Anda di halaman 1dari 14

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

KONSEP DIRI DAN KESEHATAN SPRITUAL

DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III KELAS A SEMESTER III

1. Laila Aristina (032017034)


2. Daniel Setiawan Purba (032017008)
3. Grace Yolanda S. (032017011)
4. Selvi Yanti Gowasa (032017017)
5. Deskrisman Stefan M. (032017034)

Mata Kuliah : PSBK

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANTA ELISABETH


MEDAN
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul,” Konsep Diri Dan Kesehatan Spritual Dalam
Praktik Keperawatan”.
Dalam makalah ini penulis menuangkan materi psikososial dan
budaya dalam keperawatan dimana didalam makalah ini berisi tentang
pengertian konsep diri dan kesehatan spiritual, faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep dri dan kesehatan spiritual, serta fase-fase
perkembangan konsep diri dan kesehatan spiritual.
Dalam pembuaatan makalah ini penulis menghadapi banyak
persoalan terutama dalam mencari bahan materi, referensi serta waktu
untuk melakukan diskusi kelompok. Tapi berkat kerjasama tim yang baik
dan bimbingan dari para dosen mata kuliah psikososial dn budaya dalam
keperawatan, penulis dapat menyelesaikan. Sehingga, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada para teman-teman dan para
dosen yang sudah mengambil bagian dalam proses pembuatan makalah
ini.
Penulis menyadari, makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan
untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
semua. Penulis juga berharap semoga makalah ini, dapat dipergunakan
sebaik mungkin sehingga menjadi sarana penambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca semua.
Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca semoga
diberkati yang maha kuasa.

Penulis,

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................... 1

1.1.Latar Belakang ............................................................ 1


1.2.Tujuan........................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN TEORI ........................................................ 2

2.1. Pengertian Konsep Diri ............................................. 2

2.2. Komponen Konsep Diri .............................................. 3

2.3. Faktor Dominan yang Mempengaruhi Konsep Diri 3

2.4. Pengertian Kesehatan Spiritual ................................ 5

2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Spiritual 5

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan .................................................................. 6

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep diri berkaitan dengan harga diri dan orang yang memiliki
harga diri yang baik memiliki konsep diri yang jelas berbeda. Studi yang
berkaitan dengan konsep diri menunjukkan bahwa orang dengan konsep diri
rendah memiliki harga diri yang lebih buruk. Bukti menunjukkan bahwa
konsep diri yang positif sangat erat kaitannya dengan harga diri yang baik.
Orang yang percaya bahwa mereka pandai dalam banyak hal cenderung
merasa lebih baik tentang mereka secara keseluruhan. Konsep diri berkorelasi
dengan harga diri dan keduanya memiliki dampak positif pada peningkatan
prestasi akademik, (Shavelson dalam jurnal Srivastava & Joshi, 2014).

Spiritualitas merupakan kata yang berasal dari kata spirit yang


berarti roh. Kata ini berasal dari kata latin Spiritus yang berarti bernafas.
Karena itu spiritual bisa diartikan sebagai roh dan nafas yang berfungsi
sebagai energi kehidupan dan membuat seseorang menjadi hidup.
Menjelaskan adanya dua dimensi spiritualitas yang mencerminkan nilai-
nilai utama. Kedua dimensi tersebut adalah dimensi vertikal dalam
hubungan seseorang dengan Tuhan atau tertinggi; dan dimensi horizontal
dalam hubungan seseorang dengan alam, (Rindfleisch et al. dalam jurnal
Aziz, 2017).

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep psikososial dalam praktik
keperawatan yang mencakup konsep diri dan kesehatan spiritual.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimakdsud dengan konsep
diri dan kesehatan spiritual.
b. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
konsep diri dan kesehatan spritual.
c. Mahasiswa mengetahui dan menjelaskan fase-fase perkembangan
konsep diri dan kesehatan spritual.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri dapat didefinisikan sebagai "perasaan diri seseorang


berbentuk melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain. Konsep diri
yang positif dianggap penting untuk kesehatan mental yang baik,
meningkatkan prestasi akademik, melindungi agar tidak menjadi korban
bullying, dan dilihat sebagai tujuan utama pendidikan. Konsep diri adalah
cara seseorang untuk memahami dirinya sendiri, yang mungkin positif
atau negatif sebagai hasil dari evaluasi diri.

Konsep diri berkaitan dengan harga diri dan orang yang memiliki
harga diri yang baik memiliki konsep diri yang jelas berbeda. Studi yang
berkaitan dengan konsep diri menunjukkan bahwa orang dengan konsep
diri rendah memiliki harga diri yang lebih buruk. Bukti menunjukkan
bahwa konsep diri yang positif sangat erat kaitannya dengan harga diri
yang baik. Orang yang percaya bahwa mereka pandai dalam banyak hal
cenderung merasa lebih baik tentang mereka secara keseluruhan. Konsep
diri berkorelasi dengan harga diri dan keduanya memiliki dampak positif
pada peningkatan prestasi akademik, (Shavelson dalam jurnal Srivastava
& Joshi, 2014). Konsep diri terbagi atas 2 yaitu :

a. Konsep diri Positif


Konsep-diri positif adalah pemahaman dan penerimaan diri terhadap
sejumlah fakta yang bermacam-macam sehubungan dengan diri.
Individu yang memiliki konsep-diri positif akan merancang tujuan-
tujuan sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan
besar untuk dicapai, mampu mengahadapi kehidupan kedepannya serta
menganggap bahwa hidup adalah proses penemuan.

b. Konsep-diri negatif, di satu sisi dikarakteristikan dengan pandangan


yang tidak stabil sehubungan dengan diri, yaitu individu tidak
mengetahui secara pasti mengenai kekuatan, kelemahan, dan hal-hal
yang dapat dihargai dalam hidupnya. Di sisi lain, seorang dengan
konsep-diri negatif memiliki pandangan diri yang terlalu teratur, di
mana ia tidak membiarkan penyimpangan dari seperangkat hukum yang
dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Orang-orang
dengan konsep-diri negatif cenderung sensitif dan sulit menerima
kritikan, responsif dan senang dengan pujian, berkecendrungan
hiperkritis (e.g., mengeluhkan diri, mencela dan meremehkan orang
lain), merasa tidak disenangi orang lain, dan bersikap pesimis dalam
kompetisi, (Calhoun & Cocella, dalam jurnal Herani,2012).

2.2 . Komponen Konsep Diri

a. Gambaran Diri / Citra Tubuh ( Body Image )


Gambaran diri adalah sikap atau cara pandang seseorang terhadap
tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan
perasaaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh
saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan di modifikasi
dengan pengalaman baru setiap individu.
Gambaran diri ( body image ) berhubungan dengan kepribadian.
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting
pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya
menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan merasa lebih aman,
sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.
b. Ideal Diri ( Self Ideal )
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu.
c. Harga Diri ( Self esteem )
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan
kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang
penting dan berharga.
d. Peran ( Role Performance )
Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh
lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai
kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang
tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu.).Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta
tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di
masyarakat.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi
kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat
merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang
menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan.

e. Identitas ( Identity )
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi
seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan
seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama
pada masa remaja.
Pada masa anak- anak , untuk membentuk identitas dirinya, anak
harus mampu membawa semua perilaku yang di pelajari kedalam
keutuhan yang koheren , konsisten dan unik.
Pada masa remaja , banyak terjadi perubahan fisik, emosional,
kognitif dan social. Dimana dalam masa ini apabila tidak dapt memenuhi
harapan dorongan diri pribadi dan social yang membantu mendefinisikan
tentang diri maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas.
Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi
bukan terbelah (Fowler, 1981 dalam Kozier, Barbara J & Berman 2008).

2.3. Faktor Dominan yang Mempengaruhi Konsep Diri

Hasil uji regresi logistik, semua variabel yang berhubungan secara


statistik digabungkan kemudian didapatkan faktor yang mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap konsep diri yaitu :

- Pola asuh
- Orang tua,
- Teman sebaya
- Peranan harga diri.
Memiliki teman sebaya yang buruk dan pola asuh permisif dan
peranan harga diri yang rendah memiliki probabilitas untuk memiliki
konsep diri yang negatif. Hasil regresi logistik untuk peranan penampilan
fisik tidak mempunyai pengaruh terhadap konsep diri, hal ini
dimungkinkan karena faktor tersebut tidak mempunyai pengaruh secara
langsung terhadap konsep diri.
Dari uji regres logistik, faktor yang paling mempengaruhi konsep
diri adalah teman sebaya dilanjutkan dengan pola asuh orang tua dan
peranan harga diri. Teman sebaya adalah salah satu faktor yang dominan
yang mempengaruhi konsep diri. Saat bersama teman sebaya remaja
berusaha menemukan konsep dirinya. Teman sebaya memberikan
lingkungan, di mana remaja dapat melakukan sosialisasi dengan teman
seusianya.
Akan tetapi sangat berbahaya apabila kelompok sebaya ini
cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari
kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh
pimpinan kelompok, sikap, pikiran, perilaku dan gaya hidupnya
merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya. Teman sebaya sebagai
interaksi individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang
sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar diantara kelompoknya.
Pola asuh merupakan interaksi anak dan orang tua mendidik,
membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Kuatnya teman sebaya pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap
juga sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja
yang buruk. Hal ini bukan saja mempengaruhi remaja tersebut dalam
berhubungan dengan keluarganya, tetapi juga mempengaruhi kehidupan
sosial, sekolah dan harapannya, (Dalam jurnal Saraswatia & Arifah, 2015).

Tabel 1.1 Tahap perkembangan konsep diri

Usia Tugas Perkembangan

0 – 3 bulan 1. Dapat mengenal ASI


2. Dapat memasukkan tangan ke mulut
3. Meminum ASI secara eksklusif lebih
kurang 6 bulan
3 – 6 bulan 1. Mulai mengenal makanan pendamping ASI
dengan satu rasa
2. Menarik makanan dari sendok dengan lidah
3. Pada saat kenyang akan menutup mulut jika
disodori makanan
4. Dapat pemberian makanan seimbang yang
lunak (MP-ASI) dengan jadwal yang teratur
6 – 9 bulan 1. Belajar mengunyah makanan lunak (nasi
tim)
2. Dapat makan biskuit sendiri
3. Dapat mengunyah dan menelan makanan
lunak
4. Dapat minum dari botol minuman bertelinga
dengan bantuan orang dewasa
9 – 12 bulan 1. Mengunyah dan menelan makanan padat
2. Minum dari botol yang ada pegangannya
3. Mulai untuk mempercayai.
4. Membedakan diri dari lingkungan
1 – 3 tahun 1. Mempunyai kontrol terhadap beberapa
bahasa
2. Mulai menjadi otonom dalam pikiran dan
tindakan
3. Menyukai tubuhnya
4. Menyukai dirinya
5. Dapat mengambil gelas dari meja
6. Dapat minum dari gelas yang dipegangnya
sendiri
7. Dapat menggunakan sendok untuk
menyendok makanan
8. Dapat menggunakan sedotan
9. Dapat menggunakan garpu untuk makan
10. Dapat makana dengan sendok tanpa
tumpah
11. Dapat melepas berbagai jenis pakaian
dengan bantuan
12. Dapat melepas celana atau rok dengan cara
menarik ke bawah

3 – 6 tahun 1. Mengambil inisiatif


2. Mengidentifikasi gender
3. Meningkatkan kewaspadaan diri
4. Keterampilan berbahsa meningkat
5. Dapat menggunakan serbet
6. Dapat menggunakan rok
7. Dapat mengenakan pakaian yang ditarik
ke atas
8. Dapat mengenakan celana atu rok yang
menggunakan karet pinggang
9. Dapat memegang garpu dengan jari-jari
10. Dapat menggunakan pisau untuk
mengoles
11. Dapat membuka retsleting
12. Dapat mengikat taki sepatu
13. Dapat mandi sendiri tanpa pengawasan
14. Dapat menggunakan pisau untuk
memotong
15. Dapat menutup mulut dan hidung kalau
bersin atau batuk
16. Dapat berpakaian sendiri dengan lengkap

6 – 12 tahun 1. Dapat mengatur diri sendiri


2. Berinteraksi dengan teman sebaya
3. Harga diri meningkat dengan
penguasaaan keterampilan baru
4. Menyadari kekuatan dan keterbatasan

12 – 20 tahun 1. Menerima perubahan tubuh


2. Menggali tujuan untuk masa depan
3. Merasakan positif tentang diri
4. Berinteraksi dengan orang yang mereka
anggap menarik secara seksual

Pertengahan 20 1. Mempunyai hubungan intim dengan


tahunan – keluarga dan teman dekat.
pertengahan 40 2. Menpunyai perasaan stabil, positif
tahunan tentang diri

Pertengahan 40 2. Dapat menerima perubahan dalam


tahunan – penampilan dan ketahanan
pertengahan 60 3. Mengkaji kembali tujuan hidup
tahunan 4. Menunjukan perhatian dengan penuaan

Akhir usia 60 tahun 1. Merasa positif tentang kehidupan dan


maknanya
2. Tertarik dalam memberikan legalitas bagi
generasi berikutnya

(sumber : Fowler, 1981 dalam Kozier, Barbara J & Berman 2008).


2.4. Pengertian Kesehatan Spiritual

Spiritualitas merupakan kata yang berasal dari kata spirit yang


berarti roh. Kata ini berasal dari kata latin Spiritus yang berarti bernafas.
Karena itu spiritual bisa diartikan sebagai roh dan nafas yang berfungsi
sebagai energi kehidupan dan membuat seseorang menjadi hidup.
Menjelaskan adanya dua dimensi spiritualitas yang mencerminkan nilai-
nilai utama. Kedua dimensi tersebut adalah dimensi vertikal dalam
hubungan seseorang dengan Tuhan atau tertinggi; dan dimensi horizontal
dalam hubungan seseorang dengan alam, (Rindfleisch et al dalam jurnal
Aziz, 2017).

Kesehatan spiritual adalah koreksi dan elevasi bidang


epistemologis transendental dunia dan penjelasan sistem Monoteisme yang
didasarkan pada kehidupan mutlak, pengetahuan, kekuatan, kebijaksanaan
dan keadilan Allah yang tertinggi dalam merancang dan berpikir terbaik
sistem tentang wawasan manusia, bidang keinginan, akan, emosi manusia
dan perbuatan dikoreksi dan elevated.

Hasil seperti perspektif akan rasa aman, tenang, menjadi akrab


dengan benar identitas seseorang, perasaan internal puas dengan
kehidupan monoteistik, kualitas hidup, dan kebermaknaan kehidupan dan
menerima bencana sebagai faktor pertumbuhan dan hikmah tersembunyi,
semua menjadi fasih dalam sistem yang akurat dan bijaksana didasarkan
pada keyakinan individu, perspektif etika dan kinerja dan menyebabkan
sehat spiritual, menguntungkan dan normal. Sebagai kehidupan kualitatif
dan bermakna tergantung pada kepemilikan filsafat meyakinkan, jaminan
dan pasti, (Dalam jurnal, Mousavimughadam, 2012).

2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Spiritual

a. Faktor Pembawaan (Internal)


Dalam masyarakat primitif sering kita jumpai melalui bukti-bukti
peninggalan prasejarah. Adanya kepercayaan terhadap roh-roh gaibyang
dapat memberikan kebaikan atau kejahatan. Semua hal tersebut
diperlihatkan melalui pemberian saji-sajian (bahasa sunda sesajen) yang
dibuat untuk mengusir ataupun meminta tolong kepada roh-roh yang
mereka percayai. Selain itu benda-benda yang dianggap keramat, seperti
keris, atau batu juga seringkali mereka percayai sebagai benda yang
memiliki kekuatan-kekuatan yang dapt mendatangkan kebaikan bagi
dirinya sendiri. Tidak heran jika mereka mengeramatkannya. Bahkan,
dikalangan mesyarakat modern pun masih ada yang percaya terhadp hal-
hal yang bersifat takhayul tersebut.
b. Faktor Lingkungan (Eksternal)
1. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi
setiap anak. Tentunya dalam hal ini orangtua menjadi orang yang paling
bertanggungjawabdalam menumbuhkembangkan kecerdasan beragam
pada anak.
2. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak
setelah keluarga. Karena hampir setengah hari anak menghabiskan
waktunya bersama teman dan gurunya di sekolah. Tentunya segala sesuatu
yang ada di sekolah akan menjadi model bagi anak untuk ditiru, karena
pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar,
karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi
dari orangtua.
3. Lingkungan Masyarakat.
Selain faktor keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat jua
turut mempengaruhi perkembangan kecerdasan beragama pada anak.
Lingkunan masyarakat yang dimaksud meliputi lingkungan rumah sekitar
anak sebagai tempat bermain, televisi, serta mediacetak seperti buku cerita
maupun komik yang paling banyak digemari oleh anak-anakusia dini.
Menurut syamsu Yusuf (2002: h. 141) lingkungan masyarakat adalah
situasi atau kondisi interaksi sosial dn sosiokultural yang secara potensial
berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran
beragama individu. Dalam msayarakt akan terbentuk suatu perilaku yang
dominan pada setiap individu karena adanya interaksi sosialyang terjadi
antara teman sebaya maupun dengan anggota masyarakat lainnya. Pada
diri anak akan muncul perilaku baik ataupun tidak baik tergantung
seberapa besar lingkungan sekitarna mempengaruhi dalam pergaulan
sehari-hari. Karena pada dasarnya anak cepat sekaliterpengaruh oleh hal-
hal yang ia lihat, dengar dan rasakan, (Fowler, 1981 dalam Kozier,
Barbara J & Berman 2008).
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah konstruksi luas yang
mencakup aspek kognitif, afektif dan perilaku. Di sisi lain harga diri
adalah konstruk yang relatif terbatas yang mencakup aspek evaluatif. Self-
esteem dianggap sebagai kepercayaan diri dan kepuasan dalam diri sendiri.
Ini dianggap sebagai nilai keseluruhan yang seseorang tempatkan pada diri
sendiri sebagai pribadi, sedangkan konsep diri dipandang sebagai tubuh
pengetahuan diri yang dimiliki individu tentang diri mereka sendiri. Oleh
karena itu harga diri adalah istilah evaluatif dan konsep diri adalah istilah
deskriptif. Jadi konsep diri dan harga diri adalah konstruk berbeda dari diri
yang pada saat yang sama secara teoritis berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA

Hoseini, Akram Sadat Sadat. 2017. A Concept Analysis of Spiritual Health.


Article in Journal of Religion and Health ·

Herani, Ika. 2015. Konsep diri orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang
menerima label negatif dan diskriminasi dari lingkungan sosial,
Psikologia-online, 2012, Vol. 7, No. 1, hal. 29-40

Kozier, Barbara J. Berman, A. (2008). Fundamental of nursing :


Concept,Process, And Practice (8th ed). USA: Pearso N Education, Inc,
Upper Saddle River, New Jersey 07458.

Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 1. Edisi 4.
Jakarta : EGC
Srivastava, Rekha. 2014. Relationship between Self-concept and Self-esteem in
adolescents. International Journal of Advanced Research (2014), Volume 2,
Issue 2,36-43

Saraswatia, Zulpahiyana, Arifah. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Konsep Diri Remaja di SMPN 13 Yogyakarta, ISSN2354-7642

Anda mungkin juga menyukai