Dengarkan klien
e. Kaji untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan
f. Instruksikan klien untuk mengguanakan tehnik relaksasi