Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973

11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Menggali Nilai-Nilai Karakter Sosial dalam Meneguhkan Kembali


Jati Diri Ke-Bhineka-an Bangsa Indonesia
Tetep
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
STKIP Garut Jawa Barat
Pos-el: tevs.stkipgarut32@gmail.com

Abstrak
Tantangan terbesar Bangsa Indonesia ke depan adalah mempertahankan keutuhan NKRI ini ditengah-tengah bermunculannya
gejolak disintegrasi bangsa. Perlu ditegaskan kembali bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan kemajemukan bangsa
ini telah melahirkan kebesaran dan kekokohan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir berdasarkan kesepakatan para
founding father negeri ini yang kemudian diwariskan kepada kita. Nilai-nilai kebhinekaan yang tertuang dalam lambang dan dasar
negara kita telah banyak mengajarkan bahwa Indonesia bangsa yang majemuk sehingga perlu dijaga nilai-nilai kemajemukan
melalui ikatan sosial kebangsaan atau kesalehan sosial. Upaya meneguhkan kembali jati diri ke-Bhineka-an Indonesia di tengah-
tengah gejolak disintegrasi bangsa saat ini bisa digali berbagai dimensi salah satunya membangun ikatan sosial melalui perwuju-
dan karakter sosial dengan menularkan doktrin karakter sosial antara lain: “love (kasih saying), justice (keadilan), equality (kesa-
maan), and sacrifice (sikap rela berkorban). Bahwa konsepsi karakter sosial sejalan dengan nilai-nilai Falsafah Pancasila
mengisyaratkan upaya memperkuat jati diri kemanusiawian. Menebarkan doktrin kasih sayang, sikap adil, persamaan dan sikap
rela berkorban dapat menjaga nilai-nilai “human relationship”. Berdasarkan pemikiran tersebut bahwa nilai-nilai karakter sosial
dapat digali dan dimplementasikan melalui pembelajaran di perguruan tinggi untuk meneguhkan kembali jati diri ke-Bhineka-an
bagi bangsa Indonesia khususnya generasi muda mahasiswa agar memiliki kemampuan untuk hidup bersama dalam lingkungan
sebayanya, orang tua dan lingkungan masyarakatnya secara luas.
Kata kunci: karakter sosial, jati diri, ke-Bhineka-an.

Pendahuluan politik dan pemimpin bangsa ini semakin memper-


buruk kekuatan identitas dan jati diri ke-Bhineka-an
Tantangan besar bagi bangsa Indonesia adalah
bangsa Indonesia saat ini.
mental dan karakter bangsa Indonesia itu sendiri, ada-
lah bagaimana mengubah paradigma pemikiran negara Ke-Bhineka-an bangsa Indonesia seharusnya di-
subaltern (Spivak, 2008:156) yang selalu ada dibawah akui sebagai sebuah fakta jauh sebelum negeri ini
tekanan negara-negara maju. Tekanan yang bersifat merdeka. Kebhinekaan di Indonesia lahir sebagai hasil
internal seperti konflik dan disintegrasi bangsa yang kesadaran konstruksi filosofi masyarakat terhadap
dipicu oleh isu-isu SARA. Tekanan eksternal seperti kenyataan-kenyataan yang ada di konteks sosialnya,
kemajuan teknologi informasi, gerakan terorisme dan baik itu melalui gejala alam maupun melalui daya pikir.
konflik internasional menjadi pesan utama bagaimana Karena ia lahir dari sebuah kekayaan filosofi masyara-
bangsa ini ke depan berfikir semakin dewasa dan ma- kat, maka sesungguhnya tidak ada seorangpun atau
tang agar NKRI ini tetap berdiri kokoh di atas funda- suatu komunitas apapun yang berhak melakukan in-
men Bhineka Tunggal Ika dan Falsafah Pancasila. tervensi, intimidasi, atau menghancurkannya. Selain
Perkembangan masyarakat global telah mengecilkan sebagai fakta, kebhinekaan adalah juga sebuah tan-
peran setiap negara di dunia, disebabkan oleh se- tangan. Bahaya disintegrasi selalu merupakan an-
makin dekatnya jarak pandang antar Negara, tidak ada caman, baik riil maupun potensial. Kondisi objektif
lagi batas-batas budaya dan norma yang absolut. Per- Indonesia telah membuat interaksi sosial maupun na-
masalahan yang semakin komplek menuntut peranan sional merupakan sesuatu yang kadangkala sulit di-
pendidikan yang optimal dalam menyiapkan sumber wujudkan.
daya manusia terdidik dan profesional, mampu ber-
Aksi kekerasan atas nama agama, budaya,
saing, dan memiliki karakter dan jati diri kebangsaan
ekonomi bahkan politik, di berbagai daerah di Indo-
yang tegas.
nesia, menyebabkan wajah Indonesia menjadi negara
Ketidakpercayaan diri suatu bangsa dan ketergan- dengan sikap intoleran yang besar. Prinsip-prinsip hak
tungan yang berlebihan menyebabkan jati diri bangsa asasi manusia dikebirikan dengan dalih menegakkan
itu sendiri semakin melemah, nilai-nilai sosial, toler- aturan atau mengikuti keinginan segelintir orang yang
ansi dan kebersamaan semakin rapuh. Semakin de- haus akan kekuasaan. Belum lagi, penanaman ideologi
rasnya tantangan konflik internal dan eksternal, sempit terus mengakar sampai pada level masyarakat
egoisme kaum komunitarian, ketidakarifan elit-elit terbawah. Fakta-fakta kekerasan atas nama ideologi

372
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

yang terjadi di Indonesia telah meruntuhkan nilai-nilai tidak dapat diterima oleh masyarakat. Sedangkan
kebhinekaan, yang menjadi ciri khas Indonesia. Se- Lickona (1991), karakter akan berhubungan dengan
jarah mencatat, lahirnya Semboyan nasional Bhineka moral knowing, moral loving (valueing) and moral behav-
Tunggal Ika (beraneka ragam, tetapi satu) merupakan ior (doing). Dan menurut Rudd (1998) character was
pergumulan founding fathers yang sangat panjang, dan defined as the possession of moral values, social values or
didasari pada pertimbangan pluralitas masyarakat In- both.
donesia.
Menurut Ditjen Mandikdasmen Kementerian
Karakter sosial dalam konsepsi Fromm (1955) Pendidikan Nasional (2010), karakter adalah:
sebetulnya sudah terfilosofi dalam falsafah bangsa ini,
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
hanya tataran implementasinya masih sangat dangkal
khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama,
sekali. Nilai-nilai love, solidarity, loyality, justice and sac-
baik dalam lingkup\ keluarga, masyarakat, bangsa
rifice sebetulnya dapat digali dalam tubuh falsafah Pan-
dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
casila dan Bhineka Tunggal Ika, hanya konsepsi
individu yang bisa membuat keputusan dan siap
Fromm ini akan memperkaya implementasi nilai-nilai
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari kepu-
Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
tusan yang ia buat.
Berdasarkan pemikiran ini, nilai-nilai yang terkan-
Lebih jauh substansi karakter Lickona dan
dung dalam konsepnya Fromm (1955) tentang karak-
Ryan/Bohlin (1991) menjelaskan antara lain:
ter sosial berupaya diupayakan dalam proses
pembelajaran pada mahasiswa, sehingga berbasis Pertama, knowing of good atau moral memiliki
kajian teori keilmuan sosial dan integrasi nilai-nilai enam unsure (yang harus diajarkan kepada pe-
Pancasila beserta Semboyan Bhineka tunggal Ika men- serta didik untuk mengisi ranah pengetahuan),
jadi kekuatan dalam upaya meneguhkan kembali jati yaitu: 1) kesadaran moral; 2) Pengetahuan tentang
diri ke-Indonesia-an dalam Pluralisme. nilai-nilai moral; 3) Penentuan sudut pandang; 4)
Keberanian menentukan sikap; dan 6) Pengenalan
David Korten (1990) mengatakan bahwa dalam
diri.
era abad 21 ini merupakan era krisis yang akan men-
impa banyak negara di belahan dunia ini, baik negara Kedua, moral loving atau loving the good adalah pe-
maju maupun negara-negara berkembang. Krisis be- nguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi
rat itu ditengarai sebagai dampak dari tiga masalah manusia berkarakter, yang meliputi: 1) Percaya
utama yang terjadi dalam dasawarsa tahun 1980-an, diri; 2) Kepekaan terhadap derita orang lain; 3)
yaitu (a) kemiskinan, (b) kerusakan lingkungan hidup, Pengendalian diri; dan 4) Kerendahan hati.
dan (c) penggunaan tindakan kekerasan (violence) da-
Ketiga, moral doing atau doing the good adalah
lam memecahkan konflik. Tidak hanya pemerintah
bagaimana membawa diri atau peserta didik dalam
atau negara yang dituntut untuk mampu memecahkan
berinteraksi antara satu sama lain dalam lapangan
krisis tersebut, melainkan perlunya keterlibatan pihak
social, dalam arti bagaimana mengimplementasi-
lain untuk bersama-sama mencari solusi atas masalah
kan terhadap apa yang diketahui dan dicintai yang
atau krisis itu.
terkait dengan kebaikan-kebaikan. Tentunya yang
Mengacu pada kenyataan di atas maka melalui diharapkan disini adalah bagaiamana diri sendiri
perkembangan global dan menjamurnya social cyber atau peserta didik memberikan manfaat yang
media, maka bagaimana sekolah, kampus dan lembaga sebesar-besarnya kepada orang dalam pergaulan
pendidikan lainya mampu memanfaatkan perkem- sosial.
bangan global itu dalam membentuk karakter sosial,
Konsepsi karakter sosial dalam kerangka teoretik
sehingga kecenderungan globalisasi ini tidak meng-
mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh Erich
hilangkan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai etis. Secara
Fromm (1941). Tulisan Fromm awalnya dipengaruhi
filosofis bisa menjadi momentum dalam membentuk
oleh konsep yang dikembangkan oleh Karl Marx dan
karakter sosial generasi muda, siswa ataupun maha-
Siqmund Freud sebagai pakar teori kepribadian.
siswa ke depan melalui pemanfaatan sumber-sumber
Fromm lahir sebagai teoritikus psikologi kepribadian
yang ada dari kultur yang semakin Bhineka.
yang kemudian melahirkan karyanya “humanis dialek-
tik”. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941, hlm.
Memahami Karakter dan Karakter Sosial
11) Fromm mengatakan bahwa “seseorang dapat ber-
Karakter tentu berkaitan erat dengan watak dan satu dengan orang-orang lain dalam semangat cinta,
kepribadian seseorang, sehingga karakter perlu dan kerjasama atau dapat menemukan rasa aman
dibangun dan dibentuk sedemikian rupa agar me- dengan tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan
lahirkan kepribadian dan watak yang baik. Coon diri dengan masyarakaat” (lihat juga Fudyartanta,
(1983) mendefinisikan karakter sebagai suatu pe- 2012, hlm. 327). Konsep Fromm (1941) ini jika
nilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang diimplementasikan pada dunia persekolahan dalam
berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau

373
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

membangun karakter sosial adalah dengan me- Society and the individual do not stand opposite each
nanamkan nilai-nilai kelemahlembutan, cinta, iba, per- other. Society is nothing but living, concrete individu-
hatian, tanggung jawab, identitas, integrasi dalam als, and the individual can live only as a social human
kehidupan sekolahnya sesuai dengan karakter being. His individual life practice is necessarily deter-
masyarakat di lingkunganya (Alwisol, 2014, hlm. 122; mined by the life practice of his society or class and
Fudyartanta (2012, hlm. 328). in the last analysis, by the manner of production of
his society, that means, by how this society produces,
Menurut Fromm (1942, hlm. 233) dalam Character
how it is organized to satisfy the needs of its mem-
and the Social Process dijelaskan bahwa:
bers. The differences in the manner of production and
The concept of social character is a key concept for life of various societies or classes lead to the develop-
the understanding of the social process. Character in ment of different character structures typical of the
the dynamic sense of analytic psychology is the spe- particular society. Various societies differ from each
cific form in which human energy is shaped by the other not only in differencies in their manner of pro-
dynamic adaptation of human needs to the particular duction and their social and political organization but
mode of existence of a given society. Character in its also in that their people exhibit a typical character
turn determines the thinking, feeling, and acting of structure despite all individual differences. We call
individuals. this the socially typical character”.
Menurut Fudyartanta (2012, hlm. 327-328) Pernyataan itu menegaskan bahwa karakter sosial
bahwa: itu terbentuk dari kesatuan hidup antar individu yang
membentuk kehidupan suatu masyarakat, individu
Peserta didik dapat dididik untuk bersatu dengan
hanya bisa hidup sebagai makhluk sosial (social human)
orang lain dalam semangat cinta dan kerjasama
yang nantinya akan membentuk ikatan-ikatan politik,
atau dengan memberikan aturan dan disiplin yang
ekonomi dan lainya. Seperti istilah Fromm yang dite-
jelas agar mereka tunduk dan patuh serta mampu
gaskan Funk (1998, hlm. 221) berkaitan dengan karak-
menyesuaikan diri dalam lingkungan sekolah atau
ter sosial itu adalah ”the individual can only live as a
masyarakatnya.
social being”. Bermakna bahwa individu itu hanya akan
Karakter sosial menjadi bagian penting yang bisa hidup dalam lingkungan sosial. Individu adalah
terkait dengan kecerdasan emosional peserta didik. manusia yang tidak bisa hidup sendirian, sebab mem-
Karakter sosial memberikan penanaman kepribadian iliki keterkaitan dengan yang lainya.
kepada setiap personal agar memiliki nilai-nilai seperti
Karakter sosial akan membentuk ikatan-ikatan
loyalitas, solidaritas, damai, demokratis, rela
manusiawi dalam kehidupan. Ikatan-ikatan manusiawi
berkorban dan lainya yang mengajarkan bagaimana
itu alangkah baiknya jika diimplementasikan dalam
membangun nilai-nilai sosial yang tinggi dalam ke-
dunia persekolahan terhadap para peserta didik yang
hidupan sehingga mampu menciptakan kedamaian di
akan menjadi agen bangsa ke depan sehingga mampu
bumi ini.
membentuk budaya manusiawi dalam kehidupannya.
Fromm (1942, hlm. 240) memberikan penegasan Fromm (1968) dalam bukunya yang berjudul Revolu-
kembali bahwa konteks karakter sosial menurutnya tion of Hope seperti dikutip oleh Fudyartanta (2012,
menyangkut doktrin “love, justice, equality, and sacri- hlm. 328), Alwisol (2014, hlm. 123) menjelaskan lima
fice. Sejalan dengan itu, Rudd (1998, dalam Haworth, kebutuhan spesifik yang berasal dari kondisi-kondisi
2004 hlm. 5) menjelaskan bahwa atribut karakter so- eksistensi manusia yang menyangkut karakter sosial
sial itu terdiri dari hard work, dedication, loyality dan manusia, yaitu :
sacrifice. Pandangan ini memberikan arahan bahwa
1. Kebutuhan akan keterhubungan dengan pihak
karakter sosial upaya membangun kapasitas manusi-
lain
awi. Cinta, keadilan, persamaan, pengorbanan atau
pengabdian, loyalitas bahkan kerja keras dan dedikasi 2. Kebutuhan akan transendensi atau dorongan
menjadi ruang dalam pembentukan karakter sosial. untuk menjadi manusia yang kreatif
Fromm (1944, hlm. 102) bahwa karakter sosial itu
3. Kebutuhan akan keterberakaran artinya
menyangkut “human relationship” (lihat juga Haworth,
manusia ingin menjadi bagian integral dari
2005; Funk, R, 1998). Artinya bahwa karakter sosial
alam ini sehingga merasa memilikinya
itu berkaitan erat dengan interaksi antar individu
manusia, dalam konteks ini peserta didik bagaimana 4. Kebutuhan akan identitas artinya menjadi
memiliki kemampuan untuk hidup bersama dalam seorang individu yang unik
lingkungan sebayanya, orang tua dan lingkungan
5. Kebutuhan akan kerangka orientasi artinya
masyarakatnya secara luas.
suatu cara yang stabil dan konsisten dalam
Fromm (1942, hlm. 222) yang dikutip Funk (1998, memandang dan memahami dunia ini.
hlm. 221) menjelaskan teorema tentang karakter so-
sial, sebagai berikut :

374
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Selanjutnya Fromm (1955, hlm. 362) yang dikutip migrations, ethnic nationalism, and the decline of the
(Hall & Lindzey, 1993, hlm. 261) menjelaskan tentang nation-state. (Kirkwood, 2001, p. 2)
karakter sosial dalam suatu masyarakat itu adalah:
National Council for the Social Studies (NCSS)
...di mana manusia berhubungan satu sama lain pada tahun 1994 menunjukkan arti pentingnya glob-
dengan penuh cinta, di mana ia berakar dalam alisasi antara lain:
ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu
1. Sekarang kita hidup dalam masa terjadinya pen-
masyarakat yang memberinya kemungkinan untuk
ingkatan globalisasi yang ditandai dengan fenom-
mengatasi kodratnya dengan menciptakan bukan
ena hampir semua orang berinteraksi secara
dengan membinasakan, dimana setiap orang men-
transnasional (tidak hanya terbatas dalam
capai pengertian tentang diri dengan mengalami
negaranya saja), multi cultural (dalam berbagai
dirinya sebagai subjek dari kemampuan-kemam-
macam budaya) dan cross-cultural (berinteraksi
puanya bukan dengan konformitas, dimana ter-
dengan budaya lain selain yang dimilikinya).
dapat suatu sistem orientasi dan devosi tanpa
orang perlu mengubah kenyataan dan memuja 2. Aktor-aktor yang berinteraksi dalam tingkat
berhala. dunia tidak hanya terbatas pada aktor-aktor
negara saja, namun juga melibatkan
Situasi manusiawi yang harus diciptakan dalam
perseorangan, kelompok-kelompok lokal, organ-
lingkungan masyarakat begitupun dalam lingkungan
isasi-organisasi yang bergerak dalam bidang
sekolah, sehingga peserta didik merasa nyaman hidup
teknologi dan ilmu, perdagangan, perusahaan
dalam lingkunganya. Pada masyarakat akademik di
multi nasional, serta organisasi regional. Mereka
sekolah konsepsi karakter sosial akan tercermin da-
ini semakin aktif berinteraksi dan mampu
lam budaya atau kultur sekolah yang melambangkan
mempengaruhi peristiwa-peristiwa lokal maupun
kekuatan-kekuatan sosial dari setiap komponen akad-
global.
emik terutama peserta didik sebagai subjek belajar.
Mengadopsi Kekuatan-kekuatan manusiawi seperti 3. Kehidupan umat manusia tergantung pada suatu
yang diungkapkan oleh Fromm mengindikasikan lingkungan fisik dunia yang ditandai dengan
bahwa sekolah harus menjadi lingkungan utama pem- terbatasnya sumber-sumber alam. Ekosistem
bentuk karakter peserta didik yang manusiawi, yang dunia akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
memiliki jiwa dan kepribadian sosial yang tinggi se- umat manusia.
hingga memberikan rasa nyaman bagi kehidupan diri
4. Ada keterkaitan antara apa yang dilakukan manu-
dan lingkungannya.
sia di bidang sosial, politik, ekonomi, teknologi,
Menggali Nilai-nilai Karakter Sosial dalam pada masa kini dengan masa depan umat manusia
Meneguhkan Jati Diri Ke-Bhineka-an Indone- yang hidup di bumi ini beserta lingkungan fisiknya
sia di Era Globalisasi di masa yang akan datang.
Globalisasi saat ini menuntut semua elemen 5. Terjadinya globalisasi yang melibatkan hampir se-
bangsa ini sudah harus mempersiapkan generasi mu- luruh umat manusia ini menyebabkan masing-
danya memasuki abad kompetitif. Terlebih lagi sistem masing individu dan seluruh masyarakat
ekonomi dan perdagangan dunia sekarang ini semakin berkesempatan dan bertanggung jawab untuk
terbuka dan akan meningkat di masa yang akan datang berperan serta dalam meningkatkan lingkungan
menunjukkan arti pentingnya nilai-nilai jati diri dan fisik maupun sosial dunia.
identitas kebangsaan semakin diperkuat di tengah se-
Robert Hanvey dalam bukunya yang sangat terke-
makin pluralnya hubungan antar bangsa ke depan.
nal “An Attainable Global Perspective” (1976) me-
Pada era globalisasi kecenderungan yang kuat adalah
nyebutkan lima dimensi dari perspektif global:
proses terjadinya universalisasi yang melanda seluruh
Perspective consciousness, State of planet awareness,
aspek kehidupan manusia. Salah satu implikasi
Cross-cultural awareness, Systemic awareness, Options
penyeragaman terlihat dengan munculnya gaya hidup
for partipation.
global seperti makanan, pakaian dan musik.
James Becker (1979) menyatakan bahwa perspek-
Pandangan Kirkwood (2001) misalnya, menjelas-
tif global harus menggugah kesadaran murid selaku
kan bahwa :
anggota masyarakat dunia dan juga pada tingkatan
“these students will face a new world order thereby masyarakat lainnya. Bennett (1995) menyatakan
creating a need to acquire a global education. He bahwa di era global para pendidik harus mempersiap-
states:Their daily contacts will include individuals from kan murid-murid sebagai penerus generasi di masa
diverse ethnic, gender, linguistic, racial, and socioeco- datang kaya pengetahuan, sikap dan kemampuan yang
nomic backgrounds. They will experience some of his- diperlukan untuk berpartisipasi aktif sebagai warga
tory's most serious health problems, inequities among masyarakat di seluruh lapisan sampai tingkat dunia.
less-developed and more-developed nations, environ- Agar anak didik menjadi insan yang mempunyai
mental deterioration, overpopulation transnational tanggung jawab global, karena mereka merupakan

375
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

warga negara dunia. Mereka perlu dilatih untuk ber- Tujuan ini dapat dicapai melalui mengajarkan ba-
pikir global dan bertindak secara lokal atau” think han dan mengunakan metode yang memberikan
globally act locally”. relatifisme budaya.
Merryfield (1995) menyimpulkan konsep-konsep 2. Pendidikan global memberikan pengalaman yang
dari perspektif global, yaitu bahwa para guru perlu mempersiapkan siswa untuk mendekatkan diri
mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk dengan keragaman global. Kegunaan dari tujuan
mengajarkan kepada muridnya: ini adalah untuk mendiskusikan trntang relatifisme
budaya da keutamaan etika.
1. Penghargaan terhadap adanya perbedaan-
perbedaan dan persamaan budaya, untuk itu 3. Pendidikan global memberikan pengalaman ten-
para guru perlu mengajarkan berbagai macam tang mengajar siswa untuk berfikir tentang
perspektif yang dimiliki orang lain ataupun mereka sendiri sebagai individu, sebagai suatu
masyarakat lain dan mereka perlu juga mempu- warga negara dan sebagai anggota masyarakat
nyai kesadaran untuk bertoleransi terhadap per- manusia secara keseluruhan.
spektif yang dimiliki orang lain.
Sementara IOWA Department of Education,
2. Dunia ini merupakan sebuah sistem sehingga di menjelaskan bahwa pendidikan global itu:
dalamnya terjadi saling ketergantungan dan sal-
1. is an approach to learning which promotes
ing berkaitan.
greater understanding of the world as an inter-
3. Keputusan-keputusan dan tindakan yang diambil connected aggregate of human and natural sys-
oleh seseorang akan dapat mempengaruhi dan tems. These systems operate within a single
dipengaruhi oleh intraksi global. planetary lifesupport system, on which the des-
tiny of all humankind depends.
Tye and Tye berpendapat bahwa perspektif global
meliputi: 2. The purpose of global education is to promote
long term human by developing greater respect
1. Studi tentang masalah–masalah dan isu-isu yang
for and greater concern for the environment on
melintasi batas-batas nasional dan adanya ket-
which we depend for our very existence.
erkaitan dalam sistem-sistem ekonomi, ling-
kungan, budaya, politik serta teknologi. 3. The mission of global education is to produce cit-
izens who are both knowledgeable about the
2. Peningkatan saling pengertian terhadap budaya
world, and who possess skills, values, and a pro-
lain sehingga si pembelajar mampu mengem-
cess commitment appropriate for the support of
bangkan kemampuannya untuk bertoleransi ter-
quality long-term survival of all human beings.
hadap pihak lain dan berempati.
Saat ini tidak ada suatu bangsapun yang statis dan
Selanjutnya Muessig dan Gilliom (1981) me-
homogen. Setiap bangsa berkembang karena adanya
nyebutkan bahwa melalui perspektif global akan
interaksi dengan bangsa lain, sehingga sistem nilai bu-
membebaskan para pembelajar dari keinginan-keingi-
daya dan nilai lainnya akan saling mempengaruhi satu
nan yang sifatnya parokial (picik/sempit) dan chauvin-
sama lain. Perspektif global bertolak dari masalah
isme Dengan belajar perspektif global mereka akan
yang ada dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
mampu berinteraksi secara harmonis dalam masyara-
mengenai masalah pendidikan, kesehatan, penganggu-
kat dunia yang ditunjukkan dengan adanya kemam-
ran, kemiskinan, dan sebagainya. Semua permasalahan
puan berempati dan mempunyai sifat altruisme
ini berdampak pada permasalahan global.
(mengutamakan kepentingan orang lain, kalau perlu
dengan mengeluarkan pengorbanan). Dalam kaitannya dengan budaya di era globalisasi,
Makagiansar (Mimbar, 1990) mengajukan empat di-
Sementara menurut Hoopes (dalam Garsia :
mensi pendidikan di era global, yaitu:
1977) mengatakan bahwa pendidikan global memper-
siapkan siswa untuk memehami dan mengatasi adanya 1. Afirmasi atau penegasan dari dimensi budaya da-
ketergantugan global dan keragaman budaya, yang lam proses pembangunan bangsa dan masyarakat.
mencangkup hubungan, kejadian, dan kekuatan yang Pembangunan akan terasa hampa jika tidak
tidak dapat diisikan kedalam batas-batas negara dan diilhami oleh kebudayaan bangsanya. Nilai budaya
budaya. suatu bangsa menjadi landasan bagi pembangunan
suatu negara, serta merupakan alat seleksi bagi
Selanjutnya Hoops, menjelaskan pendidikan
pengaruh luar yang sudah tidak terkendali.
global memiliki 3 tujuan yaitu:
2. Mengembangkan identitas budaya dan setiap ke-
1. Pendidikan global memberikan pengalaman yang
lompok manusia berhak diakui identitas buda-
mengurangi rasa kedaerahan dan kesukuan.
yanya.

376
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

3. Partisipasi, bahwa dalam pengembangan suatu 5. Mendidik peserta didik agar mempunyai kemam-
bangsa dan negara sangat diperlukan partisipasi puan untuk hidup secara bijaksana dan ber-
dari masyarakat. tanggung jawab sebagai individu, sebagai umat
manusia, sebagai insan penghuni planet bumi ini,
4. Memajukan kerjasama antar budaya. Hal ini di-
serta sebagai anggota masyarakat global.
maksudkan agar ada aksi dan upaya saling mengisi
atau mengilhami, sehingga akan ada kemajuan dan Sementara itu, menurut Marryfield (dalam Nursid
peningkatan antar budaya bangsa. dan Kuswaya, 1997), tujuan diberikannya pendidikan
global adalah sebagai berikut:
Pergeseran paradigma dari dari penentu dan pem-
buat wawasan kebangsaan menjadi penjaga stabilitas 1. Mendorong mahasiswa untuk mempelajari lebih
dan pengontrol politik baik di dalam maupun luar banyak tentang materi dan masalah yang berkai-
negeri, perlu disadari bahwa negara kita berhadapan tan dengan masalah global.
dengan faktor luar yang sangat kuat. Oleh karena itu,
2. Mendorong para pendidik untuk mempelajari
peningkatan kerja sama dengan negara lain dalam
masalah yang berkaitan dengan masalah lintas bu-
segala bidang perlu ditingkatkan. Negara harus bersi-
daya.
fat terbuka, karena kerja sama dalam berbagai bidang
menuntut adanya komitmen yang tinggi. Negara ha- 3. Mengembangkan dan memahami makna per-
rus beradaptasi dengan sistem yang terus berubah, spektif global baik dalam kehidupan sehari-hari
aktif mengikuti dan mengadakan perubahan. Berikut maupun pengembangan profesinya.
ini beberapa manfaat mempelajari perspektif global :
Berkaitan dengan masalah global, Merryfield, dkk
1. Meningkatkan wawasan dan kesadaran para pen- (1997:8) mengemukakan pokok-pokok masalah
didik dan peserta didik bahwa kita bukan hanya global, yaitu: penduduk dan keluarga berencana (pop-
penghuni satu daerah, tetapi mempunyai ulation and family planning); hak rakyat menentukan
ketergantungan dengan orang lain di belahan bumi pemerintahan sendiri (self-determination); pem-
yang lain. Oleh karena itu sikap kita harus menc- bangunan (development); hak asasi manusia (human
erminkan “sikap ketergantungan” tersebut. right); emigrasi, imigrasi dan pengungsian (emigration,
immigration and refugees); kepemilikan bersama
2. Menambah dan memperluas pengetahuan kita
secara global (the global commnos); lingkungan hidup
tentang dunia, sehingga dapat megikuti perkem-
dan sumber daya alam (environment and natural re-
bangan dunia dalam berbagai aspek terutama
sources); persebaran kemakmuran; teknologi infor-
perkembangan IPTEK.
masi; sumber daya; jalan masuk ke pasar; kelaparan
3. Mengkondisikan para mahasiswa untuk berpikir dan bahan pangan; perdamaian dan keamanan;
integral bukan general, sehingga suatu gejala atau prasangka dan diskriminasi.
masalah dapat ditanggulangi dari berbagai aspek.
Pengintegrasian nilai-nilai karakter sosial semakin
4. Melatih kepekaan dan kepedulian mahasiswa ter- penting di era global seiring perubahan paradigma
hadap perkembangan dunia dengan segala masyarakat dunia (global citizens) dari konsepsi
aspeknya. masyarakat lokal kedaerahan. Hidup di dunia global
untuk saling berdampingan merupakan harapan
Anderson, dkk (1979) menyatakan bahwa untuk
semua masyarakat di dunia secara umum meskipun
mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga
kendala dan masalah yang senantiasa ada. Besarnya
negara yang baik harus dimulai dari berbagai macam
saling ketergantungan antara satu dengan yang lain
kelompok yang melibatkannya, dari yang terdekat
menjadi bukti bahwa nilai karakter sosial perlu digali
hingga yang terjauh, yaitu dari masyarakat lokal, na-
dan diimplementasikan kembali secara nyata.
sional, hingga global. Ada 5 tujuan pokok dari per-
spektif global, yaitu: Berdasarkan itu pula, maka isu-isu global banyak
memberikan kontribusi juga bagi upaya membangun
1. Mengembangkan pengertian keberadaan mereka
saling ketergantungan antar bangsa di dunia ini, se-
sebagai individu-individu yang membentuk
hingga ketika semua bangsa menyadari akan ketergan-
masyarakat.
tungan tersebut, maka secara tidak langsung dan
2. Mengembangkan pengertian bahwa mereka langsung mereka akan menyadari arti penting “Global
merupakan anggota dari masyarakat dunia. Awareness” dalam hidupnya.
3. Mengembangkan pengertian bahwa mereka ada- Implementasi nilai-nilai karakter sosial yang di-
lah penghuni planet bumi ini dan kehidupannya integrasikan dalam pembelajaran mata kuliah Pendidi-
bergantung pada planet bumi tersebut. kan Pancasila dan PKn dapat memperkuat jati diri ke-
Bhineka-an bagi para mahasiswa, dengan berupaya
4. Peserta didik harus diberi pengertian bahwa
menggali nilai-nilai solidaritas, loyalitas, persamaan,
mereka adalah partisipan atau pelaku aktif dalam
keadilan serta semangat rela berkorban dapat diajar-
masyarakat global ini.
kan dan diimplementasikan dalam kegiatan bersama

377
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

dosen secara teoritik maupun praktik di lapangan, da- Proofed: and corrected by Chris Clayton 2006.
lam hal ini dosen selain mengajarkan konsep teoritik Articles. Diakses 10 April 2014.
di kelas, selanjutnya dapat disertakan kuliah di lapan-
gan dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter so- ................. (1957).The Authoritarian Personality. Trans-
sial itu. Memadukan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka lated: by Florian Nadge; CopyLeft: Creative Com-
Tunggal Ika yang merupakan kekuatan ideologi bangsa mons (Attribute & ShareAlike) marxists.org 2011
diintegrasikan pula nilai-nilai karakter sosial dari kon- First published: in Deutsche Universitätszeitung,
sepsinya Erich Fromm (1955) semakin memupuk Band 12 (Nr. 9, 1957), pp. 3-4; Diakses 14 April
nilai-nilai ke-Bhineka-an dalam jiwa mahasiswa Indo- 2014.
nesia khususnya sehingga diharapkan memberikan
kontribusi pada masyarakat secara luas. .................. (1969). Human Nature and Social Theory. Ar-
ticles.Tuebingen Published. Diakses 14 April 2014.
Kesimpulan .................. (1958). The Influence of Social Factors in
Era globalisasi menandakan peran antar wilayah di Child Development. Copyright © 1992 and 1998 by
dunia semakin tidak nampak, saling ketergantungan The Literary Estate of Erich Fromm, c/o Dr.
yang tinggi antara bangsa dan negara di dunia men- Rainer Funk, Ursrainer Ring 24, D-72076 Tü-
jadikan bangsa ini tidak bisa hidup dalam ruang ho- bingen, Fax: +49-7071-600049; e-mail:
mogenitas. Pluralisme dan heterogenitas akan fromm@germanymail.com. Tuebingen Journal So-
menciptakan paradigma baru dalam kehidupan di cial Thought & Research, Vol. 21, No. 1-2.Diakses
suatu negara. Pentingnya kesadaran akan kema- 14 April 2014.
jemukan, pluralisme dan perbedaan adalah nilai pent-
ing bagi tumbuh kembangnya kebersamaan, Fudyartanta, Ki. (2012). Psikologi Kepribadian. Ja-
solidaritas dan loyalitas antar berbagai komunitas di karta:Pustaka Pelajar.
muka bumi ini.
Funk, Rainer (1998) Erich Fromm's Concept of Social
Karakter sosial merupakan bagian dari pendidikan Character, Tuebingen Journal Social Thought & Re-
karakter yang mengisyaratkan terbentuknya nilai-nilai search, Vol. 21, No. 1-2. Diakses 13 maret 2014.
manusiawi bagi personal manusia. Karakter sosial ini
menjadi penting adanya sebab menyangkut kegiatan Garcia, RL. (1991). Teaching In A Pluralistic Society; Con-
interaksi antar personal manusia dalam ke- cepts, Models, Strategies. Harper Collins Publisher.
hidupannya. Karakter sosial yang terbentuk dalam
Hall, CS. & Lindzey, G. (1993). Teori-teori Psikodinamik
personal manusia akan membekali mereka untuk
dapat hidup berdampingan penuh rasa kasih sayang, (Klinis). Yogjakarta: Kanisius
saling menghargai, demokratis, saling bekerjasama, Hanvey, Robert G. (1982).An Attainable Global Per-
damai dan saling memperhatikan. spective. Theory into Practce, Summer, Volume XXI
(3)
Daftar Pustaka
Haworth, R. (2004). Are There Differences in Moral and
Alwisol. (2014). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Social Character Between High School Athletes and
Malang: UMM Press. Non-athletes. US : UMI.
Bennett, I. C. (1995). Comprehensive Multiculture Edu- James Becker (1979). The World and The School: the
cation: Theory and Practices. Summer XX(3). Case for World centre Education. Articles. Summer
Coon, D. (1983). Introduction to Psychology : Explora- XX(3).
tion and Aplication. West Publishing Co. Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Ditjen
Ditjen Mandikdasmen. (2010) Panduan Pendidikan Mandikdasmen. Pendidikan Karakter di SMP.
Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat pembinaan SMP
Kemdiknas. Kirkwood, T. (2001). Our global age requires global ed-
ucation: Clarifying definitional
Fromm. E. (1942), Character and the Social Pro-
ambiguities. Social Studies, 92, 1-16.
cess .Appendix to Fear of Freedom, Routledge,
Transcribed: by Andy Blunden (1998). For the Korten, David. 1993. Getting to the Twenty First Cen-
Value_of_Knowledge site. Diakses 10 April 2014. tury: Voluntary Action and The Global Agenda. Alih
bahasa : Lilian Tejasudhana. Jakarta : Yayasan
................. (1944). Individual and Social Origins of Neu- Obor Indonesia & Pustaka Sinar Harapan
rosis. Copyright © 1994 and 1998 by The Literary
Estate of Erich Fromm, c/o Dr. Rainer Funk, Lickona.1991. Educating for Character; How Our School
Can Teach Respect and Responsibility.Bantan
Books,New York

378
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Lickona. 2003. CEP`s Eleven Principles of Effecive Char-


acter Education. Washington: Character Education
Partnership.
Makagiansar, M., Sudarmono P., Hamijoyo, S. (1989).
Mimbar Pendidikan: Dampak Globalisasi. Jurnal
Pendidikan No. 4 Tahun IX Desember 1990. Ban-
dung: University Press IKlP Bandung: Bandung.
Merryfield, Merry M. Jarhow Elaine, and Pickert Sarah
(1997) Preparing teachers To Teach Global Perspec-
tive: A Handbook for Teacher Educator. Callifornia;
A. Sage Publicationa Company
Muessig dan Gilliom. (1981). Perspective of Global Ed-
ucation: a Sources for Classroom Teachers. Summer
XX(3).
NCSS. (1997) Fostering civic virtue: Character educa-
tion in the social studies NCSS Task Force on Charac-
ter Education in the Social Studies Social Education;
Apr/May 1997; 61, 4; ProQuest Research Library
pg. 225
NCSS. (1994). Curriculum Standars for the Social Stud-
ies. Washington D.C.: National Council for the
Social Studies.
Ryan, K dan Bohlin, K.E (1999). Building Cracater in
School Practical Ways to Bring Moral Instruction to
Life. San Fransisco: Jossey Bass.
Spivak, Gayatri. (2008). Etika Subaltern dan Kritik
Penalaran Poskolonial. Stephen Morton. Parara-
ton:Jogjakarta.
Sumaatmadja, N dan W, Kuswaya. (2008). Perspektif
Global. Jakarta : UT.
Sumantri, N. (2001). Menggagas Pembaruan Pendidi-
kan IPS. Bandung: Rosdakarya Remaja.
Thomas W. Miller, et.al. (2005). Character Education
as a Prevention Strategy in School-Related Violence.
The Journal of Primary Prevention (2005) DOI:
10.1007/s10935-005-0004-x
Tye, Barbara Benham & Kennet Tye. 1992. Global Ed-
ucation: A Study of Social Change. New York: SUNY
Press.

379

Anda mungkin juga menyukai