Anda di halaman 1dari 27

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari
2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir
dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur
yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas)
organ serta menimbulkan kematian.

B. Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a. Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan.
b. Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga
jenis:
-simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal
kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama
-Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir
kehamilan
-Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi
kecil untuk masa kehamilan. (Mitayani, 2009)
C. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa
gestasinya, yaitu :
a. Komplikasi obstetrik
-Multipel gestation
-Incompetence
-Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
-Pregnancy induce hypertention ( PIH )
-Plasenta previa
-Ada riwayat kelahiran prematur
b. Komplikasi medis
-Diabetes maternal
-Hipertensi kronis
c. Faktor ibu
-Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan
kardiovaskular.
-Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun
dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
-Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya
prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
-Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu yang
perokok. (Mitayani, 2009)
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :
1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi
sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20
tahun) memiliki perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini
akan menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam
tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam menghadapi
tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan menyebabkan stress psikologis yang
dapat mengganggu perkembangan janin. Usia remaja memberikan risiko terjadinya
kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan kelahiran pada usia
reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia
remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda tetapi juga
disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat
pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam
menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang
nantinya akan menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah berdegenerasi
dan terjadi gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas
uterus, menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan memicu
kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga dihubungkan dengan adanya
penyakit-penyakit yang menyertainya.
2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan
informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal
yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi,
pemeriksaan berkala (antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi
seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu menciptakan
kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa pentingnya
perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan
pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan
kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih
makanan yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah.
Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya.
Selain itu dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan
pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak,
menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika menikah pada usia muda.
3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar
untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan
persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang
berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang
mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin.
4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid
terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan
mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran kepala. Bayi dengan berat badan lahir
rendah dapat merupakan hasil dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan
pertumbuhan janin yang normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan
pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan
pertumbuhan janin yang terganggu.
5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah,
baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :

a. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu
antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan
terkena penyakit infeksi misalnya TORCH.
b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan
sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan,
serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin.
Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih
kecil dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan
malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan
jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan
cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila
nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi
lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada
masa kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita
tidak hamil. Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan
gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah
normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga
lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah
satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya
mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang
dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi
anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester
III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi
yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi
untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia
berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi,
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.6 Pada wanita
hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada
kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa
dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai
risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan
kebutuhan nutrisi.
7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya,
terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik,
sehingga nutrisi untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang
terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis.
8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih
dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi
secara merata maka mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.
9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian
BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan
seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada
akhirnya akan menyebabkan bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan
bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki
status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor
langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan.
10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan
ibu, frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan
memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang
dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan
yang tepat secepatnya.
11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu
hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian
Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu
yang bukan perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi
sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering
melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini
disebabkan beberapa hal :
-Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.
-Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta.
-Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil
berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.
-Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
-Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal
alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan
janin, cacat lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol
yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya
ibu tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang
dikonsumsi, semakin besar resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin
kurang mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi
masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat
berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila
mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka
akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.
12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat
badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah
minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan
perempuan. Menurut Kloosterman (1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada
kehamilan 40 minggu. Jadi bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai
kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.

D. Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral,
seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.
Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia,
rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120
kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara
isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia,
belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan
pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm.
Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit
simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak ,
dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat
dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah
sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan
kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan
mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan
dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan
insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)

E. Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1. Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm,
lingkar kepala< 33 Cm.
2. Masa gestasi< 37 minggu.
3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala
relatif lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan
sedikit, osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot
masih hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala
menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan
sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
1. Berat badan kurang dari 2.500 gram
2. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
3. Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
4. Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5. Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6. Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7. Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
8. Nafas belum teratur
9. Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10. Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
1. Suhu Tubuh
-Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
-Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
-Otot bayi masih lemah
-Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan
-Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir
rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan.

2. Pernapasan
-Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
-Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
-Otot pernapasan dan tulang iga lemah
-Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal
pernapasan.
3. Alat pencernaan makanan
-Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik
-Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga pengosongan
lambung berkurang
-Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
4. Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi
hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5. Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum
sempurna sehingga mudah terjadi oedema
6. Perdarahan dalam otak
-Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
-Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan
dalam otak
-Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
-Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan
nekrosis.
F. Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang
dapat terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan
pada pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan
pernapasan.
1. Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang
realtif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak
dibawah kulit, dan kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi,
perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat
konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi
dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000
gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar
ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar
antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan
syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk
bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan
didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak
ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol
hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi
atau dengan menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah
dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator.
Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah
dimulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor
probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat
servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang
telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir
yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk
memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit,
pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini
mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.
2. Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas
akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak
dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat
lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan
defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan
jalan napas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring,
merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan
selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah
sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
3. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya
mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh
infeksi nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar
imunoglobulinserum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek
sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat
ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering
merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah,
letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat
badan mendadak turun.

Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari
infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam
bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan
luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat
yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal,
mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah
timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.
4. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal
pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI
juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI
tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu
Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk
mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam
incubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat
dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan
dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan
sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam
melalui NGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi
BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan
lebih rendah.
5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur
dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu
. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena
hperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat
dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
6. Perawatan kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena
sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat merusakmantel
asam tidak boleh digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus
dipergunakan secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya karena
zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi.
Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan
jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih
longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit
atau untuk melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel
erat pada permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik
bersama plester sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan
atau plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong
ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang
digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari karena cenderung
mengeringkan dan membakar kulit lembut.

G. Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut
Mitayani, 2009 yaitu :
1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi)
2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/
cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal
udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk
yang berikutnya
4. Asfiksia neonetorum
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin
disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.

H. Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi
(semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya),
komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan
intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi,
makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan ,
perdarahan intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi,
gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga
tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat
kehamilan persalinan dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi,
mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia,
hipoglikemia dan lain – lain).
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu
diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan
pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit
penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya

J. PENGKAJIAN

a. Identitas klien dan keluarga


b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
1. Riwayat Kehamilan Sekarang
2. Riwayat Persalinan ibu
c. Objektif
d. Pemeriksaan Umum
e. Pemeriksaan Fisik
f. Antropometri
g. Eliminasi

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu:
1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolik
2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat
regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak
sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik
buruk)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan
simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat
ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/
kegagalan mengonsentrasikan urine.
6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi
sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan
dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan
kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban
kulit.
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan
orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar
bayinya cepat sembuh.

L. Intervensi
1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
 Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodic
 Membran mukosa merah muda
Intervensi Rasional
Mandiri:  Membantu dalam membedakan
 Kaji frekwensi dan pola periode perputaran pernapasan
pernapasan, perhatikan adanya normal dari serangan apnetik
apnea dan perubahan frekwensi sejati, terutama sering terjadi pad
jantung gestasi minggu ke-30
 Isap jalan napas sesuai  Menghilangkan mukus yang
kebutuhan neyumbat jalan napas
 Posisikanm bayi pada abdomen  Posisi ini memudahkan
atau posisi telentang dengan pernapasan dan menurunkan
gulungan popok dibawah bahu episode apnea, khususnya bila
untuk menghasilkan ditemukan adanya hipoksia,
hiperekstensi asidosis metabolik atau
 Tinjau ulang riwayat ibu hiperkapnea
terhadap obat-obatan yang akan  Magnesium sulfat dan narkotik
memperberat depresi pernapasan menekan pusat pernapasan dan
pada bayi aktifitas SSP
Kolaborasi :  Hipoksia, asidosis netabolik,
 Pantau pemeriksaan hiperkapnea, hipoglikemia,
laboratorium sesuai indikasi hipokalsemia dan sepsis
 Berikan oksigen sesuai indikasi memperberat serangan apnetik
 Berikan obat-obatan yang  Perbaikan kadar oksigen dan
sesuai indikasi karbondioksida dapat
meningkatkan funsi pernapasan

2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat


regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak
sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik
buruk).

Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan


Kriteria hasil :
 Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)
Intervensi Rasional
Mandiri :  Hipotermia membuat bayi
 Kaji suhu dengan cenderung merasa stres karena dingin,
memeriksa suhu rektal pada penggunaan simpanan lemak tidak
awalnya, selanjutnya periksa dapat diperbaruai bila ada dan
suhu aksila atau gunakan penurunan sensivitas untuk
alat termostat dengan dasar meningkatkan kadar CO2 atau
terbuka dan penyebar penurunan kadar O2.
hangat.  Mempertahankan lingkungan
 tempatkan bayi pada termonetral, membantu mencegah
inkubator atau dalam stres karena dingin
keadaan hangat  Hipertermi dengan peningkatan laju
 pantau sistem pengatur metabolisme kebutuhan oksigen dan
suhu , penyebar hangat glukosa serta kehilangan air dapat
(pertahankan batas atas pada terjadi bila suhu lingkungan terlalu
98,6°F, bergantung pada tinggi.
ukuran dan usia bayi)  Penurunan keluaran dan peningkatan
 kaji haluaran dan berat jenis berat jenis urine dihubungkan dengan
urine penurunan perfusi ginjal selama
 pantau penambahan berat periode stres karena rasa dingin
badan berturut-turut. Bila  Ketidakadekuatan penambahan
penambahan berat badan berat badan meskipun masukan kalori
tidak adekuat, tingkatkan adekuat dapat menandakan bahwa
suhu lingkungan sesuai kalori digunakan untuk
indikasi. mempertahankan suhu lingkungan
 Perhatikan perkembangan tubuh, sehingga memerlukan
takikardia, warna peningkatan suhu lingkungan.
kemerahan, diaforesis,  Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat
letargi, apnea atau aktifitas berlanjut pada kerusakan otak bila
kejang. tidak teratasi.
 Stres dingin meningkatkan
kebutuhan terhadap glukosa dan
oksigen serta dapat mengakibatkan
masalah asam basa bila bayi
mengalami metabolisme anaerobik
bila kadar oksigen yang cukup tidak
tersedia. Peningkjatan kadar bilirubin
indirek dapat terjadi karena pelepasan
asam lemak dari meta bolisme lemak
coklat dengan asam lemak bersaing
Kolaborasi : dengan bilirubin pada pada bagian
 pantau pemeriksaan ikatan di albumin.
laboratorium sesuai indikasi  Membantu mencegah kejang
(GDA, glukosa serum, berkenaan dengan perubahan fungsi
elektrolit dan kadar bilirubin) SSP yang disebabkan hipertermi
 berikan obat-obat sesuai  Memperbaiki asidosis yang dapat
dengan indikasi terjadi pada hiportemia dan
· fenobarbital hipertermia

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan


simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
 Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
 Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal
dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi Rasional
Mandiri :  Menentukan metode pemberian
 Kaji maturitas refleks berkenaan makan yang tepat untuk bayi
dengan pemberian makan  Pemberian makan pertama bayi
(misalnya : mengisap, menelan, stabil memiliki peristaltik dapat
dan batuk) dimulai 6-12 jam setelah
 Auskultasi adanya bising usus, kelahiran. Bila distres
kaji status fisik dan statuys pernapasan ada cairan
pernapasan parenteral di indikasikan dan
 Kaji berat badan dengan cairan peroral harus ditunda
menimbang berat badan setiap  Mengidentifikasikan adanya
hari, kemudian dokumentasikan resiko derajat dan resiko
pada grafik pertumbuhan bayi terhadap pola pertumbuhan.
 Pantau masuka dan dan Bayi SGA dengan kelebihan
pengeluaran. Hitung konsumsi cairan ekstrasel kemungkinan
kalori dan elektrolit setiap hari kehilangan 15% BB lahir. Bayi
 Kaji tingkat hidrasi, perhatikan SGA mungkin telah mengalami
fontanel, turgor kulit, berat jenis penurunan berat badan dealam
urine, kondisi membran mukosa, uterus atau mengalami
fruktuasi berat badan. penurunan simpanan
 Kaji tanda-tanda hipoglikemia; lemak/glikogen.
takipnea dan pernapasan tidak  Memberikan informasi tentang
teratur, apnea, letargi, fruktuasi masukan aktual dalam
suhu, dan diaphoresis. Pemberian hubungannya dengan perkiraan
makan buruk, gugup, menangis, kebutuhan untuk digunakan
nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dalam penyesuaian diet.
dan aktifitas kejang.  Peningkatan kebutuhan
metabolik dari bayi SGA dapat
Kolaborasi : meningkatkan kebutuhan cairan.
 Pantau pemeriksaan laboratorium Keadaan bayi hiperglikemia
sesuai indikasi dapat mengakibatkan diuresi
· Glukas serum pada bayi. Pemberian cairan
· Nitrogen urea darah, intravena mungkin diperlukan
kreatin, osmolalitas untuk memenuhi peningkatan
serum/urine, elektrolit kebutuhan, tetapi harus dengan
urine hati-hati ditangani untuk
 Berikan suplemen elektrolit sesuai menghindari kelebihan cairan
indikasi misalnya kalsium glukonat  Karena glukosa adalah sumber
10% utama dari bahan bakar untuk
otak, kekurangan dapat
menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara
bermakna meningkatkan
mobilitas mortalitas serta efek
berat yang lama bergantung
pada durasi masing-masing
episode.
Kolaborasi :
 Hipoglikemia dapat terjadi pada
awal 3 jam lahir bayi SGA saat
cadangan glikogen dengan cepat
berkurang dan glukoneogenesis
tidak adekuat karena penurunan
simpanan protein obat dan
lemak.
 Mendeteksi perubahan fungsi
ginjal berhubungan dengan
penurunan simpanan nutrien dan
kadar cairan akibat malnutrisi.
 Ketidakstabilan metabolik pada
bayi SGA/LGA dapat
memerlukan suplemen untuk
mempertashankan homeostasis.

4. infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif


Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteri hasil :
 Suhu 35 OC
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Leukosit 5.000 – 10.000
Intervensi Rasional
Mandiri :  Untuk mengetahui lebih dini adanya
 Kaji adanya tanda – tanda infeksi tanda-tanda terjadinya infeksi
 Lakukan isolasi bayi lain yang  Tindakan yang dilakukan untuk
menderita infeksi sesuai kebijakan meminimalkan terjadinya
insitusi infeksi yang lebih luas
 Sebelum dan setelah menangani bayi,  Untuk mencegah terjadinya infeksi
lakukan pencucian tangan  Untuk mencegah terjadinya infeksi
 Yakinkan semua peralatan yang kontak  Untuk mencegah terjadinya infeksi
dengan bayi bersih dan steril yang berlanjut pada bayi
 Cegah personal yang mengalami infeksi
menular untuk tidak kontak langsung
dengan bayi.

5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat
ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/
kegagalan mengonsentrasikan urine.
Tujuan : cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
 bebas dari tanda dehidrasi.
 Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.
Intervensi Rasional
Mandiri :  Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
 Bandingkan masukan dan pengeluaran sementara kebutuhan terapi cairan
urine setiap shift dan keseimbangan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada
kumulatif setiap periodik 24 jam hari pertama, meningkat sampai
 Pantau berat jenis urine setiap selesai 120-140 ml/kg/hari pada hari ketiga
berkemih atau setiap 2-4 jam dengan postpartum. Pengambilan darah
menginspirasi urine dari popok bayi bila untuk tes menyebabkan penurunan
bayi tidak tahan dengan kantong kadar Hb/Ht.
penampung urine.  Meskipun imaturitas ginjal dan
 Evaluasi turgor kulit, membran mukosa,  ketidaknyamanan untuk
dan keadaan fontanel anterior. mengonsentrasikan urine biasanya
 Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan mengakibatkan berat jenis yang
arterial rata-rata (TAR) rendah pada bayi preterm ( rentang
Kolaborasi : normal1,006-1,013). Kadar yang
 Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai rendah menandakan volume cairan
dengan indikasi Ht berlebihan dan kadar lebih besar dari
 Berikan infus parenteral dalam jumlah 1,013 menandakan ketidakmampuan
lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya masukan cairan dan dehidrasi.
pada PDA, displasia bronkopulmonal  Kehialangan atau perpindahan
(BPD), atau entero coltis nekrotisan cairan yang minimal dapat dengan
(NEC) cepat menimbulkan dehidrasi,
 Berikan tranfusi darah. terlihat oleh turgor kulit yang buruk,
membran mukosa kering, dan
fontanel cekung.
 Kehilangan 25% volume darah
mengakibatakan syok dengan TAR
< 25 mmHg menandakan hipotensi.
 Dehidrasi meningkatkan kadar Ht
diatas normal 45-53% kalium serum
 Hipoglikemia dapat terjadi karena
kehilangan melalui selang
nasogastrik diare atau muntah.
 Penggantian cairan darah menambah
volume darah, membantu
mengenbalikan vasokonstriksi
akibat dengan hipoksia, asidosis,
dan pirau kanan ke kiri melalui PDA
dan telah membantu dalam
penurunan komplikasi enterokolitis
nekrotisan dan displasia
bronkopulmonal.
 Mungkin perlu untuk
mempertahankan kadar Ht/Hb
optimal dan menggantikan
kehilangan darah.

6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi
sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan
dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan aliran
darah sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak
memperlihatkan adanya perdarahan intaventrikular.
Kriteria hasil:
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan
intraventrikel.
Intervensi Rasional
 Kurangi rangsangan lingkungan  Respons stres, terutama peningkatan
 Organisasikan asuhan selama tekanan darah, dapat miningkatkan
jamsibuk normal sebanyak mungkin resiko peningkatan TIK
 Tutup dan buka kelambu dan lampu  Untuk meminimalkan gangguan tidur
tidur dan kebisingan intermiten yang sering
 Tutup inkubator dengan kain dan  Untuk memungkinkan jadwal siang
pasang tanda “jangan diganggu” dan malam
 Kaji dan tangani nyeri menggunakan  Untuk mengurangi cahaya dan tidak
metode farmakologis dan non- membangunkan periode istirahat bayi
farmakologis  Nyeri meningkatkan tekanan darah
 Kenali tanda stres fisik dan stimulasi  Untuk segera memberi intervensi
berlebih yang memadai
 Hindari obat dan larutan hipertonis  Akan meningkatkan tekanan darah
 Pertahankan oksigenasi yang adekuat otak
 Hindari memutar kepala ke samping  Hipoksia akan meningkatkan aliran
tiba-tiba darah otak tekanan intrakranial
 Akan mengurangi aliran arteri karotis
dan oksigenasi ke otak

7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.


Tujuan: pasien tidak memperlihatkan adanya nyeri yang dirasakan
Kriteria hasil :
 Pasien tidak merintih/menagngis kesakitan
 Pasien tidak memperlihatkan tanda nyeri atau tanda nyeri yang minimal

Intervensi Rasional
 Kaji keefektifan upaya kontrol nyeri non  Beberapa upaya (misalnya menggosok)
farmakologis dapat meningkatkan distres bayi prematur
 Dorong orang tua untuk memberikan upaya  Sebagai orang tua bayi, kenyamanan
kenyamanan bila mungkin lebih efektif diberikan langsung oleh
 Tunjukkan sikap sensitif dan kasih sayang orang tua kepada bayinya
pada bayi  Seorang bayi sangat membutuhkan kasih
sayang, khususnya dari orang tua
8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan
kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
Intervensi Rasional
 Berikan nutrisi yang maksimal  Untuk menjamin penambahan berat
 Berikan periode istrahat yang badan dan pertunbuhan otak yang
teratur tanpa gangguan tetap
 Kenali tanda stimulus yang  Untuk mengurangi panggunaan
berlebihan (terkejut, menguap, O2 dan kalori yang tidak perlu
aversi aktif, menangis)  Untuk membiarkan istirahat bayi
 Tingkatkan interaksi orang tua-bayi denagn tenang
 Sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan normal

9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban


kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit
Kriteria hasil:
 Kulit tetap bersih dan utuh
 Tidan terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi
Intervensi Rasional
 Observasi tekstur dan warna kulit.  Untuk mengetahui adanya kelainan
 Jaga kebersihan kulit bayi. pada kulit secara dini
 Ganti pakaian setiap basah.  Meminimalkan kontak kulit bayi
 Jaga kebersihan tempat tidur. dengan zat-zat yang dapat merusak
 Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. kulit pada bayi
 Untuk meminimalisir terjadinya iritasi
pada kulit bayi
 Untuk mencegah kerusakan kulit pada
bayi

10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan
orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar
bayinya cepat sembuh.
Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan
prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan
Intervensi Rasional
 Kaji tingkat pemahaman klien  Belajar tergantung pada emosi dan
berikan instruksi /informasi pada kesiapan fisik dan diingatkan pada
klien maupun keluarga tentang tahapan individu
penyakitnya, baik tertulis atau  Menurunkan ansietas dan dapat
lisan. menimbulkan perbaikan partisipasi pada
 Jelaskan proses penyakit individu. rencana pengobatan.
Dorong orang terdekat  Meningkatkan kerjasama dalam program
menanyakan pertanyaan pengobatan dan mencegah penghentian
 Jelaskan tentang dosis obat, obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
frekwensi, tujuan pengobatan dan  Mencegah/menurunkan ketidaknyaman
alasan tentang pemberian obat sehubungan dengan terapi dan
kepeda keluarga meningkatkan kerjasam dalam program
 Kaji potensial efek samping
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doenges, E. Marilynn. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta :
EGC.

Tambayong, (2000) . Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

WWW. Pediatric.com
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI
LAPORAN PENDAHULUAN BERAT BADAN LAHIR
RENDAH (BBLR)

Disusun Oleh :
Nama : Tiara Romadanish
NIM : 16056

AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA


WONOGIRI
2017

Anda mungkin juga menyukai