Anda di halaman 1dari 32

Makalah

HIV/AIDS

Disusun Oleh :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan dan
kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang
di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini
membahas tentang “HIV/AIDS” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit
HIV/AIDS.
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu mengetahui dan
memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat
minim, sehinga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami
harapkan demi perbaikan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Bukittinggi, Januari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian HIV/AIDS ..................................................................................
B. Etiologi .........................................................................................................
C. Patofisiologi..................................................................................................
D. Manifestasi Klinis ........................................................................................
E. Komplikasi ...................................................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................
G. Tata Laksana HIV..........................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di
Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah
suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan
tetapi diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat
yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat
internasional dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun
setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi
melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang
dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan
sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988,
sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika
Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari
setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan
secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru ini dari United States Public Health Service
menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991, banyaknya kasus AIDS secara keseluruhan di
Amerika Serikat doperkirakan akan meningkat paling sedikit menjadi 270.000 dengan
179.000 kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis dan
54.000 kematian yang berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja.
Sebagai perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa perang
di Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-
September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai
4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib,
sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada
keluarga dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah
dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka
akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross
(1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan
kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat
terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara
signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E
dan anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga
mencapai 180 sel/ l per tahun.

Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama.
Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya
perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang
berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya
akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada
hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor).
CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi
kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive
terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka
kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan
system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1
(CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).

Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat
beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan
social berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996;
Folkman Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan
keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang
bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi
respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon
social (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat
variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu
keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang
berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari HIV/AIDS ?
2. Bagaimana patofisiologi virus HIV ?
3. Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam penanganan
penularan virus HIV/AIDS ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS serta memahami bahayanya.
2. Mengetahui dan memahami patofisiologi virus HIV.
3. Mengetahui dan mendeskripsikan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam
menangani penularan virus HIV/AIDS.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS

AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit
yang menyerang tubuh manusia seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV.
Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis infeksi
bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS
sering kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma yang hanya
menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus.
Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk
membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus
yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan
utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan
DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang
dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat
untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen funsional dan structural.
Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili
polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh,
Kamps,2006). Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan
glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif,
vpu, dan vpr.
Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini
berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri.
Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap
oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel
yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh
darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :
· Masuk dan mengikat
· Reverse transkripstase
· Replikasi
· Budding
· Maturasi
Tipe HIV
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype
dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik
resiko tinggi
Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1
dan distribusi geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d
seluruh dunia

B. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau
human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell
lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di
prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun
berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah
penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut
tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
Hiv TERDIRI ATAS hiv-1 DAN hiv-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua
untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak
sel darah putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4
(CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif
dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau
oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS
menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur
hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan
membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi
virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu
yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di
sekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang
menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit
dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.

C. Patofisiologi Virus HIV/AIDS


1. Mekanisme system imun yang normal
Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang masuk ke
dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika system imun melemah atau rusak oleh virus
seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri
atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa,
limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.
o Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masing-masing sel B mampu
mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik.
Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk
difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau
dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan
respon inflamasi).
o Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a. Regulasi sitem imun
b. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.
Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang
membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B,
killer sel dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8 + membunuh sel yang
terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.
o Fagosit
o Komplemen

2. Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV


Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang
dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat
untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen funsional dan structural.
Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili
polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh,
Kamps,2006). Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan
glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif,
vpu, dan vpr.
Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini
berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu beru untuk mereplikasi diri.
Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap
oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel
yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh
darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :
· Masuk dan mengikat
· Reverse transkripstase
· Replikasi
· Budding
· Maturasi

3. Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.


Ada 2 tipe HIV yang menyebabk
an AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat.
Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik
dan kelompok spesifik resiko tinggi
Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan
distribusi geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d
seluruh dunia.

4. Efek dari virus HIV terhadap system imun


· Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A)
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke
dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang
sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah.
Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa
yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari
sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare,
berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan timbul ruam. Tanda dan gejala
tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau
menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi
mononucleosis.
Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat.
Target virus ini adalah limfosit CD4 + yang ada di nodus limfa dan thymus. Keadaan tersebut
membuat individu yang terinfeksi HIV rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi
kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibody HIV dengan menggunakan
enzyme linked imunoabsorbent assay (EIA) akan menunjukkan hasil positif.

5. Cara penularan HIV/AIDS


Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan
bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan
darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang
terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan
juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan
HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika,
prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan
belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan
kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan
(Lily V, 2004).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang
darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan untuk orang
lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).
5. Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat
tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di
pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah
pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum
suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat penyampur,
pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang di pakai
secara bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan penderita
HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan hubungan social yang lain.
D. Manifestasi Klinis
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai
flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih
dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati.
Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
1.Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala
yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
2.Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam
atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di
mulut.
3.AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi
berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita
menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan
berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah
timbul pada fase kedua.
4.Full Blown AIDS.
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi
sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma
kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem
saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-
4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

E. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
2. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
4. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder
dan sepsis.
f. Sensorik
· Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
· Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen virus structural.
Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2. Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV
negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada
amflikasi asam nukleat.
3. Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa secara
teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum pengobatan menentukan kecepatan
penurunan CD4, dan pemeriksaan pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL).
menghitung CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200 sel/mm 3
menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar yang
diindikasikan adalah sebagai berikut :
Semua pasien CD4 <200 sel/mm3
Antigen permukaan HBV* Rontgen toraks
Antibody inti HBV+ RNA HCV
Antibody HCV Antigen kriptokukus
Antibody IgG HAV OCP tinja
Antibody Toxoplasma
Antibody IgG sitomegalovirus CD4 <100 sel/mm3
Serologi Treponema PCR sitomegalovirus
Rontgen toraks Funduskopi dilatasi
Skrining GUM EKG
Sitologi serviks (wanita) Kultur darah mikrobakterium
· HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C
· *Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.
· + Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi
· Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat suntik dan
pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang digunakan
menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 98,1-100%.
Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5. WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan
sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6. PCR (polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :
a. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita HIV akan
membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah
yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil
pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (catatan : HIV
sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-nya sendiri).
b. Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko
tinggi.
c. Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk
HIV-2.
7. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2 kali
pengujian dengan reagen yang berbeda.
8. Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).

G. Tata Laksana HIV

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
1. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
1. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
:
1. Didanosine
2. Ribavirin
3. Diedoxycytidine
4. Recombinant CD 4 dapat larut

1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus


Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi
imun.
2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

2.2 Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh


Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel dan materi genetik virus
dimasukkan ke dalam DNA sel sehingga terjadi infeksi. Di dalam sel, Virus berkembng biak
pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan pertikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki satu reseptor protein yang disebut CD4,
yang terdapat di selaput bagian luar. Sel-sel yang memiliki reseptor biasanya, disebut sel
CD4+ atu disebut limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan
menagatur sel-sel lain pada sistem kekebalan.(misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
stitostik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga teradi kelemahan sistem
tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi HIV akan kehilangan limfosit Tpenolong melalui 3 tahap selama
beberpa bulan atau tahun.
1. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada
beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV sejumlah sel menurun sebanyak 40-
50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat dalam luar darah. Meskipun tubuh
berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
2. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus didalam darah mencapai kadar yang
stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan
penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dak kadar
Limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter mendapati orang-orang yang berisiko
tinggi menderita AIDS.
3. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya turun hingga 200 sel/Ml darah, maka penderita menjadi rentan terhadap
infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B. Limfosit B adalah
limfosit yang menghasilkan antibodi. Seringkali HIV meyebabkan produksi antibodi
berlebihan. Antibodi yang diperuntukkan melawan HIV dan infeksi lain ini banyak
membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan
berkurangnya kemampuan Sistem kekebalan tubuh dalam mengenali dan sasaran baru yang
harus diserang.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Yang
pertama, enzymelinked immunosorbent assay(ELISA), bereaksi terhadap adanya antibodi
dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi antibodi virus
dalam jumlah besar. Karena hasil positif-palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang
besar, maka hasil uji ELISA yang positif diulang, dan apabila keduanya positif, maka
dilakukan uji yang lebih spesifik, Western blot. Uji Western blot juga dikonfirmasi dua kali.
Uji ini lebih kecil kemungkinannya memberi hasil positif-palsu atau negatif-palsu. Juga
dapat terjadi hasil uji yang tidak konklusif, misalnya saat ELISA atau Western blot bereaksi
lemah dan agak mencurigakan. Hal ini dapat terjadi pada awal infeksi HIV, pada infeksi yang
sedang berkembang (sampai semua pita penting pada uji Western blot tersedia lengkap), atau
pada reaktivitas-silang dengan titer retrovirus tinggi lain, misalnya HIV-2 atau HTLV-1.
Setelah konfirmasi, pasien dikatakan seropositif HIV. Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan
klinis dan imunologik lain untuk mengevaluasi derajat penyakit dan dimulai usaha-usaha
untuk mengendalikan infeksi.
HIV juga dapat dideteksi dengan uji lain, yang memeriksa ada tidaknya virus atau
komponen virus sebelum ELISA atau Western blot dapat mendeteksi antibodi. Prosedur-
prosedur ini mencakup biakan virus, pengukuran antigen p24, dan pengukuran DNA dan
RNA HIV yang menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR) dan RNA HIV-1 plasma.
Uji-uji semacam ini bermanfaat dalam studi mengenai imunopatogenesis, sebagai penanda
penyakit, pada deteksi dini infeksi, dan pada penularan neonatus. Bayi yang lahir dari ibu
positif-HIV dapat memiliki antibodi anti-HIV ibu dalam darah mereka sampai usia 18 bulan,
tanpa bergantung apakah mereka terinfeksi atau tidak.
Laporan Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN TN. JHD HIV – AIDS


DI RUANG TROPIK LAKI RSDS SURABAYA
TANGGAL 05 – 07 DESEMBER 2001

A. Pengkajian
I. Biodata.
A. Identitas pasien.
1. Nama : Tn. JHD (Laki-laki, 37 tahun).
2. Suku/bangsa : Banten/Indonesia.
3. Agama : Kristen Katholik
4. Status perkawinan : Belum kawin
5. Pendidikan/pekerjaan : STBA Makasar
6. Bahasa yang digunakan : Indonesia
7. Alamat : Jl. Makam Peneleh Surabaya

B. Penanggung jawab pasien :


Tidak ada.
II. Alasan masuk rumah sakit
A. Alasan dirawat : mencret sejak 1 bulan yang lalu, malam keringat dingin dan kadang
demam serta tubuh terasa lemah.
B. Keluhan utama : Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebab tidak
diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang
dilakukan adalah diam.

III. Riwayat kesehatan


A. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini : pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali
batuk dan pilek.
B. Riwayat kesehatan sekarang : sejak 12 tahun, yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw
dengan cara suntik. Karena menggunakan obat terlarang akhirnya dikucilkan oleh
saudara-saudaranya. Klien memakai obat karena merasa terpukul akibat ditinggal
menginggal ibunya. Klien tinggal di Surabaya sejak 6 bulan yang lalu, sebelumnya sejak
tahun 1986 bekerja di Bali sebagai Guide Freeland. Klien juga punya riwayat melakukan
Sex bebas dengan warga asing dan terakhir dengan warga Belanda. Di Surabaya klien
bekerja sebagai Guide freeland di Hotel Sangrila Surabaya. Sejak 1 bulan yang lalu klin
mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang lalu mencretnya makin keras dan tak
terkontrol. Klien tgl 10-1-2002, memeriksakan diri ke UGD RSUD Dr. Soetomo dan
selanjutnya di rawat di Ruang Tropik laki RSDS.
C. Riwayat kesehatan keluarga : Kedua orang tua sudah meninggal, tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama atau PMS. Tidak ada penyakit bawaan
dalam keluarga klien.

IV. Informasi khusus


A. Masa balita : tidak dikaji
B. Klien wanita : tidak dikaji

V. Aktivitas hidup sehari – hari


Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit
A. Makan dan minum
1. Nutrisi Pola makan tidak teratur, tetapi Pola makan 3 kali/hari bubur, namun
tidak ada napsu makan, terutama tidak ada napsu makan, nyeri saat
jika sudah memakai obat. menelan, makan hanya 1/2 porsi.
2. Minum Minum air putih dengan jumlah Minum air putih 2-3 gelas dan teh
tidak tentu kadang minuman hangat 2-3 gelas.
keras.
B. Eliminasi Mencret 5 X/hari,, seperti lendir, Mencret dengan frekuensi 5-7 X/hari,
tidak bercampur darah dan encer, tidak ada isi tanpa diikuti sakit
berbau. BAK 2 X hari dan tidak perut dan BAK 2 X/hari serta tidak
ada kelainan. ada kelainan.
C. Istirahat dan tidur Pasien tidak bisa istirahat dan Pasien istirahat di tempat tidur saja.
tidur karena terus keluar memcret Pasien tidak bisa istirahat dan tidur
serta perasaan tidak menentu karena terus keluar mencret serta
akibat tidak dapat putaw sejak 20 perasaan tidak menentu akibat tidak
hari. dapat putaw sejak 20 hari.
D. Aktivitas Pasien sebagai guide freelance Pasien mengatakan tidak bisa
sejak sebulan tidak bekerja. melakukan aktivitasnya karena
lemah, merasa tidak berdaya dan
cepat lelah. Pasien partial care.

E. Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dibantu petugas, dan


menggosok gigi dilakukan di tempat
tidur. Hambatan dalam melakukan
kebersihan diri adalah lemah .
F. Rekreasi Tidak ada, hanya dengan Hanya ingin bercerita dengan
memakai putaw. petugas.
VI. Psikososial.
A. Psikologis : pasien belum tahu penyakit yang dialaminya, klien hanya merasa
ditelantarkan oleh teman dan keluarganya. Klien punya kaka di Bandung, tetapi sejak
lama tidak berkomunikasi.Klien tidak percaya dengan kondisinya sekarang. Mekanisme
koping pasrah. Klien ingin diperlakukan manusiawi. Klien pada tanggal 14-1-2002
bermaksud melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari lantai II akibat merasa
tidak berguna lagi.
B. Sosial : sejak 12 tahun sudah berkomunikasi dengan keluarga sejak ayah dan ibunya
meninggal, teman-temanya sebagian pemakai putaw yang sekarang entah dimana.
C. Spiritual : Pada waktu sehat sangat jarang ke Gereja. Klien minta didampingi Pastur
Jelanti dari Menara Kathedral Surabaya.

VII. Pemeriksaan fisik


A. Keadaan umum : pasien nampak sakit berat, lemah kurus dan pucat. Kesadaran kompos
mentis, GCS : 4-5-6, T 110/70 mmHg, N 120 x/menit, S 37,8 0C, RR 22 X/menit.

B. Head to toe :
1. Kepala. Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala nampak kotor dan berbau.
2. Rambut. Rambut ikal, nampak kurang bersih.
3. Mata (penglihatan). Ketajaman penglihatan dapat melihat, konjungtiva anemis, refleks
cahaya mata baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata.
4. Hidung (penciuman). Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, epistaksis,
rhinoroe, peradangan mukosa dan polip. Fungsi penciuman normal.
5. Telinga (pendengaran). Serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe, peradangan,
pemakaian alat bantu, semuanya tidak ditemukan pada pasien. Ketajaman pendengaran
dan fungsi pendengaran normal.
6. Mulut dan gigi. Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada karang
gigi/karies. Lidah bercak-bercak putih dan tidak hiperemik serta tidak ada peradangan
pada faring.
7. Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena jugularis tidak
meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
8. Thoraks. Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru normal.
Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
9. Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri
tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
10. Repoduksi
Penis normal, lesi tidak adai.
11. Ekstremitas
Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah. Ektremitas atas
kanan terdapat tatoo dan pada tangan kiri tampak tanda bekas suntikan.
12. Integumen.
Kulit keriput, pucat, akral hangat.

VIII. Pemeriksaan penunjang


A. Laboratorium :
Tanggal 10-1 2002
Hb : 8,7
Leukosit : 8,8
Trombosit : 208
PCV : 0,25

Terapi : tanggal 14-1-2002


- Diet TKTP
- RL 14 X/mnt
- Cotimoxazol : 2 X II tab
- Corosorb : 3 X 1 tab
- Valium : 3 X 1 tab

Analisa data
Data pendukung Masalah Etiologi
1. Subyektif :
Pasien mengatakan lemah, cepat lelah, bila Aktivitas Kelemahan
melaukan aktivitas, terbatas.
Obyektif :
Keadaan umum lemah, pucat, ADL sebagian
dibantu, pasien partial care.
2. Subyektif :
Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan, saat
menelan sakit, mengatakan tidak bisa
menghabiskan porsi yang disiapkan. Nutrisi Intake yang tidak
Obyektif : adekuat
Lemah, 4 hari tidak makan, mulut kotor, lemah,
holitosis, lidah ada bercak-bercak keputihan, Hb
8,7g/dl, pucat, konjungtiva anemis.

3. Subyektif :
Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan yang
lalu, mengatakan menceret 5-7 kali/hari, kadang
demam dan keringat pada malam hari, minum
2-3 gelas/hari.
Obyektif : Resiko defisit cairan tubuh Diare
Turgor masih baik, inkontinensia alvi, BAB Intake kurang
encer, membran mukosa kering, bising usus
meningkat 20 X/menit

4. Subyektif :
Pasien mengatakan kadang demam.
Obyektif :
Nadi 120 X/menit, RR 22 X/menit, TD 110/70
mmHg, suhu 37,8. Immunocopromise
Resiko Infeksi

5. Subyektif :
Klien merasa diasingkan oleh keluarga dan
teman-temannya, klien tidak punya uang lagi,
klien merasa frustasi karena tidak punya teman
dan merasa terisolasi. Minta dipanggilkan
Resiko bunuh diri Harga diri rendah
Pastur Jelantik dari Gereja Katedral.
Obyektif :
Mencoba melakukan percobaan bunuh diri
tanggal 14-1-2002, dengan berusaha
menceburkan diri dari lantai II.
Diagnosa Keperawatan (berdasarkan prioritas)
1. Resiko bunuh diri b.d harga diri rendah
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Resiko tinggi infeksi : pasien kontak berhubungan dengan adanya kemugkinan
imunokompromise.
4. Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan diare.
5. Aktivitas intolerans berhubungan dengan kelemahan secara umum.

Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Resiko melakukan Setelah 4 hari klien tidak 1. Waspada pada setiap ancaman 1. Karena tanda tersebut
bunuh diri b.d membahayakan dirinya bunuh diri sebagai tanda permintaan
keputusasaan. sendiri secara fisik. tolong
2. Jauhkan semua benda berbahaya 2. Untuk mencegah penggunaan
dari lingkungan klien benda tersebut untuk tindakan
3. Observasi secara ketat bunuh diri
3. Untuk mencegah jika
4. Observasi jika klien minum obat ditemukan gejala perilaku
bunuh diri
4. Obat mengandung
antidepresan dapat
5. Komunikasikan kepedulian mengurangi perilaku bunuh
perawat kepada klien. diri klien.
6. Waspada jika tiba-tiba menjadi 5. Untuk meningkatkan harga
tenang dan tampak tentram diri klien
7. Dukung perilaku positif klien. 6. Karena hal tersebut
merupakan suatu cara
mengelabui petugas.
7. Meningkatkan harga diri klien
Gangguan nutrisi Setelah satu 4 hari perawatan 1. Monitor kemampuan 1. Mengetahui jenis makanan
kurang dari pasien mempunyai intake mengunyah dan menelan. yang lebih cocok
kebutuhan tubuh kalori dan protein yang 2. Monitor intake dan ouput. 2. Untuk membandingkan
berhubungan adekuat untuk memenuhi kebutuhan dengan suplai
dengan intake yang kebutuhan metaboliknya sehingga diharapkan tidak
inadekuat. dengan kriteria pasien makan terjadi kurang nutrisi
3. Rencanakan diet dengan pasien
TKTP, serum albumin dan 3. Untuk mengurangi kotoran
dan orang penting lainnya.
protein dalam batas normal, dalam mulut yang dapat
4. Anjurkan oral hygiene sebelum
menghabiskan porsi yang menurunkan nafsu makan.
makan.
disiapkan, tidak nyeri saat 4. Untuk mengatasi penurunan
5. Anjurkan untuk beri makanan
menelan, mulut bersih. keluhan makan
ringan sedikit tapi sering.
6. Timbang TB/BB
Kekurangan cairan Keseimbangan cairan dan 1. Monitor tanda-tanda dehidrasi. 1. Volume cairan deplesi
tubuh berhubungan elektrolit dipertahankan merupakan komplikasi dan
dengan diare. dengan kriteria intake 2. Monitor intake dan ouput dapat dikoreksi.
seimbang output, turgor 3. Anjurkan untuk minum peroral 2. Melihat kebutuhan cairan yang
normal, membran mukosa 4. Atur pemberian infus dan masuk dan keluar.
lembab, kadar urine normal, eletrolit : RL 20 tetes/menit. 3. Sebagai kompensasi akibat
tidak diare setealh 5 hari peningkatan output.
perawatan. 4. Memenuhi kebutuhan intake
5. Kolaborasi pemberian antidiare yang peroral yang tidak
antimikroba terpenuhi.
5. Mencegah kehilangan cairan
tubuh lewat diare (BAB).
Intolerans aktivitas Pada saat akan pulang pasien 1. Monitor respon fisiologis 1. Respon bervariasi dari hari ke
berhubungan sudah mampu berpartisipasi terhadap aktivitas hari
dengan kelemahan. dalam kegiatan, dengan 2. Berikan bantuan perawatan 2. Mengurangi kebutuhan energi
kriteria bebas dyspnea dan yang pasien sendiri tidak mampu
takikardi selama aktivitas. 3. Jadwalkan perawatan pasien 3. Ekstra istirahat perlu jika
sehingga tidak mengganggu karena meningkatkan kebutuhan
istirahat. metabolik
Resiko tinggi Pasien akan bebas infeksi 1. Monitor tanda-tanda infeksi 1. Untuk pengobatan dini
infeksi oportunistik dan baru. 2. Mencegah pasien terpapar oleh
berhubungan komplikasinya dengan kriteria 2. gunakan teknik aseptik pada kuman patogen yang diperoleh
dengan tak ada tanda-tanda infeksi setiap tindakan invasif. Cuci di rumah sakit.
imunokompromise, baru, lab tidak ada infeksi tangan sebelum meberikan 3. Mencegah bertambahnya
malnutrisi dan pola oportunis, tanda vital dalam tindakan. infeksi
hidup yang batas normal, tidak ada luka 3. Anjurkan pasien metoda
beresiko. atau eksudat. mencegah terpapar terhadap 4. Meyakinkan diagnosis akurat
lingkungan yang patogen. dan pengobatan
4. Kumpulkan spesimen untuk tes5. Mempertahankan kadar darah
lab sesuai order. yang terapeutik
5. Atur pemberian antiinfeksi
sesuai order
Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Hari/tanggal
Tindakan keperawatan Evaluasi keperawatan
kep. (jam)
1. 1. Meaaspadai setiap ancaman bunuh diri
2. Menjauhkan semua benda berbahaya dari
lingkungan klien
3. Mengobservasi klien minum obat
4. Komunikasikan kepedulian perawat kepada
klien.
5. Waspada jika tiba-tiba menjadi tenang dan
tampak tentram
6. Dukung perilaku positif klien.
2. 10,30 7. Monitor kemampuan mengunyah dan Jam 13.30
menelan. S : mengatakan makan hanya 2 sendok,
8. Monitor intake dan ouput tidak ada napsu makan, menelan sakit
9. Rencanakan diet dengan pasien dan orang O: lemah, lidah bercak keputuihan
penting lainnya. A : masalah belum teratasi
10.Anjurkan oral hygiene sebelum makan. P: tindakan keperawatan dipertahankan
11.Anjurkan untuk beri makanan ringan sedikit
tapi sering.
12.Timbang TB/BB
3 10.30 6. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Jam 13.30
7. Monitor intake dan ouput S : mengatakan minum hanya 6 sendok,
8. Anjurkan untuk minum peroral tidak merasa sedang menceret.
9. Atur pemberian infus dan eletrolit : RL 20 O: perut kembung, diare, encer, turgor
tetes/menit. menurun, membran mukosa kering.
10.Kolaborasi pemberian antidiare antimikroba A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
4. 11.00 4. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas Jam 13.30
5. Berikan bantuan perawatan yang pasien S : mengatakan lemah.
sendiri tidak mampu O: perut kembung, terpasang infus, bed rest,
6. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak lemah, pucat.
mengganggu istirahat. A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
5. 10.30 7. Monitor tanda-tanda infeksi baru. Jam 13.30
8. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan S : keluarga mengatakan mngerti universal
invasif. Cuci tangan sebelum meberikan precaution
tindakan. O: T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR
9. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar 12 X/menit, perawat menggunakan
terhadap lingkungan yang patogen. masker
10. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai A : keluarga pasien dan perawat
order. memperhatikan universal precaution
11. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order P: tindakan keperawatan dipertahankan
6. 12.00 1. Mengkaji koping keluarga terhadap sakit Jam 13.00
pasein dan perawatannya : sedih melihat S : keluarga mengatakan tidak tahu
kondisi pasien, keluarga mengatakan bagaimana menjelaskan kepada anak-
menyesal mengapa tidak mengetahui bahwa anaknya,
suami mengkonsumsi putaw yang akhirnya O: mengungkapkan perasaan, berusaha
seperti sekarang ini. tegar
2. Mendengarkan keluarga mengungkapkana A : keluarga mulai membentuk koping
perasaan secara verbal untuk penyesuaian.
3. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit P: tindakan keperawatan dipertahankan
dan transmisinya.

1. Kamis, 6 – 12 1. Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan Jam 20.00


-2001 untuk menjelaskan nyerinya. S : mengatakan nyeri, skala 3.
17.00 2. Menganjurkan untuk menggunakan O: meringis, T 110/80 mmHg, N 80
relaksasi, imagery seperti yang dijelaskan X/menit, RR 18 X/menit, meringis
A : nyeri berkurang.
P: tindakan keperawatan dipertahankan bila
nyeri menignkat
2. 17.00 1. Mengkaji kemampuan mengunyah dan Jam 20.00
menelan. S : mengatakan makan hanya 3 sendok,
2. Menganjurkan untuk gosok gigi sebelum tidak ada napsu makan, menelan sakit
makan. O: lemah, lidah bercak keputihan,
3. Menganjurkan untuk makan makanan anoreksia, pucat, konjungitva anemis
ringan seperti biskuit atau roti A : masalah belum teratasi
4. Menganjurkan untuk menggunakan kumur P: tindakan keperawatan
betadin dipertahankan

3. 17.00 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi. Jam 20.00


2. Memonitor intake dan ouput S : mengatakan minum hanya 4 sendok,
3. Mengannjurkan untuk minum peroral mencret 3 kali
sesuai kemampuan pasien. O: perut kembung, diare, encer, turogor
4. Mengatur pemberian infus RL 20 menurun, membran mukosa keirng.
tetes/menit. A : masalah belum teratasi
5. Menyiapkan obat Cotriomiksasol dan P: tindakan keperawatan
hidrase untuk diminum dipertahankan
4. 17.00 1. Menganjurkan isteri pasien untuk Jam 20.00
mempertahankan metode mencegah S : --
transmisi HIV. O: T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR
2. Menggunakan darah dan cairan tubuh 12 X/menit, perawat menggunakan
precaution (universal precaution) bila masker, menggukan tisue.
merawat pasien dengan menggunakan A : keluarga pasien dan perawat
masker. memperhatikan universal precaution
P: tindakan keperawatan
dipertahankan
5. 19.00 Jam 19.00

1. Mendengarkan keluarga mengungkapkana S : keluarga mengatakan mampu menerima

perasaan secara verbal keadaan suaminya, mengatakan kecewa

2. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit mengapa saat pisah tidak mengetahui

dan transmisinya. kalau suaminya konsumsi putaw.


O: mengungkapkan perasaan, tenang
A : keluarga mulai membentuk koping
untuk penyesuaian.
P: tindakan keperawatan dipertahankan
1. Jumat, 07 –12 - Jam 16.00
2001 Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan untuk S : mengatakan nyeri, skala 3.
10.00 menjelaskan nyerinya. O: meringis, T 100/70 mmHg, N 88
X/menit, RR 12 X/menit, meringis
A : nyeri berkurang.
P: tindakan keperawatan dipertahankan bila
nyeri meningkat
2. 10.30 Menganjurkan oral hygiene sebelum makan Jam 16.00
yaitu menggosok gigi atau kumur-kumur. S : mengatakan makan hanya 3 sendok,
tidak ada napsu makan, menelan sakit
O: lemah, bercak keputihan berkurang
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan

3. 14.00 1. Menganjurkan untuk minum peroral sesuai Jam 16.00


kemampuan pasien : 4-5 gelas hari S : mengatakan minum hanya 4 sendok,
2. Mengatur pemberian infus RL 15 tidak merasa sedang menceret.
tetes/menit. O: diare, encer, turgor menurun, membran
mukosa kering.
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
4. 14.00 Memonitor respon terhadap aktivitas : tidak Jam 16.00
mampu bangun, terpasang infus, nyeri, meringis S : mengatakan lemah.
O: terpasang infus, bed rest, lemah, pucat,
ADL dibantu
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
5. 14.30 Menganjurkan isteri pasien menggunakan Jam 16.00
metode mencegah transmisi HIV dan kuman S : keluarga mengatakan mngerti universal
patogen lainnya : mencuci tangan setelah precaution
menyentuh pasien, hindari kontak langsung O: T 100/70 mmHg, N 90 X/menit, RR 16
dengan darah pasien atau cairan dari selaput X/menit, perawat menggunakan masker
lendir, gunakan sarung tangan A : keluarga pasien dan perawat
memperhatikan universal precaution
P: tindakan keperawatan dipertahankan
6. 15.00 1. Mendengarkan keluarga mengungkapkan Jam 16.30
perasaan secara verbal S : keluarga mengatakan sudah bisa
2. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit dan menerima keadaan pasien.
transmisinya. O: mengungkapkan perasaan, berusaha
tegar
A : keluarga sudah membentuk koping
untuk penyesuaian.
P: tindakan keperawatan dihentikan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan mengenai makalah ini adalah:
1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired
Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala
kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal
permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita
hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan
tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun
vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit
AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.

B. Saran
Bagi kita sebagai manusia, hendaknya selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dan berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa menyebabkan AIDS.
Jangan melakukan hubungan seksual diluar nikah (berzinah), dan jangan berganti-ganti
pasangan seksual. Apabila berobat dengan menggunakan alat suntik, maka pastikan
dulu apakah alat suntik itu steril atau tidak. Apabila melakukan tranfusi darah, terlebih
dahulu perikasakan apakah tranfusi darah itu bebas dari virus HIV. Bagi orang yang
mengetahui dirinya telah terinfeksi virus AIDS hendaknya menggunakan kondom
apabila melakukan hubungan seksual, agar virus AIDS tidak menular pada pasangan
seksualnya.
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan


pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog


Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

Anda mungkin juga menyukai