Anda di halaman 1dari 44

OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Disusun berdasarkan perkuliahan Operasi & Pemeliharaan Sist. Kelistrikan Ind


dengan dosen : Prof.Dr.rer.pol Ir Didik Notosudjono Msc.

Oleh :

Teguh Eka Prasetya


0541 10 018

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR
2014
1

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat izin-Nya resume ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Resume yang
diambil dari perkuliahan Operasi Sistem Tenaga Listrik ini ditujukan sebagai
pegangan ataupun referensi bagi penulis khususny dan bagi semua orang umumnya.
Dalam penyusunannya, penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan
dan doa dari pihak lain mustahil makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa mungkin masih terdapat banyak kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, krtik dan saran dari pembaca akan sangat
bermanfaat bagi penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.

Bogor, Januari 2014

Penulis
2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 2

OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK .......................................................... 3-42

A. SISTEM TENAGA LISTRIK .................................................................. 3-4


B. PERSOALAN-PERSOALAN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK
…………………………………………………………………………….. 4-5
C. MANAJEMEN OPERASI TENAGA LISTRIK ................................... 5-6
D. KARAKTERISTIK PEMBANGKIT ………........................................ 6-12
E. ANALISA BEBAN SISTEM ………………….................................... 12-13
F. PERKIRAAN BEBAN (LOAD DISPACHTING) ..………………… 13-16
G. KEMUNGKINAN KEHILANGAN BEBAN (LOSS OF LOAD
PROBABILITY) DAN KEANDALAN SISTEM ............................... 16-18
H. ECONOMIC DISPATCH …………………...................................... 18-24
I. UNIT COMMITMENT ……………………...................................... 24-33
J. PENGATURAN FREKUENSI …………………................................. 33-37
K. KENDALA-KENDALA OPERASI ................................................. 37-39
L. PENGATURAN TEGANGAN ……………...................................... 40-42

REFERENSI ……………………………………………………………………… 43
3

OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

A. SISTEM TENAGA LISTRIK


Untuk keperluan penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan, diperlukan
berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik ini dihubungkan satu sama lain
mempunyai inter relasi dan secara keseluruhan membentuk suatu sistem tenaga listrik.
Yang dimaksud sistem tenaga listrik adalah sekumpulan pusat listrik dan gardu induk
(pusat beban) yang satu sama lain dihubungkan oleh jaringan transmisi sehingga
merupakan satu kesatuan interkoneksi.
Biaya operasi dari sistem tenaga listrik pada umumnya merupakan bagian
biaya yang terbesar dari biaya operasi suatu perusahaan listrik. Secara garis besar biaya
operasi dari suatu sistem tenaga listrik terdiri dari:
a. Biaya pembelian tenaga listrik
b. Biaya pegawai
c. Biaya bahan bakar dan material operasi (biaya terbesar, kira-kira 60 % dari
biaya keseluruhan)
d. Biaya operasi lainnya (pemeliharaan, asuransi, penysusutan, dll)
Mengingat hal tersebut di atas maka biaya opersai sistem tenaga listrik perlu
dikelola dengan pemikiran manajemen operasi yang baik terutama karena melibatkan
biaya operasi yang terbesar dan menyangkut citra PLN kepada masyarakat.
Manajemen operasi sistem tenaga listrik haruslah memikirkan bagaimana
menyediakan tenaga listrik yang seekonomis mungkin dengan tetap memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Perkiraan beban (load forecast)
b. Syarat-syarat pemeliharaan peralatan
c. Keandalan yang diinginkan
d. Alokasi beban dan produksi pembangkit yang ekonomis
4

Pemeliharaan
Sebenarnya pemeliharaan bukanlah suatu pekerjaan yang luar biasa, asal
dikelola secara baik dan tepat serta mengikuti petunjuk yang sesuai, peralatan akan
menampilkan keandalan yang tinggi dan dengan biaya yang wajar. Oleh karena itu
masalah pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang sewajarnya. Menurut
pengertiannya pemeliharaan tersebut adalah suatu, usaha/kegiatan terpadu yang
dilakukan terhadap instalasi dan sarana pendukungnya untuk mencegah kerusakan
atau mengembalikan/memulihkan instalasi dan sarana kepada keadaan yang
normal/keadaan yang layak. Sesuai dengan pengertian di atas keadaan yang ingin
dicapai itu antara lain adalah agar instalasi dan sarana tersebut :
a. Mempunyai umur (masa guna) yang panjang.
b. Selalu menampilkan unjuk kerja seperti keandalan, daya mampu dan efisiensi
yang optimal.
c. Tetap dalam keadaan baik dan selalu dalam keadaan siap pakai.
d. Teratur, rapi dan memberikan suasana yang menyenagkan.
e. Dapat mengembalikan modal/biaya yang sudah dikeluarkan dalam jangka
waktu yang tepat dan memberikan keuntungan.
f. Aman terhadap petugas dan lingkungan.
Peralatan dalam sistem perlu dipelihara secara periodik sesuai dengan buku
petunjuk pemeliharaan yang dikeluarkan oleh pabrik peralatan yang bersangkutan.
Namun di lain pihak pemeliharaan peralatan yang menyebabkan peralatan tersebut
menjadi tidak siap operasi dalam sistem perlu dikoordinir agar penyediaan daya dalam
sistem selalu memenuhi kebutuhan beban + rugi-rugi. Sementara itu cadangan daya
harus cukup tinggi hal ini untuk menjamin tersedianya daya pembangkit yang cukup
tinggi dalam sistem. Cadangan daya ini merupakan ukuran keandalan.
B. PERSOALAN-PERSOALAN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK
1. Pengaturan frekuensi
5

Sistem tenaga listrik harus dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik dari
para konsumen dari waktu ke waktu. Untuk ini daya yang dibangkitkan dalam sistem
tenaga listrik harus selalu sama dengan beban sistem, hal ini diamati melalui frekuensi
sistem. Kalau daya yang dibangkitkan dalam sistem lebih kecil dari pada sistem maka
frekuensi turun dan sebaliknya apabila daya yang dibangkitkan lebih besar dari pada
beban maka frekuensi akan naik.
2. Pemeliharaan peralatan
Peralatan yang beroperasi dalm sistem tenaga listrik perlu dipelihara secara
periodic dan juga perlu segera diperbaiki apabila mengalami kerusakan.
3. Biaya operasi
Biaya operasi khususnya biaya bahan bakar adalah biaya yang terbesar dari
suatu sistem perusahaan listrik sehingga perlu dipakai teknik-teknik optimisasi untuk
menekan biaya ini.
4. Perkembangan sistem
Beban selalu berubah-ubah sepanjang waktu dan juga selalu berkembang
seirama dengan perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak dapat dirumuskan
secara eksak, sehingga perlu diamati secara terus menerus agar dapat diketahui
lengkah pengembangan sistem yang harus dilakukan agar sistem selalu dapat
mengikuti perkembangan beban sehingga tidak akan terjadi pemadaman tenaga listrik
dalam sistem.
5. Gangguan dalam sistem
Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah sesuatu yang tidak dapat
sepenuhnya dihindarkan. Penyebab gangguan yang paling besar adalah petir, hal ini
sesuai dengan isokeraunic level yang tinggi di tanah air kita.
6. Tegangan dalam sistem
Tegangan merupakan salah satu unsure kualitas penyediaan tenaga listrik
sistem oleh karenanya perlu diperhatikan dalam pengeoperasian sistem.
C. MANAJEMEN OPERASI TENAGA LISTRIK
6

Operasi sistem tenaga listrik menyangkut berbagai aspek yang luas, khususnya
karena menyangkut biaya yang tidak sedikit serta menyangkut penyediaan tenaga
listrik bagi masyarakat sehingga menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karena
itu operasi sistem tenaga listrik memerlukan manajemen yang baik.
1. Perencanaan operasi
Yaitu pemikiran mengenai bagaimana sistem tenaga listrik akan dioperasikan
untuk jangka waktu tertentu. Yang mencakup perkiraan beban, koordinasi
pemeliharaan peralatan, optimisasi, keandalan serta mutu tenag listrik.
2. Pelaksanaan dan pengendalian operasi
Yaitu pelaksanaan dari rencana operasi serta pengendaliannya apabila terjadi
hal-hal yang menyimpang dari rencan operasi
3. Analisa operasi
Yaitu analisa atas hasil-hasil operasi untuk memberikan umpan balik bagi
perencanan operasi maupun bagi pelaksanaan dan pengendalian operasi. Analisa
operasi juga diperlukan untuk memberikan saran-saran bagi pengembangan sistem
serta penyempurnaan pemeliharaan instalasi
D. KARAKTERISTIK PEMBANGKIT
1. Karakteristik Masukan – Keluaran
Masukan pada pembangkit thermal adalah bahan bakar dan dinyatakan dalam
satuan kalori/jam atau BTU/jam. Sedangkan keluarnya adalah besar daya yang
dibangkitkan oleh unit tersebut dan dinyatakan dalam Megawatt (MW). Hubungan
masukan-keluaran suatu unit pembangkit, dapat digambarkan dalam bentuk kurva di
bawah ini.
7

Gambar 1. Kurva Masukan-Keluaran


Gambar diatas melukiskan karakteristik masukan-keluaran dari suatu unit
pembangkit termal, dimana pada karakteristik tersebut terlihat adanya “ripple” yang
disebabkan karena pengaruh kutup-kutup (valve) pada saat pembukaan katup
governor. Biasanya pengaruh katup-katup ini diabaikan dan karakteristik tersebut
dapat didekati oleh sebuah kurva, yang disebut kurva masukan-keluaran yang
dinyatakan sebagai fungsi polynomial.

Gambar 2. Kurva Masukan-Keluaran


Bentuk fungsi kurva masukan-keluaran pembangkit termal dinyatakan sebagai
berikut:
F = f (p) F = masukan (kalori/jam atau BTU/jam)
P = keluaran (MW atau MJ/s)
Untuk membangkitkan daya sebesar P1 (MW) selama satu jam dibutuhkan
bahan bakar sebesar F1 (BTU).
8

Kurva masukan-keluaran suatu unit pembangkit termal dapat diperoleh melalui


beberapa cara, yaitu:
1. Pengetesan karakteristik (performance testing)
2. Berdasarkan data operasi (operating record)
3. Berdasarkan data dari pabrik (manufactures guarantee data)
Cara pertama merupakan cara yang paling teliti dan baik akan tetapi sangat
mahal. Cara yang kedua dapat digunakan dengan abik, karena pengukuran nilai kalor
(BTU) yang terkandung dalam bahan bakar relative mudah dilakukan. Sedangkan cara
ketiga sangat mudah dilakukan karena tinggal melihat data yang diberikan oleh pabrik.
Cara ini tepat untuk sebuah pembangkit yang masih baru.
Pembahasan penjadwalan ekonomis pembangkitan yang diperlukan adalah
karakteristik yang menggambarkan hubungan antara jumlah bahan bakar terhadap
daya pembangkitan.
2. Efisiensi Unit Pembangkit
Dari hubungan antara masukan dan keluaran sebuah unit pembangkit dapat
didefinisikan besarnya efisiensi unit tersebut untuk setiap kondisi daya yang
dibangkitkan. Efisiensi merupakan perbandingan antara besarnya daya yang
dibangkitkan dengan masukan yang diberikan. Apabila daya yang dibangkitakn
memiliki satuan Watt dan masukan yang diberikan memiliki satuan kalori/jam maka
dalam mencari efisiensi, satuan keluaran dan masukan harus disamakan.
1 kalori/jam = 4,186 joule/jam = 4,186 x 1 W S/jam = 4,186 W S/(3600 S)
Maka 1 kalori/jam = 1,1627 x 10-3 W
Satuan dari efisiensi dinyatakan dalam %. Rumus efisiensi unit pembangkit (setelah
𝑃
satuan F dikonversi kedalam satuan P) adalah: η =
𝐹
9

Gambar 3. Efisiensi unit pembangkit

Gambar 4. Karakteristik perbandingan masukan-keluaran


3. Karakteristik perbandingan Masukan-Keluaran
Karakteristik perbandingan masukan-keluaran yang disebut juga heat rate (HR)
adalah karakteristik yang menggambarkan perbandingan antara masukan dan
keluaran. Jadi, HR meruapakan cara lain untuk mengetahui besarnya efisiensi dari
sebuah unit pembangkit ketika pembangkit itu membangkitkan daya tertentu. Semakin
kecil harga HR berarti semakin baik efisiensi dari unit tersebut. HR dirumuskan:
𝐹
HR = (Btu/ MWjam)
𝑃
Gambar diatas merupakan karakteristik perbandingan antara masukan-
keluaran. Dari gambar tersebut daoat dilihat bahwa untuk membangkitkan daya listrik
10

sebesar P1 MW selama 1 jam dibutuhkan energi bahan bakar sebesar HR1 Btu per 1
MW daya yang dibangkitkan.
4. Karakteristik Kenaikan Biaya Produksi
Kenaikan biaya-biaya produksi (incremental production costs) didefinisikan
sebagai perubahan biaya bahan bakar yang terjadi bila terjadi perubahan daya listrik
yang dibangkitkan. Dari gambar Kurva masukan-keluaran, jika daya yang
dibangkitkan oleh unit pembangkit bertambah sebesar Δ P = P2 – P1, maka diperlukan
penambahan pada masukan sebesar ΔF, yaitu F2 – F1 atau dengan perkataan lain, bila
keluaran unit pembangkit berubah, maka biaya bahan bakar turut berubah pula.
Perubahan jumlah bahan bakar yang terjadi karena perubahan keluaran, didefinisikan
sebagai IR (incremental rate), persamaannya:
Δ𝐹
IR =
Δ𝑃

Jika harga Δ menjadi sangat kecil akan dicapai limit sehingga:


𝑑𝐹
IR =
𝑑𝑃
Jadi IR diperoleh dengan mendiferensir persamaan masukan-keluaran terhadap
keluaran (P). bila persamaan F dideferensir terhadap P, maka dihasilkan gambar grafik
IR sebagai fungsi P, seperti:

Gambar 5. Grafik IR
11

Dari persamaan diatas:


dF = IR dP;
ʃdF = ʃ IR dP F1 – F0 = P0 ʃ P1 IR dP dan F2 – F1 = P1 ʃ P2 IR dP
Luas bidang dibawah garis IR menunjukkan banyaknya penambahan jumlah energi
bahan bakar yang diperlukan untuk mengatasi kenaikan daya keluar unit pembangkit.
Sebagai contoh F2 – F1 adalah banyaknya penambahan bahan bakar yang dibutuhkan
jika daya keluar baik dari P1 menuju P2, sedangkan F1 – F0 merupakan penambahan
bahan bakar jika daya keluar naik P0 menuju P1.
5. Heat Rate (HR) Minimum
Dengan mengetahui karakteristik-karakteristik operasi unit pembangkit dapat
ditentukan pada kondisi daya keluar berapa unit tersebut beroperasi paling ekonomis
(efisiensi maksimum).
Bila grafik HR sebagai fungsi P dan juga grafik IR sebagai fungsi P dibuat
dalam satu buah gambar seperti dibawah, maka dapat ditentukan berapa harga P
tersebut agar HR minimum.

Gambar 6. Grafik HR
𝐹
Dari definisi HR =
𝑃
12

𝑑 (𝐻𝑅) 𝑑 (𝐹 /𝑃) 𝑃 𝑑𝐹−𝐹𝑑𝑃


= =
𝑑𝑃 𝑑𝑃 𝑃2
𝑑 (𝐻𝑅) 𝑃 𝑑𝐹−𝐹𝑑𝑃
Syarat agar HR minimum, = 0 sehingga =0
𝑑𝑃 𝑃2
Maka
P dF – F dP = 0, maka diperoleh
𝑑𝐹 𝐹
= atau IR = HR
𝑑𝑃 𝑃
Jadi ttitik potong antara grafik HR dan IR, yaitu pada saat HR = IR, merupakan
pembangkitan yang paling efisien.
E. ANALISA BEBAN SISTEM
Perkiraan beban merupakan masalah yang sangat menentukan bagi perusahaan
listrik baik segi-segi manajerial maupun segi operasional. Oleh karenanya perlu
mendapat perhatian khusus untuk dapat membuat perkiraan beban yang sebaik
mungkin perlu beban sistem tenaga listrik yang sudah terjadi dimasa lalu dianalisa.
1. Perkiraan beban jangka panjang
Perkiraan beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu di atas satu tahun. Dalam
Perkiraan beban jangka panjang masalah-masalah mako ekonomi yang merupakan
masalah ekstern perusahaan listrik merupakan factor utaman yang menentukan arah
perkiraan beban. Factor makro tersebut di atas misalnya pendapatan per kapita
penduduk Indonesia. Oleh karena itu, penyusunannya perlu dimintakan pengarahan
dari pemerintah.
2. Perkiraan beban jangka menengah
Perkiraan beban jangka menengah adalah untuk jangka waktu dari satu bulan sampai
dengan satu tahun. Dalam Perkiraan beban jangka menengah masalah-masalah
manajerial perusahaan merupakan faktro utama yang menentukan, seperti kemampuan
teknis memperluas jaringan distribusi, kemampuan teknis menyelesaikan proyek
saluran transmisi. Biasanya hanya diperkirakan beban puncak yang tertinggi yang akan
terjadi dalam sistem tenaga listrik.
13

3. Perkiraan beban jangka pendek


Perkiraan beban jangka pendek adalah untuk jangka waktu beberapa jam sampai satu
minggu (168 jam). Dalam perkiraan beban jangka pendek terdpat batas atas untuk
beban maksimum dan batas bawah untuk beban minimum yang ditentukan oleh
Perkiraan beban jangka menengah. Besarnya beban untuk setiap jam ditentukan
dengan memperhatikan langgam beban di waktu lalu dengan memperhatikan berbagai
informasi yang dapat mempengaruhi besarnya beban sistem seperti acara televise,
cuaca, dan suhu udara.
F. PERKIRAAN BEBAN (LOAD FORECASTING)
Untuk memperkirakan beban di masa yang akan dating pada umumnya
dilakukan dnegan mengektrapolir grafik beban di masa lampau ke masa yang akan
dating. Setelah dilakukan ektrapolasi kemudian ditambahkan koreksi-koreksi terhadap
hal-hal khusus, baik untuk perkiraan jangka panjang, jangka menengah, maupun jangja
panjang. Grafik beban secara perlahan-lahan berubah bentuknya baik kuantitatif
maupun kualitatif. Perubahan ini antara lain disebabkan oleh:
a. Bertambahnya konsumen
b. Bertambahnya konsumsi pemakaian tenaga listrik
c. Suhu udara
d. Kegiatan ekonomi dalam masyarakat
e. Kegiatan social dalam masyarakat
1. Prediksi Beban Dengan Metode semi rata-rata

Membagi data menjadi 2 bagian, lalu menghitung rata-rata kelompok (K1 dan
K2). Perhitungannya adalah: Y = a + bx

a = rata-rata masing-masing kelompok

(K2 – K1)
b=
(tahun dasar K2 – tahun dasar K1)
14

2. Prediksi Beban Dengan Metode Trend Linier


Bentuk persamaan umum (Sofyan Assauri, 1984, hal. 53 – 56):
Y = a + bX
Sedangkan peramalannya mempunyai bentuk persamaan:
Yt = a + bX
di mana:
Yt = Nilai ramalan pada periode ke-t
X = Waktu/periode, biasanya dalam bentuk t
a dan b = konstanta (dihitung dari sampel deret berkala)
Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Square Method) maka
harga dari konstanta a dan b bisa diperoleh dengan persamaan berikut:
∑𝑌
𝑎=
𝑛

∑𝑋𝑌
𝑏=
∑𝑋 2

3. Prediksi Beban Dengan Metode Trend Kuadratik (Parabola)


Perkembangan bilai suatu variabel dalam interval pendek atau menengah yang
mempunyai pola linier, kadang-kadang dalam interval yang panjang polanya berubah
menjadi tidak linier. Karena itu jika digunakan pola linier untuk peramalan jangka
panjang, tidak jarang hasilnya jauh meleset. Konsekuensinya harus dibuat persamaan
trend yang tidak linier seperti trend kuadratis atau trend eksponensial. Metoda
kuadratis merupakan salah satu contoh dari regresi non linier.
Persamaan kuadratis dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Y’ = a +bX + cX2
Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
15

a, b, dan c = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)


Dengan koefisien-koefisien a, b, dan c harus ditentukan berdasarkan data hasil
pengamatan.
( ∑𝑌) (∑𝑋 4 )− (∑𝑋 2 𝑌)(∑𝑋 2 )
a=
𝑛 (∑𝑋 4 )− (∑𝑋 2 )2
∑𝑋𝑌
b=
∑𝑋 2

𝑛 (∑𝑋 2 𝑌)− (∑𝑋 2 ) ( ∑𝑌)


c=
𝑛 (∑𝑋 4 )− (∑𝑋 2 )2

Gambar 7. Trend Kuadratis

4. Prediksi Beban Dengan Metode Trend Eksponensial


Bentuk persamaan metode Trend Ekponensial :
Y’=abx
Dimana : Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelannggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
a , b , dan c = konstanta (dihitung dari data sampel deret berkala)
Bentuk persamaan metode Trend Ekponensial tersebut dapat diubah menjadi bentuk
persamaan linier sebagai berikut :
Y’ = abx……Log Y’ = abx
Log Y’ = log a + log bx
16

Log Y ’= log a + X (log b)


Bila log Y’ = Yo ; log a = ao dan log b = bo, maka persamaan Trend Eksponensial
tersebut menjadi :
Yo’ = ao + bo.X
Sehingga :
Y '  10 ( a0 b0 X )
Konstanta-konstanta ao dan bo dapat dicari dengan cara eliminasi kedua persamaan di
bawah ini :
∑ Y0 = a0.n + b0 ∑X
∑XY0 = a0 ∑X + b0 ∑X2
Y0 = log Y

Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan


Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1
Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1
2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)
Perhitungan dengan trend eksponensial cenderung lebih rumit dibandingkan
dengan perhitungan trend linier atau kuadratis. Penggunaan persamaa trend
eksponensial biasanya digunakan pada data yang nilainya mengalami kenaikan atau
penurunan secara eksponensial, contohnya data pertumbuhan amoeba. Trend ini tidak
digunakan di dalam perangkat lunak yang akan dikembangkan karena tingkat
kerumitannya yang relatif tinggi dan memang pada prakteknya jarang digunakan.
G. KEMUNGKINAN KEHILANGAN BEBAN (LOSS OF LOAD
PROBABILITY) DAN KEANDALAN SISTEM
Forced Outage Rate (FOR) adalah suatu faktor yang menggambarkan
keandalan unit pembangkit. Dalam sistem interkoneksi yang terdiri dari banyak unit
pembangkit, maka keandalan unit-unit pembangkit yang beroperasi dibandingkan
dengan beban yang harus dilayani menggambarkan keandalan sistem tersebut. Ada
17

angka yang menggambarkan berapa besar probabilitas unit-unit pembangkit yang


beroperasi tidak mampu melayani beban. Angka probabilitas ini dalam bahasa Inggris
disebut "loss of load probability" atau biasa disingkat LOLP. Gambar dibawah ini
menggambarkan secara kualitatif besarnya LOLP untuk suatu sistem, yaitu:
LOLP = p x t

Keterangan
p : menggambarkan probabilitas sistem dapat menyediakan daya sebesar b.
t : menggambarkan lamanya garis tersedianya daya sebesar b memotong kurva lama
beban dari sistem.

Grafik 8. Penggambaran LOLP = pxt dalam hari per tahun pada kurva lama beban.
Nilai LOLP biasanya dinyatakan dalam hari per tahun. "Makin kecil nilai
LOLP, makin tinggi keandalan sistem. Sebaliknya, makin besar nilai LOLP, makin
rendah keandalan sistem, karena hal ini berarti probabilitas sistem tidak dapat
melayani beban yang makin besar."
Nilai LOLP dapat diperkecil dengan menambah daya terpasang atau
menurunkan nilai Forced Outage Rate (FOR) unit pembangkit, karena dua langkah ini
dapat memperkecil probabilitas daya tersedia b pada gambar 1 menjadi terlalu rendah
sehingga memotong kurva lama beban dengan nilai t yang lebih lama.
Penentuan besarnya nilai LOLP dari suatu sistem harus mempertimbangkan
besarnya peran penyediaan tenaga listrik pada sistem tersebut atau dengan kata lain
18

berapa besar kerugian yang dialami pemakai energi listrik (konsumen) apabila terjadi
interupsi atau gangguan penyediaan pasokan energi listrik.
Misalnya dalam sitem yang berupa sebuah PLTD dengan bebeapa unit
pembangkit yang memasok tenaga listrik kesebuah pabrik. LOLP dari sistem ini
ditentukan dengan mempertimbangkan berapa kerugian yang timbul apabila pabrik
mengalami gangguan pasokan tenaga listrik, yang dinyatakan dalam Rupiah per kWh
terputus.
Pada sistem yang besar seperti sistem tenaga listrik yang dikelola oleh PLN,
penentuan nilai LOLP ini haruslah mempertimbangkan harga Rupiah per kWh terputus
secara nasional. Hal ini disebabkan karena dengan terputusnya pasokan tenaga listrik
dari PLN, berarti menimbulkan kerugian nasional.
Standar PLN mengenai LOLP adalah 3 hari per tahun untuk sistem
interkoneksi Jawa (JAMALI) hari dan 5 hari per tahun untuk sistem di luar Jawa.
LOLP merupakan index risk level dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik
jadi juga merupakan tingkat jaminan operasi sistem tenaga listrik. Apabila tingkat
jaminan operasi yang tinggi maka risk level harus rendah atau LOLP harus keil dan ini
berarti investasi harus tinggi untuk keperluan mendapatkan daya terpasang yang tinggi
dan juga untuk mendapatkan unit pembangkit dengan FOR yang rendah.
Sesungguhnya FOR yang rendah juga tergantung kepada pemeliharaan unit-unit
pembangkit, tidak semata-mata kepada harga unit pembangkit.
H. ECONOMIC DISPATCH
Yang dimaksud dengan Economic Dispatch adalah pembagian pembebanan
pada pembangkit-pembangkit yang ada dalam sistem secara optimal ekonomi, pada
harga beban sistem tertentu. Besar beban pada suatu sistem tenaga selalu berubah
setiap periode waktu tertentu, oleh karena itu untuk mensuplai beban secara ekonomis
maka perhitungan economic Dispatch dilakukan pada setiap besar beban tersebut. Ada
beberapa metode dalam economic dispatch, antara lain :
a. Faktor Pengali Langrange (λ)
b. Iterasi lamda
19

c. Base Point dan Faktor Partisipasi

Kerugian Transmisi Diabaikan


Dalam sistem tenaga, kerugian transmisi merupakan kehilangan daya yang
harus ditanggung oleh sistem pembangkit. Jadi kerugian transmisi ini merupakan
tambahan beban bagi sistem tenaga. Untuk perhitungan dengan rugi transmisi
diabaikan losses akibat saluran transmisi diabaikan dengan demikian akurasi economic
dispatch menurun. Penurunan akurasi ini karena losses transmisi ditentukan oleh aliran
daya yang ada pada sistem, di mana aliran daya ini dipengaruhi oleh pembangkit mana
yang ON dalam suatu sistem. Pada pembahasan dengan kerugian transmisi diabaikan,
sistem digambarkan pada gambar 2.1. Meskipun demikian bagi unit usaha yang hanya
mempunyai pembangkit saja (misal PT. PJB-PLN) pendekatan ini sangat bermanfaat.
Bagan untuk model ini adalah N buah pembangkit dan beban Pr terhubung
pada sebuah bus.

gambar 9. Sistem dengan n buah pembangkit thermal tanpa kerugian Transmisi


Input Sistem di atas adalah biaya bahan bakar F, totalnya adalah :
20

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa input (bahan bakar) adalah


merupakan fungsi obyektif yang akan dioptimasi. Beban sistem P dan karena rugi
R

transmisi diabaikan maka jumlah output dari setiap pembangkit digunakan untuk
melayani P , jadi :
R

Persamaan ini menunjukkan bahwa kondisi optimum dapat dicapai bila


incremental fuel cost setiap pembangkit adalah sama. Kondisi optimum tersebut
tentunya diperlukan persamaan pembatas (constraint) yaitu daya output dari setiap unit
pembangkit harus lebih besar atau sama dengan daya output minimum dan lebih kecil
atau sama dengan daya output maksimum yang diijinkan. Dari N buah pembangkit
dalam sistem tenaga di atas dan beban sistem sebesar P , dan dari uraian di atas dapat
R

disimpulkan persamaan yang digunakan untuk penyelesaian economic dispatch adalah


:

Bilamana hasil P yang diperoleh ada yang keluar dari batasan P dan P nya
i max min

, batasan ketidaksamaan di atas dapat diperluas menjadi :


21

Ditanya : Pembagian pembebanan pada masing-masing pembangkit


Jawab :
2
F1 (P1) = H1 (P1) X 1,1 = 561 + 7,92 P1+ 0,001562 P1 R/h
2
F2 (P2) = H2 (P2) X 1 = 310 + 7,85 P2 + 0,00194 P2 R/h
2
F3 (P3) = H3 (P3) X 1 = 78 + 7,97 P3 + 0,0048 P3 R/h
22

P1 + P2 + P3 = 850 MW ………………………………………………………( 2 )
Substitusikan Pers 1 ke pers 2 sehingga di dapat λ = 9,148
Substitusikan λ ke pers 1 sehingga didapat
P1 = 393,2 MW
P2 = 334,6 MW
P3 = 122,2 MW
Pemeriksaan hasil perhitungan Pi tidak ada yang keluar dari data Pi max dan Pi min

Ditanya :
Pembagian pembebanan pada masing masing unit pembangkit
Jawab :
2
F (P ) = H (P ) X 0,9 = 459 + 6,48 P + 0,00128 P R/h
1 1 1 1 1 1
2
F (P ) = H (P ) X 1= 310 + 7,85 P2+ 0,001194 P R/h
2 2 2 2 2
2
F (P ) = H (P ) X 1= 78 + 7,97 P3+ 0.00482 P R/h
3 3 3 3 3
23

P + P + P = 850 MW ……………….( 2 )
1 2 3

Substitusikan Persamaan 1 ke persamaan 2, sehingga didapat λ = 8,284 Substitusikan


λ ke persamaan 1, sehingga didapat P = 704,6 MW ( tidak memenuhi, > Pmax )
1

P = 111,8 MW ( memenuhi )
2

P = 32, 6 MW ( tidak memenuhi )


3

Oleh karena itu, P di set pada P max yaitu P = 600 MW, kemudian P dan P dihitung
3 3 3 1 2

dengan metode Lagrange


P + P = 850 - P
2 3 1

P + P = 850 – 600 = 250 MW


2 3

Substitusikan Persamaan 1 ke persamaan 3 sehingga didapat λ = 8,576 substitusikan


λ ke persamaan 1 sehingga didapat
P = 187,1 MW (memenuhi )
2

P = 62,9 MW ( memenuhi )
3

Jadi,
P = 600 MW
1

P = 187,1 MW
2

P = 62,9 MW
3
24

Untuk P dan P yang memenuhi batasan ketidaksamaan Pi min < Pi < Pi max dengan
2 3

harga λ = 8,576 R/MWh


kemudian untuk P = 600 MW diperiksa harga incremental fuel costnya diperoleh :
1

I. UNIT COMMITMENT
Naik turunnya pemakaian energi (beban) listrik mengikuti siklus kegiatan
manusia sehari-hari. Naik turunnya pemakaian energi lisrik selalu diimbangi oleh
pembangkitan energi listrik dalam sistem. Mengikuti siklus pembangkitan energi
listrik tersebut dilakukan penjadwalan unit yang commit (on) dan unit yang off dalam
siklus waktu tertentu. Penjadwalan tersebut memperhatikan kondisi optimal ekonomi
selain itu harus memenuhi batasan-batasan teknis dalam pengoperasian pembangkit
didalam sistem tenaga. Penjadwalan ini dinamakan unit commitment.
Unit commitment atau biasa disingkat dengan UC merupakan suatu bentuk
penjadwalan produksi daya yang dihasilkan oleh suatu unit pembangkit pada periode
harian atau mingguan yang akan datang dengan tujuan untuk mendapatkan biaya
operasional yang ekonomis dari pembangkitan.
UC merupakan masalah yang dirasa penting dalam suatu perencanaan operasi
jangka pendek dari sistem tenaga listrik. Oleh karena itu, diperlukan kombinasi unit-
unit pembangkit (on/off) yang bekerja dan tidak perlu bekerja pada suatu periode untuk
memenuhi kebutuhan beban sistem pada periode tersebut dengan biaya se-ekonomis
mungkin. Untuk mengetahui jumlah kombinasi unit pembangkit bisa menggunakan
rumus:
2n – 1 (buah) dengan n adalah jumlah pembangkit.
Dalam menentukan kombinasi unit pembangkit memerlukan evaluasi
pemilihan dengan menghitung biaya optimum atau economic dispatch untuk setiap
25

kombinasi sehingga bisa ditentukan kombinasi unit pembangkit mana yang memiliki
biaya optimum yang terendah dari kombinasi-kombinasi yang ada pada beban tertentu.
Contoh:
Data input/ output pembangkit:
F1 = 561 + 7,92 P1 + 0,001562 P12
F2 = 310 + 785 P2 + 0,001940 P22
F3 = 93,6 + 9,564 P3 + 0,005794 P32
150 MW < P1 < 600 MW
100 MW < P2 < 400 MW
50 MW < P3 < 200 MW
Pada beban Pr = 550 MW, diperiksa kondisi optimum untuk setiap kombinasi
on/off unit pembangkit. Dari hasil perhitungan optimum ditabelkan sbb:

Dari table tersebut biaya total pada kondisi optimum yang termurah adalah unit
1 on, unit 2 dan 3 off dengan biaya total Ft = 5389 R/h.
a. Constraint pada unit commitment
Merupakan pembatasan didalam pengambilan keputusan untuk menentukan
pilihan kombinasi on-off unit pembangkit yang akan dijadwalkan. Pembatasan ini
26

diperlukan agar pilihan kombinasi on/off pembangkit yang akan dijadwalkan dapat
menjaga sistem selalu berada pada kondisi normal dan ekonomis dalam
pengopersiannya.
a. Spinning reserve
Merupakan cadangan daya yang harus diperhitungkan dari unit-unit yang
beroperasi (yang commit), di mana apabila ada salah satu unit yang mengalami
kegagalan operasi (jatuh/trip) maka daya yang berkurang akibat kegagalan operasi dari
unit tersebut dapat diganti/ditanggulangi oleh cadangan daya tersebut. umumnya
cadangan daya yang ada diperhitungkan untuk mampu menggantikan apabila unit yang
terbesar mengalami kegagalan operasi.
b. Thermal unit constraint
1) Minimum up time
Adalah interval waktu minimum dimana suatu unit yang baru ON (terhubung
ke sistem) tidak boleh dilepas (OFF) kembali sebelum melewati batas up time-nya.
Contoh sebuah unit mempunyai minimum up time 2 jam yang artinya bila unit ini baru
terhubung (ON) ke sistem belum ada 2 jam (kurang dari 2 jam), unit ini tidak boleh
dilepas (OFF).
2) Minimum down time
Adalah interval minimum di mana suatu unit dalam keadaan decommit (OFF)
tidak boleh dihubungkan ke sistem (ON) sebelum melewati batas down time-nya.
c. Hidro constraint
Akibat karakteristik yang berbeda antara pembangkit hidro dan pembangkit
thermal, juga pengoperasiaannya yang tergantung dari tataguna air.
d. Must run unit
Must run unit dikarenakan:
1) Untuk mensupport teganagn pada jaringan
2) Penggunaan steam tidak hanya untuk pembangkitan tenaga listrik tetapi juga
untuk keperluan lain
e. Fuel constraint
27

Terbatasnya ketersediaan bahan bakar pada suatu pembangkit.


f. Biaya start
Adalah biaya yang diperlukan oleh pembangkit untuk start dari keadaan tidak
beropoerasi (terhubung ke sistem tenaga listrik).
1) Biaya start dingin
Kondisi ini terjadi karena saat pembangkit dilepas dari ssitem (tidak
beroperasi) temperature boiler dibiarkan turun dari temperature kerjanya, sehingga
pada saat akan beroperasi dilakukan pemanasan kembali.

Keterangan: Cc = koefisien biaya start dingin (Mbtu)


F = fuel cost (R/Mbtu)
Cf = fixed cost (R/h)
T = waktu selama unit dingin (dihitung dari awal unit tidak beroperasi)
α = thermal time constraint
2) Biaya start panas
Kondisi ini terjadi karena saat pembangkit dilepas dari ssitem (tidak
beroperasi) temperature boiler tetap dijaga pada temperature kerjanya.
Biaya start: Ct . t . F + Cf
Ct= biaya untuk menjaga temperature boiler (MBtu/h)
28

Gambar 10. Perbandingan Biaya start dingin dan panas


b. Metode penyelesaian unit commitment
Ada beberapa permasalahan yang terdapat dalam merencanakan jadwal
pembangkitan (unit commitment). Antara lain:
a. Harus ada pola pembebanan untuk M periode waktu dalam suatu siklus
b. Terdapat n buah pembangkit yang commit (on) dan dnegan output optimum
(economic dispatch)
c. Pada M level beban dan batas operasi dari n unit pembnagkit, setiap unit
pembangkit dapat mencatu beban individunya dan setiap kombinasi dari
unit pembangkit dapat juga mencatu beban
Dari hal tersebut maka untuk n buah pembangkit dan M level beban terdapat:
2n – 1 buah kombinasi on/off unit pembangkit
(2n – 1)M buah persamaan yang harus diselesaikan
Telihat dari hal tersebut diatas, penyelesaian unit commitment memerlukan
dimensi yang sangat besar untuk ruang perhitungan/ penyelesaian persamaan. Oleh
karena itu, diperlukan teknik untuk solusi persoalan unit commitment.
a. Daftar prioritas
29

Pada metode ini kombinasi on/off unit pembangkit didasarkan pada urutan
prioritas. Untuk menentukan urutan prioritas diperoleh dari biaya produksi rata-rata
persatuan output yang didasarkan pada Pmax.
𝐹(𝑃𝑚𝑎𝑥)
Biaya produksi rata-rata =
𝑃𝑚𝑎𝑥
Dari data pembangkit contoh diatas, biaya produksi rata-rata dan urutan
prioritas adalah:
Unit Biaya produksi rata-rata (R/MWh)
1 9,7922
2 9,4010
3 11,1908

Urutan prioritasnya: unit 2, unit 1, dan unit 3.


Dari urutan prioritas 3 unit pembangkit tersebut kombinasi pembangkitnya
adalah:
No kombinasi Unit
1 2 3
1 1 1 1
2 1 1 0
3 0 1 1

b. Metode Dynamic Programming


Aplikasi dari metode digital untuk memecahkan berbagai persoalan control dan
optimasi dinamis mendorong ilmuwan Dr. Richard Bellman dan koleganya untuk
menemukan metode dynamic programming. Metode ini sangat berguna untuk
memecahkan berbagai persoalan dan mengurangi perhitungan dalam menemukan
trayektori optimal. Untuk penyelesaian unit commitment digunakan dynamic
programming (DP) dengan forward approach. Sebelum mengaplikasikan DP untuk
30

unit commitment, berikut ini sebuah model persoalan yang dapat digunakan untuk
memahami metode DP. Di dalam DP terdapat:
1) State yaitu terminal-terminal dengan kondisi tertentu
2) Stage yaitu kumpulan dari state pada level tertentu

Gambar 11. Contoh Metode Dynamic Programming


Model diatas berupa model pembiayaan suatu proses yang diawali dari state A
sampai ke state akhir N, dengan melalui banyak pilihan lintasan pembiayaan. Terdapat
5 stage, dimana setiap stage memiliki beberapa state. Dari kondisi tersebut dilakukan
penyelesaian yang termurah dari state A sampai state N. formulasi dari DP adalah
sebagai berikut:
Xn adalah stage ke n
A state awal
X1 berisi state B, C, D
X2 berisi state E, F, G
X3 berisi state H, I, J, K
X4 berisi state L, M
X5 berisi state N
S adalah variabel state yang berada di stage xn-1
31

CS,xn adalah biaya dari state S ke state yang berada di xn


Fn(S,xn) adalah biaya komulatif untuk sampai ke state yang berada di xn
melewati variabel state S
F*n(xn) adalah biaya komulatif termurah untuk sampai ke state yang berada di
xn melewati variabel state S*
F*n-1(xn-1) adalah biaya komulatif untuk sampai ke state yang berada di xn-1
Maka biaya komulatif untuk sampai pada state di xn dinyatakan:
Fn(S,xn) = CS,xn + F*n-1(xn-1)
Dari model pembiayaan tersebut diatas penyelesaiaannya sebagai berikut:
Untuk n =1; state S adalah state A dan x1 terdiri state B, C, D
Pembiayaan komulatif
State B F1(A, B) = CA,B + 0
=5
State C F2(A, C) = CA,C + 0
=2
State D F2(A, D) = CA,D + 0
=3
Pada n = 1, semua pembiayaan untuk sampai ke state B, C, D adalah termurah
(tidak ada pilhan) karena semua dimulai dari state awal A, kemudian ditabulasikan
dibawah ini, yang diberi tanda * disimpan untuk kebutuhan pelacakan kembali.

n = 2; state S adalah state B, C, D dan X2 adalah state E, F, G. Pembiayaan


komulatif:
32

State E F2(B, E) = CB,E + F*1(B) = 11 + 5 = 16


State E F2(C E) = CC,E + F*1(C) = 8 + 2 = 10
State F F2(C, F) = CC,F + F*1(C) =4+2=6
State F F2(D, F) = CD,F + F*1(D) =6+3=9
State G F2(C, G) = CC,G + F*1(C) = 9 + 2 = 11
State G F2(D, G) = CD,G + F*1(D) =6+3=9
Hasil tersebut kemudian ditabulasikan, untuk yang tidak ada jalur lintasannya
biayanya dinyatak tidak tehingga.

Selanjutnya dengan cara yang sama diperoleh untuk n = 3, 4, 5


33

Hasil terakhri pada state N diperoleh pembiayaan komulatif sebesar 19.


Pelacakan kembali dari state A s/d N untuk memperoleh pembiayaan termurah adalah
melalui lintasan:

Gambar 12. Pelacakan Kembali

J. PENGATURAN FREKUENSI
Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk
dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat
dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen.
Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan peralatan
34

konsumen dari kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat bekerja secara
optimal pada batasan frekuensi tertentu saja – 50 s.d 60 Hz).
Sistem tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik bagi para
pelanggan dengan frekuensi yang praktis konstan. Penyimpangan frekuensi dari nilai
nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan. Daya aktif mempunyai
hubungan erat dengan nilai frekuensi dalam sistem, sedangkan beban sistem yang
berupa daya aktif maupun daya reaktif selalu berubah sepanjang waktu. Sehubungan
dengan hal ini harus ada penyesuaian antara daya aktif yang dihasilkan dalam sistem
pembangkitan harus disesuaikan dengan beban daya aktif. Penyesuaian daya aktif ini
dilakukan dengan mengatur besarnya kopel penggerak generator.
Menurut hukum Newton ada hubungan antara kopel mekanis penggerak
generator dengan perputaran generator
TG – TB = H x dw/dt … (1)
Dimana :
TG = Kopel penggerak generator
TB = Kopel beban yang membebani generator
H = Momen inersia dari generator beserta mesin penggeraknya
w = kecepatan sudut perputaran generator ,
dimana f = w/2pi …(2)
secara mekanis dengan melihat persaman (1) dan (2) maka :
TG – TB = ∆T < 0 , maka w< 0 frekeunsi turun
TG – TB = ∆T> 0 , maka w> 0 frekeunsi naik
Dari persamaan di atas terlihat bahwa besarnya frekeunsi tergantung dari besarnya
selisih antara kopel generator dengan kopel yg membebani generator, sehingga untuk
mengatur frekeunsi dalam sistem tenaga listrik dapat diatur dari dua sisi yaitu sisi
generator maupun sisi beban
Cara pengaturan frekeunsi
1. Pengaturan daya aktif (sisi generator)
35

Frekuensi pada sistem tenaga listrik dapat diatur dengan melakukan pengaturan
daya aktif yang dihasilkan generator. Pengaturan daya aktif ini erat kaitannya dengan
kenaikan jumlah bahan bakar yang digunakan untuk menaikkan daya aktif. Pada
PLTU adalah berapa laju batu bara yang ditambah untuk dibakar sedangkan pada
PLTA adalah berapa besar debit air yang dinaikkan untuk menggerakkan turbin
sehingga menghasilkan kenaikan daya aktif. Pengaturan bahan bakar ini dilakukan
dengan menggunakan governor. Sehingga pada pengaturan daya aktif ini erat
kaitannya dengan kerja governor pada sistem pembangkit thermal maupun air.
2. Load shedding (pelepasan beban)
Jika terdapat gangguan dalam sistem yang menyebabkan daya tersedia tidak
dapat melayani beban, misalnya karena ada unit pembangkit yang besar jatuh (trip),
maka untuk menghindarkan sistem menjadi collapsed perlu dilakukan pelepasan
beban. Keadaan yang kritis dalam sistem karena jatuhnya unit pembangkit dapat
dideteksi melalui frekuensi sistem yang menurun dengan cepat.
Pada sistem tenaga listrik yang mengalami gangguan karena lepasnya (trip)
unit generator yang besar dapat mengurangi aliran daya aktif yang mengalir ke beban,
sehingga menyebabkan generator-generator yang lain dipaksa bekerja. Jika hal ini
berlangsung terus menerus dapat menyebabkan kerusakan mekanis pada batang kopel
generator karena dipaksa bekerja. Untuk itu diperlukan relay under frequency yang
berfungsi untuk mendeteksi penurunan frekeunsi sistem secara tiba-tiba akibat adanya
unit pembangkit besar yang lepas dari sistem. Salah satu cara untuk menaikkan
frekeunsi tersebut adalah dengan melepas beban.
36

Gambar 13. Grafik perubahan frekuensi sebagai fungsi waktu dengan adanya
pelepasan beban
Turunnya frekeunsi dapat menurut garis 1 , garis 2, atau garis 3. Makin besar
unit pembangkit yang jatuh (makin besar daya tersedia yang hilang) makin cepat
frekeunsi menurun. Kecepatan menurunnya frekuensi juga bergantung pada besar
kecilnya inersia sistem. Semakin besar inersia sistem, makin kokoh sistemnya, makin
lambat turunnya frekuensi.
Dalam grafik 1 dimisalkan bahwa frekuensi menurun menurut garis 2. Setelah
mencapai titik B dilakukan pelepasan beban tingkat pertama oleh under frequency
control relay (UFR) yang bekerja setelah mendeteksi frekuensi sebesar Fb dengan
adanya pelepasan beban tingkat pertama maka penurunan frekuensi berkurang
kecepatannya. Sampai di titik C UFR mendeteksi frekeunsi sebesar Fc dan akan
melakukan pelepasan beban tingkat kedua dst sampai frekeunsi sistem kembali normal
ke frekeunsi Fo.
37

Gambar 14. Grafk turunnya frekuensi sebagai akibat gangguan unit pembangkit

Gambar 15. Grafik naiknya frekuensi setelah adanya pelepasan beban


3. Pengalihan daya pada saluran
Cara lain untuk mengatur frekuensi sistem yaitu dengan mengatur pengiriman
daya aktif pada daerah yang memiliki kerapatan beban yang tinggi. Penulis masih
belum memahami dengan benar cara terakhir ini dalam mengatur frekuensi dalam
sistem tenaga listrik.
K. KENDALA-KENDALA OPERASI
Dalam operasi sistem interkoneksi, masalah alokasi pembebanan unit-unit
pembangkit merupakan masalah utama karena hal ini menyangkut biaya bahan bakar
yang tidak kecil, bahkan dalamperusahaan listrik umumnya biaya bahan bakar
merupakan komponen biaya yang terbesar. Alokasi pembebanan unit pembangkit ini
38

terutama bertujuan untuk mencapai biaya bahan bakar minimum di mana dalam
praktiknya harus pula memperhitungkan kendala-kendala operasi sehingga seringkali
perlu dilakukan "kompromi" untuk mengatasi kendala operasi tersebut.
Kendala-kendala operasi ini terutama adalah:
1. Beban maksimum dan minimum unit pembangkit
Setiap unit pembangkit mempunyai kemampuan maksimum dalam
membangkitkan tenaga listrik, baik karena desain maupun karena masalah
pemeliharaan. Sedangkan beban minimum unit pembangkit lebih banyak ditentukan
oleh desain. Pada PLTA, beban yang terlalu rendah menimbulkan kavitasi yang
berlebihan. Oleh karena itu, tidak dikehendaki pembebanan kurang dari 25%.
Pada PLTU beban yang kurang dari 25% menimbulkan kesulitan pada alat-
alat kontrol sehingga unit pembangkit PLTU harus dioperasikan secara manual pada
beban kurang dari 25% dan hal ini tidak dikehendaki.
Pada PLTP, beban rendah menimbulkan kesulitan pada instalasi penyedia uap
dari bumi, mungkin terpaksa ada uap yang harus dibuang ke udara di mana hal ini
tidak dikehendaki.
Pada PLTD, beban yang kurang dari 25% akan menyebabkan pembakaran
yang kurang sempurna sehingga pengotoran ruang pembakaran (silinder) akan
meningkat dan selang waktu pemeliharaannya harus dipercepat sehingga pembebanan
kurang dari 25% tidak dikehendaki.
Pada PLTG, pembebanan kurang dari 25% seperti halnya pada PLTD juga
menyebabkan pembakaran yang kurang sempurna dan menyebabkan turunnya
efisiensi. Mengingat unit pembangkit PLTG tergolong unit pembangkit yang
mempunyai efisiensi rendah, maka pembebanan di bawah 25% yang menyebabkan
penurunan efisiensi tidaklah dikehendaki.
2. Kecepatan perubahan beban unit pembangkit
Dalam melakukan perubahan beban unit pembangkit terutama dalam kaitannya
dengan pengaturan frekuensi sistem, perlu diperhatikan kemampuan unit pembangkit
untuk mengikuti perubahan beban, dalam bahasa Inggris disebut ramping rate.
39

Ramping rate unit PLTA adalah yang tertinggi, sedangkan unit PLTU adalah yang
terendah, hal ini disebabkan adanya masalah pemuaian bagian bagian unit pembangkit
dan juga berkaitan dengan panjangnya proses kontrol.
3. Aliran daya dan profil tegangan dalam sistem
Alokasi beban unit pembangkit yang optimum dengan tujuan mencapai biaya
bahan bakar yang minimum dalam praktik perlu dikaji pelaksanaannya, apakah
menimbulkan aliran daya yang melampaui batas kemampuan saluran transmisi atau
batas kemampuan peralatan lainnya, seperti transformator daya atau transformator arus
yang ada dalam sistem bersangkutan. Perlu juga diperhatikan profil tegangan yang
terjadi dalam sistem, apakah masih dalam batas-batas yang diijinkan.
4. Jadwal start-stop Unit pembangkit
Jadwal operasi unit pembangkit dengan tujuan mencapai biaya bahan bakar
yang minimum, yang dibuat atas dasar program unit commitment, memberikan jadwal
start-stop unit pembangkit yang mungkin terlalu berdekatan. Hal ini perlu dikaji
terlebih dahulu dengan kondisi pusat listrik yang bersangkutan apakah dapat
dilaksanakan atau tidak.
5. Tingkat arus hubung singkat (Fault Level)
Masalah tingkat arus hubung singkat yang terlalu tinggi bagi peralatan yang
ada dalam sistem bisa menjadi kendala bagi operasi sistem yang optimum, karena hal
ini bisa merusak peralatan. Sebaliknya tingkat arus hubung singkat yang terIalu rendah
memberi risiko tidak bekerjanya relai.
6. Batas stabilitas sistem
Batas stabilitas sistem, khususnya yang menyangkut penyaluran daya melalui
saluran transmisi yang panjang, baik batas stabilitas statis, maupun batas stabilitas
dinamis, bisa menjadi kendala operasi yang optimum. Kendala-kendala operasi,
tersebut dalam butir b, d, dan e, dapat dihilangkan melalui pengembangan sistem atas
dasar analisi dan perhitungan serta perencanaan yang baik.
40

L. PENGATURAN TEGANGAN
Langkah pengaturan operasi agar saluran transmisi dapat dioperasikan secara
optimum adalah pengaturan sumber-sumber daya aktif maupun daya reaktifnya.
Dalam penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan, tegangan yang konstan seperti
halnya frekuensi yang konstan, merupakan salah satu syarat utama yang harus
dipenuhi. Oleh karenanya masalah pengaturan tegangan merupakan salah satu masalah
operasi sistem tenaga listrik yang perlu mendapat penanganan tersendiri. Pengaturan
tegangan erat kaitannya dengan pengaturan daya reaktif dalam sistem.
Sistem tenaga listrik terdiri dari banyak Gi dan Pusat Listrik yang terdapat
simpul-simpul (bus). Tegangan-tegangan dari simpul di GI dan Pusat Listrik bersama-
sama membentuk profil tegangan sistem. Berbeda dengan pengaturan frekuensi yang
sama dalam semua bagian, sistem tegangan tidak sama dalam setiap bagian sistem,
sehingga pengaturan tegangan adalah lebih sulit dibandingkan dengan pengaturan
frekuensi. Pengaturan tegangan dipengaruhi oleh:
1. Arus penguat generator
2. Daya reaktif beban
3. Daya reaktif yang didapat dalam sistem (selain generator), misalnya dari
kondensator dan reaktor
4. Posisi tap transformator
Mengatur tegangan pada suatu titik simpul dalam sistem akan lebih mudah
apabila di titik tersebut ada sumber daya reaktif yang bisa diatur, hal ini juga
merupakan hal yang berbeda dengan pengaturan frekuensi, karena frekuensi dapat
diatur dengan mengatur sumber daya nyata yang ada di mana saja dalam sistem. Dalam
sistem tenaga listrik ada dua variabel yang dapat diatur secara bebas, disebut variabel
pengatur, yaitu daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR). Pengatur daya nyata akan
mempengaruhi frekuensi, sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi
tegangan. Butir 1 sampai 4 tersebut adalah cara untuk mengatur daya reaktif yang
harus disediakan dalam sistem. Pengaturan daya reaktif terutama akan mempengaruhi
tegangan sistem.
41

1. Pengaturan beban pada periode beban rendah


Pengaturan beban pada periode beban rendah biasanya terjadi pad hari-hari
khusus seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya natal, tahun Baru. Langkah-langkah
operasi yang ditempuh didalam sistempenyaluran untuk mengurangi kelebihan-
kelebihan daya reaktif pada kondisi beban rendah di sistem tenaga listrik, adalah
sebagai berikut;
a. Pengoperasian reactor dan pelepasan kapasitor
Semua reactor yang terpasang di GITET pada periode beban rendah dalam
posisi dioperasikan. Semua kapasitor yang terpasang di sisi jaringan 150 kV, 70 kV
dan 20 kV pada periode beban rendah dikeluarkan.
b. Pengaturan daya reaktif unit pembangkit
Semua unit pembangkit terutama yang berskala besar pada periode beban
rendah beroperasi menyerap daya reaktif untuk mengantisipasi tegangan tinggi yang
terjai di sistem.
c. Perubahan konfigurasi jaringan
Jaringan sistem 500 kV dengan sirkit ganda akan dioperasikan dengan modus
operasi sirkit tunggal dengan melihat kondisi operasi real-time. Pengaturan tegangan
dengan modus operasi sirkit tunggal pada jaringan sistem 500 kV akan dilakukan
secara real time oleh Pelaksana Pengendali Operasi (Dispatcher) di Pusat Pengatur
Beban, sedangkan untuk sistem 150 kV dan 70 kV dilakukan oleh Region.
Rekonfigurasi jaringan Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) dan SUTT dilakukan
terlebih dahulu sebelum melakukan rekonfigurasi di SUTET.
2. Pengaturan tegangan pada periode beban puncak
Langkah operasi yang ditempuh didalam sistem penyaluran untuk meningkatkan
kekurangan daya reaktif pada kondisi beban puncak di sistem tenaga listrik adalah
sebagai berikut:
a. Pelepasan reactor dan pengoperasian kapasitor
42

Reactor yang terpasang di GITET pada periode beban puncak dalam posisi
dikeluarkan. Semua kapasitor yang terpasang di sisi jaringan 150 kV, 70 kV dan 20
kV pada periode beban puncak dimasukan.
b. Pengaturan daya reaktif unit pembangkit
Semua unit pembangkit terutama yang berskala besar pada periode beban
puncak beroperasi member daya reaktif untuk mengantisipasi tegangan rendah yang
terjadi di sistem.
43

REFERENSI
Agus H., Handi. (2011). Perkiraan Daya Tersambung Pada Tahun 2012 Dengan
Menggunakan Metode Trend Kuadratis. JPTE FPTK UPI

Casrudin. (-). Tugas I Operasi Sistem. JPTE FPTK UPI

Marsudi, Ir. Djiteng. (2006). Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Muslim, dkk, Supari. (2008). Teknik Pembnagkit Tenaga Listrik Jilid 1. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.

M Sawai., Wilhelmia S. Y. Bab III Sistem Tenaga Listrik Interkoneksi Jawa-Bali. FT


UI., 2008

Perkuliahan Operasi Sistem Tenaga Listrik semester ganjil tahun akademik 2011-2012
Pend. Teknik Elektro FPTK UPI

http://budi54n.wordpress.com/2008/03/26/pengaturan-frekuensi-sistem-tenaga-
listrik/

http://dunia-listrik.blogspot.com/2009/05/keandalan-pembangkit.html

http://scadaitb.wordpress.com/2009/11/19/pengaturan-frekuensi-pd-sistem-tenaga-
listrik/

-. (-). Bab 2. St_listrik_pemograman_dinamik. -

-. (-). Unit Commitment. -

Anda mungkin juga menyukai