Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU EPIDEMIOLOGI ZOOTIK

“TUBERCULOSIS (TBC)”
DOSEN PENGAJAR : DR. DRH. SRI ADIANI

DISUSUN OLEH :
MIA A. V. MANGINDAAN
14111101214

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Definis Tuberculosis (TBC)
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam
ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price,
2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan
asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang
parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
Klasifikasi Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai
berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda -
tanda lain positif )TB paru tersangka yang tidak dapat diobati
(sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain meragukan )

B. Sejarah Penyakit
Tuberculosis sudah ada dalam kehidupan manusia sejak zaman
kuno. Deteksi paling awal “M. tuberculosis” terdapat pada bukti adanya
penyakit tersebut di dalam bangkai bison yang berasal dari sekira 17.000
tahun lalu. Namun, tidak ada kepastian apakah tuberkulosis berasal dari sapi
(bovin), yang kemudian ditularkan ke manusia, atau apakah tuberkulosis
tersebut bercabang dari nenek moyang yang sama. Para ilmuwan yakin
bahwa manusia terkena MTBC dari binatang selama proses penjinakan.
Namun, gen “Micobacterium tuberculosis” complex (MTbC) pada manusia
telah dibandingkan dengan MTbC pada binatang, dan teori tersebut telah
terbukti salah. Galur bakteri tuberkulosis memiliki nenek moyang yang
sama, yang sebenarnya bisa menginfeksi manusia sejak Revolusi
Neolitik. Sisa kerangka menunjukkan bahwa manusia prasejarah
(4000 Sebelum Masehi) mengidap TB. Para peneliti menemukan
pembusukan tuberkulosis di dalam tulang spina mumi-mumi Mesir dari
tahun 3000–2400 SM. "Phthisis" berasal dari bahasa Yunani yang artinya
“konsumsi,” yakni istilah kuno untuk tuberkulosis paru. Sekira 460
SM, Hippocrates mengidentifikasi bahwa phthisis adalah penyakit yang
paling mudah menular pada saat itu. Orang dengan phthisis mengalami
demam dan batuk darah. Phthisis hampir selalu berakibat fatal. Penelitian
gen menunjukkan bahwa TB telah ada di Amerika dari sekira tahun 100
AD.
Sebelum Revolusi Industri, cerita rakyat seringkali menghubungkan
tuberkulosis dengan vampir. Jika seorang anggota keluarga meninggal
karena TB, kesehatan anggota keluarga lainnya dari orang yang terinfeksi
tersebut perlahan-lahan menurun. Masyarakat percaya bahwa orang
pertama yang terkena TB menguras jiwa anggota keluarga lainnya.
Jenis TB paru yang dikaitkan dengan tuberkel ditetapkan sebagai
patologi oleh Dr Richard Morton pada 1689. Namun, TB memiliki berbagai
gejala, sehingga TB tidak diidentifikasi sebagai satu jenis penyakit hingga
akhir 1820-an. TB belum dinamakan tuberkulosis hingga 1839 oleh J. L.
Schönlein. Selama tahun 1838–1845, Dr. John Croghan, pemilik Gua
Mammoth, membawa mereka yang terkena TB ke dalam gua dengan
harapan menyembuhkan penyakit tersebut dengan suhu konstan dan
kemurnian udara di dalam gua: mereka meninggal setelah satu tahun di
dalam gua. Hermann Brehmer membuka sanatorium pertama pada 1859
di Sokołowsko, Polandia.
Basilus yang menyebabkan tuberkulosis, “Mycobacterium
tuberculosis,” diidentifikasi dan dijelaskan pada 24 Maret 1882 oleh Robert
Koch. Dia menerima Hadiah Nobel bidang fisiologi atau kedokteran pada
1905 atas penemuan ini. Koch tidak percaya bahwa penyakit tuberkulosis
pada sapi (ternak) dan manusia adalah penyakit yang serupa. Keyakinan ini
menunda pengakuan bahwa susu yang terinfeksi menjadi sumber infeksi.
Kemudian, risiko penularan dari sumber ini sangat jauh berkurang karena
penemuan proses pasteurisasi. Koch mengumumkan ekstrak gliserindari
basil tuberkulosis sebagai "obat" untuk tuberkulosis pada 1890. Dia
menamakannya “tuberkulin.” Meskipun “tuberkulin” tidak efektif,
tuberkulin diadaptasi sebagai tes penapisan untuk mengetahui adanya
tuberkulosis prasimtomatik.
Albert Calmette dan Camille Guérin menerima kesuksesan pertama
dalam imunisasi anti tuberkulosis pada 1906. Mereka menggunakan
tuberkulosis galur bovin di-atenuasi, dan vaksin tersebut dinamakan BCG
(basil Calmette dan Guérin). Vaksin BCG pertama kali digunakan pada
manusia pada 1921 di Perancis. Namun, vaksin BCG baru diterima secara
luas di AS, Inggris, dan Jerman setelah Perang Dunia II.
Tuberkulosis menimbulkan kekhawatiran masyarakat pada abad ke-
19 dan pada awal abad ke-20 sebagai penyakit endemik masyarakat miskin
di perkotaan. Pada 1815, satu di antara empat kematian di Inggris
disebabkan oleh "konsumsi." Pada 1918, satu di antara enam kematian di
Perancis disebabkan oleh TB. Setelah para ilmuwan menetapkan bahwa
penyakit tersebut menular pada 1880-an, TB dimasukkan ke penyakit wajib
lapor di Inggris. Kampanye dimulai agar orang-orang berhenti meludah di
tempat umum dan orang miskin yang terinfeksi penyakit tersebut ‘didorong’
untuk masuk sanatorium yang menyerupai rumah tahanan. (Sanatorium
untuk kelas menengah ke atas menawarkan perawatan yang luar biasa dan
pemeriksaan medis terus-menerus.) Sanatorium tersebut seharusnya
memberi manfaat "udara bersih" dan pekerjaan. Namun bahkan dalam
kondisi terbaik, 50% pasien di dalamnya meninggal setelah lima tahun
(“ca.” 1916).
II. AGEN PENYEBAB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium
tuberkulosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil berkulosis paru. Pada waktu penderita batuk
butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan
masuk kedalam paru-parunya yang kemudian menyebabkan penyakit
tuberkulosis paru.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok
dengan ukuran 0,2 - 0,4 x 1 - 4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan
untuk identifikasi bakteri tahan asam.
Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu
bahkan kadang-kadang setelah 6-8 rninggu. Suhu optimum 37°C, tidak tumbuh
pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C. Medium padat yang biasa dipergunakan
adalah Lowenstein-Jensen. PH optimum 6,4- 7,0.
Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15-20 menit.
Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam. Dalam
dahak dapat bertahan 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat
bertahan hidup 8 – 10 hari. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8
bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20oC selama 2 tahun.
Myko bakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain
phenol 5% asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini
dihancurkan oleh jodium tinetur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan
hancur dalam 2-10 menit.

III. CARA PENULARAN


1. Pada Manusia
Sumber penyebaran adalah individu actively- infected (penderita
TBC aktif). Pada waktu batuk atau bersin, penderita ini menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru
ke bagian tubuh lainnya yaitu melalui sistem peredaran darah,sistem saluran
limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya.
Daya penularan atau penyebaran dari seorang penderita TBC aktif
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan paru-paru penderita.
Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi tingkat
penularan penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2. Pada Hewan (Sapi)


Telah lama diketahui bahwa infeksi M. bovis menyerang berbagai
spesies hewan termasuk hewan liar dan manusia. Tetapi patogenesis
tuberkulosis bovine tidak banyak diketahui. Infeksi tuberkulosis dari hewan
liar ke sapi dapat terjadi secara horizontal dengan perantaraan cemaran M.
bovis pada rumput, air dan udara. Infeksi diantara sapi penderita
tuberkulosis ke sapi lain yang rentan dapat terjadi melalui saluran
pencernaan. Infeksi secara vertikal dapat terjadi, tetapi kasusnya sangat
sedikit. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi infeksi dan penularan
tuberkulosis, yaitu: umur hewan, lingkungan, cuaca dan manajemen
peternakan. Namun demikian, mekanisme masuknya bakteri ke dalam
tubuh hewan sangat sulit diketahui. Dari studi retrospektif, penelitian dari
luar negeri menunjukkan bahwa infeksi dan penularan tuberkulosis pada
hewan rentan melalui saluran pernafasan (NEILL et al., 2001).
Sapi yang terinfeksi droplet nuclei yang mengandung M. bovis
melalui saluran pernafasan diawali dengan pembentukan lesi pada paru-
paru, limfoglandula dan mengakibatkan bronkhiolitis setempat. Lesi yang
muncul, biasanya berbentuk nodul dengan ukuran sangat kecil, berwarna
putih sampai kekuningan. Kemudian lesi berkembang pada paru- paru
tersebut secara unilateral atau bilateral dan kebanyakan terjadi pada lobus
caudalis, khususnya di bagian lobus distal. Proses ini dimulai dari
percabangan bronchio-alveolar dan meluas ke alveoli, kemudian lesi
menyebar secara hematogen melalui sirkulasi darah atau melalui udara
intra-pulmonal. Sedangkan tuberkulosis pleura terjadi sebagai akibat
ekspansi lesi sub pleura secara langsung atau penyebaran melalui limfe atau
darah, yang ditandai dengan nodul-nodul dengan lesi secara berkelompok
dan menyebabkan tejadinya kalsifikasi (NEILL et al., 2001).
Dari percobaan infeksi buatan yang dilaporkan oleh JOHNSON et
al. (2007) menunjukkan bahwa anak sapi yang diinfeksi M. bovis secara
intra trakheal dosis 1 colony forming unit (cfu), mampu merangsang
pembentukan tuberkulosis granuloma. Lesi dan distribusi granuloma yang
terjadi hampir sama dengan semua dosis perlakuan. Dalam percobaan itu,
dilakukan infeksi M. bovis secara intra trakheal pada 20 ekor anak sapi FH
umur 6 bulan, dengan dosis perlakuan: 1, 10, 100, 1000 cfu dan diamati
selama 24 minggu. Nekropsi pada perlakuan dosis infeksi rendah
menunjukkan lesi hati, granuloma paru-paru, hati, limpa dan limfoglandula
(mandibular, parotid, retro-pharyngeal, mediastinal, tracheo-bronchial dan
tonsil), menunjukkan adanya lesi granuloma yang identik dengan lesi yang
ditimbulkan oleh dosis M. bovis yang lebih tinggi (1000 cfu) pada periode
yang sama. Infektivitas terhadap pembentukan lesi dan kultur positif
diantara 4 dosis tersebut bervariasi antara 50 – 83%. Hal ini membuktikan
bahwa dengan dosis rendah sudah dapat menimbulkan penyakit
tuberkulosis, hasil tersebut dapat mencerminkan kelainan patologi akibat
infeksi secara alami. Namun demikian, teknik yang dipakai untuk infeksi
buatan tidak menggambarkan proses infeksi secara alamiah. Temuan dari
penelitian tersebut mendukung hasil penelitian sebelumnya (DEAN et al.,
2005), bahwa dengan 1 cfu M. bovis (6 – 10 viable bacilli) dapat
menyebabkan penyakit tuberkulosis pada sapi. Kelainan patologi yang
ditimbulkan juga identik dengan infeksi dengan dosis yang paling tinggi (>
1000 cfu). Dengan demikian, infeksi M. bovis dosis sangat rendah dapat
ditularkan antar sapi secara aerogen yang penularannya melalui nasal
shedding. Penularan M. bovis dari rusa penderita tuberkulosis ke rusa lain
sehat dapat terjadi melalui penggunaan tempat pakan bersama (shared feed)
(PALMER et al., 2004).

3. Mekanisme Penularan
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet
nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag
alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan
sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis)
dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses
infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB
telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang
berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman
TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi
yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe
regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat,
bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam
bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread).
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang,
ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di
berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit,
tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes
paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun- tahun kemudian, bila daya
tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapatmengalami reaktivasi dan
menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan
lain-lain.
IV. MASA INKUBASI
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan
rentang waktu antara 2-12 minggu.

V. EPIDEMIOLOGI
Penyakit tuberculosis menrupakan penyakit infeksi menuar yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium
tuberculosis ditemukan pada tahun 1882 pertama kali oleh Robert Koch. Bakteri
tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan menuju kedalam
bagian paru-paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, saluran linfa, dan saluran pernafasan atau
penyebaran langsung ke bagian atau organ lainnya. Terdapat dua kondisi yang
dapat dijumpai dalam tuberkulosis paru pada manusia, yaitu :
a) Tuberkulosis primer: bila penyakit tuberkulosis muncul dan langsung
menginfeksi manusia.
b) Tuberkulosis paska primer: bila penyakit tuberkulosis timbul setelah
beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh.
Bakteri tuberkulosis dapat ditemukan dalam dahak penderita yang menjadi
sumber penularan (Notoatmodjo, 2007).
Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus, yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan yang biasa disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Bakteri TB dapat bertahan hidup beberapa jam di udara, tempat yang gelap dan
lembab selama berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari.
Dalam jaringan, tubuh kuman ini dapat bersifat dormant (tertidur lama selama
beberapa tahun) (Suryo, 2010). Bakteri tuberculosis ini mati pada tingkat
pemanasan 100oC selama 5-10 menit atau pada tingkat pemanasan 60oC
selama 30 menit, dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik Masa inkubasi
penyakit tuberculosis yaitu selama 3-6 bulan (Widyono, 2008).
Bakteri Tuberkulosis menular melalui udara dari orang ke orang. Bakteri
TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit TB mengalami batuk,
bersin, berbicara dan bernyanyi. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis
paru BTA positif. Orang terdekat yang berada disekitarnya ketika bernapas
dapat menghirup bakteri TB yang keluar ketika penderita TB batuk, bersin,
berbicara ataupun bernyanyi dan terhisap ke dalam paru-paru serta dapat
menyebar ke bagian tubuh lain dan menjadi terinfeksi. Namun tidak selalu
langsung terinfeksi, orang tersebut harus menghabiskan waktu yang cukup lama
dalam kontak dekat dengan orang yang terinfeksi TB untuk dapat menangkap
bakteri TB dan menjadi terinfeksi kuman TB (CDC: Tuberculosis (TB) Disease,
2016).
Selain menginfeksi orang dewasa, infeksi tuberkulosis dapat menginfeksi
bayi dan anak (TB milier).TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak
umur 0-14 tahun (Kemenkes RI, 2013). TB pada anak merupakan transmisi
terbaru dan berkelanjutan bakteri TB. Anak-anak paling mungkin untuk
terinfeksi TB oleh kontak terdekat, seperti anggota keluarga. Anak-anak dapat
mengembangkan penyakit TB pada usia berapa pun, tetapi TB yang paling
sering menjangkit anak-anak yaitu pada usia 1 sampai 4 tahun. Anak-anak bisa
sakit dengan penyakit TB segera setelah terinfeksi bakteri TB, atau mereka bisa
sakit di kemudian hari ketika terjadi pelemahan sistem imunitas sehingga
bakteri TB kembali aktif dan berkembangbiak di dalam tubuh. Jika tidak
diobati, kuman TB akan terus menetap di dalam tubuh seumur hidup dan
memungkinkan untuk dapat menginfeksi anak-anak mereka kelak (CDC: TB in
Children, 2013).
Seorang anak dapat terinfeksi bakteri TB pada dasarnya dengan cara yang
sama sebagai orang dewasa, yaitu menghirup bakteri TB yang ada di udara
sebagai hasil dari pelepasan bakteri TB ke udara oleh seseorang yang memiliki
TB BTA positif. Setelah bakteri TB dihirup dan mencapai paru-paru,
selanjutnya bakteri TB berkembangbiak dan kemudian menyebar melalui
pembuluh getah bening ke kelenjar getah bening di dekatnya. Beberapa anak
berada pada risiko yang lebih besar terkena TB daripada anak yang lain yaitu
seorang anak yang tinggal dirumah yang sama dengan seseorang yang
didiagnosis mengidap TB BTA positif, seorang anak berusia kurang dari 5
tahun, seorang anak dengan infeksi HIV, seorang anak dengan gizi buruk (CDC:
Tuberculosis (TB) Disease, 2016).
Daya penularan dari orang dengan TB ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan di parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin tinggi daya penularan dari orang dengan TB tersebut. Tingkat
pajanan percikan dahak sangat mempengaruhi besar risiko tertular TB. Selain
itu, faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang terinfeksi TB adalah
imunitas tubuh yang rendah, infeksi HIV/AIDS, dan malnutrisi atau gizi buruk
(Depkes RI, 2006).
Dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
menyebutkan bahwa faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari
tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan pada anak. Pasien TB dengan
BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat
penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan
hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif
dan foto toraks positif adalah 17% (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2014).

VI. PENGOBATAN
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan
digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ),
Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin,
etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisinmerupakan obat –
obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001). Pengobatan yang bisa juga dilakukan
antara lain :
1) Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk
menjalani pengobatan di puskesmas.
2) Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi
penderita secara darurat atau karena jarak tempat tinggal penderita dengan
puskesmas cukup jauh untuk bisa berobat secara teratur.
3) Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita
dibawa kepuskesmas.

VII. PENCEGAHAN / PENANGANAN


1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi
penderita, kontak, suspect, perawatan.
3) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4) BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan
bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun
ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5) Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi
dan pasteurisasi air susu sapi .
6) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara
yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
7) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.
8) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko
tinggi, seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas
dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9) Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27940/Chapter%20II.p

df?sequence=4

2. http://eprints.ums.ac.id/30515/3/BAB_I.pdf

3. http://erepo.unud.ac.id/18815/3/1220025009-3-BAB%20II.pdf

4. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani12.pdf

5. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf

6. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=299411&val=7286&title

=Model%20Penyebaran%20Penyakit%20Tuberkulosis%20(TBC)

Anda mungkin juga menyukai