Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan diseluruh dunia,
terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia
menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada
remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup
tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia
dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di
Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1%
perempuan (Kemenkes RI, 2013).
Anemia adalah suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari
normal anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang kurang dari normal
didalam sirkulasi. Akibatnya, jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan
tubuh juga berkurang. Anemia bukan merupakan kondisi penyakit khusus
melainkan suatu tanda adanya gangguan yang mendasari. Sejauh ini anemia
merupakan pengisi hematologi yang sering terjadi. Terdapat beberapa jenis
anemia. Sebuah pendekatan fisiologi mengklasifikasikan anemia sesuai
dengan penyebab defisiensi eritrosit, apakah disebabkan oleh cacat produksi
(anemia hipoproliferatif), oleh destruksi/penghancuran (anemia hemolitik),
atau oleh kehilangan (perdarahan) (Brunner & Suddarth 2013).
Penyebab anemia adalah akibat faktor gizi dan non gizi. Faktor gizi
terkait dengan defisiensi vitamin dan mineral, sedangkan faktor non gizi
terkait infeksi. International Nutritional Anemia Consultative Group (INACG)
(2002) dalam Subagio (2007), anemia disebabkan oleh defisiensi zat gizi
makro dan mikro. Pada negara berkembang anemia disebabkan oleh asupan
makanan yang tidak adekuat, khususnya zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit (protein, besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, vitamin A,
dan zink). Almatsier (2003) menyatakan penyebab masalah anemia gizi besi
adalah kurangnya daya beli masyarakat, untuk mengkonsumsi makanan
sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologi zat besi yang tinggi
(Villalpando, 2003).

1
1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan dengan kasus
gangguan sistem hematologi akibat anemia pada klien dewasa dengan
memperhatikan aspek legal etis.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimakdsud dengan anemia.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan anemia.
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan anemia.
d. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan anemia.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan anemia.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan anemia.

2
BAB 2
TINJAUAN KASUS

2.1. Defenisi

Kata “anemia” berasal dari bahasa Yunani, “anaimia” yang berarti


kurang darah. Kekurangan darah ini disebabkan karena kurangnya sel darah
merah yang sehat untuk membawa oksigen keseluruh jaringan tubuh. Karena
itu, para penderita anemia biasanya akan merasa cepat lelah. Anemia adalah
suatu kondisi dimana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari biasanya; Ini
mencerminkan lebih sedikit kehadiran dari jumlah normal eritrosit dalam
sirkulasi. Akibatnya, jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan tubuh juga
berkurang. Anemia bukanlah penyakit yang spesifik namun merupakan tanda
adanya kelainan mendasar. Ini adalah kondisi hematologis yang paling umum
(Soebroto, 2009).

Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel


darah merah (eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu
mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh
jaringan tubuh (Proverawati, 2013).

Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering


dijumpai baik di klinik maupun dilapangan. Anemia merupakan keadaan
dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara
laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin,
hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell) (Wiwik, 2012).

Anemia merupakan pengurangan jumlah sel darah merah, jumlah


hemoglobin. Ini adalah tanda klinis, bukan penyakit spesifik karena anemia
terjadi dengan banyak masalah kesehatan. Anemia dapat berakibat pada
masalah diet, kelainan genetik, dan penyakit tulang (Wiwik, 2012).Untuk
menjabarkan defenisi anemia diatas maka perlu ditetapkan batas hemoglobin
atau hematokrit yang kita anggap sudah terjadi anemia. Batas ini disebut cut
off point, yang sangat dipengaruhi oleh : umur, jenis kelamin, ketinggian

3
tempat tinggal dipermukaan laut dan lain-lain. Cut off point yang umum
dipakai ialah kriteria WHO tahun 1968. Dinyatakan tidak anemia bila :

a. Laki-laki dewasa : hemoglobin < 13g/dl


b. Perempuan dewasa tak hamil : hemoglobin < 12g/dl
c. Perempuan hami : hemoglobin <11g/dl
d. Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin <12g/dl
e. Anak umur 6 bulan – 6 tahun : hemoglobin <11g/dl

Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin.


Derajat anemia perlu disepakati sebagai dasar pengelolaan kasus anemia.
Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut :

a. Ringan sekali : Hb 10g/dl-cut off point


b. Ringan : Hb 8g/dl-Hb. 9,9 g/dl
c. Sedang : Hb 6g/dl-Hb 7,9 d/dl
d. Berat : Hb < 6 g/dl

2.2. Etiologi

Menurut Mansjoer, (1999:547), anemia ini umumnya disebabkan


oleh perdarahan kronik. Penyebab lain yaitu :

1. Diet yang tidak mencukupi.

2. Absorbsi yang menurun.

3. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan.

4. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah.

5. Hemoglobinuria.

6. Penyimpangan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.

2.3. Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung


dari sudut mana kita melihat dan tujuan kita melakukan klasifikasi
tersebut. Klasifikasi yang paling sering adalah :

4
2.3.1. Klasifikasi Morfologi
a. Anemia hipokromik mikrositer (MCV <80 fl; MCH < 27 pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemiac
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. anemia sideroblastik

b. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)


1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia aplastik – hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloptisik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosish
8. Anemia pada sindrom mielodisblastik
9. Anemia pada leukemia akut

c. Anemia makrositer (MCV > 95 ff)


1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi asam folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Non megaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik

2.3.2. Klasifikasi etiopatogenesis (berdasarkan etiologi dan pathogenesis


terjadinya anemia).
a. Anemia hipoproliferatif
Pada anemia hipoproliferatif, sumsum tidak dapat menghasilkan
jumlah eritrosit yang cukup.
b. Anemia hemolitik

5
Ada penghacuran eritrosit dini yang berakibat pada pembebasan
hemoglobin dari eritrosit kedalam plasma. Hemoglobin yang
dilepaskan kemudian diubah menjadi bilirubin, oleh karena itu
konsentrasi bilirubin meningkat.
c. Bleeding
Anemia pendarahan disebabkan oleh hilangnya eritrosit dalam tubuh.
(Brunnerth & Suddarth, 2001).

2.3.3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung


rata-rata 3 – 5 gr besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam
hemoglobin dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkat
melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Pada
peredaran zat besi berkurang, maka besi dari diet tersebut diserap oleh
lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto dalam
lambung dan duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan
jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke
sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan
di jaringan (Price, 1995).

Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui


semua stadium pematangan besi merupakan susunan atau sebuah
molekul dan hemoglobin, jika zat besi rendah dalam tubuh maka
pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan mengganggu sehingga
produksi sel darah merah berkurang, sel darah merah yang berkurang
atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga transportasi
oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal ini mengakibatkan
metabolisme tubuh menurun (Price, 1995).

6
Hemalosis oleh aktifitas sistem
retikuloendotelial yang berlebihan

Kekurangan  Sumsum tulang tertekan


faktor
Berkurangnya jumlah  Kekurangan eritropoein
eritropoesis :
sel darah merah  Abnormalitas produksi sel
 Defisiensi darah merah
B12
 Defisiensi Sedikit oksigen yang
amfolat dikirimkan kejaringan
 Defisiensi
besi
 Kehilangan Hipoksia jaringan
v darah akut
dan kronis

Penurunan perfusi jantung

Peningkatan frekuensi Penurunan perfusi


jantung kesaluran cerna

Aliran Aliran
Beban kerja jantung darah tidak darah tidak Anoreksia, nausea,
adekuat ke adekuat ke konstipasi atau diare,
sistematik jantung BB menurun
hipertrofi ventrikel dan otak
BB menurun

Ketidakseimbangan
curah jantung Kelesuan Sakit nutrisi : kurang dari
fisiologi kepala, kebutuhan tubuh
mual,
muntah,
kulit pucat,
Mudah lelah,
kuku
kurang
clubbing
konsentrasi, apatis

Resiko ketidakefektifan
Keletihan perfusi jaringan otak

7
2.5. Pemeriksaan diagnostik
2.5.1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai
berikut :
a. Tes penyaring : tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen-komponen berikut ini :
1. Kadar hemoglobin
2. Indeks eritrosit (MCV, MCV, dan MCHC)
3. Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan
pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan
meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung
retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah
untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut
meliputi komponen berikut ini :
1. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
feritin serum.
2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
3. Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, dan
elektroforesis Hb.
4. Anemia pada leukimia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.

8
2.5.2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faal hati
e. Biakan kuman
2.5.3. Pemeriksaan penunjang lain
Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :

a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi.


b. Radiologi : torak, bone survey, USG, atau limfangiografi
c. Pemeriksaan sitogenetik
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chane reaction,
FISH= fluorescence in situ nybrydization (Brunner & Sudarth, 2013).

2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia diarahkan pada koreksi atau pengendalian
penyebab anemia. Jika anemia parah, maka eritrosit yang hilang atau hancur
bisa diganti dengan trasfusi sel darah merah yang telah disiapkan. Pada
setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip yang meliputi :
Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan, dan terapi
diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang diberikan adalah :
1. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung,
maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah
merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah pemburukan payah
jantung tersebut.
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat
besi untuk anemia defisiensi besi.

9
3. Terapi kasual
Terapi kasual merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang
menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing
tambang.
4. Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika
terapi tidak berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya
diakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika
terdapat respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika terdapat respons,
maka harus dilakukan evaluasi kembali (Handayani & Haribowo, 2008).

2.7. Komplikasi
Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia,
konfusi dan kejang. Pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit
jantung cenderung lebih besar kemungkinannya mengalami angina atau
gejala gagal jantung kongestif daripada seseorang yang tidak mempunyai
penyakit jantung (Handayani & Haribowo, 2008).

2.8. Pengkajian
Riwayat jantung dan pemeriksaan fisik memberikan data penting
tentang penyakit anemia, tingkat dan jenis gejala yang dihasilkannya, serta
dampak pada gejala dalam kehidupan pasien.Ikterus bisa terjadi juga dengan
anemia megagloblastik atau anemia hemolitik. Lidah mungkin halus dan
merah (dalam anemia defisiensi zat besi) atau merah (pada anemia
megaloblastik); Sudut mulut bisa menjadi ulserasi (angular cheilosis) pada
kedua jenis anemia. Kuku mungkin rapuh, bergerigi, dan cekung (Brunner
& Sudarth, 2013).

Riwayat kesehatan harus mencakup riwayat pengobatan, karena


beberapa obat dapat menekan aktivitas sumsum tulang, menyebabkan
hemolisis, atau mengganggu folat, termasuk jumlah dan durasi, harus
diperoleh. Riwayat keluarga penting karena anemias tertentu diwariskan.

10
Hal ini diperlukan untuk bertanya tentang usaha atletik, karena olahraga
ekstrem dapat menurunkan eritropoiesis dan kelangsungan hidup eritrosit
(Doenges, 2000).

Penilaian nutrisi penting, karena bisa mengindikasikan kekurangan


nutrisi penting seperti zat besi, vitamin B12 dan asam folat. Anak-anak dari
keluarga miskin berisiko mengalami jenis anemia jenis megaloblastik jika
mereka tidak melengkapi makanan mereka dengan vitamin B12. Orang tua
juga mungkin memiliki asupan vitamin B12 atau folat yang berkurang
(Doenges, 2000).

Status jantung harus dipertimbangkan secara hati-hati. Jika kadar


hemoglobin rendah, jantung mencoba mengimbanginya dengan memompa
lebih cepat dan lebih keras dalam upaya memberi lebih banyak darah ke
jarinagan hipoksia. Peningkatan beban kerja jantung dapat menyebabkan
gejala seperti takikardia, palpitasi, dyspnea, pusing, ortopnea, dan dyspnea
berlebihan. Kegagalan diobati akhirnya bisa berkembang, terbukti dengan
adanya pembesaran jantung (kardiomegali) dan hati (hepatomegali) dan
edema perifer (Doenges, 2000)

Penilaian sistem GI dapat mengungkapkan keluhan mual, muntah


(dengan pertanyaan spesifik tentang munculnya kaki emesis, terlihat seperti
“dasar cofee”), melena atau stolls gelap, diare, anoreksia, dan glossitis
(inflamasi lidah). Kotoran haru diuji untuk darah gaib. Wanita harus
ditanyai tentang peiod menstral mereka (misalnya, aliran menstruasi
eksorsif, perdarahan vagina lainnya) dan penggunaan suplemen zat besi
selama kehamilan (Doenges, 2000).

Pemeriksaan neurologis juga penting karena anemia pernisiosa


mempengaruhi sistem saraf pusat dan ereksi. Penilaian harus mencakup
kehadiran dan tingkat kerusakan pada gigi dan parestehias, ataksia,
koordinasi porr, dan kebingungan. Delirium dapat disebabkan oleh jenis
anemia lainnya, khususnya pada orang tua. Akhirnya, penting untuk

11
memantau hasil uji coba laboratory yang relevan dan untuk mencatat
perubahan dari waktu ke waktu (Doenges, 2000).

2.9. Diagnosa
Berdasarkan pengkajian data, diagnosis keperawatan utama untuk
pasien dengan anemia dapat meliputi :

a. Kelelahan berhubungan dengan penurunan hemoglobin dan berkurangnya


daya dukung oksigen dalam darah.
b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
asupan nutrisi penting yang tidak memadai.
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoglobin dan
hematokrit yang tidak adekuat.
d. Ketidakpatuhan dengan terapi yang ditentukan.

2.10. Intervensi Keperawatan

Gejala dan komplikasi yang paling umum dari anemia adalah


kelelahan. Sering kelelahan merupakan gejala yang memiliki dampak
negatif terbesar pada tingkat fungsi dan kualitas hidup pasien. Penderita
sering menggambarkan kelelahan akibat anemia yang menindas. Kelelahan
bisa jadi penting, namun anemia mungkin tidak cukup parah untuk
melakukan transfusi. Kelelahan dapat mengganggu kemampuan seseorang
untuk bekerja dan berpatisipasi dalam aktivitas bersama teman dan
keluarga. Kesulitan dari kelelahan sering dikaitkan dengan tanggung jawab
seseorang dan tuntutan hidup serta jumlah bantuan dan dukungan yang
diterima dari orang lain (Bulechek, 2014).

Intervensi keperawatan fokus dalam membantu pasien


memprioritaskan aktivitas dan untuk menciptakan keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat yang dapat diterima oleh pasien. Pasien dengan
anemia kronis perlu mempertahankan beberapa aktivitas fisik (Bulechek,
2014).

12
INTERVENSI KEPERAWATAN

DATA DIAGNOSA HASIL YANG RENCANA


KEPERAWATAN DIHARAPKAN TINDAKAN
Data subjektif : Ketidakseimbangan NOC : Status NIC : Manajemen
Klien nutrisi : kurang dari nutrisi (1004) nutrisi (1100)
mengatakan kebutuhan tubuh Dalam waktu  Tentukan status gizi
pusing dan sakit (00002) 3x24 jam, pasien dan
kepala selama 4 berhubungan perilaku patuh kemampuan untuk
hari berturut- dengan kurang diet yang sehat memenuhi kebutuhan
turut, dan juga asupan makanan. dapat dipenuhi gizi
selera makan dengan kriteria  Instruksikan pasien
menurun. hasil : mengenai kebutuhan
 Asupan gizi (5) nutrisi
Data objektif :  Hidrasi (5)  Tentukan jumlah
Pasien tampak  Rasio berat kalori dan jenis
pucat, rambut badan/tinggi nutrisi yang
tampak kusam badan (5) dibutuhkan untuk
dan rontok,  Asupan memenuhi
conjungtiva makanan (5) persyaratan gizi.
tampak pucat  Lakukan alat bantu
(anemis) pasien terkait dengan
perawatan mulut
sebelum makan
 Tawarkan makan
ringan yang padat
gizi
 Monitor kalori dan
asupan makanan
 Berikan arahan bila
diperlukan

13
Data Subjektif : Keletihan NOC : Kelelahan: NIC : Manajemen
Pasien (00093) efek yang nyeri (0180)
mengatakan Berhubungan menganggu  Kaji status fisiologis
mudah lelah, dengan (0008) pasien yang
mudah mengantuk kelesuhan Dalam waktu 3x24 menyebabkan
dan fisiologis jam diharapkan kelelahan sesuai
konsentrasinya akibat kadar kelelahan : efek yang dengan konteks usia
menurun. hemoglobin mengganggu pada dan perkembangan
menurun pasien dapat teratasi  Perbaiki defisit status
Data Objektif : dengan kriteria hasil fisiologis sebagai
Pasien tampak : prioritas utama
apatis, palpebrae  Malaise (5)  Pilih intervensi untuk
tampak hitam,  Gangguan memori mengurangi
pasien dibantu (5) kelelahan baik secara
saat makan.  Gangguan aktivitas farmakologi dan
fisik (5) nonfarmakologis
 Gangguan dengan dengan tepat
aktivitas sehari-hari  Konsulkan dengan
(5) ahli gizi mengenai
cara meningkatkan
asupan energi dari
makanan
 Monitor atau catat
waktu dan lama
istirahat pasien
 Tawarkan bantuan
untuk meningkatkan
tidur.

14
Data Subjektif : Resiko NOC : Perfusi NIC : Monitor
Pasien ketidakefektifan jaringan : seluler Tanda-tanda vital
mengatakan sakit perfusi jaringan (0416) (6680)
kepala, mual dan otak (00201) Dalam waktu  Monitor tekanan
muntah selama 3 3x24 jam, masalah darah
hari berturut-turut perfusi jaringan :  Monitor warna kulit,
seluler pada suhu dan kelembaban
Data Objektif : pasien dapat  Monitor sianosis
Tekanan darah : terpenuhi dengan sentral dan perifer
140/100 mmHg, kriteria hasil :  Monitor adanya
kulit tampak pucat  Tekanan darah kuku dengan bentuk
dan dingin, sistolik dan clubbing
membran mukosa diastolik (5)
kering, serta kuku  Mual (5)
pucat.  Muntah (5)
 Kulit dingin dan
pucat (5)

15
2.11. Implementasi

Tujuan utama impelementasi meliputi toleransi terhadap aktivitas,


pencapaian dan pemeliharaan nutrisi yang adekuat, dan tidak adanya komplikasi.

2.12. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

a. Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal


1) Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan.
2) Memprioritaskan kegiatan
3) Melakukan kegiatan sesuai tingkat energi
b. Mencapai dan mempertahankan mutrisi yang adekuat
1) Makan makanan sehat
2) Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi yang
optimal
3) Mempertahankan jumlah zat besi, vitamin, dan protein yang
adekuat dari diet (makanan)
4) Mengungkapkan pemahaman rasional untuk menggunakan
suplemen nutrisi yang direkomendasikan
5) Mengungkapkan pemahaman rasional untuk menghindari
suplemen nutrisi yang tidak direkomendasikan
c. Mempertahankan perfusi yang adekuat
1) Observasi vital sign dalam batas normal
2) Nilai nadi oximetry (arteri oksigenasi) dalam batas normal
d. Tidak mengalami komplikasi
1) Menghindari atau membatasi aktivitas yang menyebabkan
dispnea, palpitasi, pusing dan takikardia
2) Meningkatkan kenyamanan dan istirahat untuk meringankan
dispnea
3) Observasi vital sign dalam batas normal
4) Tidak memiliki tanda-tanda peningkatan retensi cairan (edema,
output, urine yang sedikit, dll)

16
5) Tetap berorientasi pada waktu, tempat dan situasi
6) Bebas dari cedera
7) Kemampuan memahami tentang pentingnya pengukuran sel
darah merah
8) Menjaga lingkungan rumah aman

17
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Anemia adalah suatu kondisi dimana konsentrasi
hemoglobin lebih rendah dari biasanya; Ini mencerminkan lebih
sedikit kehadiran dari jumlah normal eritrosit dalam sirkulasi.
Akibatnya, jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan tubuh juga
berkurang. Anemia bukanlah penyakit yang spesifik namun
merupakan tanda adanya kelainan mendasar. Ini adalah kondisi
hematologis yang paling umum.
Anemia pada klien tertentu disebabkan oleh penghancuran
sel darah merah yang tidak mencukupi, biasanya dapat diperoleh
dengan dasar hitung retikulosis dalam sirkulasi darah, derajat
poliferasi sel darah merah dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlibat dengan biopsi, serta ada atau
tidaknya hiperbilirubinnemia dan hemoglobinemia.

3.2. Saran
Penulis mengharapkan semoga asuhan keperawatan tentang
anemia ini mampu dipahami mengenai patogenesis dan
patofisiologis anemia serta keterampilan dalam memilih,
menganalisis serta merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya,
sehingga mampu melakukan pendekatan terhadap pasien anemia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M, et al (2014). Nursing Intervention Classification (NIC), 6th Ed.


USA: Mosby Elsevier Inc.
Handayani, Wiwik dan Haribowo, Adi Sulistyo (2012). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta :
Salemba Medika.
Ignatavicius, Donna D and Workman M. Linda. (2011). Medical Surgical
Nursing: Patient Centered Collaborative Care. 6 th Edition. Canada : WB
Saunders Company.
Moorhead Sue, et al. (2014). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed.
USA : Mosby Elsevier Inc.
Nanda International. (2014). Nursing Diagnoses 2015-2017 : Definitions And
Classification
Smeltzer, S. C. Bare, B. G. Hinkle, J. L & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 12th Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Tarwoto & Dra. Wartonah. (2008). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta- Agung Wijaya.

19

Anda mungkin juga menyukai