Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syndrome Guillain–Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang
polineuropati demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut,
polyneuritis idiopatik akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry,
dan sindroma Landry Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang
menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses
infeksi yang akut. GBS termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer.
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di negara–negara berkembang
dan merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak
dijumpai pada dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64
tahun. Lebih sering dijumpai pada laki – laki dari pada perempuan. Puncak
yang agak tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga
berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban
mempunyai penyakit febris ringan 2-3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris
biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal.
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 sampai 1,9/100.000
penduduk per tahun lebih dari 50% kasus biasanya didahului dengan infeksi
saluran nafas atas. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin
bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan
meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80%
penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa
kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal.
Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang
lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10%
diantaranya beresiko mengalami relaps.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Syndrome Gullain – Barre ?
b. Apa yang menyebabkan terjadinyaSyndrome Gullain – Barre ?
c. Apa manifestasi klinis pada pasien dengan gangguanSyndrome Gullain –
Barre ?
d. Bagaimana patofisiologi terjadinya Syndrome Gullain – Barre ?
e. Bagaimana pathway dari Syndrome Gullain – Barre ?
f. Apa saja komplikasi dariSyndrome Gullain – Barre ?
g. Apa saja pemeriksaan penunjang pada Syndrome Gullain – Barre ?
h. Bagaimana penatalaksaan yang tepat pada pasien Syndrome Gullain –
Barre ?
i. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan
Syndrome Gullain – Barre ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui konsep dasar tentang Syndrome Guillain – Barre
1.3.2 Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui definisi Syndrome Guillain – Barre,
b. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan Syndrome Guillain –
Barre,
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis Syndrome Guillain – Barre,
d. Untuk mengetahui patofisiologi Syndrome Guillain – Barre,
e. Untuk mengetahui pathway Syndrome Guillain – Barre,
f. Untuk mengetahui komplikasi Syndrome Guillain – Barre,
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Syndrome
Guillain – Barre,
h. Untuk mengetahui penatalaksaan yang tepat pada pasien
Syndrome Guillain – Barre,
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan Syndrome Guillain – Barre.
1.4 Manfaat
Kita sebagai tenaga kesehatan dapat mengetahui tentang konsep dasar

dari Syndrome Gullain – Barre, sehingga dapat diterapkan secara langsung

pada pasien dengan masalah Space Occupying Lession (SOL).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom Guillain - Barre merupakan sindrom klinik yang
penyebabnya tidak diketahui yang menyangkut saraf perifer dan cranial.
Paling banyak pasien dengan sindrom ini di timbulkan oleh adanya infeksi
(pernapasan atau gastrointestinal) 1 sampai 4 minggu sebelum terjadi
serangan penurunan neurologik. (Smeltzer, S.C. dan B.G. Bare. 2001)
Sindrom Guillain – Barre adalah polineuropati inflamasi akut yang
mengalami demielinasi. Pada sebagian besar pasien, sindrom ini berkaitan
dengan infeksi yang terjadi sebelumnya. Terdapat keterlibatan motoric yang
lebih dominan, seringkali melibatkan otot pernapasan dan bulbar, juga
kebutuhan untuk tata laksana kedaruratan. (Ginsberg, Lionel. 2005)
Sindrom Guillain–Barre merupakan sindrom klinis yang ditujukan
oleh awitan akut dai gejala – gejala yang mengenai saraf tepi dan kranial.
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan
pada semua ras. Puncak tertinggi adalah pada usia produktif. (Muttaqin, Arif.
2008)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Sindrom Gullain – Barre adalah suatu
penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya
dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut.

2.2 Etiologi
Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan
reaksi autoimun yang menyerang myelin saraf perifer. (Myelin merupakan
substansi yang ada disekitar atau menyelimuti akson – akson saraf dan
berperan penting pada transmisi impuls syaraf). (Smeltzer, S.C. dan B.G.
Bare. 2001)
2.3 Manifestasi Klinis
a. Parestesia (kesemutan dan kebas)
b. Kelemahan otot kaki yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang
tubuh, dan otot wajah
c. Paralisis pada ocular, wajah dan otot nasofaring, kesukaran berbicara,
mengunyah dan menelan
d. Disfungsi autonomy yang berakibat kurang bereaksinya system saraf
simpatis dan parasimpatis, seperti gangguan jantung dan ritme, perubahan
Tekanan Darah (hipertensi transien, hipotensi ortostatik), dan gangguan
vasomotor lainnya
e. Kehilangan sensasi posisi tubuh
(Smeltzer, S.C. dan B.G. Bare. 2001)

2.4 Patofisiologi
Sindrom Guillain Barre adalah suatu penyakit system saraf perifer
yang ditandai oleh awitan paralisis atau paresis otot mendadak. Sindrom ini
terjadi akibat serangan autoimun pada myelin yang membungkus saraf –
saraf perifer. Dengan rusaknya myelin, akson itu sendiri dapat rusak. Gejala –
gejala sindrom Gullain – Barre menghilang setelah serangan autoimun
berhenti dan akson mengalami regenerasi. Apabila terjadi kerusakan badan
sel selama serangan, maka dapat terjadi ketidakmampuan yang permanen.
Walaupun penyebab sindrom Guillain – Barre tidak diketahui, penyakit ini
biasanya timbul 1 – 4 minggu setelah infeksi virus atau imunisasi.
Pada awalnya yang terkena biasanya adalah otot – otot ekstremitas
bawah, dengan paralisis berkembang ke atas. Otot – otot pernapasan dapat
terkena sehingga terjadi kolaps pernapasan. Fungsi kardiovaskular dapat
terganggu akibat gangguan pada fungsi saraf otonom. (Corwin, Elizabeth J.
1996)
2.5 Pathway
Proses Autoimun

Menghancurkan myelin
yang mengelilingi akson

Konduksi salsatori tidak terjadi


dan tidak ada transmisi impuls
saraf

Gangguan fungsi saraf


perifer dan kranial

GBS

Gangguan fungsi saraf Gangguan saraf perifer Disfungsi otonom


kranial : III, IV, V, VI, VIII, dan neuromuskular
IX, dan XI
Disfungsi saraf
kranial, kurang
Paralisis pada ocular, Parestesia Paralise lengkap,
beraksinya system
wajah dan otot orofaring, (kesemutan) dan otot pernafasan
saraf simpatis dan
kesulitan berbicara, kelemahan otot terkena,
parasimpatis,
mengunyah dan menelan kaki, yang dapat mengakibatkan
perubahan sensori
berkembang ke insufisiensi
ekstremitas atas, pernafasan
batang tubuh dan
otot wajah
Gangguan pemenuhan Hambatan
nutrisi dan cairan komunikasi
Ketidakefektifan
verbal
Pola napas
Kelemahan
fisik umum,
Ketidakseimbangan paralisis otot Kehilangan
nutris: Kurang dari wajah Sekresi mukus kontrol
kebutuhan tubuh lebih kebawah
dan parenkim
paru

Ansietas
Hambatan Resiko tinggi
mobilitas infeksi saluran
fisik napas bawah dan
parenkim paru

Gagal fungsi
pernapasan

Gangguan
Pertukaran gas

2.6 Komplikasi
a. Gagal napas
b. Disfungsi autonom
(Wilkins dan L. Williams. 2010)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pungsi lumbal
Biasanya menunjukkan peningkatan konsentrasi protein dalam cairan
serebrospinal dengan hitung sel normal (disosiasi albuminositologis)
meskipun pada tahap awal penyakit temuannya normal.
b. Pemeriksaan EMG dan konduksi saraf
Mengkonfirmasi neuropati demielinisasi, namun hanya menunjukkan
abnormalitas ringan atau tidak ada abnormalitas pada tahap awal
(Ginsberg, Lionel. 2005)
c. Uji hantaran saraf
Akan memperlihatkan disfungsi neuron. (Corwin, Elizabeth J. 1996)
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Medis
a. GBS dianggap sebagai kondisi kedaruratan medis; pasien
ditangani di dalam unit perawatan intensif.
b. Masalah pernapasan mungkin memerlukan terapi pernapasan atau
ventilasi mekanis (trakeostomi)
c. Intubasi elektif dapat diimplementasikan sebelum awitan keletihan
otot pernapasan yang ekstrem
d. Agens antikoagulan dan stocking antiembolisme atau sepatu
kompresi berurut dapat digunakan untuk mencegah thrombosis
dan emboli pulmonal
e. Plasmaferesis (pertukaran plasma) atau immunoglobulin intravena
(IVIG) dapat digunakan untuk secara langsung memengaruhi
kadar antibody myelin saraf perifer
f. Pemantauan EKG secara kontinu: Pantau dan tangani disritmia
jantung dan komplikasi labil lain akibat disfungsi autonomy.
Takikardi dan hipertensi ditangani dengan obat kerja singkat,
seperti agens penyakit alfa-adrenergik. Hipotensi ditangani dengan
meningkatkan jumlah cairan intravena yang diberikan
(Wilkins dan L. Williams. 2010)

2.8.2 Penatalaksanaan keperawatan


a. Memantau kapasitas vital dan EKG secara kontinu
b. Pemberian makanan melalui selang nasogastric
c. Melakukan perawatan mata dan mulut serta memperhatikan
aspirasi secret
d. Sering merubah posisi pasien diatas tempat tidur untuk mencegah
terjadinya ulkus decubitus akibat kekakuan sendi dan kontraktur
(Ginsberg, Lionel. 2005)

2.9 Asuhan Keperawatan Sesuai Teori


2.9.1 Pengkajian
Pengkajian terhadap komplikasi sindrom Guillain – Barre meliputi
pemantauan terus menerus terhadap ancaman gangguan gagal napas
akut yang mengancam kehidupan. Komplikasi lain mencakup
disritmia jantung, yang terlihat melalui pemantauan EKG dan
mengobservasi pasien terhadap tanda thrombosis vena profunda dan
emboli paru – paru, yang sering mengancam pasien imobilisasi dan
paralisis. (Smeltzer, S.C. dan B.G. Bare. 2001)
2.9.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan yang
progresif dan gagal napas yang akan terjadi
Kriteria hasil (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan masalah ketidakefektifan pola napas teratasi dengan
kriteria hasil :
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Menunjukkan jalan napas paten
- Tidak ada suara napas abnormal
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada dyspnea
Intervensi (NIC) :
Airway management :
- Identifikasi pasien perluna pemasangan alat jalan napas buatan
- Monitor respirasi dan status O2
- Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Oxygen therapy:
- Pertahankan jalan napas paten
- Monitor aliran oksigen
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kelemahan yang
progresif dan gagal napas yang akan terjadi
Kriteria hasil (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan masalah gangguan pertukaran gas teratasi dengan
kriteria hasil :
- Tanda – tanda vital dalam rentang normal
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
- Bebas dari tanda – tanda distress pernapasan
- Tidak terjadi kolaps
Intervensi (NIC) :
Airway Management :
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
- Monitor respirasi dan status O2
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis


Kriteria hasil (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan tingkat mobilitas pasien meningkat dengan indikator :
Ada peningkatan pada kekuatan otot – otot ekstremitas.
Intervensi (NIC) :
Exercise Therapy: Joint movement
- Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama gerakan
atau aktivitas
- Bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk
gerakan pasif atau aktif
- Jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana latihan
- Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan dan
menentukan program latihan

d. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
status nutrisi: intake nutrient pasien adekuat dengan indicator:
- Tidak ada tanda malnutrisi
- Menunjukkan fungsi pengecapan dari menelan
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi (NIC) :
Nutrition management :
- Kaji adanya alergi makanan
- Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dannutrisi yang dibutuhkan pasien

e. Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfungsi


saraf kranial
Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan
klien dapat mengatasi hambatan komunikasi verbal dengan kriteria
hasil :
- Mampu mengekspresikan komunikasi non verbal yang
bermakna
- Klien mampu untuk memperoleh, mengatur, dan menggunakan
informasi
- Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap
ketidakmampuan berbicara
Intervensi (NIC) :
Communication Enhancement : Speech Deficit
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan
- Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan
informasi
- Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara

f. Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan kehilangan


kontrol dan paralisis
Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
masalah ansietas teratasi dengan kriteria hasil :
Coping :
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas.
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.
Intervensi keperawatan (NIC) :
Anxiety Reduction :
- Identifikasi tingkat kecemasan.
- Gunakan pendekatan yang menyenangkan
kecemasan pasien dan pasien merasa lebih tenang
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut
- Instrukikan pasien menggunakan teknik relaksasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN SYNDROME GUILLAIN – BARRE
DI RUANG 1 A MAWAR RSUD SURAKARTA

KASUS :

Tn. A 45 tahun mengeluh ujung jari tangan dan kaki terasa kebas, punggung sakit,
muntah, mual dan sakit kepala, muka memerah. Sebelumnya klien mengeluh
demam, batuk dan pilek, dada sesak, diare selama 2 hari. Tekanan Darah : 110/70
mmHg, Nadi : 90 kali/menit, RR: 30 kali/menit. Pemeriksaan Lab : Na+ : 139
mmol/L, K+ : 3 mmol/L, Ca2+ : 0,43 mmol/L, HCl : 53 %.

Tanggal / Jam masuk Rumah Sakit : 11 Januari 2015 / 08.00 WIB


Tanggal / Jam Pengkajian : 11 januari 2015 / 10.00 WIB
Metode Pengkajian :Autoanamnesa
Diagnosa Medis : Syndrome Guillain Barre
No. Registerasi : 12011520

A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Kadipiro, Banjarsari, Surakarta
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Swasta
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. B
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kadipiro, Banjarsari,
Surakarta
Hubungan klien dengan pasien : Istri klien

II. RIWAYAT KESEHATAN


1. Keluhan Utama
Ujung jari tangan dan kaki terasa kebas
2. Riwayat Penyakit Sekarag
Klien awalnya mengeluh demam, batuk, dan pilek, dada sesak, dan
diare selama 2 hari. Kemudian, klien juga mengeluh ujung jari
tangan dan kaki terasa kebas. Sehingga, istri klien membawanya ke
Rumah Sakit
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat trauma (-), Riwayat Diabetes Melistus (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
5. Genogram
Tn. A

Keterangan :
: Laki - laki
: Perempuan
: Klien
Tn. A

: Menikah
: Mempunyai anak
` : Tinggal dalam satu rumah

III. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON


1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan sehat itu sangat penting baginya. Klien merasa
sedih jika sakit, karena tidak bisa melakukan aktivitas dan
pekerjaannya sehari - hari. Saat ada anggota keluarga yang sakit,
klien selalu membawa ke dokter atau membeli obat di toko atau
apotek terdekat.
2. Pola Aktivitas dan Latihan
Kemampuan Sebelum Sakit Selama Sakit
Perawatan Diri 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Makan dan Minum  
Mandi  
Toileting  
Berpakaian  
Mobilitas di tempat 

tidur
Berpindah  
Ambulasi / ROM  
Keterangan :
0 : Mandiri, 1 : Dengan alat bantu, 2 : Dibantu orang lain, 3 :
Dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total
3. Pola Istirahat dan Tidur
Keterangan Sebelum Sakit Selama Sakit
Jumlah jam tidur siang Tidak pernah + 2 jam
Jumlah jam tidur malam + 6 jam + 7 jam
Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada
(Penggunaan obat tidur)
Punggung sakit,
dada sesak,
Gangguan tidur Tidak ada demam, sakit
kepala, batuk,
dan pilek
Nyaman Punggung terasa
Perasaan waktu bangun
sakit.

4. Pola Nutrisi/Metabolik
Keterangan Sebelum Sakit Selama Sakit
Frekuensi 3 x sehari 3 x sehari
Jenis Nasi, lauk, sayur, air Nasi, lauk, sayur,
putih susu, buah
Porsi / Jumlah 1 porsi habis 1/2 porsi kadang
habis kadang tidak
Keluhan Tidak ada Mual dan muntah
Pengkajian Nutrisi (ABCD)
- A : Antropometri
Berat badan (BB) : 45 kg
Tinggi Badan (TB) : 160 cm

BB 45
IMT : : : 17,58 (Normal : 18,5-22,9)
TB (1,6)2

- B : Biomechanical
Pemeriksaan Laboratorium :
Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk status
nutrisi
- C : Clinical Sign
Muka memerah, badan kurus, Kelemahan otot – otot
ekstremitas
- D : Diet
Makanan yang dianjurkan adalah makanan lunak tinggi
protein
5. Pola Eliminasi
a. Eliminasi BAB
Keterangan Sebelum Sakit Selama Sakit
Frekuensi 1 kali sehari (pagi) 1 kali sehari
(pagi)
Konsistensi Lunak berbentuk Encer
Bau Khas Khas
Warna Kuning kecoklatan Kuning
Keluhan Tidak ada Diare
Penggunaan obat
Tidak ada Tidak ada
pencahar

b. Eliminasi Urine
Keterangan Sebelum Sakit Selama Sakit
Frekuensi 5-6 kali/hari 5-6 kali/hari
Pancaran Kuat Lemah
Jumlah + 220 cc sekali + 200 cc sekali
BAK BAK
Bau Amoniak Amoniak
Warna Jernih Jernih
Perasaan sebelum
Lega Lega
BAK
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Total Produksi + 1100 – 1320 + 1000 – 1200
Urine (per hari) cc/hari cc/hari

Analisa Kesimbangan Cairan Selama Perawatan


Intake Output Analisa
Minuman Urine : 1200 cc Intake : 2200 cc
1900 cc Feses : 200 cc Output : 2150 cc
Makanan IWL : 750 cc
300 cc
Total 2200 cc Total 2150 cc Balance : + 50 cc

6. Pola Kognitif dan Perceptual


Klien dapat berbicara lancar, mampu menjawab pertanyaan
perawat dengan tepat, penciuman terganggu karena banyak sekret
dihidung, penglihatan normal, pendengaran normal, tetapi
mengalami ujung jari dan kaki terasa kebas.
7. Pola Konsep Diri
a. Gambaran Diri / Citra Diri
Klien mengatakan malu dengan penyakitnya ini yang ditandai
dengan muka yang memerah.
b. Ideal Diri
Klien mengatakan, “Saya ingin cepat sembuh, kemudian
kembali bekerja, tetapi dengan penyakitnya ini nampaknya
tidak memungkinkan melakukan pekerjaan sehari – hari
dengan baik.”
c. Harga Diri
Klien mengatakan, “Saya merasa malu dan takut akan penyakit
saya. Saya merasa tidak berharga.”
d. Peran Diri
Klien mengatakan, “Selama saya sakit, saya tidak bisa bekerja
dan pendapatan saya menurun. Saya hanya ingin kembali
bekerja dan mencari uang untuk menafkahi anak dan istri
saya”.
e. Identitas Diri
Klien mengatakan, “Saya menyadari bahwa saya adalah laki –
laki, dan saya sudah menikah.”
8. Pola Seksual dan Seksualitas
Tidak ada masalah dalam seksualitas, tidak melakukan KB, sudah
beristri, dan memiliki 2 anak.
9. Pola Peran dan Hubungan
Hubungan klien dengan keluarga harmonis, dengan masyarakat
juga baik. Di keluarga berperan sebagai kepala keluarga yang baik,
dan di lingkungan, klien berperan sebagai ketua RT.
10. Pola manajemen dan Koping Stres
Selama sakit klien sering mengalami kecemasan akibat
penyakitnya. Keluarga pun selalu mendukungnya agar cepat
sembuh.
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Klien sebelum sakit, selalu menjalankan sholat 5 waktu. Semenjak
sakit, klien tidak pernah menjalankan sholat. Klien hanya bisa
berdoa untuk kesembuhannya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan / Penampilan Umum :
a. Kesadaran : Composmentis
b. Tanda – Tanda Vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 90 kali/menit
- Suhu : 37o C
- RR : 30 kali/menit
2. Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala, rambut : hitam, lurus, bersih, tidak ada kutu, tidak ada
ketombe
b. Muka : muka memerah
- Mata :
 Kebersihan : Bersih
 Palpebra : tidak ada edema
 Konjungtiva :tidak anemis
 Pupil : isokor 2 mm
 Sclera : Tidak ikterik
 Reflek terhadap cahaya : +/+
- Penggunaan alat bantu penghilatan : tidak menggunakan
- Hidung : ada secret, pernafasan cupping hidung (+)
- Mulut : Simetris, bibir lembab, tidak ada pembesaran
kelenjartonsil, tidak ada gigi berlubang
- Telinga :
Inspeksi : Simetris, integritas kulit bagus, warna sama
dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c. Dada (Thorax) :
- Paru – paru :
Inspeksi : Simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada
tanda-tanda distress pernapasan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler
- Jantung :
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : redup
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni
d. Abdomen :
Inspeksi : Bersih, datar
Auskultasi : Bising usus
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Pekak
e. Genitalia : Tidak ada kelainan
f. Anus, Rektum : Tidak ada kelainan
g. Ekstremitas :
- Kekuatan Otot kanan dan Kiri
3 3
3 3
- Perabaan Akral : hangat
- Edema pitting : tidak ada
h. Integumen
Inspeksi : bersih, tidak ada lesi, tidak ada sianosis
Palpasi : lembab, tidak ada turgor kulit, tidak ada edema

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan :
Jenis Nilai Keterangan
Satuan Hasil
Pemeriksaan Normal Hasil
Natrium 136-144 mmol/L 139 Normal
Kalium < 1 th : 3,2- Kurang dari
6,1 normal
mmol/L 3,1
< 60 th :
3,3-5,1
>60 th : 3,7-
5,4
Calsium 0,43
HCl 53

2. Pemeriksaan Diagnostik : tidak dilakukan

VI. TERAPI MEDIS : -

B. ANALISA DATA
Nama : Tn. A No. CM : 12011520
Umur : 50 tahun Diagnosa Medis : Syndrome Guillain –
Barre
Hari/
No Tanggal/J Data Fokus Masalah Etiologi Dianogsa
am
1 Minggu/ DS : Klien Hambatan Penurunan Hambatan
11 Januari mengatakan ujung Mobilitas kendali mobilitas
2015/ jari dan kaki fisik otot fisik
10.00 terasa kebas, berhubung
WIB punggung sakit, an dengan
dan kepala sakit. penurunan
DO : kendali
Ada kelemahan otot
pada otot – otot
ektremitas :
3 3
3 3

Tekanan Darah :
110/70, Nadi : 90
kali/menit, RR:
30 kali/menit,
Suhu : 37o C
2 Minggu/ DS : Klien Ketidakefe Kerusakan Ketidakefe
11 Januari mengatakan ktifan pola neurologis ktifan pola
2015/ batuk, pilek, dada napas napas
10.00 terasa sesak, dan berhubung
WIB punggung sakit an dengan
DO : Tekanan kerusakan
Darah : 110/70, neurologis
Nadi : 90
kali/menit, RR:
30 kali/menit,
Suhu : 37o C
3 Minggu/ DS : Klien Ketidaksei Ketidakma Ketidaksei
11 Januari mengatakan mual, mbangan mpuan mbangan
2015/ muntah, diare Nutrisi: mencerna nutrisi:
10.00 DO : Kurang makanan Kurang
WIB BB : 45 kg, IMT : dari dari
17,58 (dibawah kebutuhan kebutuhan
normal). Tekanan tubuh berhubung
Darah : 110/70, an dengan
Nadi : 90 ketidakma
kali/menit, RR: mpuan
30 kali/menit, mencerna
Suhu : 37o C makanan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan

D. RENCANA KEPERAWATAN/INTERVENSI
Nama : Tn. A No. CM : 12011520
Umur : 50 tahun Diagnosa Medis : Syndrome Guillain –
Barre
Tujuan dan
Tanggal/ Diagnosa
No Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Ttd
Jam Keperawatan
(NOC)

1 Minggu/ Hambatan Setelah Exercise


11 mobilitas dilakukan Therapy: Joint
Januari fisik tindakan movement
2015/ berhubungan keperawatan - Monitor
11.00 dengan selama 3x24 lokasi
WIB penurunan jam, diharapkan ketidaknyam
kendali otot tingkat mobilitas anan atau
pasien nyeri selama
meningkat gerakan atau
dengan aktivitas
indikator: - Bantu pasien
Joint movement: untuk
Ada peningkatan mengoptimal
kekuatan pada kan posisi
otot – otot tubuh untuk
ekstremitas. gerakan pasif
atau aktif
- Dorong
ROM aktif
- Dorong klien
untuk
menunjukkan
gerakan
tubuh
sebelum
latihan
- Bantu pasien
untuk
mengembang
kan rencana
latihan ROM
aktif
- Jelaskan
pada
keluarga/pasi
en tujuan dan
rencana
latihan
- Kolaborasi
dengan
fisioterapis
dalam
mengembang
kan dan
menentukan
program
latihan
2 Minggu/ Ketidakefekti Setelah Airway
11 fan pola dilakukan management :
Januari napas tindakan - Identifikasi
2015/ berhubungan keperawatan pasien
11.00 dengan selama 3x24 perluna
WIB kerusakan jam, diharapkan pemasanga
neurologis masalah n alat jalan
ketidakefektifa napas
n pola napas buatan
teratasi dengan - Monitor
kriteria hasil : respirasi
Respiratory dan status
Status: Airway O2
patency: - Auskultasi
- Respiratory suara
rate dalam napas, catat
batas adanya
normal suara
- Menunjukk tambahan
an jalan - Posisikan
napas paten pasien
- Tidak ada untuk
sianosis memaksim
- Tidak ada alkan
dyspnea ventilasi
Oxygen therapy:
- Pertahankan
jalan napas
paten
- Monitor
aliran
oksigen (5
liter)
3 Minggu/ Ketidakseimb Setelah Nutrition
11 angan nutrisi: dilakukan management :
Januari Kurang dari tindakan - Kaji adanya
2015/ kebutuhan keperawatan alergi
11.00 berhubungan selama 3x24 makanan
WIB dengan jam, status - Monitor
ketidakmamp nutrisi: intake jumlah
uan mencerna nutrient pasien nutrisi dan
makanan adekuat dengan kandungan
indicator: kalori
Nutritional - Berikan
status: makanan
- Tidak ada yang terpilih
tanda (sudah
malnutrisi dikonsultasik
- Menunjukka an dengan
n fungsi ahli gizi)
pengecapan - Anjurkan
dari menelan pasien untuk
- Tidak terjadi meningkatka
penurunan n protein dan
berat badan vitamin C
yang berarti - Yakinkan
diet yang
dimakan
mengandung
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
- Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah
kalori
dannutrisi
yang
dibutuhkan
pasien
Nutrition
Monitoring :
- Monitor
adanya
penurunan
berat badan
- Monitor
mual dan
muntah
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syndrome Guillain – BarreAdalah sindrom klinis yang ditunjukkan
oleh awitan akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial.
Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenerasi selaput myelin dari
saraf perifer dan kranial. Etiologinya tidak diketahui, tetapi respon alergi atau
respon auto imun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan
bahwa syindrom tersebut menpunyai asal virus, tetapi tidak ada virus yang
dapat diisolasi sampai sejauh ini. Guillain Bare’ tyerjadi dengan frekwensi
yang sama pada kedua jenis kelamin dan pada semua ras. Puncak yang agak
tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin bisa
berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban
mempunyai penyalit febris ringan 2 sampai 3 minggu sebelum awitan, infeksi
febris biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal.

B. Saran
Untuk menangani klien dengan Syndrome Guillain – Barre disarankan
perlu adanya keterlibatan keluarga dan kesabaran dalam penatalaksanaan
penyakit ini karena fase pemulihan yang memakan waktu lama, peningkatan
edukasi pada pasien dan keluarga dapat membantu proses pemulihan pada
pasien secara umum, dan perlu adanya peningkatan keahlian dan pengetahuan
bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan untuk klien
GBS.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, , Gloria M., , Howard K. Butcher, dan Joanne M. Dochteman, ed. 2013.
Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louis: Mosby Elsevier

Corwin, Elizabeth J. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga

Herdman, T. Heather, ed.2010.NANDA International, Diagnosis Keperawatan:


Definisi dan Klasifikasi 201-2014. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue., Marion Johnson, Meridean L. Maas, ed. 2013. Nursing


Outcomes Classification (NOC). St. Louis: Mosby Elsevier

Smeltzer, S.C., dan B.G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC

Wilkins, dan L. Williams. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth. Edisi 12. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai