Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam
sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah
untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh
jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari
tubuh. (Wikipedia, 2008).
Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia,
jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak
lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan
berubahnya pola hidup. Angka harapan hidup yang semakin meningkat datambah
peningkatan golongan usia tua semakin memperbesar jumlah penderita penyakit
jantung yang sebagian besar diderita oleh orang tua. (Wikipedia, 2008).
Meskipun berbagai pendekatan terapi gagal jantung meliputi terapi
farmakologis, prosedur intervensi dan pembedahan telah banyak ditawarkan,
kematian penderita gagal jantung masih sangat tinggi apabila penyebabnya tidak
teratasi. Ketika diagnosa gagal jantung ditegakkan, maka dapat diramalkan berapa
lamakah seseorang akan bertahan hidup. Telah dilaporkan, bahwa ketahanan hidup
seorang penderita gagal jantung bahkan lebih buruk dari penderita kanker ganas.
Pada tahun ketiga, hanya 24 persen penderita gagal jantung yang masih bertahan
hidup.(Budiono, 2008)
Heart failure atau gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler
yang menjadi masalah serius di Amerika, American Heart Association (AHA)
tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk amerika menderita gagal jantung,
asuransi kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk
diagnosis dan pengobatan gagal jantung.(ACC / AHA 2005) dan diperkirakan lebih
dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruhdunia. (Cokat,
2008)
Faktanya saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam waktu 5
th, sejak diagnosanya ditegakkan. Begitu juga dengan risiko untuk menderita gagal

1
jantung, belum bergerak dari 10% untuk kelompok di atas 70 tahun, dan 5% untuk
kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun.
(Merdikoputro, 2004).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien
dengan kegawatdaruratan system kardiovaskuler.
2. Tujuan Khusus
a. Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit
cardiac arrest
b. Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit
aritmia mengancam jiwa
c. Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit acung
along oedema
d. Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit shock
kardiogenik
e. Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit
fibrasi ventrikel.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm
serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram
dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000
kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara
dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantara kedua paru dan berada
ditengah tengah dada, bertumpu pada diafragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm
diatas processus xiphoideus.
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III
dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum.
Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II
sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-
kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.

Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara


lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi

3
sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium.
Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan
miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir
adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu
disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan
serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.

Diantara atrium kanan dan ventrikel kana nada katup yang memisahkan
keduanya yaitu ktup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga
mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi
sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium
ke ventrikel.

1. Right Coronary
2. Left Anterior Descending
3. Left Circumflex
4. Superior Vena Cava
4
5. Inferior Vena Cava
6. Aorta
7. Pulmonary Artery
8. Pulmonary Vein
9. Right Atrium
10. Right Ventricle
11. Left Atrium
12. Left Ventricle
13. Papillary Muscles
14. Chordae Tendineae
15. Tricuspid Valve
16. Mitral Valve
17. Pulmonary Valve

Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat
memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot
jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan
listrik.Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena
rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai
dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali
lebih tebal dari ventrikel kanan.

Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu


didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial
(nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan.
Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga
menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium,
nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke
seluruh otot ventrikel.

5
Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi
memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah
dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri
koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi
diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi
arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan
CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung
masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi
paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler
lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan
akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-
kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.

Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri
kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava
inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.

6
Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang
tinggindan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin
pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk
dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler.
Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah
dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada
arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.

B. Cardiac Arest (Henti Jantung)

a. Definisi
Henti jantung atau Cardiac arrest ialah keadaan dengan sirkuasi yang tidak
efektif dari jantung ke seluruh tubuh. Hal ini menandakan penderita dalam
keadaan gawat. Sekitar 90% henti jantung dasarnya ialah mekanis asistole dan
elektrik komplet sedangkan 10% lainnya mempunyai fibrilasi ventrikel.
Henti jantung adalah kondisi dimana jantung tiba – tiba berhenti berdetak.
Ketika ini terjadi darah berhenti mengalir ke otak dan organ vital lainnya. Henti
jantung dapat menyebabkan kematian jika tidak diobati dalam beberapa menit.
b. Etiologi
Penyebab henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam
jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama

7
jantung tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan
irama jantung yang abnormal, disebut aritmia. Ada empat ritme listrik jantung
yang menyebabkan terjadinya henti jantung, yaitu pulseless ventricular
tachycardia (VT), ventricular fibrilation (VF), pulseless electric activity (PEA),
dan asystole. Ritme-ritme jantung tersebut menyebabkan jantung tidak dapat
memompa untuk membuat darah mengalir secara signifikan.
c. Tanda-tanda Cardiac Arrest
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118
(2010) yaitu:
1. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan
di pundak ataupun cubitan.
2. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan
pernafasan dibuka.
3. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).
d. Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.
Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat
dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah
mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan
mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak.
Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban
kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin
terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan
terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).
Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi
yang mendasari terjadinya cardiac arrest.
1. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang
umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan
salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri
koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan
menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam
arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung.
Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang

8
mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark.
Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan
parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari
jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
2. Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal
berfungsi, diantaranya:
1) Perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
2) Sengatan listrik
3) Kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat
4) Kadar kalium dan magnesium yang rendah
5) Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu sca pada pasien
yang memiliki gangguan jantung.
6) Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal
refleks akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam
keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka.
Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena
cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung mereka
yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat
meningkatkan kemungkinan terkena SCA.
4. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung
dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada
akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini
meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit
jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan
struktur dari jantung.
5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel
blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan
aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat

9
medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien,
memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi
obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium
toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
6. Tamponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak
jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi
berjalan sehingga mengakibatkan kematian.
7. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum
pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara
luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran
mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan
pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan,
sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

e. Pathways

10
f. Pemeriksaan
a) EKG
Mendeteksi aktifitas listrik jantung dan menentukan sumber
penyebab masalah henti jantung
b) Echocardiografy
Pemeriksaan ini menggunakan aliran gelombang untuk membuat
gambaran bentuk jantung, ukuran dan seberapa baik katup janutng
bekerja
c) MRI
Untuk mendapatkan gambar dari detak jantung dan untuk melihat
struktur dan fungsi jantung.
d) Kateterisasi Jantung
Prosedur yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati
kondisi jantung tertentu
e) Tes Darah
Untuk mengecek kadar potassium, magnesium, dan bahan kimia
lainnya dalam darah Anda yang memainkan peran penting dalam
sinyal listrik jantung
g. Penatalaksanaan
a) CPR
Hasil penelitian Adielson et al menunjukan bahwa data
perspefktif jangka panjang antara pasien yang mengalami irama
VF atau VT diberi tindakan CPR memiliki kelangsungan hidup
yang baik. Hasil penelitian Berdowski dan rekan penggunalan
defibrillator dapat meningkatkan kelangsungan hidup neurologis
dari 14,3% menjadi 49,6%. Mekanisme awal terjadinya henti
jantung di mulai dengan irama VT dan VF.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa kompresi
dada yang segera dan defibrilasi merupakan intervensi yang paling
penting untuk meningkatkan hasil dari serangan jantung mendadak
dibandingkan dengan diberikan ventilasi.

11
b) Ventrikel Aritmia (VF dan VT)
Penatalaksanaan VF atau VT muncul pada pasien henti
jantung diberikan obat Epinefrin (1 mg q3-5min) atau
vasopresin (40 U dosis tunggal) yang diberikan. Amiodaron
(push 300 mg IV dan 150 mg ulangi IV dorongan jika
diperlukan) dan lidocaine (1 mg / kg mendorong IV q3-5min
sampai 3 dosis) dapat digunakan sebagai obat antiaritmia jika
defibrilasi tidak mengontrol VF / VT. Dalam kasus VT
polimorfik atau dicurigai hypomagnesemia, 1-2 g dorongan IV
magnesium dianjurkan.
c) PEA (Pulsuless Electrical Activity)
Epinefrin (1 mg q3-5min) dapat digunakan karena tidak ada
bukti yang mendukung penggunaan vasopressin di
PEA. Atropin (1 mg q3-5min) harus digunakan dalam kasus
bradikardia. Natrium bikarbonat (1 meq / kg) harus diberikan
jika ada dikaitkan hiperkalemia dan penggunaannya dapat
dianggap dalam interval penangkapan panjang dan diduga
asidosis metabolik.
d) Asistol
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa vasopressin lebih
efektif dibandingkan dengan efinefrin.

12
h. Algoritma Cardiac Arrest

13
A. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
a) Airway/Jalan napas
Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :
 Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan
menyentuh, menggoyang dan di beri rangsangan atau respon
nyeri.
 Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
 Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan
bernapas.
 Buka mulut dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang
lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
 identifikasi dan keluarkan benda asing ( darah,muntahan,
sekret,ataupun benda asing) yang menyebabkan obstruksi jalan
napas baik parsial maupun total dengan cara memiringkan
kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).
 Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas.
 Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
b) Breathing/Pernapasan
Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen, feel.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
 Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
 Berikan therapy O2 (oksigen).
 Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve
mask (BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
 Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
 Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya
edema pulmonal

14
c) Circulation/Sirkulasi
 Pemeriksaan/pengkajian: periksa denyut nadi karotis dan
brakhialis pada (bayi), kualitas dan karakternya
 Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang
harus di lakukan perawat : lakukan tindakan CPR/defibrilasi
sesuai dengan indikasi.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha
pasien. Apakah pasien sadar atau tidak, penampilan secara umum
pasien (general apperance) Rapi atau berantakan, melihat apakah
pasien bernapas dengan tersengal-sengal, bagaimana warna kulit
dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan, atau bengkak.
Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah ada nyeri,
gangguan neurologis,orthopedi, dan status mental.
b. Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru,
jantung dan suara peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan
durasi. Lakukan pemeriksaan auskultasi sebelum di lakukan
palpasi dan perkusi.
c. Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti,
tekstur kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi
ringan untuk memeriksa denyut nadi, deformitas, kekuatan otot,
sedangkan palpasi dalam dapat di gunakan untuk mengidentifikasi
adanya massa, nyeri, ukuran, organ dan adanya kekakuan.
d. Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau
kepadatan tulang dan dapat di gunakan untuk membedakan
struktur padat, berongga, atau adanya cairan.

15
3) Pengkajian Kardiovaskuler
Gunakan EKG 12 lead untk mengetahui atau menilai adanya
abnormalitas irama.
a) Suara jantung
b) Murmur.
c) Efusi perikat/tamponade.
d) Perfusi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke otak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak
adekuat
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa
jantung menurun

C. Intervensi
1. Dx 1 → Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen ke otak
Tujuan : Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali
lancar.
Kriteria Hasil : Pasien akan mempertahankan tanda-tanda vital dalam
batas normal.Warna dan suhu kulit normal.CRT < 2 detik.

INTERVENSI RASIONAL
Pantau adanya pucat, Sirkulasi yang terhenti
sianosis dan kulit dingin menyebabkan transport O2
atau lembab ke seluruh tubuh juga
terhenti sehingga akral
sebagai bagian yang paling
jauh dengan jantung menjadi

16
Posisikan kaki lebih tinggi pucat dan dingin.
dari jantung Mempercepat pengosongan
vena superficial, mencegah
Berikan vasodilator misal distensi berlebihan dan
nitrogliserin, nifedipin meningkatkan aliran balik
sesuai indikasi vena
Obat diberikan untuk
meningkatkan sirkulasi
miokardia.

b. Dx 2 → Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen


tidak adekuat
Tujuan : Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat
berlangsung
Kriteria hasil : Nilai GDA normal dan tidak ada distress pernafasan

INTERVENSI RASIONAL
Pantau pernapasan klien Untuk evaluasi distress
Pantau GDA Pasien pernapasan
Nilai GDA yang normal
Berikan O2 sesuai indikasi menandakan pertukaran gas
semakin membaik
Peningkatkan konsentrasi
oksigen alveolar dan dapat
memperbaiki hipoksemia
jaringan

c. Dx 3 → Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan


pompa jantung menurun
Tujuan : Meningkatkan kemampuan pompa jantung
Kriteria hasil : Nadi perifer teraba dan tekanan darah dalam batas normal

17
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tekanan darah Pada pasien Cardiac Arrest
tekanan darah menjadi
Palpasi nadi perifer rendah atau mungkin tidak
ada.
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya
nadi radial, dorsalis pedis
Kaji kulit terhadap pucat dan postibial. Nadi mungkin
dan sianosis hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi
Pucat menunjukkkan
Lakukan pijat jantung menurunnya perfusi
Berikan oksigen tambahan sekunder terhadap tidak
dengan kanula adekuatnya curah jantung
nasal/masker dan obat Untuk mengaktifkan kerja
sesuai indikasi pompa jantung
(kolaborasi) Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak
obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas.

D. Implementasi
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan
rencana keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan
dilakukan dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.

18
E. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan :
1. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
2. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat
berlangsung
3. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak
terpenuhi

C. Aritmia Lethal

a. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan
pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit
abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Suatu kondisi serius atau kritis dalam jantung, dimana jantung
berdenyut tidak efektif sangat cepat atau sangat lambat disebut sebagai
aritmia lethal. Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh
timbulnya aritmia: fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT),
aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol.
1. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini
tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau
defibrilasi.
Vibrilasi ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut :
• Irama : Tidak teratur
• Frekuensi : Lebih dari 350x/menit sehingga tidak dapat dihitung
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval PR : Tidak ada

19
• Gelombang QRS : Lebar dan tidak teratur

2. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya
karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun
akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan
menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya
pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi
dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan
gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR
adalah pilihan utama.
Takikardi ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut :
• Irama : Teratur
• Frekuensi : 160-200/menit, Kadang bisa lebih rendah 100/menit
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval PR : Tidak dapat diukur
• Gelombang QRS : melebar

20
2) Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak
menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak
adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.
Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
Pada monitor EKG tampak adanya aktifitas listrik jantung, tapi
denyut nadi pasien tidak teraba.

3) Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.
Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
Pada monitor EKG tidak tampak aktifitas listrik jantung dan tidak
terabanya denyut nadi pasien.

21
b. Etiologi
Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari
kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
1) Irama abnormal dari pacu jantung.
2) Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari
jantung.
3) Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan
impuls melalui jantung.
4) Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
5) Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper
semua bagian jantung.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan
aritmia adalah :
1) Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan
miokard (miokarditis karena infeksi). Adanya peradangan
pada jantung akan berakibat terlepasnya mediator mediator
radang dan hal ini menyebabkan gangguan pada
penghantaran impuls.
2) Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau
spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark
miokard. Arteri koroner merupakan pembuluh darah yang
menyuplai oksigen untuk sel otot jantung. Jika terjadi
gangguan sirkulasi koroner, akan berakibat pada iskemi
bahkan nekrosis sel otot jantung sehingga terjadi gangguan
penghantaran impuls.
3) Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin,
dan obat-obat anti aritmia lainnya. Obat-obat anti aritmia
bekerja dengan mempengaruhi proses repolarisasi sel otot

22
njantung. Dosis yang berlebih akan mengubah repolarisasi sel
otot jantung sehingga terjadi gangguan irama jantung.
4) Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalemia). Ion kalium menentukan potensial istirahat dari
sel otot jantung. Jika terjadi perubahan kadar elektrolit, maka
akan terjadi peningkatan atau perlambatan permeabilitas
terhadap ion kalium. Akibatnya potensial istirahat sel otot
jantung akan memendek atau memanjang dan memicu
terjadinya gangguan irama jantung.
5) Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang
mempengaruhi kerja dan irama jantung. Dalam hal ini
aktivitas nervus vagus yang meningkat dapat memperlambat
atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan
cara meninggikan konduktansi ion kalium.
6) Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
Peningkatan aktivitas simpatis dapat menyebabkan
bertambahnya kecepatan depolarisasi spontan.
7) Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
8) Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
Hormon tiroid mempengaruhi proses metabolisme di dalam
tubuh melalui perangsangan sistem saraf autonom yang juga
berpengaruh pada jantung.
9) Gangguan irama jantung akibat gagal jantung. Gagal jantung
merupakan suatu keadaan di mana jantung tidak dapat
memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh. Pada gagal
jantung, fokus-fokus ektopik (pemicu jantung selain nodus
SA) dapat muncul dan terangsang sehingga menimbulkan
impuls tersendiri.
10) Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor
jantung. Jantung yang mengalami kardiomiopati akan disertai
dengan dilatasi sel otot jantung sehingga dapat merangsang

23
fokus-fokus ektopik dan menimbulkan gangguan irama
jantung.
11) Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis
system konduksi jantung). Sel otot jantung akan digantikan
oleh jaringan parut sehingga konduksi jantung pun terganggu.

c. Manifestasi Klinis
Kejadian aritmia ditandai khas oleh insidensi tinggi pasien yang
sadar dan aktif bergeraksegera sebelum kejadian, didominasi oleh
VF/VT sebagai mekanisme elektris, dan mempunyaidurasi penyakit
terminal yang pendek (<1 jam). Sebaliknya, kematian gagal sirkulasi
terjadi pada pasien yang tidak aktif atau koma, mempunyai insidensi
asistole lebih tinggi dari pada VF/VT, mempunyai kecendrungan
menjadi durasi penyakit terminal memanjang, dan didominasi oleh
peristiwa non kardiak sebelum penyakit terminal Sebaliknya, kematian
gagal sirkulasi terjadi pada pasien yang tidak aktif atau koma,
mempunyai insidensi asistole lebih tinggi dari pada VF/VT,
mempunyai kecenderungan menjadi durasi penyakit terminal yang
memanjang, dan didominasi oleh peristiwa non kardiak sebelum
penyakit terminal.
Tanda dan gejala aritmia lethal antara lain adalah sebagai berikut:
1) Hypoxia cerebral atau tidak adanya oksigen ke otak menyebabkan
kehilangan kesadaran (collapse)
2) Nafas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas)
3) Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut
nadi yang dapat terasa pada arteri
4) Tidak ada denyut jantung
5) Dilatasi pupil jika terjadi kerusakan otak irreversible 50%
6) Kongesti Vaskular pulmonal
7) Dispnea

24
8) Ortopnea
9) Dispnea nocturnal paroksimal
10) Edema pulmonal akut
11) Gallop atrial-S4
12) Gallop ventrikel-S3
13) Crackles paru
14) Tanda-tanda perfusi berkurang, penurunan kesadaram, pucat, dan
berkeringat.

d. Patofisiologi
Rangsangan jatung secara normal disalurkan dari sentrum impuls
pacu nodus SA (sinoatrial) melalui atrium, sistem hantaran
atrioventrikular (AV), berkas serabut Purkinje, dan otot ventrikel.
Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di
denyut nodus SA dengan irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian
di nodus AV dengan 50 kali per menit, yang kemudian di hantarkan
pada berkas HIS lalu ke serabut purkinje.
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan
dan sentrum yang memimpin ini disebut pacemaker. Dalam keadaan
tertentu, sentrum yang lebih rendah dapat juga bekerja sebagai
pacemaker, yaitu :
1) Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum
AV membentuk pacu lebih besar.
2) Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan
BIndel HIS akibat adanya kerusakan pada system hantaran atau
penekanan oleh obat.

Aritmia terjadi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas


abnormal atau gangguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan
pacu antara lain:
1) Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi

25
sinus dan aritmia sinus.
2) Debar ektopik dan irama ektopik:
3) Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu
makana sedang dicerna.Takikardi pada waktu istirahat yang
merupakan gejala penyakit, seperti demam, hipertiroidisme,
anemia, lemah miokard, miokarditis, dan neurosis jantung.

26
e. WOC Aritmia

27
f. Penatalaksanaan

28
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan
untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan atau pernafasan pada henti
jantung (cardiac arrest) dan atau henti nafas (respiratory arrest) pada
orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang
memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi
tersebut bekerja kembali yang merupakan sebuah upaya menyediakan
oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah
tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang
adekuat. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat yakni sekitar 4-6
menit.
Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase :bantuan hidup
dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama.
Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa RJP yang dilakukan
pada pasien henti jantung sebelum pelayanan medis emergensi tiba
dapat meningkatkan ketahanan hidup 30 hari lebih tinggi yaitu
sebanyak 10,5% dibandingkan pada pasien yang tidak diberikan RJP
sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh RJP yang dilakukan sesegera
mungkin tanpa harus menunggu pelayanan medis emergensi.
Manajemen pasien dalam serangan jantung dengan asistol yang
sama dengan manajemen PEA. Prioritas utama tetap sama, yaitu 3A (
Aman Diri, Aman Pasien, Aman Lingkungan) dan tidak ada tanda-
tanda kematian yang jelas.

Primery survei yaitu untuk menilai kondisi pasien, Asistole atau


PEA tidak adanya nadi yang teraba dan pasien tidak bernafas.

Selanjutnya untuk algoritma Asistole/PEA, yaitu:

a. 3A (Aman Diri, Aman Pasin, Aman Lingkungan)


b. Periksa kesadaran dan pernafasan pasien
c. Segera minta bantua/aktifkan SPGDT

29
d. Cek nadi selama kurang dari 10 detik.
e. Jika nadi tidak teraba, lakukan CPR pada tingkat kompresi
dari 100-120 per menit. Dengan 30 kompresi dan 2
ventilasi (perbandingan ini tidak berlaku bila pasien telah
terpasang ETT).
f. Jika terpasang akses IV atau IO tersedia, berikan epinefrin
1mg IV / IO. Jangan hentikan CPR.
Terapi obat:
• Beri epinefrin 1mg IV setiap 3-5 menit.
• Berikan Atropin jika aritmia bradycardic hadir: 1mg IV
setiap 3-5 menit dengan maksimal 3mg.
g. Kemudian cek nadi.
h. Jika tidak ada aktivitas listrik (pasien dalam asistol),
lanjutkan CPR.
i. Jika ada aktivitas listrik, perhatikan apakah pasien
memiliki denyut nadi atau tidak.
j. Jika pasien masig tidak ada denyut nadi lanjutkan CPR.
k. Jika terdapat nadi baik dan irama diatur, mulailah
perawatan pasca-resusitasi (ROSC).

Dua prioritas manajemen adalah mempertahankan CPR


berkualitas tinggi dan mencari secara bersamaan penyebab
terjadinya asistole/PEA. Hentikan CPR hanya ketika benar-benar
diperlukan untuk pemeriksaan denyut dan ritme. Menetapkan IV /
IO akses adalah prioritas di atas manajemen jalan nafas. Jika
saluran udara lanjut ditempatkan, ganti dengan kompresi dada terus
menerus tanpa berhenti untuk bernafas. Berikan 10 napas per menit
dan periksa ritme setiap 2 menit. Begitu penyebab yang mendasari
diidentifikasi, itu harus dirawat. Misalnya, jika hipovolemia
diidentifikasi sebagai kemungkinan penyebab henti jantung,
penggantian volume harus segera dimulai. Jika tamponade,
perikardialcentesis harus terjadi dengan cepat. Tanpa pengobatan

30
penyebab penangkapan, kelangsungan hidup utuh neuro menjadi
tidak mungkin.

Algoritma VT/VF:

a. 3A (Aman Diri, Aman Pasin, Aman Lingkungan)


b. Periksa kesadaran dan pernafasan pasien
c. Segera minta bantua/aktifkan SPGDT
d. Cek nadi selama kurang dari 10 detik.
e. Mulailah 5 siklus CPR (sekitar 2 menit) segera setelah syok pertama.
Setiap siklus berisi 30 kompresi dada diikuti oleh 2 ventilasi.
f. Pasang monitor / defibrillator dan analisis irama jantung pasien.

g. Cek nadi dalam waktu kurang dari 10 detik.

Rhythm Condition Action


If non-shockable AND QRS complexes appear Check for a pulse
rhythm is present regular and narrow
If non-shockable WITH no pulse Follow treatment for
rhythm is present PEA or asystole
If a shockable WITHOUT a pulse Continue CPR while
rhythm is present defibrillator is charging
h. Lanjutkan CPR hingga defibrillator terisi.
• Hentikan ventilasi..
• Pastikan untuk memastikan tidak ada petugas yang menyentuh
pasien.
• Jika menggunakan biphasic, gunakan dosis yang direkomendasikan
• Tekan tombol kejutan.
i. Segera melanjutkan CPR selama 5 siklus.
j. Jika tersedia asks IV / IO, berikan epinefrin 1mg IV / IO selama
siklus CPR.
k. Cek nadi dalam waktu kurang dari 10 detik.
l. Jika terdapat irama shockable, berikan 1 kejutan.

31
m. Lanjutkan CPR saat defibrillator sedang diisi.
n. Siapkan pasien untuk syok.
o. Berikan kejutan.
p. Lanjutkan CPR segera setelah syok, 5 siklus.

Kesimpulan atau kunci pada rekomendasi pedoman terbaru


2015 untuk bantuan hidup lanjut kardiovaskular meliputa hal
berikut ini:
 Penggunaan kombinasi vasopresin dan epinefrin tidak memberikan
keuntungan dalam menggunakan dosis epinefrin standar pada henti
jantung. Demikian pula vasopresin tidak memberikan manfaat pada
penggunaan epinefrin yang diberikan secara tunggal. Oleh karena
itu, untuk menyederhanakan algoritma, vasopressin telah
dihilangkan dari algoritma henti jantung dewasa terbaru tahun
2015.
 Steroid bisa saja memberikan manfaat ketika dikombinasikan
dengan vasopressin dan epinefrin dalam melakukan
penatalaksanaan In-Hospital Cardiac Arrest (IHCA). Sementara
penggunaan secara rutin bukan merupakan tidak direkomendasikan
 Ketika secara cepat diimplementasikan, ECPR dapat memperlama
viabilitas, yang memungkinkan tersedianya waktu untuk
melakukan penatalaksanaan kondisi-kondisi yang berpotensi
reversibel atau adanya perencanaan transplantasi jantung untuk
pasien-pasien yang tidak teresusitasi dengan RJP konvensional.
 Pada pasien-pasien henti jantung dengan ritme yang tidak syok dan
yang sebaiknya mendapatkan epinefrin, disarankan menyiapkan
persediaan epinefrin awal.
 Penelitian tentang penggunaan lidocain setelah ROSC adalah
bertentangan, dan penggunaan lidocain secara rutin tidak
direkomendasikan. Namun,inisiasi atau penggunaan berkelanjutan

32
pada lidocain dapat dipertimbangkan segera setelah ROSC dari
henti jantung VF/ pulseless ventricular tachycardia (pVT).
 Satu penelitian observasional menyarankan bahwa penggunaan ß-
blocker setelah henti jantung mungkin dihubungkan dengan efek
yang lebih baik daripada saat ß-blocker tidak digunakan. Walaupun
penelitian tersebut tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk
merekomendasikan penggunaan secara rutin, inisiasi atau
penggunaan secara berkelanjutan pada ß-blocker oral atau
intravena dapat dipertimbangkan pada awal waktu setelah
perawatan henti jantung di rumah sakit oleh karena VF/ pVT.

Terapi Medikamentosa
Meskipun defibrilator tetap merupakan tindakan utama, sejumlah
obat antiarrhythmic mungkindapat memberikan hasil yang berguna. Obat-
obat tersebut dapat digunakan untuk mengobati aritmia, aritmia yang
mengancam jiwa, untuk menurunkan ambang batas untuk defibrilasi
sukses atau sebagai profilaksis terhadap gangguan ritme yang lebih lanjut.
Setiap agen memiliki indikasi khusus, namun kebanyakan berupa
inotropic negatif - jelas tidak diinginkan dalam tindakan resusitasi.
Lignocaine, bretylium, amiodarone dan magnesium adalah agen yang
paling sering digunakan. Terdapat kurangnya bukti berbasis manusia
mengenai efektivitas obat-obat tersebut, mencerminkan kesulitan dalam
melakukan studi klinis yang berarti dalam tindakan resusitasi.
Vasopresor untuk Resusitasi: Vasopresin
Vasopresin dalam kombinasi dengan epinefrin tidak memberikan
manfaat sebagai pengganti untuk epinefrin dosis standar pada cardiac
arrest. Satu dosis vasopressin 40 Unit IV/ intraoseus dapat mengganti baik
dosis pertama maupun dosis kedua dari epinefrin pada penatalaksanaan
cardiac arrest. Kedua pemberian baik epinefrin dan vasopressin selama
cardiac arrest telah ditunjukkan untuk memperbaiki ROSC. Riview
mengenai bukti yang tersedia menunjukkan bahwa keadekuatan dari 2

33
obat tersebut adalah sama saja dan bahwa tidak ada menfaat yang dapat
didemonstrasikan dari pemberian kedua epinefrin dan vasopressin bila
dibandingkan dengan hanya epinefrin saja. Hal sederhana yang menarik
adalah vasopressin telah dihilangkan dari algoritma cardiac arrest dewasa.
Vasopressors for Resusitasi: Epinephrine
Pemberian epinefrin sesegera mungkin setelah onset cardiac arrest
yang disebabkan ritme non-syok awal mungkin saja dapat dilakukan.
Sebuah penelitian obsevasional yang sangat besar pada cardiac arrest
dengan ritme non-syok dibandingkan pemberian epinefrin pada 1 – 3
menit dengan epinefrin yang diberikan secara bertahap 3 interval
pemberian (4 – 6, 7 – 9, dan lebih dari 9 menit). Penelitian tersebut
mendapatkan sebuah hubungan antara pemberian epinefrin di awal dan
meningkatkan ROSC, ketahanan hidup hingga pemulangan dari rumah
sakit dan ketahanan yang baik secara neurologis.
Terapi Post–Cardiac Arrest Drug: Lidocaine
Ada bukti yang tidak adekuat untuk mendukung penggunaan
lidocain secara rutin setelah cardiac arrest. Akan tetapi, pemberian awal
atau lebih lanjut dari lidocain bisa dipertimbangkan segera setelah ROSC
dari cardiac arrest yang disebabkan oleh VF/pVT. Sementara itu
penelitian-penelitian yang lebih awal menunjukkan sebuah hubungan
antara pemberian lidocain setelah infark miokard dan mortalitas yang
meningkat, sebuah penelitian baru dari lidocain dalam cardiac arrest yang
selamat menunjukkan sebuah penurunan insiden kekambuhan VF/ pVT
tetapi tidak menunjukkan baik manfaat maupun keburukan jangka lama.
Lidocaine memiliki sifat antiarhythmic berasal dari blokade sodium
channel, sehingga terjadi stabilisasi membran. Pacemaker jantung dari SA
node ditekan dan konduksi dalam otot ventrikel dihambat. Ada sedikit
efek pada node (AV) atrio-ventrikular dan depresi miokard dan efek pro-
arrhythmic sangat minim. Lignocaine berkhasiat untuk pengobatan
ventrikel takikardia. Kemampuan lignocaine untuk meningkatkan
kemungkinan keberhasilan defibrilasi VF persisten masi belum diketahui,

34
Lignocaine juga digunakan untuk mengobati haemodynamically VT yang
stabil. Dosis lignocaine untuk fibrilasi ventrikel adalah 100mg iv dan
untuk takikardia ventrikular haemodynamical yang stabil adalah 1 mg / kg
iv - diulang sekali jika perlu - dan diikuti oleh infus intravena 4mg/min
selama 30 menit, 2 mg / menit selama 2 jam dan kemudian 1mg/minute.
Terapi Post–Cardiac Arrest Drug: ß-Blockers
Ada pembuktian yang tidak adekuat untuk mendukung penggunaan
ß-blocker secara rutin setelah cardiac arrest. Tetapi, pemberian awal atau
berkelanjutan ß-blocker oral atau intravena dapat dipertimbangkan di awal
waktu setelah perawatan di rumah sakit dari cardiac arrest yang
disebabkan VF/ pVT. Dalam sebuah penelitian observasional pada pasien
yang memiliki ROSC setelah cardiac arrest VF/ pVT, pemberian ß-blocker
dihubungkan dengan tingkat ketahanan hidup yang lebih tinggi. Akan
tetapi penemuan ini hanya sebuah hubungan yang berhubungan, dan
penggunaan ß-blocker secara rutin setelah cardiac arrest secara potensial
berbahaya karena ß-blocker dapat mengakibatkan atau memperburuk
instabilitas hemodinamik, gagal jantung eksaserbasi dan menyebabkan
bradiaritmia. Oleh karena itu, penolong harus mengevaluasi pasien secara
individu untuk kecocokan mereka terhadap ß-blocker.
Amiodarone
Menghasilkan blokade saluran kalium dengan beberapa hambatan
Depolarisasi saluran natrium termediasi, terjadi perpanjangan potensial
aksi miokard dan tingka blokadet ß. Ini menghasilkan antifibrillatory dan
menurunkan ambang defibrilasi dengan efek minimal pada kontraktilitas
miokard. Penggunaan rutin dasarnya selama henti jantung belum
dibuktikan dan umumnya dicadangkan untuk pengobatan lini kedua dari
peri-arrest tachyarrhythmias. Amiodarone sebaiknya dikelola secara
terpusat dan perlahan-lahan. Biasanya dosis muatan 300mg diberikan lebih
dari satu jam diikuti dengan infus 900mg dalam 1000ml glukosa 5%
selama 24 jam berikut. Dalam situasi mendesak, dosis 300mg pertama

35
dapat diberikan selama 5-15 menit secara perifer dan diikuti dengan
300mg lebih dari satu jam.
Atropin
Suntikan atropin digunakan dalam pengobatan bradycardia (tingkat
rendah hati yang sangat), ada detak jantung dan aktivitas listrik pulseless
(PEA) dalam serangan jantung . Ini bekerja karena aksi utama dari saraf
vagus sistem parasimpatis pada jantung adalah dengan menurunkan detak
jantung. Namun, dalam panduan terbaru yang dirilis oleh asosiasi
American Heart, atropin tidak lagi secara rutin diindikasikan sebagai
modalitas pengobatan primer di ada detak jantung dan PEA. Atropin blok
tindakan dan, karenanya, dapat mempercepat denyut jantung. Dosis yang
biasa atropin dalam penangkapan bradyasystolic adalah 0,5 hingga 1 mg
IV push setiap tiga sampai lima menit, sampai dosis maksimum 0,04 mg /
kg. Untuk bradikardi gejala, dosis biasa adalah 0,5-1,0 mg IV push, dapat
mengulang setiap 3 sampai 5 menit sampai dosis maksimum 3,0 mg.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat adanya gangguan irama
jantung adalah sinkop (pingsan), hipo atau hipertensi, sesak napas, dan
lain-lain. Namun komplikasi yang paling buruk adalah mati mendadak
dan terbentuknya trombo-emboli yang dapat menyebabkan stroke dan
gangguan pada pembuluh darah lainnya.
Aritmia tertentu dapat meningkatkan risiko mengembangkan
kondisi seperti:
a. Stroke.
Ketika jantung Anda, tidak dapat memompa darah secara efektif,
yang dapat menyebabkan darah melambat. Hal ini dapat
menyebabkan gumpalan darah terbentuk. Jika bekuan darah
terbawa, dapat melakukan perjalanan ke dan menghalangi arteri
otak, menyebabkan stroke. Ini dapat merusak sebagian otak Anda
atau menyebabkan kematian. Bagi orang yang memiliki fibrilasi

36
atrium dapat membantu mencegah penggumpalan darah, yang
dapat menyebabkan stroke.
b. Gagal jantung.
Hal ini dapat terjadi jika jantung Anda memompa tidak efektif
dalam waktu lama karena bradikardi atau takikardi, seperti atrial
fibrilasi. Kadang-kadang, mengontrol laju aritmia yang
menyebabkan gagal jantung, dapat meningkatkan fungsi jantung.
(Gagal jantung: gagal jantung hasil dalam ketidakmampuan
jantung untuk pompa efisien dan konsisten, menyebabkan
kelebihan cairan untuk mengumpulkan di kaki dan paru-paru).
c. Tanpa perawatan medis yang segera, takikardia ventrikel
berkelanjutan seringkali memburuk menjadi fibrilasi ventrikel.
d. Tekanan darah menurun secara drastis, dapat merusak organ vital,
termasuk otak, yang sangat membutuhkan suplai darah.
e. Dalam kasus yang parah, irama jantung dapat menjadi begitu kacau
sehingga menyebabkan kematian mendadak.

2.8 Pemeriksaan penunjang

Dalam menegakkan diagnosis aritmia, diperlukan pemeriksaan


penunjang seperti:

1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan


konduksi. Menyatakan tipe/sumber aritmia dan efek
ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin
diperlukan untuk menentukan dimana aritmia disebabkan oleh
gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antiaritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung

37
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi
normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk
mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan aritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan aritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung,
adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis,
quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid
serum dapat menyebabkan.meningkatkan aritmia.
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses
inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus aritmia.
10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat
menyebabkan/mengeksaserbasi aritmia.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Aritmia

Pengkajian
1. Riwayat penyakit
 Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
 Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi
 Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
 Kondisi psikososial
2. Pengkajian fisik
 Aktivitas : kelelahan umum

38
 Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun
berat.
 Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
 Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban
kulit
 Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
 Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau
tidak dengan obat antiangina, gelisah
 Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
 Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.

Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
b. Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan inadekuat
suplay oksigen ke jaringan.

39
40
f. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Resiko tinggi Kriteria hasil : 1. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis 1. Perbedaan frekuensi, kesamaan
penurunan pedis) catat frekuensi, keteraturan, dan keteraturan nadi
1. Mempertahankan/meningkatkan
curah jantung amplitudo dan simetris menunjukkan efek gangguan
curah jantung adekuat yang
berhubungan 2. Auskultasi bunyi jantung, catat curah jantung pada sirkulasi
dibuktikan oleh TD/nadi dalam
dengan frekuensi, irama. Catat adanya sistemik/perifer.
rentang normal, haluaran urin
gangguan denyut jantung ekstra, penurunan 2. Disritmia khusus lebih jelas
adekuat, nadi teraba sama, status
konduksi nadi. terdeteksi dengan pendengaran
mental biasa
elektrikal, 3. Pantau tanda vital dan kaji dari pada dengan palpasi.
2. Menunjukkan penurunan
penurunan keadekuatan curah jantung/perfusi 3. Pendengaran terhadap bunyi
frekuensi/tak adanya disritmia
kontraktilitas jaringan. jantung ekstra atau penurunan
3. Berpartisipasi dalam aktivitas
miokardia. 4. Tentukan tipe disritmia dan catat nadi membantu
yang menurunkan kerja
irama : takikardi; bradikardi; mengidentifikasidisritmia pada
miokardia.
disritmia atrial; disritmia ventrikel; pasien tak terpantau.
blok jantung 4. Meskipun tidak semua disritmia
5. Berikan lingkungan tenang. Kaji mengancam hidup, penanganan

41
alasan untuk membatasi aktivitas tepat untuk mengakhiri disritmia
selama fase akut. diperlukan pada adanya
gangguan curah jantung dan
6. Demonstrasikan/dorong penggunaan perfusi jaringan
perilaku pengaturan stres misal
relaksasi nafas dalam, bimbingan
imajinasi 5. Berguna dalam menentukan
7. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, kebutuhan /tipe intervensi
lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk
nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan TD 6. Penurunan rangsang dan
8. Siapkan/lakukan resusitasi jantung penghilangan stress akibat
paru sesuai indikasi katekolamin yang menyebabkan
9. Pantau pemeriksaan laboratorium, / meningkatkan disritmia dan
contoh elektrolit vasokontriksi dan meningkatkn
10. Berikan oksigen tambahan sesuai kerja miokardia.
indikasi
11. Berikan obat sesuai indikasi : 7. Meningkatkan partisipasi klien

42
kalium, antidisritmia dalam mengeluarkan beberapa
12. Siapkan untuk bantu kardioversi rasa control dalam situasi penuh
elektif stress.

13. Bantu pemasangan/mempertahankan 8. Sebab nyeri dada bermacam-


fungsi pacu jantung macam dan tergantung
14. Siapkan untuk bantu kardioversi penyebab disritmia. Namun,
elektif nyeri dada dapat menunjukkan
15. Masukkan/pertahankan masukan IV iskemia karena penurunan
16. Siapkan untuk prosedur diagnostik perfusi miokardia
invasive 9. Terjadinyadisritmia yang
17. Siapkan untuk pemasangan otomatik mengancam hidup memerlukan
kardioverter atau defibrillator upaya intervensi untuk
mencegah kerusakan iskemia
10. Ketidakseimbangan elektrolit
seperti kalium, magnesium dan
kalsium, secra merugikan
mempengaruhi irama dan

43
kontraktilitas jantung
11. Meningkatkan jumlah sediaan
oksigen untuk miokard, yan
menurunkan iritabilitas yang
disebabkan oleh hipoksia

12. Disritmia umumnya diobati


secra simtomatik, kecuali untuk
ventrikel premature, diman
dapat diobati secara proliferatik
pada IM aku
13. Dapat digunakan pada fibriasi
atrial atau disritmia tidak stabil
untuk menyimpan frekuensi
jantung normal/menghilangkan
gagal jantung normal.
14. Pacu sementara mungkin perlu
untuk meningkatkan

44
pembentukan impuls dan
maenghambat takidisritmia
15. Jalan masuk paten diperlukan
untuk pemberian oba darurat
16. Diagnosa banding berdasarkan
penyebab mungkin diperlukan
untuk membuat rencana
pengobatan yang tepat

17. Alat ini melalui pembedahan


ditanam pada pasien dengan
disritmia berulang yang
mengancam hidup meskipun
diberi obat terapi secara hati-
hati.

2. Risiko terhadap Kriteria hasil : 1. Selidiki nyeri dada,dispnea tiba-tiba 1. Emboli arteri. Mempengaruhi
perubahan yang disertai dengan takipnea, nyeri jantung dapat terjadi sebagai
1. Resiko tidak terjadi

45
perfusi jaringan pleuritik,sianosis pucat akibat penyakit katup dan
berhubungan 2. Observasi ekstremitas terhadap disritmia kronis.
dengan edema, eroitema. 2. Ketidakaktifan/tirah baring lama
inadekuat 3. Observasi hematuri. mencetuskan stasis vena,
suplay oksigen 4. Perhatikan nyeri abdomen kiri atas meningkatkan resiko
ke jaringan. pembentukan trombosis vena.
3. Menandakan emboli ginjal
4. menandakan emboli splenik

46
C. Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK
a. Definisi
Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang
memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran
napas (Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit paru-paru obstrutif
kronis/PPOK (chronic obstructive pulmonary diseases/COPD)
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Irman, 2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut
pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit
dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk,
dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke hari
(GOLD, 2009)

b. Etiologi
Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi
trakeobronkial (biasanya karena virus), atau sekunder berupa
pneumonia, gagal jantung, aritmia, emboli paru, pneumotoraks spontan,
penggunaan oksigen yang tidak tepat, penggunaan obat obatan (obat
antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit metabolic (diabetes
melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan memburuk atau
polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium akhir penyakit
respirasi (kelelahan otot respirasi) (PDPI, 2003).

c. Tanda Dan Gejala


Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi
sputum meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna

47
sputum. Eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I
(eksaserbasi berat) apabila memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi
sedang) apabila hanya memiliki 2 gejala utama, dan tipe III
(eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya
infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi
pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline
(Vestbo, 2006).

d. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :
1. Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).
Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 >
80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak
menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP <
70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan
dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari
pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang
semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% Ł VEP1 < 50%
prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan
kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak
pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat

48
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP <
70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah
dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
e. Pathway

f. Komplikasi
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratorik
3. Infeksi saluran pernapasan
4. Gagal jantung, terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akinat
penyakit paru-paru)
5. Disritmia jantung
6. Status asmatikus: komplikasi utama yang berhubungan dengan asma
bronkhial

g. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian

49
dari eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik,
adanya komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi (GOLD, 2009).
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi
yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat
jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap,
unit gawat darurat, atau ruang ICU (PDPI, 2003).
1. Bronkodilator
2. Kortikosteroid
3. Antibiotik
4. Terapi Oksigen
5. Ventilasi Mekanik

Asuhan Keperawatan PPOK

A. Pengkajian
a. Primary survey:
1) Airway
Look: pasien terlihat mengalami agitasi, tidak dapat bicara,
penurunan kesadaran.
Listen: terdengar adanya suara pernafasan abnormal. Sumbatan
pada laring atau faring akan menghasilkan suara mendengkur
(snoring), berkumur (gurgling), dan bersiul (crowing sound,
stridor). Sumbatan pada faring dapat memberikan suara parau
(hoarseness, disfonia).
2) Breathing
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang
ditempat tidur. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya:
meninggikan bahu, melebarkan hidung. Adanya bunyi napas
mengi. Adanya batuk berulang.

50
3) Circulation
Adanya peningkatan tekanan darah. Adanya peningkatan frekuensi
jantung. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-
abu/sianosis. Kemerahan atau berkeringat dan terjadi syanosis.
b. Secundery survey:
1) Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru
sebelumnya. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap
zat/ faktor lingkungan. Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2) Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur dalam posisi
duduk tinggi.
3) Pengkajian head to toe

h. Pemeriksaan Penunjang
1. Peningkatan Hb (empisema berat)
2. Peningkatan eosinofil (asma)
3. Penurunan alpha 1-antitrypsin
4. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan
emfisema
5. Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma
mendatar
6. EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat
dan atrial disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan
tinggi (brinkhitis dan emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema)

i. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat

51
Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise,
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas
 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi
 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan
b. Sirkulasi
Gejala :
 Pembengkakan pada ekstremitas bawah
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan frekuensi jantung
 Distensi vena leher
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada)
 Warna kulit/ membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis;
kuku tabuh dan sianosis perifer
 Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego
Gejala :
 Peningkatan factor resiko
 Perubahan pola hidup
d. Makanan/ cairan
Gejala :
 Mual/muntah
 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
 ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan

52
 penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukkan edema (bronchitis)
e. Pernafasan
Gejala :
 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai
gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca
atau episode berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada
tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama
pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap
tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau
kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis)
 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada
tahap dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasan dalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau
debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk
gergaji

53
Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

54
Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak NOC : 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali
efektif b.d bronkokontriksi,  Respiratory status : Ventilation terdapat kor pulmonal
peningkatan produksi  Respiratory status : Airway 2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik
sputum, batuk tidak efektif, patency pernapasan diafragmatik dan batuk.
kelelahan/berkurangnya  Aspiration Control 3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser,
tenaga dan infeksi Kriteria Hasil : inhaler dosis terukur
bronkopulmonal.  Mendemonstrasikan batuk efektif 4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan
dan suara nafas yang bersih, tidak vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang
ada sianosis dan dyspneu (mampu diharuskan
mengeluarkan sputum, mampu 5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan
bernafas dengan mudah, tidak ada seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
pursed lips) dan asap.
 Menunjukkan jalan nafas yang 6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang
paten (klien tidak merasa tercekik, harus dilaporkan pada dokter dengan segera:
irama nafas, frekuensi pernafasan peningkatan sputum, perubahan warna sputum,
dalam rentang normal, tidak ada kekentalan sputum, peningkatan napas pendek,
suara nafas abnormal) rasa sesak didada, keletihan
 Mampu mengidentifikasikan dan 7. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan
mencegah factor yang dapat 8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan
menghambat jalan nafas imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus
pneumoniae.

2. Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik


efektifberhubungan dengan v Respiratory status : Ventilation dan pernapasan bibir dirapatkan.
napas pendek, mukus, NOC

55
bronkokontriksi dan iritan v Respiratory status : Airway 2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas
jalan napas patency dengan periode istirahat.
v Vital sign Status
Kriteria Hasil : 3. Biarkan pasien membuat keputusan tentang
v Mendemonstrasikan batuk perawatannya berdasarkan tingkat toleransi
efektif dan suara nafas yang pasien.
bersih, tidak ada sianosis dan
4. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-
dyspneu (mampu mengeluarkan
otot pernapasan jika diharuskan.
sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah
(sistole 110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan (18-
24x/menit))
3. Gangguan pertukaran gas v Respiratory status : Ventilation1. Deteksi bronkospasme saatauskultasi .
berhubungan dengan Kriteria Hasil : 2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
ketidaksamaan ventilasi v Frkuensi nafas normal (16- 3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan
perfusi 24x/menit) kortikosteroid dengan tepat dan waspada
v Itmia kemungkinan efek sampingnya.
v Tidak terdapat disritmia 4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan,
v Melaporkan penurunan dispnea untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga

56
v Menunjukkan perbaikan dalam ventilasi paru mengalami perbaikan.
laju aliran ekspirasi 5. Pantau pemberian oksigen
4. Intoleransi NOC : 1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi,
aktivitasberhubungan v Energy conservation tekanan darah, pernapasan
dengan ketidakseimbangan v Self Care : ADLs
antara suplai dengan Kriteria Hasil : 2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas,
kebutuhan oksigen v Berpartisipasi dalam aktivitas istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi
fisik tanpa disertai peningkatan tanda-tanda vital.
tekanan darah, nadi dan RR
3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur
v Mampu melakukan aktivitas
dengan menggunakan treadmill dan exercycle,
sehari hari (ADLs) secara mandiri
berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan
kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status
fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk
menentukan program latihan spesifik terhadap
kemampuan pasien.
6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum
dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang
sedang atau tirah baring lama mulai melakukan
rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan

57
mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat,
atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang
lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15
menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

5. Perubahan nutrisi kurang NOC : 1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.
dari kebutuhan v Nutritional Status : food and Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan
tubuhberhubungan dengan Fluid Intake dan ukuran tubuh.
dispnea, kelamahan, efek Kriteria Hasil :
samping obat, produksi v Adanya peningkatan berat 2. Auskultasi bunyi usus
sputum dan anoreksia, badan sesuai dengan tujuan
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
mual muntah. v Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan 4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan
v Mampu mengidentifikasi sesudah makan.
kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda tanda 5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu
malnutrisi dikunyah lama.
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti 6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat
menghasilkan gas.
7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

6. Kurang perawatan NOC : 1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan


diriberhubungan dengan v Self care : Activity of Daily diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan,
keletihan sekunder akibat Living (ADLs) mandi, membungkuk, atau menaiki tangga

58
peningkatan upaya Kriteria Hasil : 2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan
pernapasan dan insufisiensi v Klien terbebas dari bau badan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan
ventilasi dan oksigenasi v Menyatakan kenyamanan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan.
terhadap kemampuan untuk Bahas tindakan penghematan energi.
melakukan ADLs
v Dapat melakukan ADLS 3. Ajarkan tentang postural drainage bila
dengan bantuan memungkinkan.

59
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang


termasuk dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral
yang memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme
yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa
metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh.

60
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, dkk. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru cetakan ketiga.
Surabaya: Airlangga University Press.
Burke, L. (2000). Medical surgical nursing: critical thinking in client care 2nt ed.
USA: Prentice-Hall.
Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Irman, S. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
PDPI. (2003). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),Pedoman Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Diambil dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf tanggal 26
mei 2013
I Komang Adhi Parama Harta. Penatalaksanaan Kasus Henti Jantung. 2010 idi
jembrana. all rights reserved. maintained by rumahmedia
johny bayu fitantra. Henti Jantung: Algoritma Tatalaksana Henti Jantung Pada
Dewasa. march 29, 2015 : medicinesia
Ali A Sovari, MD, FACP; Chief Editor: Jeffrey N Rottman. Sudden Cardiac
Death Treatment & Management. Medscape : Updated: Apr 28, 2014
Sudden Cardiac Arrest 2016 WebMD, Inc. All rights reserved.
eMedicineHealth does not provide medical advice, diagnosis or treatment.

American Heart Association. 2015.Highlights of the 2015 American Heart


Association Guidelines Update for CPR and ECC.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa
I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

61

Anda mungkin juga menyukai