Anda di halaman 1dari 132

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BPH POST OPERASI

DENGAN RESIKO INFEKSI

Oleh :

Seftian Darma Wisana

20160113

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
2018
ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia – BPH)

merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidensinya

terkait erat dengan pertambahan usia. Pada autopsis, prevalensinya meningkat

dari 20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-

laki berusia lebih dari 80 tahun. Prevalensi BPH turut meningkat sering

dengan bertambahnya angka harapan hidup, pembesaran progresif dari

kelenjar prostat tersebut dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan

urine (urethra), dan tindakan yang di lakukan untuk mengatasinya salah

satunya dengan operasi open prostatectomy (Christanto,2014). Luka post op

biasa disebut luka terkontantaminasi atau luka traumatik luka ini menunjukkan

tanda-tanda infeksi lebih awal yaitu dalam waktu 2-3 hari. Luka pasca bedah

jika tidak di lakukan perawatan luka dengan benar klien akan mengalami

demam, nyeri tekan, dan nyeri pada daerah luka serta sel darah putih akan

meningkat dan menyebabkan terjadinya kematian (Potter & Perry, 2008).

Menurut data WHO (2014), memperkirakan terdapat sekitar 70 juta

kasus degeneratif. Salah satunya adalah BPH, dengan insidensi di negara maju

sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus.

Yang ditemukan pada pria dengan usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan

pembedahan setiap tahunnya. Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki

berumur 40−79 tahun mempunyai gejala traktus urinarius bagian bawah

sedang sampai berat dengan penyebab utama adalah BPH. Di indonesia BPH

1
2

merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan

ditemukan pada 50% pria berusia di atas 50 tahun dengan angka harapan

hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan

bahwa lebih kurang 5% pria di indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan

di perkirakan lebih kurang 5% pria di Indonesia sudah berumur 60 tahun atau

lebih. Kalau di hitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200

juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan berumur 60 tahun atau lebih

kira-kira 5 juta, sehingga ada 2,5 juta laki di Imdonesia yang menderita BPH

(Dores, 2017).

Di Jawa Timur tepat 672.502 kasus BPH pada tahun 2013. Penelitian

yang di lakukan oleh Istikomah (2010), dalam buku Notoadmodjo (2010) hasil

study pendahuluan yang di lakukan di RSUD Tugu Rejo Semarang, pada

tahun 2009 bulan Agustus ada sebanyak 17 pasien dan bulan September

sebanyak 22 pasien yang menjalani operasi prostatektomi. Di RSUD Dr.

Hardjono Ponorogo. Insiden pada tahun 2014 yaitu sebanyak 147 penderita

(Herwinsyah 2015).

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab

terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa

hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestoteron

(DHT) dan proses aging menjadi tua. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai

penyebab timbulnya hiperplasia prostat. Gejala prostat hipertrofi menjadi

gejala obstruktif, yaitu gejala harus menunggu pada permulaan miksi

(hesiteny), miksi terputus (intermittency), menetes pada akhir miksi (terminal

dribbling), pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas sehabis miksi dan
3

gejala iritatif yaitu bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksis sulit di

tahan (urgensi), dan nyeri pada waktu miksi (disuria) (Reksoprodjo,

dkk:2008).

Pembedahan merupakan pilihan tindakan yang tepat dalam

penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia. Keputusan untuk intervensi

pembedahan di dasarkan pada beratnya obstruksi, adanya infeksi saluran

kemih, dan adanya perubahan fisiologi pada prosta. Salah satu tindakan

pembedahan yang di lakukan adalah open prostatectomy/prostatektomi

terbuka yang merupakan mekanisme pengangkatan kelenjar melalui insisi

abdomen. Open prostatectomy di bagi menjadi tiga yaitu prostatektomi

suprapubik, prostatektomi perineal dan protatektomi retropublik. Open

prostatektomy di anjurkan untuk prostat dengan ukuran (>100 gram). Pasien

yang telah dilakukan tindakan pembedahan bukan berati tidak masalah.

Penyulit yang dapat terjadi setelah tindakan prostatektomy terbuka adalah

pasien akan kehilangan darah cukup banyak, retensi urine, inkontinensia urine,

impotensi dan terjadinya infeksi (Situ, 2015). Dampak infeksi bedah

merupakan infeksi yang sering tidak dapat sembuh spontan dan

mengakibatkan komplikasi berupa pernanahan, nekrosis, ganggren, atau

bahkan kematian bila tidak di lakukan tindakan bedah berupa insisi atau

eksisi. Kuman penyebab infeksi bedah dapat berasal dari golongan gram-

positif (stafilokokus, streptokokus), gram-negatif (enterobakteria,

pseudomonas), kuman anaerob (klostridium, bakteroides), jamur (kandida,

aspergilus, kriptokokus, blastomikosis), dan virus (hepatitis, herpes,

poliomiletis). Bakteri dapat meyebabkan kerusakan organ dan kematian.


4

Infeksi dalam darah sangat berbahaya, setelah bakteri menginfeksi aliran

darah, infeksi dapat menyebar kehampir semua area tubuh (sjamsuhidajat,

2011).

Untuk mengatasi resiko infeksi pada pasien Post Op BPH pemberian

diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), observasi tanda-tanda infeksi,

pemberian antibiotik serta perawatan luka secara steril pada daerah Post Op

memiliki peran penting untuk proses penyembuhan luka dan mencegah

jaringan terinfeksi atau tidak di jumpai peradangan pada pasien pasca bedah

selama perawatan di RS. Cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit

dari orang ke orang atau dari peralatan ke orang dapat di lakukan dengan

meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan invidu (pasien atau

petugas kesehatan) dengan mencatat jumlah warna dan konsistensi drainase,

menjaga perlengkapan tetap steril, mengurangi tranmisi mikroorganisme,

mengindikasi status penyembuhan, tindakan pemberian rasa nyaman,

membersihkan kulit dan daerah drain. Peran pasien dengan mobilisasi secara

mandiri dan menjaga kebersihan diri (Potter & Perry, 2008).

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk memberikan asuhan

keperawatan pada pasien Post Op BPH dengan resiko infeksi untuk

mempercepat proses penyembuhan luka.

1.2. Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini di batasi pada “Asuhan Keperawatan

Pasien BPH post op prostatectomy dengan resiko infeksi post op di ruang

Flamboyan RSUD Dr. Hardjono Ponorogo.”


5

1.3. Rumusan Masalah

Bagaimanakah “Asuhan keperawatan pasien BPH post op

prostatectomy dengan masalah resiko infeksi di ruang Flamboyan RSUD

Dr. Hardjono Ponorogo?”

1.4. Tujuan Penulisan

1.4.1. Tujuan umum

Secara umum studi kasus ini bertujuan untuk memberikan Asuhan

Keperawatan yang tepat, cepat dan efektif pada klien BPH post op

prostatectomy dengan masalah Resiko infeksi secara nyata dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan.

1.4.2. Tujuan khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien BPH post op

prostatectomy dengan Resiko Infeksi.

2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien BPH post op

prostatectomy dengan Resiko Infeksi.

3. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan pada klien BPH post op

prostatectomy dengan Resiko Infeksi.

4. Melaksanakan implementasi asuhan keperawatan pada klien BPH

post op prostatectomy.

5. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan pada klien BPH

post op prostatectomy dengan Resiko infeksi.


6

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi pasien dan keluarga

Dengan perawatan luka dan pemberian nutrisi secara tepat sesuai

kondisinya, dapat mempercepat kesembuhan dan dapat mencegah

komplikasi lebih lanjut, sedangkan untuk keluarga adalah keluarga

dapat mengetahui cara pencegahan resiko infeksi dan dapat

melakukan perawatan mandiri jika pasien melakukan rawat jalan.

1.5.2. Bagi profesi keperawatan

Dapat meningkatkan dan mengembangkan profesi keperawatanserta

menambah wawasan dan pengetahuan perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan langsung pada klien BPH dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang holistik

1.5.3. Bagi institusi rumah sakit

Meningkatkan pelayanan keperawatan untuk klien dengan Post

Operasi BPH khususnya di rumah sakit agar tidak terjadi infeksi.

1.5.4. Bagi institusi pendidikan

Sebagai acuan dalam meningkatkan mutu pendidikan serta sebagai

referensi untuk meningkatkan belajar pada mahasiswa tentang

pencegahan resiko infeksi pada pasien Post Op BPH.

1.5.5. Bagi peneliti selanjutnya

Memberikan gambaran serta informasi sehingga peneliti

selanjutnya dapat mengembangkan dan memperbaiki penelitian

yang sudah ada sehingga lebih sempurna tentang pencegahan

resiko infeksi pada pasien Post Op BPH.


BAB 2

TINJAUAN PUTAKA

2.1. Konsep Penyakit BPH

2.1.1. Pengertian BPH

Benigna Prostat Hyperplasia adalah pembesaran progresif

dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ritriksi

pada jalan urine (uretrhra) (Margareth: 2012).

Benigne Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak

kelenjar prostat, di sebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau

semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar atau jaringan

fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

prostatika (Jitowiyono: 2010).

2.1.2. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat

Hyperplasia sampai sekarang belum di ketahui secara pasti, tetapi

hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat

Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang

belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang di duga

timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain:

1. Dihidrotestoteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan

menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat

mengalami hiperplasia.

7
8

2. Ketidak seimbangan estrogen dan testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan

hormon Estrogen dan penurunan testoteron sedangkan

estradiol tetap.yang dapat menyebabkan terjadinya

hyperplasia stroma strom.

3. Interaksi stroma –epitel

Peningkatan epidermal growth faktor atau fibrobras growth

faktor dan penurunan transorming growth faktor beta

menyebabkan hiperplasia srtoma dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Ekstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama

hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teoris stemm sell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel

transit (Wiyono: 2010).

Menurut Purnomo (2009) Hingga sekarang masi belum

diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat: tetapi beberapa hipotesis menyebutkan hiperplasia

prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar

dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging(menjadi tua).

Beberapa hipotesis yang diduag sebagai penyebab timbulnya

hiperplasia prostat : 1) teori dihidrtestosteron, 2) adanya

ketidak seimbangan antara ekstrogen dan testoteron, 3)


9

interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, 4)

berkurangnya kematian sel (apotosis), dan lima teori stem sel.

a. Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolik andogen

yang sangat penting pada pertumbuhan sel sel kelenjar

prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh

enzim 5a/reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.

DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor

adrogen (RA) membentuk komplek DHT/RA. Pada inti sel

dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth faktor yang

menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai

penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak auh

berbeda dengan kadarnya pada prostat normal hanya saja

pada BPH aktifias enzim 5 a/reduktase dan jumlah reseptor

androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini

menyebabkanbsel-sel prostat pada BPH kebih sensitif pada

DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.

b. Ketidakseimbangan antara ekstrogen dan testosteron

Kemudian pada usia yang semakin tua, kadar testeron

menurun, sedangkan kadar ekstrogen relatif tetap sehingga

perbandingan antar ekstrogen: testtosteron relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa ekstrogen didalam

prostat berperan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar


10

prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat

terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan

jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah

kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua

keadaan ini adalah, meskipun ramgsangan terbentuknya sel-

sel baru akibatkan rangsangan testosteron menurun, tetap

sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih

panjang sehingga masa prostat menjadi lebih besar.

c. Interaksi stroma/epitel

Cunha (1973) dalam buku Basuki B Purnomo 2009

membuktikan bahwa difirensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung dikonrtol oleh sel-sel stroma

melalui suatu mediator (growth faktor) tertentu. Setelah sel-

sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,

sel-sel stroma mensintesis suatu gold growth faktor yang

selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara

intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel

secara parenkim. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya

proliferasi sel epitel atau sel stroma.

d. Berkurangnya kematian sel prostat

Program kematian sel (apoptosisi) pada sel prostat adalah

mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis

kelenjar prostat. Pada apotosis terjadi kondensasi dan

fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami


11

apoptosis akan difagostitosis oleh sel- sel yang disekitarnya

kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan

normal, terdapat keseimbangan antara laju proferasi sel

dengan kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostas sampai

pada prostat dewasa, penambahan sel-sel prostat baru

dengan yang mati dalam keadaan seimbang. jumlah sel-sel

prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-

sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga

menyebabkan penambahan masa prostat sampai sekarang

belum dapat diterapkan secara pasti faktor-faktor yang

menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen

berperan dalam menghambat proses kematian sel karena

sudah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas

kematian sel kelenjar prostat. Ekstrogen diduga mampu

memperpanjang usia sel-sel prostat sedangkan faktor

prtumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

e. Teori sel stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosi

selalu dibentul sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat

dikenal suatu sel stem yaitu sel yang mempunyai

kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel

ini tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga

jika hormon ini kadarnya menurun seperti terjadi pada

kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya


12

proliferasi sel-sel pada BPH di postulasikan sebagai ketidak

tepatnya aktifitas sel stem sehingga terjadi produksi yang

berlebihan sel stroma maupun sel epitel (Purnomo: 2009).

2.1.3. Patofisiologi

BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>45 tahun)

dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis

ini menyebabkan ketidak seimbangan hormon testosteron dan

dehidrotesteoteron sehingga memacu pertumbuhan/pembesaran

prostat.

Makroskopik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang–

kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih. Tonjolan

biasanya terdapat pada lobus medialis yaitu bagian yang dikenal

sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat

berkembangnya karsinoma (moore). Tonjolan ini dapat menekan

uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah, atau

menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang benjolan itu erupakan

suatu polip yang sewaktu–waktu dapat menutup lumen uretra. Pada

penampang, tonjolan itu dapat jelas dibedakan dengan jaringan

prostat yang masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung

pada unsur yang bertambah. Apabila yang bertambah terutama

unsur kelenjar, maka warnanya kuning kemerahan, berkonsistensi

lunak dan berbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak,

yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu

ditekan akan keluar cairan seperti susu. Apabila unsur


13

fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu

padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat

yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran

mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang

berproliferasi.Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah

unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk

kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak atau koboid selapis pada

beberapa tempat membentuk papil-papil kedalam lumen. Membran

basalis masih utuh. Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar

yang kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Dalam

kelenjar sering terdapat sekret granulet, epitel yang terbatas dan

korporaanylacea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah,

maka terjadi gmbaran yang terjadi atas jarngan ikat otot dengan

kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan. Gambaran ini

juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa.

Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan

limfosit. Selain gambaran diatas sering terdapat perubahan lain:

1. Mataplasia skwamosa epitel kelenjar dekt uretra.

2. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang

terlihat dibawah mikroskop (Margareth,2012).

2.1.4. Gambaran klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran

kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran prostat kemih bagian bawah


14

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas

gejala obstruksi dan gejala iritasi. Untuk mengenali tingkat

keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,

beberapa ahli atau organisasi urologi membuat sistem skoring

yang secara subyektif dapat di isi dan di hitung sendiri oleh

pasien. Sistem skoring yang di anjurkan oleh organisasi

kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional Gejala

Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score).

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan

yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap

pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi di beri nilai

dari 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut

kualitas hidup pasien di beri nilai dari 0 sampai dengan 5,

sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien di

beri nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat di

kelompakkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan:

skor 0-7,(2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi

otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot

buli-buli mengalami kepayahan (fantique) sehingga jatuh ke

dalam fase dekompensasi yang di wujudkan dalam bentuk

retensi urine akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya

didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:


15

a. Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca

dingin, menhan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-

obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol,

kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan.

b. Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan

aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut.

c. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang menurunkan

kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher

buli-buli,antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik

alfa.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih

bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang

(yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang

merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

3. Gejala diluar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter kerena mengeluh adanya

hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini

karena sering mengejan pada saat miksi sehingga

mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Pada

pemeriksaan fisis mungkin didpatkan buli-buli yang terisi

penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simpisis akibat

retensi urine. Kadang-kadang di dapatkan urine yang selalu

menetes tanpa di sadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda


16

dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan:

(1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk

menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2)

mukosa rektum, dan (3) keadaan prostat, antara lain:

kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat,

simetri antar lobus dan batas prostat. Colok dubur pada

pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat

kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri

simetris dan tidak di dapatkan nodul; sedangkan pada

karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan

mungkin di antara lobus prostat tidak simetri (Purnomo: 2009).

2.1.5. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus

sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan

dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur

dapat diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah

nodul pada prostat,apakah batas atas dapat diraba.

Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu:

a. Rectal grading

Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan

buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi

kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan

dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan


17

rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade.

Pembagian grade sebagai berikut :

0 – 1 cm : Grade 0

1 – 2 cm : Grade 1

2 – 3 cm : Grade 2

3 – 4 cm : Grade 3

Lebih 4 cm : Grade 4

Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat

diraba karena benjolan masuk kedalam kavum rectum. Dengan

menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan

beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam

tindakan operasi yang akan dilakukan.bila kecil (grade 1) maka

terapi yang baik adalah TURP (Trans Uretral Resection

Prostat) bila prostat besar sekali (grade3-4) dapat dilakukan

prostatektomy terbuka secara transvesikal (Wijaya, 2011).

b. Clinical grading

Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah

banyaknya sisa urin. Pengukuran ini dilakukan dengan cara

meminta pasien berkemih sampai selesai saat bangun tidur

pagi, kemudian memasukkan kateter ke dalam kandung

kemih untuk mengukur sisa urin.

Sisa urin 0 cc : Normal

Sisa urin 0-50 cc : Grade 1

Sisa urin 50-150 cc : Grade 2


18

Sisa urin >150 cc : Grade 3

Sama sekali tidak bisa berkemih : Grade 4

c. Intra urethra grading

Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam

lumen uretra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan

panendoskopy dan sudah menjadi bidang urologi yang

spesifik.

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit,

kadar ureum kreatinin.

b. Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar

penentuan biopsy.

3. Pemeriksaan uroflowmetri

Salah satu gejaladari BPH adalah melemahnya pancaran urine.

Secara obyektif pancaran urine dapat diperiksa dengan

uroflowmeter dengan penilaian :

Flow rate maksimal > 15 ml/detik : non obstruktif

Flow rate maksimal 10-15 ml/detik : border line

Flow rate maksimal< 10 ml/detik : obstruktif

(Wijaya, 2011)

4. Pemeriksaan radiologi

a. Menentukan volume benigne prostat hyperplasia

b. Menentukkan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual

urine.
19

c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan

Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak.

Beberapa pemeriksaan radiologi :

1) Intra Vena Pyelografi (IVP) : Gambaran trabekulasi buli,

residual urine post miksi, dipertikel buli. Indikasi disertai

hematuria, gejala iritatif menonjol di sertai urolithiasis. Tanda

BPH adalah impresi prostat dan hockey stikck ureter.

2) BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal.

3) Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada

tidaknya reflek vesiko ureter atau striktur uretra.

4) USG : Untuk menentukan volume urine. Volume residual

urine dan menilai pembesaran prostat jinak atau ganas.

5) Pemeriksaan uroflowmeri berperan penting dalam diagnosa

dan evaluasi klien dengan obtruksi leher buli-buli

(Margareth, 2010).

2.1.6. Penatalaksanaan

1. Observasi

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat

yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam

untuk mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak di

perbolehkan minum alkohol supaya tidak selalu sering miksi.

Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan

pemeriksaan colok dubur.


20

2. Terapi medikamentosa

Tujuan terapi Medikamentosa adalah berusaha untuk :

a. Mengurangi retensio otot polos prostate sebagai komponen

dinamik penyebab obstruksi infravesica dengan obat-obatan

penghambat adrenalgik alfa.

b. Mengurangi volume prostate sebagai komponen static dengan

cara menurunkan kadar hormon testosterone atau

dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5 α-redukstase.

1) Penghambat enzim

Obat yang dipakai adalah finasteride dengan dosis 1x5

mg/hari, obat golongan ini dapat menghambat pembentukan

dehate sehingga prostate dapat membesar akan mengecil.

Tetapi obat ini bekerja lebih lambat dari pada golongan

bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostate yang

sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah

melemahkan libido, Ginekomastio, dan dapat menurunkan

nilai PSA.

2) Filoterapi

Pengobatan filoterapi yang ada di indonesia yaitu

Eviprostat. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian

selama 1-2 bulan.

3) Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung

beratnya gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi


21

bedah yaitu retensio urine berulang, hematuria, tanda

penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang,

ada batu saluran kemih. Karena pembedahan tidak

mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini

akan timbul kembali 8-10 tahun kemudin.

4) Terapi invasive minimal

1. Trans Uretral Microlowave Termoterapi (TUMT)

Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan dibeberapa

rumah sakit besar, dilakukan pemanasan prostate dengan

gelombang micro yang disalurkan ke kelenjar prostate

melalui suatu trans duser yang diletakkan di uretra pars

prostatika.

2. High Intensity Focused Ultrasound (HIFU)

Energi panas yang di tujukan untuk menimbulkan

nekrosis pada prostate berasal dari gelombang

ultrsonografi dari transduser piezokeramik yang

mempunyai frekuensi 0.5-10 MHz, energi yang di

pancarkan melalui alat yang di letakkan transrektal dan

di fokuskan kekelenjar prostate. Teknik ini memerlukan

anastesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi

perbaikan gejala klinis 50-60% dan Qmax rata-rata

meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan

belum diketahui, dan sementara tercatat bahwa

kegagalan terapi sebanyak 10% setiap tahun. Meskipun


22

sudah banyak modalitas yang telah ditemukan untuk

mengobati pembesaran prostate, sampai saat ini terapi

yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TUR

prostate.

3. Tansurethral Needle Ablation of The Prostate (TUNA)

Ablasi jarum trans suretra memakai energi dari frekuensi

radio yang menimbulkan panas sampai 100 C sehingga

menyebabkan nekrosis jaringan prostate. Sistem ini

terdiri atas kateter tuna yang di hubungkan dengan

generator yang dapat membangkitkan energi pada

frekuensi radio 490 KHz. Kateter dimasukkan kedalam

uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anastesi

topical xylocaine sehingga jarum yang terletak pada

ujung kateter terletak pada kelenjar prostate.

4. Stent prostate

Stent prostate dipasang pada uretra prostatika untuk

mengatasi obstruksi karena pembesaran prostate. Stent

dipasanang intraluminal diantara leher buli-buli dan

disebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat

leluasa melewati lumen uretra prostatik. Stent dapat

dipasang secara temporal atau permanen. Pemasangan

alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin

menjalani operasi karena risiko pembedahan yang cukup

tinggi.
23

3. Konsep post operasi

Setelah dilakukan tindakan pembedahan ( operasi ) pada

pasien selalu menimbulkan nyeri. Nyeri pada pasien prostat

pada umumnya disebabkan karena inflamasi yang

mengakibatkan edema kelenjar prostat dan distensi kapsul

prostat. Lokasi nyeri akibat inflamasi ini sulit untuk

ditentukan tetapi apda umumnya dapat dirasakan pada

abdomen bagian bawah, inguinal , perineal, lumbosakral,

atau nyeri rektum. Seringkali nyeri prostat diikuti dengan

keluhan miksi berupa frekuensi, disuria, bahkan retensi urin

(Purnomo, 2009).

Asuhan Keperawatan Pasca operasi BPH Menurut

(Nursalam, 2006), meliputi :

a. Penatalaksanaan pemasangan kateter untuk drainase

urinaria dan monitor perdarahan.

b. Lakukan perawatan luka dan perawatan kateter untuk

pencegahan infeksi.

c. Berikan intake nutrisi yang adekuat.

d. Monitor dan cegah infeksi :

e. Infeksi luka operasi dan pemasangan kateter.

f. Sumbatan urinaria dan infeksi.

g. Perdarahan.

h. Tromboplebitis dan emboli pulmonal.

i. Inkontinensia urinaria dan disfungsi seksual.


24

Untuk mengatasi hal – hal tersebut, ada hal-hal yang

harus diperhatikan pada pasien post op BPH ( Margareth

, 2012), yaitu:

1) Drainase urin, meliputi : kelancaran, warna, jumlah,

cloting.

2) Kebutuhan cairan : minum adekuat ( kurang lebih 3

liter per hari )

3) Program “ Bladder Training “

4) Dan menentukan jadwal pengosongan kandung

kemih : bokong pasien diatas stekpan / pispot atau

pasien diminta ke toilet selama 30 menit – 2 jam

untuk berkemih.

5) Diskusikan pemakaian kateter intermiten.

6) Monitor timbul tanda-tanda infeksi ( Kalor, Dolor,

Rubor, Tumor, Fungsilaesa).

7) Rawat luka dan kateter secara steril setiap hari.

Pertahankan posisi kateter, jangan sampai tertekuk.

8) Berikan intake nutrisi yang adekuat dan tentukan diet

yang sesuai pada pasien pasca bedah.


25

2.1.7. Pathway menurut (Wijaya, 2013)

Faktor growth proses


hormon pepenuaan
BPH

Retensi urine Penyumbatan

Dilakukan tindakan
pembedahan

Insisi Prostat
Prostatektomi Trans Uretral Reseksi
Transuretral (TUIP ) prostat (TURP)
suprapubis,
perineal, Retropubik

Adanya luka terbuka Terputusnya inkontinuitas


jaringan

Terpasang Dk
nyeri

Tempat masuknya Luka tidak terawat


mikroorganisme

Rawat luka steril


Resiko Infeksi

Tidak ada tanda-tanda


infeksi

Tidak terjadi infeksi


26

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan BPH

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap

pengkajian merupakan dasar utama memberikan asuhan keperawatan

sesuai kebutuhan individu(klien) (Nursalam, 2008).

1. Data biografi meliputi :

a. Identifikasi pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

atau bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat,

tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, catatan

pengkajian.

b. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat (Wijaya,2013).

2. Riwayat kesehatan

Keluhan utama atau alasan masuk rumah sakit :

Klien mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga

mengeluh sering BAK berulang-ulang (anyang-anyangan),

terbangun untuk miksi pada malam hari, perasaan ingin miksi yang

sangat mendesak, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus

mengedan, kencing terputus-putus (Wijaya, 2013:103).


27

3. Riwayat kesehatan sekarang

Menurut Wijaya Tahun 2013

a. Pasien mengeluh sakit saat miksi dan harus menunggu lama dan

harus mengejan.

b. Pasien mengatakan tidak bisa behubungan seksual.

c. Pasien mengatakan tidak bisa buang air kecil tidak terasa.

d. Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang.

e. Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam hari.

4. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah

pasien pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya (Wijaya, 2013).

5. Riwayat kesehatan keluarga

Mungkin di antara keluaragapasien sebelumnya ada yang

menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang

(Wijaya, 2013).

6. 13 Domain NANDA

a. Health promotion

Gejala : riwayat keluarga kanker, penyakit ginjal. Penggunaan

anti hypertensi atau anti depresan, anti biotik urinaria atau agen

anti biotik obat yang dijual bebas untuk flu atau alergi obat

mengandung simpatonimetik (Doenges, 2012).

b. Nutrition

Gejala : anoreksia, mual, muntah tanda kekurangan berat badan

(Wijaya, 2013).
28

c. Elimination and Change

Gejala : penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine.

Keraguan pada awal berkemih, ketidakmampuan

mengkosongkan kandung kemih dengan lengkap, frekuensi

berkemih, nokturia, dysuria, hematuria, ISK berulang, riwayat

batu dan konstipasi.

Tanda : masa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung

kemih ), nyeri tekan kandung kemih (Doenges, 2012).

d. Aktivity and Rest

Riwayat pekerjaan, lama istirahat, aktifitas sehari-hari,pengaruh

penyakit terhadap aktivitas, dan pengaruh penyakit terhadap

istirahat (Wijaya, 2013).

e. Orientasi atau kognisi

Pasien biasanya tidak berpartisipasi dalam terapy (Doenges,

2012).

f. Self perception

Pasien lebih merasa gelisah (Doenges, 2012).

g. Role relationsip

Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan

kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges, 2012).

h. Sex Quality

Gejala : masalah tentang kondisi pada kemampuan sexsual.

Takut inkontinensia selama hubungan intim. Penurunan

kontraksi ejakulasi.
29

Tanda : pembesaran dan nyeri tekan prostat (Doenges,2012).

i. Koping atau stress toleren

Gejala : adanya nyeri supra pubis, panggul dan nyeri punggung

bawah.

Tanda : peningkatan tekanan darah dan nyeri tekan prostat

(Doenges, 2012).

j. Left principle

Perubahan pola biasa dan tanggung jawab (Doenges, 2012).

k. Safety

Keluhan gangguan eliminasi dan koordinasi (Doenges, 2012).

l. Comfort

Gejala : nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat

pada prostatitis akut dan nyeri punggung bawah (Doenges,

2012).

m. Growth

Bertambahnya usia dengan fisik system organ atau tonggak

perkembangan yang tercapai. Growth yaitu kenaikan dimensi

fisik atau kedewasaan suatu system organ (Cristanto,2014).

2.2.2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan masalah kesehatan

klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui intevensi

keperawatn mandiri. Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada

pasien BPH adalah (Muttaqin, 2011).


30

1. Nyeri akut behubungan dengan agen cidera biologis.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama

pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.

3. Pemenuhan informasi preoperatif berhubungan dengan rencana

pembedahan, prognosis penyakit.

4. Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan

invasif diagnostik.

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek

pembedahan.

2.2.3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan atau perencanaan adalah pengembangan

tujuan untuk mencegah, mengurangi atau mengatasi masalah dan untuk

mengidentifikasi intervensi keperawatan yang akan membantu klien

dalam memenuhi tujuan, menetapkan prioritas, menetapkan hasil yang

diharapkan,dan memilih intervensi keperawatan yang akan

menghasilkan rencana asuhan keperawatan (Muttaqin, 2011).


31

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Nursing outcomes Nursing interventions


keperawatan Classification (NOC) Classification(NIC)
1 Nyeri akut Pain control (kontrol Pain manajement ( manajemen
berhubungan dengan nyeri) nyeri)
agens cidera fisik Setelah di lakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri
(prosedur bedah). tindakan keperawatan 6 secara komprehensif yang
x 24 jam di harapkan meliputi lokasi.
Karakteristik, onset, durasi,
nyeri berkurang dengan
frekuensi, kualitas,
Indikator :
intensitas atau beratnya
1. Menggambarkan
faktor penyebab nyeri dan factor pencetus
2. Menggunakan 2. Observasi adanya petunjuk
tindakan pencegahan nonverbal mengenai
3. Menggunakan ketidaknyamanan terutama
tindakan pada mereka yang tidak
pengulangan (nyeri) dapat berkomunikasi secara
tanpa analgesik efektif.
4. Melaporkan nyeri 3. Gunakan strategi
yang terkontrol komunikasi terapeutik untuk
Pain level mengetahui pengalamanan
(Tingkat nyeri) nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap
Indicator :
nyeri.
1. Nyeri yang 4. Tentukan akibat dari
dilaporkan pengalaman nyeri terhadap
2. Panjangnya episode kualitas hidup pasien
nyeri (misalnya.tidur, nafsu
3. Ekspresi nyeri makan, pengertian,
wajah perasaan, hubungan,
4. Mengerang dan peforma kerja, dan tanggung
menangis jawab peran)
5. Focus menyempit 5. Berikan informasi mengenai
6. Tekanan darah nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
6. Ajarkan penggunakan
tekhnik non farmakologi
(relaksasi, nafas dalam,
kompres hangat/dingin).
7. Dorong pasien untuk
menggunakan obat-obatan
penurunan nyeri yang
adekuat
8. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat dan tim
32

kesehatan lainnya untuk


memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologi, sesuai
kebutuhan.
9. Periksa tingkat
ketidaknyamanan bersama
pasien, catat perubahan
dalam catatan medis pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang merawat
pasien
10. Dukung istirahat/tidur
pasien yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri.

2 Resiko infeksi Risk Control Infection control (kontrol


Domain 11 : Setelah di lakukan infeksi)
Keamanan dantindakan keperawatan 6 1) Bersihkan lingkungan
perlindungan x 24 jam di harapkan dengan baik setelah di
Definisi : rentan tidak ada tanda-tanda gunakan untuk setiap pasien.
2) Batasi jumlah pengunjung.
mengalami invasiinfeksi dengan indikator
3) Anjurkan pasien mengenal
dan multiplikasi: tekhnik mencuci tangan
organisme patogenik Kontrol resiko : proses dengan tepat.
yang dapatinfeksi 4) Pastikan tekhnik perawatan
mengganggu 1. Mengetahui perilaku luka yang tepat.
kesehatan. yang berhubungan 5) Tingkatkan intake nutrisi
dengan resiko yang tepat.
infeksi 6) Dorong intake cairan yang
Faktor resiko sesuai.
2. Mengidentifikasi
1. Prosedur invasive tanda dan gejala 7) Dorong untuk beristirahat.
2. Malnutrisi infeksi 8) Ajarkan kepada pasien dan
3. Obesitas 3. Memonitor perilaku keluarga mengenai tanda
4. Penyakit kronik diri yang dan gejala infeksi dan kapan
(mis. Diabetes berhubungan dengan harus melaporkannya
melitus) resiko infeksi kepada penyedia perawatan
4. Memonitor faktor di kesehatan.
lingkungan yang 9) Ajarkan pasien dan keluarga
berhubungan dengan mengenai bagaimana
resiko infeksi menghindari infeksi.
5. Mempertahankan 10) Lakukan tindakan
lingkungan yang kolaborasi pemberian
bersih antibiotic sesuai advice
6. Menggunakan dokter.
strategi untuk Perlindungan infeksi
desinfeksi barang- 1) Monitor tanda dan gejala
barang infeksi sistemik lokal.
Keparahan Infeksi 2) Monitor hitung granulosit,
1. Kemerahan WBC.
2. Cairan (Luka) yang 3) Pertahankan teknik asepsis
33

berbau busuk pada pasien yang beresiko.


3. Ketidak stabialan 4) Inspeksi kulit dan membran
suhu mukosa terhadap kemerahan,
4. Nyeri panas, drainase.
5. Peningkatan jumlah 5) Inspeksi kondisi luka atau
sel darah putih insisi bedah.
6) Skrining semua area
pengunjung terkait penyakit
menular
7) Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area yang
mengalami edema
8) Periksa kulit dan selaput
lendir untuk adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, dan drainase
9) Anjurkan peningkatan
mobilitas dan latihan yang
tepat
10) Instrusikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep.
Perawatan luka
1. Berikan rwatan insisi pada
luka, yang di perlukan
2. Berikan balutan yang sesuai
dengan jenis luka
3. Pertahankan balutan teknik
steril ketika melakukan
perawatan luka, dengan
tepat
4. Periksa luka setiap kali
perubahan balutan
5. Bandingkan dan catat setiap
perubahan luka
6. Anjurkan pasien dan
keluarga pasien pada
prosedur perawatan luka
7. Dokumentasi lokasi luka,
ukuran dan tampilan.
Penahapan Diet : pembedahan
1. Instruksikan pasien untuk
makan-makanan yang
mengandung protein
2. Kerja sama dengan ahli diet
setelah operasi untuk
memastikan bahwa nutrisi
protein sudah optimal dan
untuk memodifikasi diet
sesuai yang di tentukan
(Bulechek DKK, Nursing Intevention Classification, 2016 dan Moorhead DKK, Nursing
Outcome Classification, 2016).
34

2.2.4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencan intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah

rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2008 : 127).

2.2.5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menndakan keberhasilan dari diagnosis

keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi

memungkinkan perawat untuk memonitor kejadian yang terjadi

selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi

evaluasi (Nursalam, 2008 : 143).

2.3. Konsep Masalah Keperawatan Resiko Infeksi

2.3.1. Pengkajian keperawatan resiko infeksi

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikro organisme

yang mampu menyebabkan sakit. jika mikro organisme gagal

menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi di

sebut asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen berbiak dan

menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit infeksi

dapat di tularkan langsung dari satu orang ke orang lain, penyakit ini

merupakan penyakit menular atau contagious (Potter & Perry, 2005).


35

2.3.2. Etiologi

Infeksi bedah merupakan infeksi yang sering tidak dapat

sembuh spontan dan mengakibatkan komplikasi berupa pernanahan,

nekrosis, ganggren, atau bahkan kematian bila tidak dilakukan tindakan

bedah berupa insisi atatu eksisi dan penyaliran (Sjamsuhidajat, 2011).

Kuman penyebab infeksi bedah dapat berasal dari golongan

gram-positif (stafilokokus, streptokokus), gram negatif(enterobakteria,

pseudomonas), kuman anaerob (klostridium, bakteroides), jamur

(kandida, aspergilus, kriptokokus, blastomikosis), dan virus (hepatitis,

herpes, poliomielitis) (Sjamsuhidajat, 2011).

Stafilokokus yang sering menyebabkan infeksi bedah

staphylococus aureus dan s.epidermis, yang disebut juga s.albus.

s.aureus dapat menyebabkan infeksi pada kulit (karbunkel, selulitis,

infeksi luka operasi, sepsis neonatal), pada jaringan yang dalam (

artritis, osteomielitis, pneumonia, endokarditis), dan septisemia dengan

komplikasi berupa koagulasi intrvaskular diseminara, endokarditis, atau

abses metastatik.infeksi ini lebih mudah terjadi pada penderita diabetes

melitus dan neutropenia. S.aureus dan S.epidermis merupakan flora

normal di hidung, kulit, ketiak, selangkangan, dan rambut. Kuman ini

besar peranannya baik dalam kejadian infeksi luka operasi luka operasi

maupun komplikasi infeksi pascabedah lainnya (Sjamsuhidajat, 2011).

Streptokokus ada yang bersifat hemolitik, seperti S.pneumonis,

S.viridans, dan S.pyogenes, dan yang nonhemolitik,seperti S.faecalis.

selain itu, terdapat juga golongan streptokokus yang anaerob, yaitu


36

S.putridus dan peptostreptokokus. S.pneumoniae yang merupakan

penyebab tersering pneumonia pasca bedah (Sjamsuhidajat, 2011).

Enterobakteria yang tersering menyebabkan infeksi bedah

adalah enterobakter, E.coli, klebsiela, dan proteus yang merupakan flora

normal usus besar. bakteria ini sering menyebabkan infeksi pascabedah

digestif, infeksi pada lapangan operasi, saluran kemih, dan sepsis.

Mikobakteria yang patogen terhadap manusia adalah M.tuberculosis

dan M.leprae, yang menyebabkan reaksi imun berupa hipersensivitas

lambat tanpa gejala dan tanda radang akut sehingga peradangan dan

absesnya sering di sebut radang dingin (Sjamsuhidajat, 2011).

Oleh karena kuman anaerob merupakan flora normal di mulut,

usus, dan kolon, kuman ini perlu diwaspadai pada operasi oral, vaginal,

dan gastrointestinal. Kuman penyebab yang terpenting dalam hal ini

adalah Bacteroides fragilis.infeksi anaerob ini juga harus diwaspadai

bila terdapat jaringan nonvital, benda asing tanah atau kotoran lain, dan

keadaan iskemia, misalnya pada diabetes atau gangguan vascular.

Selain itu,dapat terjadi bakteremia oleh bacteroides fragilis pada pasien

mendapat antibiotik spektrum luas. Kuman patogen anaerob pembentuk

spora yang penting adalah clostridium welchi, penyebab ganggren gas,

dan C.tetani, penyebab tetanus. Infeksi terjadi jika terdapat lingkungan

anaerob pada luka, misalnya pada luka besar yang kotor, luka aborsi,

dan mionekrosis uterus. Pada semua keadaan tersebut di atas,

klostridium berasal dari pasien sendiri (Sjamsuhidajat, 2011).


37

Infeksi jamur sistemik lebih sering terjadi pada kasus bedah

dengan gangguan sistem imun, misalnya pada penyakit depresi sistem

imun, terapi radiasi, dan terapi steroid. Infeksi virus tertentu berbahaya

sekali, misalnya virus herpes simpleks, sitomegalovirus, atau HIV,

karena dapat terjadi penyebaran sistemik infeksi jamur. Infeksi jamur

lainterlihat pada operasi ini terjadi penurunan kemampuan sistem imun.

Infeksi yang sering terjadi, misalnya pneumonia oleh pneumocytis

carinii, dan toksoplasmosis diseminata (Sjamsuhidajat, 2011).

2.3.3. Patofisiologi

Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang

melibatkan susunan saraf dan sistem hormon yang menyebabkan

perubahan metabolik. Pada saat itu, terjadi reaksi jaringan

limforetikularis di seluruh tubuh berupa proliferasi sel fagosit dan sel

pembuat antibodi (limfosit B) (Sjamsuhidajat, 2011).

Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang di sebut inflamasi akut.

Reaksi ini terus berlangsung selama masih terjadi perusakan jaringan

oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan yang rusak, yakni

debris, akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi

resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit

kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam

suatu rongga, membentuk abses, atau bertumpuk di sel jaringan tubuh

lain, membentuk flegmon (Sjamsuhidajat, 2011).


38

Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus-menerus

menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis

debris, yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskular

untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini perusakan jaringan

berhent, terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan

granulasi fibrosa. Namun, bila perusakan jaringan terus menerus

berlangsung, terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila

rangsang yang merusak dihilangkan (Sjamsuhidajat, 2011).

2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan luka.

Klien yang memiliki faktor-faktor berisiko mengalami komplikasi luka.

Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan

luka akan membantu perawat melakukan perawatan prevensif dan

memilih terapi perawatan luka yang tepat.

Pada keadaan proses peradangan sejak permulaan dapat

terganggu, yaitu pada stadium eksudatif. Seluruh proses peradangan

bergantung pada sirkulasi yang utuh ke daerah yang terkena. Jadi, jika

ada difisiensi suplai darah kedaerah, hasilnya dapat berupa proses

peradangan yang sangat lambat, infeksi yang menetap dan

penyembuhan yang jelek. Syarat lain agar peradangan eksudatif

efisiensi adalah suplai leukosit yang bebas dalam darah yang beredar.

Penderita yang sumsum tulangnya sudah rusak atau tertekan, seperti

oleh penyakit keganasan atau sebagai akibat dari reaksi yang merugikan
39

terhadap obat-obatan, tidak mampu menghasilkan eksudat

seluler dengan fungsi yang normal dan sebagai akibat mudah terkena

infeksi berat. Lebih jarang fungsi leukosit dapat terganggu, walaupun

jumlahnya normal(misalnya kemoktastis abnormal) dan dengan cara

yang serupa penderita mudah terkena infeksi yang agresif.

Proses penyembuhan luka yang demikian bergantung pada

proliferensi sel dan aktifitas sintetik, khususnya sensitive terhadap

deisiensi sulai darah local dan juga peka terhadap keadaan gizi

penderita. Pada penderita yang jelas kekurangan gizi luka tidak

menyembuh secara optimal. Penyembuhan luka juga dihambat oleh

adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya

infeksi luka dan imobilisasi yang tidak sempurna dan pendekatan tepi

luka (Potter & Perry, 2008).

Faktor antara lain yaitu :

1. Faktor sistemik

a. Usia

Pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama di

bandingkan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan adanya

proses degenerasi, perubahan vaskuler mengganggu sirkulasi ke

daerah luka, penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor

pembekuaan, respon inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan

limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut

kurang elastis.
40

b. Nutrisi

Penyembuhan luka secara normal secara normal memerlukan

nutrisi yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung

pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin Adan C)dan

mineral renik zink dan tembaga. Kolagagen adalah protein yang

terbentuk dri asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein

yang di makan vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen.

Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada

penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk

pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan

serat-serat kolagen (tembaga).

c. Insufisiensi vascular

Insufisiensi vascular juga merupakan faktor penghambat pada

proses penyembuhan luka. Sering kali pada kasus luka

ekstremitas bawah seperti luka diabetik, dari pembuluh arteri dan

pembuluh vena kemudian decubitus karena faktor tekanan yang

semuanya akan berdampak pada penurunan atau gangguan

sirkulasi darah.

d. Diabetes

Penyakit kronik menyebabkan timbulnya penyakit pembuluh

darah kecil yang dapat terganggu perfusi jaringan. Diabetes

menyebabkan hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar

untuk oksigen, sehingga hemoglobin gagal melepaskan oksigen

jaringan. Hiperglikemi mengganggu kemampuan leukosit untuk


41

melakukan fagositosis dan juga mendorong pertumbuhan infeksi

jamur dan ragi yang berlebihan (Potter & Perry,2008).

e. Obesitas

Jaringan lemak suplai darah untuk melawan infeksi bakteri dan

untuk serta elemen seluler yang berguna dalam penyembuhan

luka (Potter & Perry,2008).

f. Obat-obatan

Terutama sekali pada pasien yang menggunakan terapi steroid,

kemoterapi dan imunosupresi

g. Merokok

Merokok mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah

sehingga menurunkan oksigenasi ke jaringan. Merokok dapat

meningkatkan agresi trombosit dan menyebabkan hiperkoagulasi.

Merokok mengganggu mekanisme sel normal yang dapat

meningkatkan pelepasan oksigen ke dalam jaringan perifer (Potter

& Perry,2008).

h. Gangguan oksigenasi

Tekanan oksigen arteri yang rendah akan mengganggu sintesis

kolagen dan pembentukan sel epitel. Jika sirkulasi lokal aliran

darah buruk, jaringan gagl memperoleh oksigen yang di

butuhkan. Perubahan Hb dalam darah (anemia) akan mengurangi

tingkat oksigenasi arteri dalam kapiler dan mengganggu

perbaikan jaringan (Potter & Perry,2008).


42

2. Faktor local

a. Suplai darah

Luka dengan suplai darah yang buruk sembuh dengan lambat.

Jika faktor-faktor yang esensial untuk penyembuhan seperti

oksigen, asam amino, vitamin dan mineral, sangat lambat

mencapai luka karena lemahnya vaskularisasi maka penyembuhan

luka tersebut terhambat, meskipun pada pasien yang nutrisinya

baik.

b. Infeksi

Infeksi sistemik atau lokal dapat menghambat penyembuhan luka.

c. Nekrosis

Luka dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan eskaran

dapat menjadi faktor penghambat untuk perbaikan luka.

d. Stress luka

Muntah, distensi abdomen dan usaha pernafasan dapat

menimbulkan stress pada jahitan operasi dan merusak lapisan

luka. Tekanan mendadak yang tidak terduga pada luka insisi dan

menghambat pembentukan sel endotel dan jaringan kolagen

(Potter & Perry,2008).

e. Mobilisasi

Mobilisasi meningkatkan funsi paru-paru, semakin dalam nafas

yang di tarik semakin meningkat sirkulasi darah. Hal tersebut

memperkecil resiko pembentukan gumpalan darah. Meningkatkan

fungsi pencernaan agar mulai bekerja lagi, pada hari ke-2 tenaga
43

medis akan menolong untuk duduk ditempat tidur, duduk

dibagian samping tempat tidur dan diminta untuk bernafas dalam

lalu menghembuskannya disertai batuk yang lembut untuk

merangsang daerah sekitar jahitan luka, rangsangan tersebut akan

mempercepat penyembuhan disekitar luka (Potter & Perry,2008).

f. Personal hygine

Menjaga kebersihan pada luka insisi, mandi seperti biasa,

pastikan daerah insisi benar-benarkering sehingga dapat

mencegah terjadinya infeksi dan dapat mempercepat proses

penyembuhan luka (Potter & Perry,2008).

2.3.5. Tanda gejala infeksi

1. Rubor

Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di

daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul

terjadi perlebaran arteriola yang mensuplai darah yang mengalir ke

mikrosirkulasi lokal dan kapiler merengang dengan cepat terisi

penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,

menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut

(Mubarak, 2015).

2. Kalor

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan

akut. kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat,

sebab darah yang memiliki suhu 37 di salurkan ke permukaan


44

tubuh yang mengalami radang lebih banyak dari pada ke daerah

normal (Mubarak, 2015).

3. Dolor

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat

merangsang ujung-ujung syaraf. Pengeluaran zat seperti histamin

atau zatbioatif lainnya dapat merangsang syaraf. Rasa sakit

disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan

jaringan yang meradang (Mubarak, 2015).

4. Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemia dan sebagian besar

ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah

ke jaringan-jaringan interstitial, campuran cairan dan sel yang

tertimbun didaerah peradangan disebut eksudat (Brenda,2005).

5. Functio laesa

Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah perubahan

fungsi yang hilang. Functio laesa merupakan reaksi perdangan

yang telah di kenal. Tanda-tanda lainnya dari infeksi adalah nyeri

setempat, edema lokal, panas, kemerahan dan bau busuk(Mubarak,

2015).

Tanda-tanda infeksi atau inflamasi menurut (Potter & Perry

2005) adalah pus, bau busuk pada luka dan apabila inflamasi

menjadi sistemik muncul tanda dan gejala lain seperti halnya

demam (adanya peningkatan suhu tubuh), leukositas, malaise,

anoreksia, mual, muntah, dan adanya pembesaran kelejar limfe.


45

Apabila luka terkontaminasi atau luka traumatik akan

menunjukkan tanda-tanda infeksi lebih awal yaitu dalam rentan

waktu 2-3 hari. Infeksi luka operasi biasanya terjadi sampai hari

ke-4 atau ke-5 setelah operasi. Klien mengalami demam, nyeri

tekan pada daerah luka serta jumlah sel darah putih mengalami

peningkatan. Tepi luka terlihat mengalami inflamasi. Jika terdapat

drainase, maka drainase berbau dan purulen, sehingga

menimbulkan warna kuning hijau atau coklat bergantung pada jenis

organisme penyebab (Potter & Perry,2005).

2.3.6. Sumber infeksi

Infeksi bedah umumnya bersumber dari pasien sendiri

(endogen),tetapi juga bersumber dari luar (eksogen). Sumber kuman

endogen berasal dari kulit. Nasofaring, ketiak, hidung, selangkangan,

dan rambut, infeksi endogen dari usus dapat terjadi pada operasi saluran

cerna, sedangkan infeksi endogen dari mulut mungkin terjadi pada

pembedahan daerah oral atau leher (Sjamhuhidajat,2011).

Infeksi eksogen paling banyak berasal dari ahli bedah dan

personal bedah lainnya sebagai pembawa kuman patogen dari hidung,

mulut, faring, atau tangan. Mencuci tangan dengan baik dan berbicara

sedikit mungkin selama operasi dapat menurunkan kejadian infeksi.

Selain hal-hal yang di sebutkan diatas,terdapat juga faktor

etiologi lain yang ikut menentukan kejadian infeksi, seperti penggunaan

antibiotik yang tepat, debridemen yang tidak memadai, dan pus yang

tidak disalir (Sjamsuhidajat,2011).


46

2.3.7. Intervensi

Menurut NANDA NIC-NOC

1. Infection Control

a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

b. Pertahankan teknik isolasi

c. Berikan perawatan pada luka insisi

d. Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan

luka dengan tepat

e. Dorong masukan nutrisi yang cukup

f. Batasi pengunjung bila perlu

g. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung meninggalkan pasien

h. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

i. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

j. Berikan terapi antibiotik bila perlu

2. Infection protection

a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik lokal

b. Monitor hitung granulosit, WBC

c. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko

d. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,

drainase

e. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah

f. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep


47

2.3.8. Indikator keberhasilan

1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

2. Demam tidak ada (normal : 36,5 -37,5

3. Jumlah sel darah putih dalam batas normal (4.000-10.500sel/mm3)

4. Klien mampu melakukan mobilisasi dini


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitan

Desain penelitian yang di gunakan adalah Studi kasus. Studi kasus

merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit

penelitian secara intensif. Sangat penting untuk mengetahui variabel yang

berhubungan dengan masalah penelitian. Rancangan dari suatu studi kasus

bergantung pada keadaan kasus namun tetap mempertimbangkan faktor

penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku sebelumnya biasanya dikaji

secara rinci. Keuntungan yang paling besar dari rancangan ini adalah

pengkajian secara rinci meskipun jumlah respondennya sedikit, sehingga

akan didapatkan gambaran satu unit subjek secara jelas (Nursalam, 2008: 81).

Studi kasus ini untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan

pada klien BPH dengan masalah resiko infeksi post op prostattectomy di

ruang flamboyan RSUD Dr. Harjono ponorogo.

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah dalam studi kasus ini adalah Asuhan Keperawatan

pada Klien BPH dengan Resiko Infeksi post op prostattectomy di Ruang

Flamboyan RSUD Dr. Harjono ponorogo, maka penyusun studi kasus harus

menjabarkan tentang konsep asuhan keperawatan.

48
49

3.3 Partisipasi

Partisipan pada studi kasus ini adalah klien dengan diagnose BPH post

op prostatectomy dengan kriteria subjek:

3.3.1 Klien BPH yang kooperatif

3.3.2 Klien BPH Post Op Prostatectomy hari ke 2.

3.3.3 Klien yang ada luka di abdomen.

3.4 Lokasi dan Waktu

3.4.1 Lokasi

Lokasi studi kasus ini rencananya akan dilaksanakan di Ruang

Flamboyan lantai 2 gedung selatan RSUD Dr. Harjono Ponorogo yang

beralamat di Jl. Ponorogo-Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa

Timur.

3.4.2 Waktu Penelitian

Proses pembuatan studi kasus ini dimulai pada bulan November 2017

yang diawali dari pengajuan judul, dan ujian proposal dilaksanakan

pada bulan Januari 2018, pengambilan data dilakukan pada bulan

Februari 2018 sedangkan sidang studi kasus diadakan pada bulan Juni

2018.

3.5 Pengumpulan Data

a. Penyusunan judul penelitian

b. Pengajuan judul dan pengesahan judul penelitian oleh pembimbing

c. Bimbingan dan penyususnan proposal (BAB I, II dan III)

d. Ujian proposal penelitian dan revisi proposal penelitian


50

e. Mengurus perizinan dan persetujuan penelitian kepada pihak di RSUD

Dr.Hardjono Ponorogo

f. Bekerja sama dengan perawat untuk memperoleh informasi dari tempat

pengambilan kasus mengenai calon responden (klien)

g. Memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian

dan bila bersedia menjadi responden dipersilahkan menandatangani lembar

informed consent

h. Pengambilan data dengan pemberian asuhan keperawatan mulai dari

pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi

dan evaluasi keperawatan

i. Pengolahan data dan penyusunan laporan serta bimbingan BAB IV dan

BAB V

j. Ujian sidang Karya Tulis Ilmiah dan revisi Karya Tulis Ilmiah

k. Pengumpulan hasil Karya Tulis Ilmiah

Pengumpulan data adalah proses pendekatan ke subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan

penelitian dan teknik instrument yang digunakan. Selama proses

pengumpulan data, peneliti memfokuskan pada penyediaan subjek, melatih

tenaga pengumpulan data (jika diperlukan), memerhatikan prinsip validitas

dan reliabilitas, serta menyelesaikan masalah yang terjadi agar data

terkumpul sesuai rencana yang telah ditetapkan. ( Nursalam, 2008 : 111 )

Prosedur pengumpulan data


51

3.5.1 Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang

direncanakan dan meliputi tanya jawab antara perawat dengan klien

yang berhubungan dengan masalah kesehatan lain. Untuk itu

kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan oleh perawat agar dapat

memperoleh data yang diperlukan (Nursalam, 2008).

Wawancara adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan

data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi lisan

dari sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap dengan orang

tersebut (face to face). Jadi data tersebut diperoleh langsung dari

responden. Sumber informasi yang dicari dari wawancara, dapat

diperoleh dari klien, suami, keluarga, teman sejawat, ataupun profesi

kesehatan lain yang menangani klien. Wawancara sebagai pembantu

utama dari metode observasi. Dalam wawancara, peneliti bisa

mendapatkan data secara verbal yang meliputi : keluhan utama,

riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga.

Wawancara bukanlah sekedar memperoleh angka lisan saja,

sebab dengan wawancara penilitian akan dapat :

1. Memperoleh kesan langsung dari responden

2. Menilai kebenaran yang dikatakan oleh responden

3. Membaca air muka (mimik) dari responden

4. Memberikan penjelasan bila pertanyaan tidak di mengerti

responden

5. Memancing jawaban bila jawaban macet


52

Dalam pelaksanaan penilitian, wawancara kadang-kadang

bukan merupakan hal yang terpisah khusus, melainkan merupakan

pelengkap atau suplemen bagi metode-metode yang lain.

Diharapkan dengan wawancara ini diperoleh suatu data yang lebih

valid. Dalam wawancara hendaknya antara pewancara

(Interviewer) dengan sasaran (Interviewee) :

a. Saling melihat, saling mendengar dan saling mengerti.

b. Terjadi percakapan biasa, tidak terlalu kaku (formal)

c. Mengadakan persetujuan atau perencanaan pertemuan dengan

tujuan tertentu

d. Menyadari adanya kepentingan yang berbeda, antara pencari

informasi dan pemberi informasi (Notoatmodjo, 2010).

3.5.2 Observasi

Obeservasi merupakan kegiatan mengamati perilaku dan

keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan

klien. Observasi memerlukan keterampilan disiplin dan pratik klinik

sebagai tugas dari tugas perawat (Nursalam, 2008).

Dalam penelitian, pengamatan adalah prosedur yang berencana,

meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah dan taraf

aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Dalam melakukan observasi, bukan hanya

“melihat”, atau “menonton” , tetapi keaktifan jiwa atau perhatian

khusus dan -pencatatan. Ahli lain mengatakan bahwa observasi adalah

studi yang disengaja dan sistemik tentang fenomena sosial dan gejala-
53

gejala psychis dengan jalan “mengamati” dan “mencatat”

(Notoatmodjo, 2010). Observasi yang penting di lakukan mengenai

penelitian ini yaitu mengenai status nutrisi pasien dan resiko infeksi.

3.5.3 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Fisik dalam pengkajian keperawatan

dipergunakan untuk memperoleh data obyektif dari klien. Tujuan

dari pemeriksaan fisik untuk menentukan status kesehatan klien,

mengidentifikasi masalah, dan data dasar guna mneyusun rencana

asuhan keperawatan. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui

empat teknik yaitu inspeksi, palapasi, perkusi dan auskultasi

(Nursalam, 2008). Metode tes mencangkup inspeksi keadaan luka

apakah terdapat tanda-tanda infeksi dan hasil pemeriksaan

penunjang mengenai kadar WBC serta pemeriksaan fisik dilakukan

dengan format pengkajian secara persistem.

3.5.4 Studi dokumentasi

Studi Dokumentasi merupakan kegiatan untuk memperoleh

dukungan teoritis terhadap masalah peneliti yang dipilih, maka

peneliti perlu banyak membaca buku-buku literatur (Notoatmodjo,

2010). Peneliti mengumpulkan data dengan cara mengambil data yang

berasal dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat berupa

gambar, tabel atau daftar periksa, hasil laboratorium, status pasien dan

lembar observasi yang dibuat.


54

3.6 Analisa Data

Dalam penelitian ini, Pengamatan Resiko Infeksi menggunaan lembar

observasi NOC kontrol resiko dan keparahan infeksi di kategorikan menjadi,

tidak terjadi infeksi dengan score 25, resiko infeksi ringan dengan score 20-

24, resiko infeksi sedang dengan score 15-19, resiko infeksi berat dengan

score 10-14, terjadi infeksi dengan score 5-9.

Pengolahan dan analisa data penelitian (data mentah) harus diolah

berdasarkan prinsip-prinsip pengolahan data secara profesional.

Ketidakakuratan dalam pengolahan dan analisis data akan berakibat

kesimpulan hasil penelitian yang “bias” yang dapat membahayakan kesehatan

masyarakat. Hasil dari pengolahan dan analisis data tersebut terwujud dalam

“data penelitian” yang terekam dalam berbagai bentuk (Notoatmodjo, 2010:

217). Analisa data penelitian studi kasus keperawatan yang digunakan adalah

analisa deret waktu. Analisa deret waktu adalah serangkaian nilai pengamatan

yang diambil selama kurun waktu tertentu dan studi literature dituangkan

secara diskriptif dan naratif.

3.7 Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2008: 114-115) menyatakan bahwa secara umum

prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan

menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak

subjek, dan prinsip keadilan. Selanjutnya diuraikan sebagai berikut:


55

3.7.1 Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa menagibatkan penderitaan

kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus

b. Bebas dan Eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan

yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa

partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan

tidak akan dipengaruhi dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek

dalam bentuk apapun.

c. Resiko (benefit ration)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

3.7.2 Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self

determinated).

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai

hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun

tidak, tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap

kesembuhannya, jika mereka seorang klien.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perilaku yang diberikan

(right to full disclosure).

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada subjek.


56

c. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada imformed

consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya

akan dipergunakan untuk mengembangkan ilmu.

3.7.3 Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right to fair

treatment).

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya

diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau

dikeluarkan dari penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity)

dan rahasia (confidentiality).


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Gambaran lokasi penelitian

Ruang Flamboyan RSUD Dr. Harjono Ponorogo bertempat di

komplek gedung lantai dua sebelah selatan yang terletak di sebelah

barat komplek gedung ICU RSUD Dr. Harjono Ponorogo yang

beralamatkan di Jalan Raya Ponorogo Pacitan, Kabupaten Ponorogo,

Propinsi Jawa Timur.

Ruang Flamboyan dilengkapi oleh beberapa ruangan maupun

peralatan yang menunjang pelayanan. Dari segi ruangan, ruang

Flamboyan di bagi menjadi beberapa ruangan yaitu:

1. Ruang Perawatan

Ruang Flamboyan merupakan ruang kelas 3 memiliki 4

ruangan untuk rawat inap yaitu ruang A, B, C, D. Dimana ruang A

dan B diperuntukkan untuk pasien yang menderita penyakit atau

kasus bedah tulang dengan kapasitas 11 bed per ruang, sedangkan

ruangan C diperlukan untuk penyakit dalam dengan kapasitas 11

bed, dan ruang D diperuntukan untuk penyakit THT dan Mata

terdapat 9 bed dan di dalamnya terdapat satu unit ruang isolasi

khusus penyakit tetanus dengan kapasitas 3 bed. Jika pasien

mengalami overload akan dirawat di lorong ruangan.

57
58

2. Ruang Diskusi

Ruang diskusi berada di luar ruangan perawatan. Terdapat 2

ruang diskusi digunakan untuk berdiskusi atau membahas kasus

yang terjadi pada pasien oleh tim medis, para medis, dan para

mahasiswa baik bidang kedokteran, keperawatan maupun

kebidanan yang sedang melakukan praktik klinik di ruang

Flamboyan RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

3. Ruang Tim Medis dan Para Medis

Ruang dimana tim medis maupun para medis melakukan

pemantauan sekaligus melakukan pendokumentasian tindakan

maupun perkembangan pasien pada masing-masing sift (waktu

jaga). Di ruang ini pula biasanya dilakukan timbang terima pasien

antar para medis yang sedang dinas dengan para medis yang akan

dinas pada sift selanjutnya.

4. Ruang peralatan medis

Di ruang ini terdapat lemari 1 buah trolly injeksi dan trolly

rawat luka. Selain itu di ruang ini terdapat beberapa rak

peyimpanan alat-alat medis dan troli instrumen yang digunakan

untuk tindakan medis. Di ruang ini pula tersimpan 1 unit suction

yang siap untuk digunakan apabila diperlukan.

Selain yang telah di jelaskan diatas, ruang selain yang telah

dijelaskan diatas, ruang Flamboyan RSUD Dr. Harjono Ponorogo

juga dilengkapi sarana dan prasarana lain seperti toilet, ruang ganti

pakaian untuk tim medis dan para medis apabila waktu dinas,
59

wastafel untuk cuci tangan setelah dan sesudah melakukan

tindakan, serta beberapa sarana dan prasarana lain yang menunjang

pelayanan pada pasien di ruang Flamboyan RSUD Dr. Harjono

Ponorogo.

5. Jumlah sumber daya manusia dan kualifikasi pendidikan

No Profesi Kualifikasi Jumlah


1 Dokter Spesialis Bedah S2 Spesialis Bedah 2
2 Dokter Spesialis Mata S2 Spesialis Penyakit 2
Mata
3 Dokter Spesialis THT S2 Spesialis THT 1
4 Dokter Spesialis Orthopedi S2 Spesialis Orthopedi 1
5 Perawat S1 Keperawatan 9
D III Keperawatan 7
6 Tenaga Administrasi D III Keperawatan 1
7 Cleaning Service SMA 3
Jumlah 26
Tabel. 4.1. Sumber daya manusia dan kualifikasi ruang Flamboyan
6. Riwayat Penelitian Sebelumnya

Menurut Kepala Ruang, ruang Flamboyan RSUD Dr.

Harjono Ponorogo pernah digunakan oleh peneliti lain untuk

melakukan penelitian baik dengan pendekatan kualitatif maupun

kuantitatif. Untuk penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan

strategi penelitian case study research (studi kasus) pada bidang

keperawatan, yang dilakukan oleh peneliti terdahulu adalah asuhan

keperawatan secara umum, belum terfokus pada satu intervensi

masing-masing kasus yang diteliti.


60

4.1.2. Karakteristik partisipan

Peneliti telah melakukan asuhan keperawatan pada klien

bernama Tn. L usia 55 tahun, jenis kelamin laki-laki, bekerja sebagai

petani, klien tinggal di Desa. N, Kecamatan. G, Kab P. Klien telah

terdiagnosa post operasi prostatectomy hari ke 2 di Ruang Flamboyan

RSUD Dr. Harjono Ponorogo

4.1.3. Data asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Pasien bernama Tn. L, usia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki,

pekerjaan pasien sebagai petani

b. Keluhan utama

Nyeri pada luka bekas operasi

c. Riwayat penyakit sekarang

SMRS : pasien mengatakan saat di rumah kurang lebih 1

minggu klien mengeluh sulit untuk BAK, saat BAK selalu

mengejan, lama kelamaan mengeluh sakit sekali saat BAK lalu

pasien di bawa ke puskesmas di sekitar lingkungan rumahnya,

dari puskesmas kemudian pasien di rujuk ke RSUD Dr Hardjono

Ponorogo.

MRS : pasien mengatakan pada tanggal 14 mei 2018

pukul 08.20 di bawa ke Poli Bedah RSUD Dr. Hardjono

ponorogo dengan keluhan BAK nyeri, sulit BAK, saat BAK

selalu mengejan, lalu pasien di anjurkan pemeriksaan USG


61

urologi dinyatakan ada BPH oleh dokter dan di anjurkan untuk

rawat inap di ruang Flamboyan dan dilaksanakan operasi pada

tanggal 15 mei 2018 pada pukul 11.20. setelah itu pad tanggal

15 mei 2018 pukul 11.00 di lakukan operasi.

Saat pengkajian : pada tanggal 17 mei 2018 pukul 13.00

pasien post op Prostatectomy hari ke 2 mengatakan nyeri pada

luka operasi di perut bagian bawah, nyeri semakin terasa saat

dibuat bergerak mengeluh, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri

seperti ditusuk tusuk dan panas, skala nyeri 6 di bagian regio 8

abdomen, pasien tampak lemas gelisah dan mengeluh pusing.

d. Genogram

Tn. K Ny. S Tn. P


Ny. T
87th (Tua) 82th(tua) 86th(Tua)
82th (tua)

Tn w 60 Th Ny. P Tn. L Ny. Y 45 Th


(sehat) 50th 55th (sakit) (sehat)
(sehat)

Tn. S Tn. K
Ny. S
39th 29th
34th(sehat
(sehat) (sehat)
)
Keterangan :

= Laki / Perempuan yang sudah meninggal

= Laki / Perempuan

= Pasien Laki / Pasien Perempuan

= Garis tinggal satu rumah


= Garis keturunan
= Garis pernikahan
62

e. Saat di rumah nafsu makan klien baik, makan 3x sehari dengan

nasi, sayur, lauk paukdan terkadang makan buah dan susu. Dan

saat dirumah sakit nafsu makan klien baik, makan 3x sehari

jatah dari rumah sakit mendapat diit TKTP hanya habis separuh

porsi. Dan dianjurkan makan telur rebus sehari minimal 3 butir.

f. Bentuk simetris tidak ada bayangan vena, terdapat luka bekas

operasi pada regio 8 , kondisi luka basah, kemerahan, odem,

panjang luka kurang lebih 7 cm, terpasang drain, keluar cairan

warna merah kurang lebih 50 cc, tertutup kassa steril.

g. Pola aktivitas

Saat dirumah didapatkan aktivitas klien seperti biasa dan sangat

jarang berolahraga. Dan setelah menjalani operasi untuk

pemenuhan ADL makan, toileting, kebersihan, berpakaian,

pasien dibantu dengan anggota keluarganya.

h. Safety / protection

Terdapat luka post op pada regio 8, panjang luka kurang lebih

kurang lebih 7 cm, luka operasi masih basah, luka odem,

kemerahan, terdapat cairan bening atau serum bercampur darah,

terdapata rembesan pada tepi balutan luka, pasien mengatakan

lukanya terasa panas, terpasang drain keluar cairan bewarna

merah kurang lebi 50 cc.


63

i. Pemeriksaan laboratorium

WBC : 11,5 10^3/ul, Mid# : 1,4 10^3/ul, Gran# : 9.1 10^3/ul,

HGB : 14.4 g/dl.

- Pemeriksaan USG Urologi : Hydronephrosis Grade II sinistra

Ok Obstruksi Post renal BPH ( Vol : 43 ml)

j. Penatalasaksanaan Terapi
Tanggal Nama obat Cara Dosis Manfaat
pemberian
17-5-2018 Ceftriaxone IV intra selang 2 x 1gram Antibiotik

Ketorolac IV intra selang 2 x 30mg Analgesik

Asam IV intra selang 3 x500 mg Anti


Traneksamat perdarahan

Ranitidine IV intra selang 2x150 mg Mengurangi


sekresi
lambung

Natrium Infus 18 tpm Pengganti


klorida cairan

Ringer laktat Infus 18 tpm Elektrolit

NACL Infus 36 tpm Irigasi


kandung
kemih

Tabel 4.2 terapi injeksi


64

2. ANALISA DATA
Pada pengkajian Tn. L post op prostatectomy pada hari ke 2 di

temukan data subjektif, klien mengatakan nyeri pada luka post

operasi,nyeri seperti di tusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, skala nyeri 6 dan

pada data objektif di temukan luka post op tertutup kassa steril di regio 8

dengan panjang 7 cm luka jahit 6, ekspresi wajah tampak menahan nyeri

dengan tanda-tanda vital TD :130/90 mmHg, N : 88x/mnt, RR :

20x/mnt, S :37,3 °c.

Secara teori menurut Wijaya, (2013) gejala yang timbul pada BPH

pasca/post operasi dapat berupa adanya nyeri tekan pada abdomen,

demam, adanya spasme otot pada abdomen yang menyebabkan kekakuan

abdomen, dan diikuti dengan gejala seperti mual dan muntah.

Berdasarkan teori dan fakta tidak terdapat kesenjangan di karenakan

keluhan yang di rasakan Tn. L diakibatkan adanya salah satu organ yang

mengalami pemisahan jaringan karena tindakan pembedahan yang

menyebabkan nyeri itu timbul pasca dilakukan operasi, peneliti

berkesimpulan teori mendukung terhadap kasus.

Pada pengkajian Tn. L post op prostatectomy pada hari ke 2 di

temukan data subjektif, klien mengatakan nyeri pada luka post operasi,

klien mengatakan panas pada luka post operasi dan pada data objektif di

temukan luka post op tertutup kassa steril di regio 8 dengan panjang 7 cm

luka jahit 6, keaadaan luka masih basah, terdapat oedema di sekitar luka,

terdapat kemerahan di sekitar luka dengan tanda-tanda vital TD :130/90

mmHg, N : 88x/mnt, RR : 20x/mnt, S :37,3 °c.


65

Secara teori menurut (Potter & Perry, 2005) Infeksi adalah

invasi tubuh oleh patogen atau mikro organisme yang mampu

menyebabkan sakit. jika mikro organisme gagal menyebabkan cedera

yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi di sebut asimptomatik.

Penyakit timbul jika patogen berbiak dan menyebabkan perubahan pada

jaringan normal. Jika penyakit infeksi dapat di tularkan langsung dari

satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau

contagious. Tinggi rendahnya resiko infeksi yang timbul pada klien

dapat dinilai dengan lembar obsevasi setiap butir pertanyaan dinilai

berdasarkan gejala yang muncul : Nilai 1 terdapat tanda-tanda infeksi

(Rubor, Calor, Dolor, Tumor, Fungsiolaesa, Eksudat, Nilai 2 terdapat

tanda-tanda infeksi (Rubor, Calor, Dolor, Tumor), Nilai 3 terdapat 2

tanda infeksi tanpa adanya funsiolaesa dan pus, Nilai 4 terdapat tanda

infeksi tanpa adanya fungsiolaesa dan pus, Nilai 5 tidak ada tanda

infeksi.

Penentuan derajat resiko infeksi dengan cara menjumlahkan

nilai score dengan hasil : Tidak terjadi infeksi score 25, Resiko infeksi

ringan 20-24, Resiko infeksi sedang score 15-19, Resiko infeksi berat

score 10-14 dan Terjadi infeksi 5-9.

Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan dan dari tanda-tanda

yang diamati kepada klien seperti terjadi peningkatan suhu serta setelah

diobservasi resiko terjadinya infeksi di dapatkan score 15 pada hari

pertama maka peneliti menyimpulkan jika klien mengalami resiko

infeksi sedang.
66

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. L No.RM : 408657

Diagnosa NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervension


Keperawatan Classification) Classification)

Resiko infeksi Risk Control Infection control (kontrol infeksi)


Setelah di lakukan tindakan 1. Bersihkan lingkungan dengan
keperawatan 6 x 24 jam di baik setelah di gunakan untuk
harapkan tidak ada tanda-tanda setiap pasien.
infeksi dengan indikator : 2. Batasi jumlah pengunjung.
Kontrol resiko : proses infeksi 3. Anjurkan pasien mengenal
1. Mengetahui perilaku yang tekhnik mencuci tangan dengan
berhubungan dengan resiko tepat.
infeksi 4. Pastikan tekhnik perawatan luka
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang tepat.
infeksi 5. Tingkatkan intake nutrisi yang
3. Memonitor perilaku diri yang tepat.
berhubungan dengan resiko6. Dorong intake cairan yang
infeksi sesuai.
4. Memonitor faktor di lingkungan 7. Dorong untuk beristirahat.
yang berhubungan dengan resiko 8. Ajarkan kepada pasien dan
infeksi keluarga mengenai tanda dan
5. Mempertahankan lingkungan gejala infeksi dan kapan harus
yang bersih melaporkannya kepada
6. Menggunakan strategi untuk penyedia perawatan kesehatan.
desinfeksi barang-barang 9. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai bagaimana
Keparahan Infeksi menghindari infeksi.
1. Kemerahan 10. Lakukan tindakan kolaborasi
2. Cairan (Luka) yang berbau pemberian antibiotic sesuai
busuk advice dokter.
3. Ketidak stabialan suhu
4. Nyeri Perlindungan infeksi
5. Peningkatan jumlah sel darah 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
putih sistemik lokal.
2. Monitor hitung granulosit,
WBC.
3. Pertahankan teknik asepsis pada
pasien yang beresiko.
4. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
5. Inspeksi kondisi luka atau insisi
bedah.
6. Skrining semua area
pengunjung terkait penyakit
menular
7. Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area yang
67

mengalami edema
8. Periksa kulit dan selaput lendir
untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, dan
drainase
9. Anjurkan peningkatan mobilitas
dan latihan yang tepat
10. Instrusikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep

Perawatan luka
1. Berikan rwatan insisi pada luka,
yang di perlukan
2. Berikan balutan yang sesuai
dengan jenis luka
3. Pertahankan balutan teknik
steril ketika melakukan
perawatan luka, dengan tepat
4. Periksa luka setiap kali
perubahan balutan
5. Bandingkan dan catat setiap
perubahan luka
6. Anjurkan pasien dan keluarga
pasien pada prosedur perawatan
luka
7. Dokumentasi lokasi luka,
ukuran dan tampilan

Penahapan Diet : pembedahan


1. Instruksikan pasien untuk
makan-makanan yang
mengandung protein
2. Kerja sama dengan ahli diet
setelah operasi untuk
memastikan bahwa nutrisi
protein sudah optimal dan untuk
memodifikasi diet sesuai yang
di tentukan
Tabel 4.3 Rencana asuhan keperawatan
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. L No. RM : 408657

Jam Hari 1 Jam Hari 2


17 mei 2018 18 mei 2018

13.00 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan 07.30 1. Memberikan rawatan insisi pada luka dengan prinsip
keperawatan steril
2. Melakukan perawatan kateter 2. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik
13.30 3. Memberikan intake nutrisi (TKTP) dan local
15.00 4. Kolaborasi dengan tim medis injeksi intra vena : 3. Memeriksa kulit adanya kemerahan, panas, dan
Ceftriaxone 1 x1 gr bengkak
Ketorolac 1 x 2 ml 4. Mempertahankan teknik balutan steril ketika
Ranitidine 1 x150 mg melakukan perawatan luka
Asam traneksamat 1 x 500 mg 11.00 5. Membatasi jumlah pengunjung
11.10 6. Menganjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan
pasien
12.30 7. Meningkatkan asupan nutrisi yang tepat (Diet TKTP)
15.00 8. Kolaborasi dengan tim medis injeksi intra vena :
Ceftriaxone 1 x 1 gr
Ranitidin1 x 150 mg
Ketorolac 1 x 2 ml
Asam traneksamat 1 x 500 mg

68
Jam Hari 3 Jam Hari 4
19 mei 2018 20 mei 2018

07.30 1. Memberikan rawatan insisi pada luka dengan prinsip 07.30 1. Memberikan rawatan insisi pada luka dengan prinsip
steril steril
2. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik 2. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik
dan local dan local
3. Memeriksa kulit adanya kemerahan, panas, dan 3. Memeriksa kulit adanya kemerahan, panas
bengkak 4. Memeriksa kondisi setiap sayatan atau luka
4. Memberikan balutan yang sesuaidengan jenis lukadan 5. Memberikan balutan yang sesuaidengan jenis lukadan
mempertahankan teknik balutan steril ketika mempertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka melakukan perawatan luka
08.00 5. Melakukan perawatan katerisasi 6. Melakukan perawatan katerisasi
08.15 6. Mengobservasi cairan drainase 10.00 7. Mengobservasi cairan drainase
10.00 7. Melatih pasien mobilisasi dini Mika-Miki 8. Melatih klien mika-miki
12.00 8. Meningkatkan asupan nutrisi yang tepat (Diet TKTP) 12.00 9. Meningkatkan asupan nutrisi yang tepat (Diet TKTP)
15.00 9. Kolaborasi dengan tim medis injeksi intra vena : 16.00 10. Memotivasi dan melatih pasien untuk melakukan
Ceftriaxone 1 x 1 gr mobilisasi Duduk min 5 menit di atas bed
Ranitidin 1 x 150 mg
Ketorolac 1 x 2 ml
Asam traneksamat 1 x 500 mg

69
Jam Hari 5 Jam Hari 6
21 mei 2018 22 mei 2018
07.00 1. Pengambilan sample darah untuk pemeriksaan lab 07.30 1. Memberikan rawatan insisi pada luka dengan prinsip
07.30 2. Memberikan rawatan insisi pada luka dengan prinsip steril
steril 2. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik
3. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
dan local 3. Memeriksa kulit adanya kemerahan, panas
4. Memeriksa kulit adanya kemerahan, panas 4. Memberikan balutan yang sesuaidengan jenis lukadan
5. Memberikan balutan yang sesuaidengan jenis lukadan mempertahankan teknik balutan steril ketika
mempertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
melakukan perawatan luka 12.00 5. Meningkatkan asupan nutrisi yang tepat (Diet TKTP)
6. Melepas kateter irigasi 12.30 6. Memotivasi dan melatih pasien untuk melakukan
7. Melepas drain mobilisasi (berdiri di samping bed)
12.00 8. Meningkatkan asupan nutrisi yang tepat (Diet TKTP) 13.30 7. Menganjurkan kepada pasien dan keluarga untuk
16.00 9. Melatih pasien untuk melakukan mobilisasi Duduk selalu melakukan perawatan luka setiap hari
min 5 menit di atas bed

Tabel 4.4 implementasi keperawatan

70
5. EVALUASI

Nama Pasien : Tn. L No. RM : 408657

Jam Hari 1 Jam Hari 2


17 mei 2018 18 mei 2018
20.00 S: 20.00 S:
1. Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan. 1. Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan
2. Nyeri seperti tertusuk-tusuk 2. Klien mengatakan gatal pada luka jahitan
3. Skala nyeri 4 3. Klien mengatakan panas pada luka jahitan
4. Nyeri hilang timbul
5. Klien mengatakan gatal pada luka jahitan O:
6. Klien mengatakan panas pada luka jahitan 1. Klien belum mampu factor lingkungan yang
berhubungan dengan resiko infeksi
O: 2. Klien belum mampu mempertahankanlingkungan
1. Klien belum mampu factor lingkungan yang lingkungan yang bersih
berhubungan dengan resiko infeksi 3. Terdapat luka bekas operasi pada Regio 8
2. Klien belum mampu mempertahankan lingkungan 4. Klien terlihat nyeri
lingkungan yang bersih 5. Luka tampak basah
3. Terdapat luka bekas operasi pada Regio 8 6. Luka kemerahan, panas
4. Klien terlihat nyeri 7. Terdapat pembengkakan pada luka (Tumor)
5. Luka kemerahan, panas, dan bengkak 8. Terpasang kateter tryway
6. Terpasang kateter tryway 9. Cairan irigaasi bewarna merah muda ±40cc
7. Cairan irigaasi bewarna merah muda ±50cc 10. Suhu 37.3°c
8. Suhu 37.3°c
A : Resiko Infeksi Sedang (skor 16)
A : Resiko Infeksi Sedang (skor 15)
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4

71
Jam Hari 3 Jam Hari 4
19 mei 2018 20 mei 2018
20.00 S: 20.00 S:
1. Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan. 1. Klien mengatakan panas pada luka jahitan
2. Klien mengatakan panas pada luka jahitan
O:
O: 1. Klien mampu factor lingkungan yang berhubungan
1. Klien kurang mampu factor lingkungan yang dengan resiko infeksi
berhubungan dengan resiko infeksi 2. Klien mampu mempertahankan lingkungan
2. Klien belum mampu mempertahankan lingkungan lingkungan yang bersih
lingkungan yang bersih 3. Diit TKTP jatah dari rumah sakit habis satu porsi
3. Diit TKTP jatah dari rumah sakit habis satu porsi 4. Terdapat luka bekas operasi pada Regio 8
4. Terdapat luka bekas operasi pada Regio 8 5. Luka terlihat basah
5. Luka tampak basah 6. Saat perawatan luka, sedikit keluar cairan
6. Saat perawatan luka keluar caiaran/ serum 7. Luka kemerahan, panas
bercampur darah 8. Terlihat sedikit pembengkakan pada luka
7. Klien terlihat nyeri 9. Terpasang drain, keluar cairan ±15 cc
8. Luka kemerahan, panas 10. Terpasang kateter tryway
9. Terdapat pembengkakan pada luka (Tumor) 11. Cairan irigaasi bewarna jernih
10. Terpasang drain, keluar cairan ± 30 cc 12. Suhu 37.7°c
11. Terpasang kateter tryway
12. Cairan irigasi bewarna merah muda A : Resiko Infeksi Sedang (skor 19)
13. Suhu 36.6°c
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8
A : Resiko Infeksi Sedang (skor 18)

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9

72
Jam Hari 5 Jam Hari 6
21 mei 2018 22 mei 2018
20.00 S: 14.30 S:

O: O:
1. k/u baik 1. k/u baik
2. Terdapat luka bekas operasi pada Regio 8 2. Terdapat luka bekas operasi pada regio 8
3. Luka terlihat sedikit kering 3. Luka kering
4. Balutan kassa kering 4. Tidak kemerahan
5. Saat perawatan luka, sedikit keluar cairan 5. Tidak odem
6. Luka kemerahan 6. Saat perawatan luka tidak keluar cairan/ serum
7. Terlihat sedikit pembengkakan pada luka bercampur darah
8. Diit TKTP jatah dari rumah sakit habis satu porsi 7. Suhu 36.6°c
9. Suhu 36.6°c
10. Lab WBC 9.5 x10 ̂ 3/uL A : Resiko infeksi ringan (skor 24)

A : Resiko Infeksi ringan (skor 21) P : Pasien pulang, Intervensi dihentikan

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8

Tabel 4.5 evaluasi keperawatan

73
74

4.2. Pembahasan

Pada bab ini akan di bahas mengenai kesenjangan antara tinjauan teori

dan tinjauan kasus yang telah di lakukan di RSUD Dr. Hardjono ponorogo

pada tanggal 17 mei 2018 s/d 23 mei 2018. Setelah melakukan keperawatan

pada Tn. L yang mengalami Post Op prostatectomy maka penulis

menganalisis beberapa kesenjangan antara teori dan kasus yang akan dibahas

dengan sistematika 5 proses keperawatan yaitu : pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

4.2.1. Pengkajian

1. Data Umum / Identitas klien.

Pasien kasus Tn. L dengan usia 55 tahun dengan diagnosa

medis BPH di rawat di Ruang Flamboyan RSUD Dr. Hardjono

Ponorogo.

Berdasarkan tinjauan teori di jelaskan bahwa BPH adalah

kondisi patologis yang paling lazim pada usia lansia yang paling

sering untuk intervensi medis pada pria di atas 50 tahun

(Christanto, 2015). Peningkatan usia akan membuat

ketidakseimbangan rasio antara estrogen dan testosteron

(Wijaya, 2013).

Terjadi kesesuaian antara fakta dengan teori yang ada yaitu,

orang yang beresiko tinggi mempunyai penyakit BPH adalah lansia

dengan usia di atas dari 50 tahun karena semakin bertambahnya

usia maka terjadi penurunan fungsi organ termasuk testis,

penurunan fungsi organ tersebut mengakibatkan


75

ketidakseimbangan hormon, ketika terjadi penurunan testosteron

maka terjadi penurunan fungsi prostat dan meningkatnya kadar

estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya hiperplasi sel prostat.

2. Riwayat penyakit sekarang

Berdasarkan tinjauan kasus ditemukan riwayat penyakit

sekarang pada pasien Tn. L adalah mengeluh nyeri ketika BAK,

nyeri terasa panas, ketika BAK mengejan dengan pancaran yang

lemah, sering BAK malam hari, dan satu hari sebelum masuk RS

pasien merasakan BAK menetes dan terasa nyeri.

Berdasarkan tinjauan teori dijelaskan bahwa, gejala LUTS

merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk

mengeluarkan urine dan dapat terjadinya retensi urine akut

(Wijaya, 2013). Gejala klinis yang ditimbulkan oleh BPH disebut

sebagai syndroma prostatisme. Syndroma prostatisme dibagi

menjadi dua yaitu gejala obstruktif dan gejala iritasi. Gejala

obstruktif yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai

dengan mengejan (hesitansi), terputus-putusnya aliran kencing

(Intermitency),menetesnya urine pada akhir kencing (Terminal

dribling), dan pancaran lemah. Gejala iritasi yaitu perasaan ingin

buang air kecil yang sulit ditahan (Urgency), frekuensi miksi lebih

sering dari biasanyadapat terjadi pada malam hari (Nocturia), nyeri

pada waktu kencing (Disuria), (Purnomo, 2009).

Terjadi kesesuaian antara fakta dengan teori yang ada yaitu,

ketika terjadi pembesaran prostat maka akan meluas ke atas


76

(Bladder), mempersempit saluran urethra dan menyumbat aliran

urine, sehingga akan meningkatkan tekanan pada intravesikal yang

mempengaruhi otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat

untuk dapat memompa urine. Kualitas miksi tidak banyak berubah

pada fase awal, namun lama kelamaan kemampuannya untuk

berkontraksi akan mengalami kepayahan (Fatique) dan terjadi

hipertropi otot detrusor sehingga kualitas miksi berubah, kekuatan

serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak

adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses

miksi berakhir kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya

pengeluaran urine sehingga timbullh retensi urine. Akibat

pembesaran prostat tersebut akan menimbulkan berbagai gejala

karena tidak adekuatnya pengeluaran urine, yaitu mengejan karena

upaya untuk pengeluaran urine yang tidak adekuat, terputus-

putusnya aliran kencing, menetesnya urine pada akhir kencing,

pancaran lemah, buang air kecil yang sulit ditahan dan nyeri pada

waktu kencing akibat pembesaran prostat.

3. Keluhan utama

Berdasarkan tinjauan kasus ditemukan keluhan utama pada

Tn. L Post Op Prostatectomy hari ke 2 yaitu adanya nyeri tekan

pada abdomen karena disebabkan adanya luka insisi bedah

abdomen post operasi prostatectomy.

Secara teori menurut Wijaya, (2013) gejala yang timbul

pada BPH pasca/post operasi dapat berupa adanya nyeri tekan pada
77

abdomen, demam, adanya spasme otot pada abdomen yang

menyebabkan kekakuan abdomen, dan diikuti dengan gejala seperti

mual dan muntah.

Dikarenakan keluhan seperti yang dirasakan Tn. L itu

diakibatkan adanya salah satu organ yang mengalami pemisahan

jaringan karena dilakukannya tindakan pembedahan yang mampu

menyebabkan nyeri itu timbul pasca dilakukannya operasi. Maka

tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus, berarti teori

mendukung terhadap kasus.

4. Pemeriksaan fisik

a. Berdasarkan tinjauan kasus pada Tn. L berumur 55 tahun

didapatkan tanda-tanda vital nadi 88 x/mnt, TD 130/80 mmHg,

Suhu 37,3, HR 20 x/mnt. Menurut teori (Margareth, 2012) pasca

pembedahan pasien dilakukan observasi untuk mengetahui

terjadinya perdarahan didalam syok, hipotermi, atau gangguan

pernafasan.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan demam

terjadi karena adanya dehidrasi pasca dilakukan tindakan

operasi, demam juga dapat terjadi karena adanya tindakan pasca

pembedahan yang dapat menimbulkan suatu proses terjadinya

resiko infeksi pada pasien tersebut dengan gejala pada pasien

bisa ditemui seperti peningkatan suhu tubuh.


78

b. Pemeriksaan abdomen

Menurut tinjauan kasus Tn. L mengalami nyeri disertai rasa

panas pada regio 8, pemeriksaan inpeksi pada abdomen terdapat

lesi luka post operasi pada regio 8, keadaan luka masih basah,

adanya kemerahan pada area sekitar luka dan luka terbalut kassa

dengan panjang lebih dari 7 cm.

Menurut teori (Purnomo, 2009) pasien dengan post operasi BPH

memiliki keluhan berupa nyeri pada bagian abdomen di

karenakan inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar prostat

dan distensi kapsul prostat. Pada tindakan pasca pembedahan

mampu menyebabkan terjadinya infeksi menurut tinjauan teori

(Sjamsuhidajat, 2011) adanya infeksi atau peradangan di tandai

dengan adanya tanda rubor ( kemerahan), calor yang disebabkan

karena adanya fasodilatasi, serta tumor karena adanya eksudasi

ujung syaraf perasa terangsang oleh peradangan sehingga timbul

dolor.

Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya proses pembedahan

pada bagian yang mengalami kerusakan pada bagian organ

tertentu dan terjadi diskontuinitas atau pemisahan jaringan pasca

dilakukan pembedahan. Maka tidak terjadi kesenjangan pada

kedua teori tersebut.


79

4.2.2. Diagnosis

Pada saat pengkajian pada klien Tn. L telah di temukan diagnosa

keperawatan yaitu resiko infeksi berhubungan dengan ada luka post

operasi akibat pembedahan.

Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang

menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan

bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri dengan

penutupan dan penjahitan luka (Muttaqin, 2011). Tindakan bedah

merupakan ancaman potensial atau aktual kepada intergritas seseorang

mengalami resiko infeksi, resiko infeksi dapat terjadi karena luka yang

terbuka. Resiko infeksi tersebut adalah keadaan proses masuknya

infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu

bakteri gram negatif (E.coli), gram positif (Enterococcus) dan

terkadang bakteri anaerob dapat berasal dari kulit, lingkungan, dari alat-

alat untuk menutup luka dan operasi, bakteri yang paling banyak adalah

Staphylococcus.

Berdasarkan dari data diatas di munculkan diagnosa resiko

infeksi dengan di dukung oleh dengan data yang mengarah pada resiko

infeksi. Pada klien di temukan didapatkan post Op prostatektomy hari

ke-2 terdapat luka bekas operasi pada regio 8. Keadaan luka masih

basah dan adanya kemerahan, panjang luka kurang lebih 7 cm,

terpasang drain keluar darah kurang lebih 50 cc, tertutup kassa steril.

Penulis memprioritaskan diagnosa resiko infeksi karena resiko infeksi

dapat menimbulkan penyembuhan luka yang terlalu lama.


80

4.2.3. Perencanaan

Perencanaan keperawatan yang telah diterapkan pada Tn. L pada

dasarnya menggunakan perencanaan yang telah disusun dari hasil

diagnosa keperawatan yang muncul peneliti memberikan rencana untuk

mengatasi resiko infeksi, berdasarkan teori masalah keperawatan

dengan resiko infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka

dengan melakukan tindakan menurut NIC (Nursing Intervention

Clasification) dengan indikator : Infection Control (Kontrol infeksi),

peneliti memeilih tindakan dengan observasi tanda-tanda infeksi,

melakukan perawatan luka secara steril karena dengan dilakukan

perawatan luka dengan steril maka luka tidak mudah terinfeksi oleh

virus dan virus tidak mudah masuk dalam tubuh, dan menganjurkan

pasien untuk meningkatkan kadar nutrisi, karena nutrisi yang adekuat

mampu menjaga sistem imun sehingga kuman atau virus tidak mudah

masuk dalam tubuh, melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi

antibiotic.

Penyembuhan luka pada pasien post pembedahan dilakukannya

perawatan luka yang tepat, perawatan pada luka tersebut mampu

mencegah terjadinya infeksi dan dapat mempercepat penyembuhan luka

(Sjamsuhidajat, 2011). Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

yang bergntung pada poliferasi sel dan aktifitas sintetik, khususnya

sensitive terhadap defisiensi suplai darah local dan juga peka terhadap

keadaan status gizi penderita. Pada penderita yang jelas kekurangan gizi

luka tidak menyembuh secara optimal ( Potter & Perry, 2008).


81

Berdasarkan pada kedua tinjuan antara fakta dan teori terjadi

kesesuaian, pada Tn. L penelititi juga memberikan diit TKTP yaitu

dengan memberikan makanan protein tambahan. Perawatan luka itu

juga sangat mendukung akan penyembuhan luka post pembedahan

dikarenakan untuk mencegah terjadinya tanda dan gejala infeksi. Faktor

nutrisi juga sangat penting dalam menjaga imunitas tubuh seseorang

dan proses penyembuhan luka, serta memberikan anjuran pada pasien

untuk melakukan mobilisasi dengan tujuan meningkatkan fungsi paru-

paru karena semakin dalam nafas yang ditarik semakin meningkatkan

sirkulasi darah. Hal tersebut memperkecil terjadinya resiko

pembentukan gumpalan darah.

4.2.4. Pelaksanaan

Peneliti memberikan implementasi pada Tn. L untuk mencegah

timbulnya resiko infeksi dan mempercepat penyembuhan luka dengan

melakukan tindakan perawatan luka secara sterile. Memberikan diit

tinggi kalori tinggi protein mengobservasi tanda-tanda infeksi dan

melakukan kolaborasi pemberian antibiotik serta menganjurkan pasien

untuk mobilisasi dalam proses mempercepat penyembuhan luka.

Penyembuhan luka adalah suatu proses yang terjadi secara

normal. Artinya tubuh yang sehat mempunyi kemampuan alami untuk

melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah daerah

yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan

awal proses penyembuhan luka (Mubarak, 2015). Pemberian

antibiotik pasca bedah adalah untuk mencegah infeksi post operatif


82

pada lokasi operasi. Faktor pemberian nutrisi sangat penting dalam

menjaga sistem imunitas tubuh dan proses penyembuhan luka.

Komponen-komponen yang memiliki efek terhadap sistem imun

diantaranya vitmin C, vitmin E, beta karotin, zink dan kolostrum.

Memberikan latihan untuk mobilisasi meningkatkan fungsi paru-paru,

semakin dalam nafas yang di tarik semakin meningkat sirkulasi darah.

Hal tersebut memperkecil resiko pembentukan gumpalan darah

sehingga mempercepat proses penyembuhan luka (Potter & Perry,

2008).

Terjadi kesesuaian antara fakta dan teori. Peneliti memberikan

implementasi perawatan luka sterile 1 hari sekali, memberikan diit

yang sesuai dengan keadaan pasien yaitu pemberian diit tinggi kalori

tinggi protein seperti halnya melakukan pemberian putih telur yang

sudah direbus dan menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi

makanan yang mengandung serat tinggi dan melakukan tindakan

kolaboratif seperti halnya memberikan terapi antibiotik, serta

mengajarkan pada pasien untuk melakukan mobilisasi pada hari 3

sampai hari ke 6. Dalam pelaksanaan tindakan diperlukan peran serta

keluarga dan peningkatan pengetahuan keluarga tentang proses

penyakit, perawatan dan prosedur pengobatan yang harus di jalani

pasien.
83

4.2.5 Evaluasi.

Evaluasi adalah tahap akhir proses dari keperawatan yang

menyangkut pengumpulan data objektif dan subjektif yang akan

menunjukkan apakah kriteria hasil atau indikator sudah tercapai atau

belum, masalah apa yang sudah terpecahkan dan apa yang perlu

terkaji, direncanakan, dilaksanakan, dan di nilai kembal. Berikut

adalah hasil grafik resiko infeksi Tn. L dalam 6 hari :

Grafik 4.1 Hasil Evaluasi Resiko Infeksi Pasien

Perkembangan
Instrumen Resiko Infeksi

25

20
Pasien

15

10 Perkembangan
5

0
Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke
1 2 3 4 5 6

Keterangan :

1) Pada hari pertama di dapatkan score 15 karena terdapat empat

tanda infeksi, peningkatan suhu, peningkatan jumlah leukosit dan

klien belum mampu melakukan mobilisasi dini

2) Pada hari kedua didapatkan score 16 karena klien masih terdapat

empat tanda infeksi, peningkatan suhu tubuh,peningkatan jumlah

leukosit dan klien belum mampu melakukan mobilisasi dini.

3) Pada hari ketiga didapatkan score 18 karena terdapat empat tanda

infeksi dan peningkatan jumlah leukosit.


84

4) Pada hari keempat didapatkan score 19 karena terdapat 2 tanda

infeksi dan peningkatan jumlah leukosit.

5) Pada hari kelima didapatkan score 21 karena masih terdapat 2 tanda

infeksi.

6) Pada hari keenam score 24 karena klien belum mampu berjalan di

sekitar ruangan.

Dari intervensi yang dilakukan klien menunjukan tingkat

keberhasilan setelah dilakukan tindakan keperawatan. Pada hari

pertama, kedua, dan ketiga post op klien mengalami tanda – tanda

resiko infeksi sedang di tandai adanya luka masih basah kemerahan,

bengkak dan peningkatan suhu mencapai 37,3°c , hari keempat luka

masih basah, bengkak dan kemerahan dan pada hari ke 4 keadaan luka

tanda-tanda infeksi mulai berkurang, luka mulai kering tetapi masih

sedikit ada kemerahan dan terdapat peningkatan suhu 37,6°c, pada hari

kelima terdapat tanda-tanda infeksi ringan dan tidak di tandai gejala

infeksi yang lain dan pada hari keenam tidak terdapat tanda-tanda

infeksi.

Tujuan diett Pasca-Bedah Menurut Mubarak, 2015 untuk

menunjang proses penyembuhan luka perlu diperhatikan mengenai diit

tinggi kalori tinggi protein seperti asupan protein dan vitamin A dan C,

tembaga, zinkum, dan zat besi yang adekuat. Protein mensuplai asam

amino yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi.

Pemberian asupan nutrisi berupa diit TKTP guna untuk menjaga system

kekebalan tubuh agar tidak mudah terinfeksi virus dan mengupayakan


85

agar status gizi pasien segera kembali normal guna mempercepat proses

penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien untuk

mencegah resiko infeksi dengan cara sebagai berikut:

a) Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)

b) Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain

c) Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan

d) Mempercepat proses penyembuhan luka Mencegah resiko infeksi.

Setelah diberikan tindakan perawatan luka secara steril

pemberian nutrisi TKTP. Klien mengalami hasil yang maksimal Tn.L

berusia 55 tahun jika makin bertambahnya usia maka sistem kekebalan

tubuh semakin menurun berdampak pada rentannya tubuh terkena

infeksi, klien memiliki status nutrisi yang cukup baik menghabiskan ½

porsi diit yang diberikan. Nutrisi sangat penting dalam meningkatkan

fungsi sel imun. serta pada hari 3 sampai hari ke 6 klien sudah bisa

untuk latian mobilisasi. Mobilisasi meningkatkan fungsi paru-paru,

semakin dalam nafas yang ditarik semakin meningkat sirkulasi darah

dan meningkatkan metabolisme tubuh. Hal tersebut memperkecil resiko

pembentukan gumpalan darah sehingga suplai nutrisi ke seluruh

jaringan sel tubuh dapat terpenuhi termasuk pada jaringan sekitar luka

operasi. Selanjutnya secara berturut-turut dianjurkan untuk duduk,

belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri. maka dari itu suplai

darah ke jaringan luka semakin baik sehingga mencegah dari tanda

gejala infeksi kondisi lukanya pada hari ke 6 sudah mulai kering dan

bebas dari tanda gejala infeksi .


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Keseluruhan data yang diperoleh peneliti baik wawancara, observasi studi

dokumentasi dan studi pustaka Asuhan Keperawatan klien BPH Post Op

Prostatatectomy dengan Resiko Infeksi Di Ruang Flamboyan RSUD Dr.

Hardjono Ponorogo pada Tn. L peneliti memperoleh kesimpulan meliputi dari

pengkajian, diagnose keperawatan ,perencanaan, implementasi dan evaluasi

sebagai berikut :

5.1. KESIMPULAN

5.1.1 Pengkajian keperawatan menggunakan 13 domain. Pada Tn. L, usia 55

tahun dengan BPH Post Op prostatectomy di dapatkan luka bekas

operasi pada abdomen regio 8, dengan kondisi luka basah, kemerahan,

panjang luka kurang lebih 6 cm, terpasang drain, keluar cairan warna

merah muda kurang lebih 50 cc, tertutup kasa steril. Serta mengeluh

nyeri pada bekas operasi dan terasa panas.

5.1.2. Diagnosa Keperawatan yang muncul dari klien BPH post op

prostatectomy adalah Resiko Infeksi.

5.1.3. Intervensi berdasarkan NOC : proses infeksi dan keparahan infeksi

dan NIC : Infection control dan perlindungan infeksi .

5.1.4. Pemberiaan implementasi asuhan keperawatan pada klien yang sudah

direncanakan di lakuakan semuanya. Dari tindakan yang sudah di

lakukan sesuai NIC : kontrol infeksi, perlindungan infeksi, perawatan

luka yang di lakukan selama 6 hari.

86
87

5.1.5. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien BPH Post Op

Prostatectomy di Ruang Flamboyan RSUD Dr. Hardjono Ponorogo

yang sudah dilakukan selama 6 hari. Pada hari 1 didapatkan resiko

infeksi sedang (skor 18) pada hari ke 6 dengan resiko infeksi ringan

(skor 24). Faktor yang mempengaruhi yaitu perawatan luka dengan

prinsip steril, dan diit TKTP.

5.2. SARAN

Kesimpulan diatas dapat dikemukakan saran-saran yang bisa diterima dan

dapat meningkatkan mutu dan melakukan tindakan membantu mencegah

resiko infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka klien dengan

diagnosa BPH Post Op Prostatectomy dengan Resiko Infeksi antara lain:

5.2.1. Bagi pasien

Pasien di sarankan selalu menjaga kebersihan diri agar terhindar dari

virus yang masuk, memperbaiki status nutrisi,mengkonsumsi makanan

yang mengandung tinggi kalori dan tinggi protein yang mempunyai

peran untuk mempercepat penyembuhan luka dan menjaga kekebalan

tubuh agar tidak mudah terinfeksi virus dan melakukan mobilisasi

segera mungkin untuk memperlancar aliran darah.

5.2.2. Bagi keluarga

Keluarga juga dapat mencegah timbulnya infeksi dan mempercepat

penyembuhan luka yaitu dengan cara mencuci tangan sebelum atau

sesudah berinteraksi dengan klien. Memotivasi klien untuk selalu

mengkonsumsi makanan yang mengandung kalori dan protein saat

berada di rumah sakit maupun di rumah.


88

5.2.3. Bagi profesi keperawatan

Untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan

intervensi yang berfokus pada masalah Resiko Infeksi pada pasien BPH

Post Op Prostatectomy.

5.2.4. Bagi rumah sakit

Memberikan masukan pada pihak rumah sakit dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien BPH Post Op Prostatectomy dengan

Resiko Infeksi. untuk pencegahan masalah terjadinya infeksi pada klien

Post Op Prostatectomy di lengkapi dengan SOP.

5.2.5. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan institusi pendidikan memberikan kemudahan dan

memberikan fasilitas bagi mahasiswa dalam penyusunan tugas akhir

dengan cara memberikan literature yang lengkap di perpustakaan agar

mahasiswa terbantu dengan adanya literature yang lengkap dan terbaru.

5.2.6. Bagi penulis selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya supaya untuk lebih memanfaatkan

atau menggunakan waktu yang lebih efektif, menggunakan sumber-

sumber bacaan yang terbaru dan lebih lengkap lagi sehingga dapat

memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada klien secara

optimal, khususnya untuk klien BPH Post Op Prostatectomy dengan

Resiko Infeksi.
89

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G. M., & all, e. (2016). Nursing Intrevention Classification .


ELSEVIER.

Criss, T., frans, l., Sonia, H., & Eka Adif, P. (2014). Kapita Selekta Kedokteran
Essentials medicine. Jakarta: Media Aesculapius.

Doenges, m. E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dores, D. D. (2017). Asuhan Keperawatan Nyeri Akut dengan BPH di Rsud


Padang Arang Boyolali, Pronpinsi Jawa Tengah. [internet] bersumber dari
http://eprints.ums.ac.id/34015/3/BAB%201.pdf diakses tanggal 03
Desember 2017.

Herdman, T. H. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan &


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperwatan Post Operasi


Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.

Johnsn, M., & Swanson, S. M. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC)


Edisi Bahasa Indonesia. United State of America: ELSEVIER.

Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar (1 ed.). (T. Utami, Penyunt.) Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. (S. Carolina, Ed.) Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan (2 ed.). (T. e. medika, Ed.) Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, & Fransisca, B. B. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
90

Perry, P. &. (2008). Fundamental Keperawatan (Vol. 1). (D. Yulianti, & M.
Ester, Eds.) Jakarta: EGC.

Perry, P. (2005). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice.


jakarta: EGC.

Purnomo, B. B. (2009). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Reksoprodjo, S. (2008). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: FKUI.

Rendi, M. C., & Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sjamsuhidajat, & jong, d. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat- De Jong
(3 ed.). (R. Sjamsuhidajat, W. Karnadihardja, T. O. Prasetyono, & R.
Rudiman, Eds.) Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzane C. & Bare, Brenda G. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikel
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta, Buku Kedokteran EGC.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.
Lampiran 1

MATRIK WAKTU STUDI KASUS

MATRIK WAKTU PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH


No Kegiatan Oktober 2017 Novemb Desember Januari 2018 Februari Maret April Mei Juni Juli
er 2017 2017 2018 2018 2018 2018 2018 2018
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuandan Pengesahan
Judul
2 Penyusunan Proposal BAB
I, II, III
3 Presentasi Seminar
Proposal
4 Revisi Proposal Penelitian
5 Pengambilan Data
6 Pengambilan Data dan
Penyusunan Laporan
7 Bimbingan BAB IV-V
8 Ujian Sidang KTI
9 Revisi KTI
10 Pengumpulan Hasil KTI

91
92

Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

..............................................

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama / NIM : Hendrik Setiono / 201501069

Alamat : Ds. Prajegan, Kec. Sukorejo, Kab. Ponorogo

Telp : 0895393035931

Saya adalah mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang


sedang melaksanakan studi kasus dengan judul ” ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN BPH POST OP PROSTATECTOMY DENGAN MASALAH RESIKO
INFEKSI DI RUANG FLAMBOYAN RSUD Dr. HARJONO PONOROGO”. Tujuan
studi kasus ini untuk megetahui pelaksanaan asuhan keperawatan yang sudah dilakukan dan
upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Kerahasiaan identitas dan informasi yang
diberikan akan dijaga. Jika terjadi hal-hal yang memberatkan maka anda memperbolehkan
mengundurkan diri dari kegiatan studi kasus ini dengan menghubungi penulis pada nomor
yang tercantum di atas.

Apabila anda menyetujui maka saya mohon kesediaannya menanda tangani lembar
persetujuan. Atas kesediaan dan kerjasamanya dalam karya tulis (studi kasus) ini, saya
ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Hendrik Setiono
93
94

Lampiran 4

LEMBAR INDIKATOR RESIKO INFEKSI PADA PASIEN BPH POST OP


PROSTATECTOMY

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tanda-tanda Terdapat Terdapat Terdapat 2 Terdapat 1 Tidak ada
infeksi tanda-tanda tanda- tanda infeksi tanda infeksi tanda infeksi
infeksi (Rubor, tanda tanpa adanya tanpa adanya
Calor, Dolor, infeksi fungsiolesa funsiolesa
Tumor, (Rubor, dan pus dan pus
Fungsiolaesa, Calor,
Eksudat) Dolor,
Tumor)
2 Kesetabilan >40 39-40 38-39 37-38 36-37
suhu
3 Jumlah >20.000/ 17.000- 14.000- 11.000- 4.000-
leukosit dalam mm3 19.000/ 16.000/ 13.000/ 10.000/
batas normal mm3 mm3 mm3 mm3
4 Pemberian diit Tidak Mengkons Mengkonsu Mengkonsu Mengkonsu
TKTP mengkonsumsi umsi 1 msi 2 butir msi 3 butir msi lebih
diit TKTP butir telur telur sehari telur sehari dari 3 butir
sehari telur sehari
5 Mobilisasi dini Tidak pernah Mika- Duduk Berdiri Berjalan
melakukan Miki selama 5 disamping disekitar
mobilisasi menit bed kamar
(Moorhead Dkk, Nursing Outcome Classification, 2014)

Kesimpulan :
1. Tidak terjadi infeksi = score 25
2. Resiko infeksi ringan = score 20-24
3. Resiko infeksi sedang = score 15-19
4. Resiko infeksi berat = score 10-14
5. Terjadi infeksi = score 5-9
Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI

Pada klien BPH Post Op Prostatectomy dengan Resiko Infeksi

Indikator Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6

Tanda-tanda infeksi 2 2 2 3 3 5

Kesetabilan suhu 4 4 5 4 5 5

Jumlah leukosit dalam batas normal 4 4 4 4 5 5

Pemberian diit TKTP 4 5 5 5 5 5

Mobilisasi dini 1 1 2 3 3 4

Total 15 16 18 19 21 24

Kesimpulan :

1. Tidak terjadi infeksi = Score 25


2. Resiko infeksi ringan = Score 20-24
3. Resiko infeksi sedang = Score 15-19
4. Resiko infeksi berat = Score 10-14
5. Terjadi infeksi = Score 5-9

95
96

lampiran 6

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


RAWAT LUKA STERIL (POST OP)

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

RAWAT LUKA STERIL

(POST OP)

Tanggal Terbit No Revisi Halaman

Suatu kegiatan membersihkan luka dengan memperhatikan teknik septic


Pengertian
dan aseptic.

Indikasi 1. Pasien dengan luka post operasi


2. Pasien dengan luka bersih
1. Mencegah terjadinya infeksi
Tujuan 2. Mengurangi nyeri
3. Mencegah kontaminasi
4. Mempercepat proses penyembuhan luka
1. Kaji dan lihat penampilan luka
Pengkajian 2. Kaji adanya perdarahan
3. Kaji proses inflamasi (kemerahan dan pembengkaan)
4. Kaji adanya drainase, bau kurang sedap, nyeri pada luka
1. Peralatan steril dalam bak instrument
a. Pinset anatomi 2 buah
b. Pinset chirugic 1 buah
c. Gunting lurus 1 buah (menyesuaikan kondisi luka)
d. Kapas lidi
e. Kasa steril dan balutan
f. Cucing
g. Handscoon steril
h. Depress dalam tempatnya
Persiapan Alat
2. Peralatan yang tidak steril
a. Gunting verban
b. Handscoon bersih
c. Plaster dan gunting plaster
d. Obat (sesuai advice)
e. Kasa gulung
f. Bengkok
g. Larutan NaCl 0,9%
h. Perlak pengalas
i. Sketsel/sampiran
Persiapan Pasien 1. Jelaskan pada pasien tujuan yang akan dilakukan
2. Atur lingkungan sekitar pasien
Petugas Perawat/mahasiswa

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan


Prosedur Pelaksanan
2. Dekatkan alat-alat pada klien
3. Dekatkan bengkok
97

4. Tutup sketsel
5. Berikan posisi yang nyaman pada klien
6. Perawat cuci tangan
7. Letakkan perlak pengalas
8. Lepas plaster/verban dengan pinset/gunakan handscoon bersih
9. Jika blutan lengket berikan NaCl 0,9%
10. Buang balutan pada bengkok
11. Pakai handscoon steril
12. Inspeksi keadaan luka (ada pus/darah), letak drain, jahitan
13. Bersihkan luka dengan depress pakai larutan antiseptic
14. Gunakan kasa steril untuk mengeringkan
15. Berikan obat/salep sesuai advice
16. Tutup luka dengan kasa steeril kering diats luka
17. Lepas sarung tangan
18. Gunakan plaster/balutan kasa gulung pada luka
19. Kembalikan posisi klien yang nyaman
20. Bereskan alat-alat
21. Cuci tangan
22. Dokumentasi perawtan luka (kedaan luka)
Kusyati, Eni. (2006). KETERAMPILAN DAN PROSEDUR
Sumber Rujukan: LABORATORIUM KEBUTUHAN DASAR, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
98

Lampiran 7

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ( KMB )


Nama mahasiswa : Hendrik Setiono
Tempat praktik : Ruang Flamboyan RSUD Dr. Harjono Ponorogo
Tanggal pengkajian : Kamis 17 mei 2018

DATA KLIEN

A. Data Umum
1. Nama inisial klien : Tn L
2. Umur : 55 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-Laki
4. Alamat : Dukuh S, desa G, kecamatan N
5. Agama : Islam
6. Tanggal/jam masuk MRS : 14 mei 2018 (13.00)
7. Nomor Rekam Medis : 408657
8. Diagnosa medis : Post OP Prostatektomi (Hari ke 2)

B. Pengkajian 13 Domain Nanda


1. HEALTH PROMOTION
a. Kesehatan umum
1) Alasan masuk rumah sakit/ keluhan utama :
a. Saat MRS : Mengeluh nyeri saat kencing
b. Saat pengkajian : pasien mengeluh nyeri pada luka operasi di
perut
2) Vital Sign
a. Tekanan darah : 130/90mmHg
b. Nadi : 84 x/menit
c. Suhu : 36,1ºC
d. Respirasi : 20 x/menit
3) GCS
E :4 M: 6 V: 5
4) Pupil : Isokor
5) Reflek cahaya : +/+
6) Ukuran pupil : Normal
7) Gangguan motorik : Normal
8) Gangguan sensorik : Tidak ada
9) Reflek patologis : babinski -/-, chadock -/-, ofenheim -
/-,
gordon -/-, ghonda -/-, bing -/-
10) Gangguan neurologis lainnya : Tidak ada
99

b. Riwayat kejadian/ penyakit sekarang ( penyakit, kecelakaan, dll )


SMRS : pasien mengatakan saat di rumah kurang lebih 1 minggu
klien mengeluh sulit untuk BAK, saat BAK selalu mengejan, lama
kelamaan mengeluh sakit sekali saat BAK lalu pasien di bawa ke
puskesmas di sekitar lingkungan rumahnya, dari puskesmas kemudian
pasien di rujuk ke RSUD Dr Hardjono Ponorogo.
MRS : pasien mengatakan pada tanggal 14 mei 2018 pukul 08.20
di bawa ke Poli Bedah RSUD Dr. Hardjono ponorogo dengan keluhan
BAK nyeri, sulit BAK, saat BAK selalu mengejan, lalu pasien di
anjurkan pemeriksaan USG urologi dinyatakan ada BPH oleh dokter dan
di anjurkan untuk rawat inap di ruang Flamboyan dan dilaksanakan
operasi pada tanggal 15 mei 2018 pada pukul 11.20. setelah itu pad
tanggal 15 mei 2018 pukul 11.00 di lakukan operasi.
Saat pengkajian : pada tanggal 17 mei 2018 pukul 16.00 pasien
post op Prostatectomy hari ke 2 mengatakan nyeri pada luka operasi di
perut bagian bawah, nyeri semakin terasa saat dibuat bergerak
mengeluh, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri seperti ditusuk tusuk dan
panas, skala nyeri 6 di bagian regio 8 abdomen, pasien tampak lemas
gelisah dan mengeluh pusing.

c. Riwayat masa lalu ( penyakit, kecelakaan, dll )


Pasien mengatakan tidak punya penyakit menular seperti TB paru,
hepatitis, dan HIV. Pasien juga tidak memiliki penyakit menurun seperti
jantung, diabetes mellitus, dan asma. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
obat, udara, suhu, debu dan makanan. Riwayat kecelakaan px tidak
pernah mengalami kecelakaan dan patah tulang.
.
d. Riwayat pengobatan

No Nama obat/jamu Dosis Keterangan

1 Amoxcicilin 3x500 mg Antibiotik

2 Asam mefenamat 3x500 mg Analgesik

e. Kemampuan mengontrol kesehatan


1. Pasien mengatakan kalau sakit pergi ke puskesmas atau ke pak mantri
terdekat.
2. Pola hidup ( konsumsi/alkohol/olahraga, dll )
Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi rokok maupun
alcohol.

f. Faktor sosial ekonomi ( penghasilan/asuransi kesehatan, dll )


Pasien termasuk golongan masyarakat menengah ke bawah dan
menggunakan asuransi bpjs
100

g. Pengobatan sekarang

Tanggal Nama obat Cara pemberian Dosis Manfaat

17 mei 2018 Ceftriaxone IV intraselang 2 x 1gram Antibiotik


Ketorolac IV intraselang 2 x 30mg Analgesik
Natrium klorida Infus 36 tpm Pengganti
cairan
Ringer laktat Infus 18 tpm Elektrolit

h. Genogram

Ny. S
Tn. K Tn. P Ny. T
82th(tua)
87th (Tua) 86th(Tua) 82th
(tua)

Tn w 60 Th Ny. P Tn. L Ny. Y 45 Th


(sehat) 50th 55th (sakit) (sehat)
(sehat)

Tn. S Tn. K
Ny. S
39th 29th
34th(sehat
(sehat) (sehat)
)

Keterangan :

= Laki / Perempuan yang sudah meninggal

= Laki / Perempuan

= Pasien Laki / Pasien Perempuan

= Garis tinggal satu rumah


= Garis keturunan
= Garis pernikahan
Masalah keperawatan :
1. Tidak ada

2. NUTRITION
a. A (Antropometri) meliputi BB, TB, LK, LD, LILA, IMT :
1. BB biasanya : 65 kg dan BB sekarang : tidak di kaji
2. Lingkar perut : 75 cm
3. Lingkar kepala : 55 cm
4. Lingkar dada : 85 cm
101

5. Lingkar lengan atas : 29 cm


6. Tinggi badan : 165 cm
7. IMT : BB : (TB)² = 65 : (1.65) ²
= 65 : 2.72 = 23,89 (kategori gizi normal)

b. B (Biochemical) meliputi data laboratorium yang abnormal :


WBC : 11.500 /ul

c. C (Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut, turgor kulit, mukosa


bibir, conjungtiva anemis/tidak :
Rambut = bersih warna putih pertumbuhan merata
Turgor kulit = sedang
Mukosa bibir = lembab
Conjungtiva = tidak anemis

d. D (Diet) meliputi nafsu, jenis, frekuensi makanan yang diberikan selama


di rumah sakit :
Pasien hanya makan 5-6 sendok saja dengan jenis nasi, sayur dan lauk

e. E (Energy) meliputi kemampuan klien dalam beraktivitas selama di


rumah sakit :
Selama penyembuhan di Rumah sakit aktivitas pasien dibantu
keluarganya

f. F (Factor) meliputi penyebab masalah nutrisi : (kemampuan menelan,


mengunyah, dll) :
Tidak ada masalah nutrisi. Kemampuan menelan dan mengunyah baik.

g. Penilaian status gizi


IMT= BB : (TB)² = 65 : (1,65) ² = 65 : 2.72 = 23,89
(kategori gizi normal)

h. Cairan masuk
Minum air putih : 1.500 cc/24 jam
Infus RL : 1.500 cc/24 jam
Infus NaCl (irigasi) : 2.500 cc/24 jam
+
5.500 cc/24 jam
i. Cairan keluar
Kencing (Irigasi) : 4.700 cc/ 24 jam
Drain : 50 cc/24 jam
IWL : BB x 15 = 65 x 15 = 40.6 ml
24 24
+
: 5.600.6 cc/24 jam
102

j. Penilaian status cairan ( balance cairan )


Cairan masuk - Cairan keluar : 5.500 – 5.600.6 = - 100.6 cc/24 jam
(defisit)
k. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, terdapat luka post op di regio 8, panjang 7
cm, luka jahit 6, kondisi luka masih basah, odem,
kemerahan.
Auskultasi : bising usus 8x/menit
Palpasi : terdapat nyeri tekan di sekitar area luka operasi
Perkusi : tympani
Masalah keperawatan :
1. Tidak ada masalah
2.
3. ELIMINATION AND CHANGE
a. Sistem urinary
1. Pola pembuangan urine ( frekuensi, jumlah, terpasang kateter, ketidak
nyamanan/ keluhan, personal hygiene )
Frekuensi = sewaktu-waktu
Klien terpasang trheeway kateter, keluhan saat kencing nyeri keluar
darah dari kateter
. Personal hygiene baik, selama dirumah sakit pasien disibin oleh
istrinya setiap pagi dan sore.

2. Riwayat kelainan kandung kemih


Ada riwayat gangguan prostat

3. Pola urine ( jumlah, warna, kekentalan, bau )


Jumlah = 4.700 cc/24 jam
Warna = kemerahan bercampur darah
Kekentalan = encer
Bau = amoniak

4. Distensi kndung kemih/ retensi urine


tidak ada
b. Sistem Gastrointestinal
1. Pola Eliminasi
BAB 1x dalam sehari setiap pagi, dibantu anaknya
2. Konstipasi, pemeriksaan fisik dan faktor penyebab konstipasi
tidak mengalami konstipasi
c. Sistem integumen
1. Kulit (integritas kulit/hidrasi/turgor/warna/suhu)
2. Warna kulit : Pucat
3. Edema : Tidak ada
4. Turgor : Baik
5. Lesi : ada, pada region 8 terdapat luka bekas operasi,
keadaan luka tertutup kassa steril, panjang luka 7 cm, terpasang
drainase berwarna kemerahan, sebanyak 50 cc
Masalah keperawatan :
103

4. ACTIVITY / REST
a. Istirahat / tidur
1. Jam tidur : Malam jam 21.00-05.00, Siang jam 13.00-15.00 kadang
terbangun jika terasa nyeri saat kencing
2. Insomnia : tidak ada
3. Pertolongan untuk merangsang tidur : ruangan yang tenang

b. Aktivitas
1. Pekerjaan : petani
2. Kebiasaan olah raga : tidak pernah
3. ADL
a. Makan :
Di rumah = 3x sehari dengan nasi, lauk, dan sayur
Di rumah sakit = makan 3x sehari dengan nasi, lauk, dan sayur
b. Toileting :
Di rumah = Bab 1x sehari
Di rumah sakit = Bab 1x sehari dibantu anaknya
c. Kebersihan :
Di rumah = Mandi 2x sehari, setiap pagi dan sore
Di rumah sakit = Sibin 2x sehari, setiap pagi dan sore dibantu
anaknya
d. Berpakaian :
Di rumah = ganti pakaian 2x sehari sehabis mandi
Di rumah sakit = ganti pakaian 1x sehari dibantu anaknya
4. Bantuan ADL : saat sibin dan ganti pakaian dibantu
anaknya
5. Kekuatan otot : 5 5
5 5
6. ROM : normal
7. Pemeriksaan ekstremitas ( atas dan bawah )
Atas : pergerakan normal tidak ada nyeri, Tidak ada reflek patologis
terpasang infus RL 18 tpm di tangan kanan

Bawah : pergerakan normal, tidak ada reflek patolofis

8. Resiko untuk cidera :


Tidak ada

c. Cardio Respons
1. Capilarry refill time : < 2 detik
2. Clubbing finger : tidak
3. Akral : Dingin
4. Edema : Tidak
5. Irama jantung : Reguler
6. Nyeri dada : tidak
7. Bunyi jantung : Normal
8. Palpitasi : tidak
104

9. Perdarahan : tidak
10. Peningkatan JVP: tidak
11. Terpasang CVP : tidak
12. Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi : Tidak tampak pulsasi
b. Palpasi : Teraba ics 5 midklavikula kiri
c. Perkusi : Pekak
d. Auskultasi : Suara BJ 1 dan BJ 2 tunggal, tidak ada suara
tambahan murmur atau gallop

d. Pulmonary sistem
1. Penyakit sistem nafas = Tidak ada
2. Kemampuan bernafas = baik
3. Pemeriksaan paru-paru
a. Inspeksi
1. Bentuk dada : Normochest
2. Tipe pernafasan : Hidung
3. Irama / atau pola nafas : Teratur
4. Pernafasan cuping hidung: Tidak
5. Nyeri saat bernafas : Tidak
6. Ekspansi dada : Simetris
7. Retraksi dada : Tidak
8. Sesak nafas : Tidak
9. Batuk : Tidak
10. Sputum : Tidak
11. Warna : Tidak Bau : Tidak
12. Penggunaan alat bantu nafas : Tidak
13. Saturasi oksigen ( SpO2 ) : Tidak
14. Palpasi ( focal fremitus, dll ) :
Focal fremitus kanan dan kiri getarannya sama
15. Perkusi ( Pembesaran paru, dll )
Resonan, tidak ada pembesaran paru
16. Auskultasi ( Suara nafass / Suara nafas Tambahan )
Tidak ada suara nafas tambahan ronchi dan wheezing
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan

5. PERCEPTION / COGNITION
a) Orientasi / Kognisi
1. Tingkat pendidikan : SD
2. Kurang pengetahuan : Tidak
3. Pengetahuan tentang penyakit : Sedikit mengerti tentang
penyakitya
4. Orientasi ( waktu, tempat, orang ) : Baik
105

b) Sensasi / Persepsi
1. Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
2. Sakit kepala : Saat pengkajian klien mengeluh
pusing
3. Penggunaan alat bantu : Tidak ada
4. Penginderaan : Baik
Communication
1. Bahasa yang digunakan : Bahasa jawa
2. Kesulitan berkomunikasi : Tidak ada
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah

6. SELF PERCEPTION
a. Self- concept / self – esteem
1. Perasaan cemas / takut : Pasien merasa cemas akan
penyakitnya
2. Perasaan putus asa / kehilangan : Tidak putus asa untuk berobat
3. Keinginan untuk menciderai : Tidak ada
4. Adanya luka / cacat : Ada luka post op pada regio 8
abdomen
5. Harga diri : Pasien mengatakan menerima keadaan
dirinya saat ini
6. Gambaran diri : Baik, klien terbaring lemah di tempat
tidur
Masalah keperawatan :
1. Ansietas

7. ROLE RELATIONSHIP
a. Peranan hubungan
1. Status hubungan : Menikah
2. Orang terdekat : Anak dan istri
3. Perubahan konflik / peran : Tidak ada
4. Perubahan gaya hidup : Pasien tidak bisa beraktifitas
seperti biasanya karena menjalani rawat inap
5. Interaksi dengan orang lain : Baik
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah

8. SEXUALITY
a. Identitas seksual
1. Masalah / disfungsi seksual : Tidak ada
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah

9. COPING / STRESS TOLERANCE


a. Coping respons
1. Rasa sedih/takut/cemas/putus asa/trauma : Cemas
106

2. Kemampuan untuk mengatasi (koping) : Klien bercerita


kepada keluarga
3. Perilaku yang menampakkan cemas : Pasien tampak
gelisah, meringis dengan sedikit kerutan dahi, pasien selalu bertanya
tentang kondisinya saat ini, kontak mata tampak berkurang dan
mengungkapkan rasa takut tentang kondisinya saat ini.
Masalah keperawatan :
Ansietas
10. LIFE PRINCIPLES
a. Nilai kepercayaan
1. Kegiatan keagamaan yang diikuti : Mengikuti yasinan di RT
setiap malam jum’at, saat di RS klien hanya berdoa di dalam hati
2. Kemampuan untuk berkomunikasi : Baik
3. Kegiatan kebudayaan : Tidak ada
4. Kemampuan memecahkan masalah : Berdiskusi dengan
keluaganya terutama Anak dan istrinya
Masalah keperawatan : Tidak ada
11. SAFETY / PROTECTION
a. Alergi : Tidak ada
b. Penyakit autoimune : Tidak ada
c. Tanda infeksi : Pada lesi pada region 8 terdapat luka bekas
operasi, keadaan luka basah.keadaan sekitar luka tidak kemerahan, ada
odema, panjang luka 7 cm, luka jahit 6, terpasang drainase berwarna
kemerahan, sebanyak 50 cc
d. Gangguan thermoregulasi : Tidak ada
e. Gangguan / resiko ( komplikasi imobilisasi, jatuh, aspirasi, disfungsi
neurovaskuler peripheral, kondisi hipertensi, pendarahan, hipoglikemi,
sindrome disuse, gaya hidu yang tetap): Tidak ada
Masalah keperawatan :
1. Resiko infeksi
12. COMFORT
a. Kenyamanan nyeri
1. Provokes ( yang menimbukan nyeri ) : Saat urine keluar ke
urograde
2. Quality ( bagaimana kualitasnya ) : Seperti ditusuk-tusuk dan
panas
3. Regio ( dimana letaknya ) : Pada regio 8
4. Scala ( berapa skalanya ) : 6
5. Time ( waktu ) : Timbul saat urine keluar
b. Rasa tidak nyaman lainnya : Tidak ada
c. Gejala yang menyertai : Tidak ada
Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
13. GROWTH / DEVELOPMENT
a. Pertumbuhan dan perkembangan : baik
Masalah keperawatan : Tidak ada
107

DATA LABORATRIUM

Tanggal pemeriksaan : 17 mei 2018


Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Harga normal Satuan Interpretasi
4,0-10,0 10^3/ul
WBC 11.5 Tidak normal
0,8-4,0 10^3/ul
Lymph# 2.7 Normal
0,1-1,5 10^3/ul
Mid# 1.4 Normal
2,0-7,0 10^3/ul
Gran# 9.1 Tidak normal
20,0-40,0 %
Lymph% 13.3 Tidak normal
3,0-15,0 %
Mid% 6.8 Normal
50,0-70,0 %
Gran% 79.9 Tidak normal
11,0-16,0 g/dl
HGB 14.4 Normal
3,50-5,50 10^6/ul
RBC 4.49 Normal
37,0-54,0 %
HCT 39.7 Normal
80,0-100,0 fL
MCV 88.4 Normal
27,0-34,0 pq
MCH 28.3 Normal
32,0-36,0 g/dl
MCHC 32.0 Normal
11,0-16,0 %
RDW-CV 13.5 Normal
35,0-56,0 fl
RDW-SD 44.9 Normal
150-450 10^3 ul
PLT 230 Normal
6,5-12,0 fl
MPV 8.1 Normal
9,0-17,0
PDW 15.8 Normal
0,108-0,282 mL/L
PCT 1.86 Normal
50 30-80 10^3 ul Normal
P-LCC
21.9 11,0-45,0 % Normal
P-LCR
108

C. PEMERIKSAAN USG / RADIOLOGI


- Hydronephrosis Grade II sinistra Ok Obstruksi Post renal BPH (
Vol : 43 ml)

D. PEMERIKSAAN ECG
Hasil / kesimpulan : Tidak ada masalah

E. PENATALAKSANAAN TERAPI
Tanggal Nama obat Cara pemberian Dosis Manfaat
17-5-2018 Ceftriaxone IV intra selang 2 x 1gram Antibiotik
Ketorolac IV intra selang 2 x 30mg Analgesik
Asam IV intra selang 3 x500 mg Anti perdarahan
Traneksamat
Ranitidine IV intra selang 2x150 mg Mengurangi sekresi
lambung
Natrium Infus 18 tpm Pengganti cairan
klorida
Ringer laktat Infus 18 tpm Elektrolit
NACL Infus 36 tpm Irigasi kandung
kemih

Ponorogo, 17 Mei 2018


Perawat,

( ....................................................... )
109

ANALISA DATA

Nama pasien : Tn L No.RM : 408657

Masalah
No Data Fokus Etiologi
1 Data subyektif = Agens cidera (fisik) Nyeri akut
1. Klien mengatakan nyeri saat Diskontinuitas
urine keluar ke urograde jaringan
2. Klien mengatakan nyeri ditusuk-
tusuk dan panas
3. Klien mengatakan nyeri pada
perut tengah bawah
4. Klien mengatakan skala nyeri 6
5. Klien mengatakan nyeri
bertambah saat digunakan saat
urine keluar ke urograde dan
hilang saat selesei

Data obyektif:
1. Klien tampak lemah
2. Ekpresi wajah tampak kesakitan
3. Klien tampak pucat
4. Klien terbaring ditempat tidur
5. Terdapat luka post op pada regio
8
6. Keadaan luka masih basah,
dengan jumlah jahitan 6,ada
odema di sekitar luka.
7. Terdapat drainase jumlah cairan
50 cc
8. Drainase infus (NACL) 36 tpm
TTV : N : 84 x/mnt. RR : 20
x/mnt

2 Data subyektif: Ada luka post Resiko infeksi


1. klien mengeluh nyeri pada luka operasi
post operasi
2. klien mengatakan nyeri seperti
di tusuk-tusuk
3. klien mengatakan skala nyeri 6
4. klien mengatakan nyeri hilang
timbul
5. klien mengatakan panas pada
luka post operasi
6. klien mengatakan gatal pada
luka pos operasi
Data obyektif :
1. Terpasang tryway kateter
2. Terdapat luka post op tertutup
kasa stiril di regio 8 panjang 7
cm , luka jahit , ada odema di
110

sekitar luka, keadaan luka masih


basah tampak kemerahan
3. Terpasang drainase, berwarna
kemerahan , jumlah 50 cc
4. TTV
TD : 130/90 mmHg
Nadi 88x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,6 0 C
WBC 11.5.3x10^3/uL

3 Data subyektif: Kurang Ansietas (sedang)


Klien mengatakan takut dengan pengetahuan
penyakitnya tentang penyakit

Data obyektif:
1. Px tampak gelisah dan bingung
2. Tingkat pendidikan klien SD
3. Px tampak menahan nyeri
4. Wajah tegang
5. Kontak mata tampak berkurang
6. Px terus bertannya tentang
kondisinya saat ini
TTV : TD 130/80mmHg
7. N : 88x/mnt S: 36, 6 0C RR:
20x/mnt

DAFTAR PRIORITAS MASALAH


Nama pasien : Tn L No RM : 408657

No Tanggal Masalah keperawatan Tanggal Ket. Ttd


Ditemukan Teratasi Tambahan
1 17 mei 2018 Nyeri akut berhubungan
13.00 dengan agens cidera fisik
diskontiunitas jaringan
2 17 mei 2018 Resiko infeksi berhubungan
13.00 dengan ada luka post operasi
3 17 mei 2018 Ansietas berhubungan dengan
13.00 kurangnya pengetahuan
tentang penyakit
111

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama pasien :Tn. L No. RM : 408657

Tanggal/ Diagnosa NOC NIC Ttd


Hari Keperawatan
Kamis, Nyeri akut 1. Pain level Manajemen Nyeri
17 mei 2018 berhubungan 2. Pain Kontrol Definisi : mengurangi nyeri
dengan agens 3. Comfort level dan menurunkan tingkat nyeri
cidera Setelah dilakukan yang dirasakan pasien.
(misalnya: tindakan keperawatan 6 Intervensi :
biologis, zat x 24 jam diharapkan 1. Lakukan pengkajian nyeri
kimia, fisik, klien tidak nyeri dengan secara komprehensif
psikologis) kriteria hasil : termasuk lokasi,
diskontinuitas 1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
jaringan nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan tehnik 2. Observasi reaksi non
nonfarmakologi verbal dari
untuk mengurangi ketidaknyamanan
nyeri, mencari 3. Gunakan teknik
bantuan) komunikasi terapeutik
2. Melaporkan nyeri untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri pasien
menggunakan 4. Evaluasi bersama pasien
manajemen nyeri. dan tim kesehatan lain
3. Mampu mengenali tentang ketidakefektifan
nyeri (skala, kontrol nyeri masa lampau
intensitas, frekuensi, 5. Bantu pasien dan keluarga
dan tanda nyeri) untuk mencari dan
4. Menyatakan rasa menemukan dukungan
nyaman setelah nyeri 6. Kontrol lingkungan yang
berkurang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
7. Lakukan penanganan nyeri
dengan non farmakologi
yaitu tehnik distraksi
mendengarkan musik.
8. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
9. Kolaborasikan dengan
dokter jika keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
112

Kamis 17 Resiko infeksi Risk Control Infection control (kontrol


mei 2018 berhubungan infeksi)
dengan ada luka Setelah di lakukan
post operasi tindakan keperawatan 6 1. Bersihkan lingkungan
x 24 jam di harapkan dengan baik setelah di
tidak ada tanda-tanda gunakan untuk setiap
infeksi dengan indikator pasien.
:Kontrol resiko : proses 2. Batasi jumlah pengunjung.
infeksi 3. Anjurkan pasien mengenal
tekhnik mencuci tangan
1. Mengetahui perilaku dengan tepat.
yang berhubungan 4. Pastikan tekhnik perawatan
dengan resiko infeksi luka yang tepat.
2. Mengidentifikasi 5. Tingkatkan intake nutrisi
tanda dan gejala yang tepat.
infeksi 6. Dorong intake cairan yang
3. Memonitor perilaku sesuai.
diri yang berhubungan 7. Dorong untuk beristirahat.
dengan resiko infeksi 8. Ajarkan kepada pasien dan
4. Memonitor faktor di keluarga mengenai tanda
lingkungan yang dan gejala infeksi dan
berhubungan dengan kapan harus
resiko infeksi melaporkannya kepada
5. Mempertahankan penyedia perawatan
lingkungan yang kesehatan.
bersih 9. Ajarkan pasien dan
6. Menggunakan strategi keluarga mengenai
untuk desinfeksi bagaimana menghindari
barang-barang infeksi.
Keparahan Infeksi 10. Lakukan tindakan
1. Kemerahan kolaborasi pemberian
2. Cairan (Luka) yang antibiotic sesuai advice
berbau busuk dokter.
3. Ketidak stabialan suhu Perlindungan infeksi
4. Nyeri
5. Peningkatan jumlah 1. Monitor tanda dan gejala
sel darah putih infeksi sistemik lokal.
2. Monitor hitung granulosit,
WBC.
3. Pertahankan teknik asepsis
pada pasien yang beresiko.
4. Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase.
5. Inspeksi kondisi luka atau
insisi bedah.
6. Skrining semua area
pengunjung terkait
penyakit menular
7. Berikan perawatan kulit
yang tepat untuk area yang
mengalami edema
113

8. Periksa kulit dan selaput


lendir untuk adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, dan drainase
9. Anjurkan peningkatan
mobilitas dan latihan yang
tepat
10. Instrusikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
Perawatan luka
1. Berikan rwatan insisi pada
luka, yang di perlukan
2. Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka
3. Pertahankan balutan teknik
steril ketika melakukan
perawatan luka, dengan
tepat
4. Periksa luka setiap kali
perubahan balutan
5. Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka
6. Anjurkan pasien dan
keluarga pasien pada
prosedur perawatan luka
7. Dokumentasi lokasi luka,
ukuran dan tampilan
Penahapan Diet : pembedahan
1. Instruksikan pasien untuk
makan-makanan yang
mengandung protein
2. Kerja sama dengan ahli
diet setelah operasi untuk
memastikan bahwa nutrisi
protein sudah optimal dan
untuk memodifikasi diet
sesuai yang di tentukan
Kamis 17 Ansietas 1. Anxiety control Penurunan Kecemasan
mei 2018 berhubungan 2. Coping 1. Gunakan pendekatan yang
dengan 3. Impulse menenangkan
kurangnya Setelah dilakukan 2. Nyatakan dengan jelas
pengetahuan tindakan keperawatan 6 harapan terhadap perilaku
tentang penyakit x 24 jam diharapkan pasien
klien tidak cemas 3. Jelaskan semua prosedur
dengan kriteria hasil : dan apa yang dirasakan
selama prosedur
1. Klien mampu 4. Temani pasien untuk
mengidentifikasi dan memberikan keamanan dan
mengungkapkan mengurangi takut
gejala cemas 5. Dorong keluarga untuk
2. Mengidentifikasi, menemani anak
114

mengungkapkan dan 6. Lakukan back/neck rub


menunjukkan tehnik 7. Identifikasi tingkat
untuk mengontrol kecemasan
cemas 8. Bantu pasien mengenal
3. Vital sign dalam situasi yang menimbulkan
batas normal kecemasan
4. Postur tubuh, 9. Dorong pasien
ekspresi wajah, mengungkapkan perasaan,
bahasa tubuh dan ketakutan, persepsi
tingkat aktivitas 10. Instruksikan pasien
menunjukkan menggunakan tehnik
berkurangnya relaksasi
kecemasan 11. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa 1

Nama pasien : Tn. L No. Rm : 408657

Jam DX. 1 Paraf Jam DX. 1 Paraf Jam DX.1 Paraf


Kamis 17 mei 2018 Jum’at 18 mei 2018 Sabtu 19 mei 2018
13.00 1. Kontrak pertama dengan 07.00 1. Mengkaji TTV pasien, TD, 07.00 1. Mengkaji TTV pasien, TD,
pasien, Inform concent, suhu, nadi, RR suhu, nadi, RR :
BHSP, pengkajian TD :130/80 Mmhg, suhu: TD :130/80 Mmhg,
14.00 2. Mengkaji keadaan umum 37,3 °C, nadi : 88 x/menit, suhu:36,2°C,nadi : 80
dan TTV pasien, TD, suhu, RR: 20 x/menit x/menit,RR:20x/mnt
nadi, RR 08.00 2. Melakukan kolaborasi 08.30 2. Mengkaji tingkat nyeri pasien
TD :130/90 Mmhg, suhu: pemberian obat intra vena : :
37,3 °C, nadi : 88 x/menit, Ceftriaxone 1gr Nyeri skala 2 seperti tertusuk,
RR: 20 x/menit Keterolac 2 ml terletak diabdomen region 8
3. Mengkaji tingkat nyeri Ranitidine 150mg pasien, nyeri terasa jika saat
pasien : 08.30 3. Mengkaji tingkat nyeri kencing
Nyeri skala 4 seperti pasien : 09.00 3. Mengobservasi reaksi
tertusuk,terletak pada Nyeri skala 6 seperti nonverbal dari nyeri :
abdomen region 8 tertusuk, terletak di ekspresi wajah terlihat
pasien,nyeri terasa jika abdomen regio 8 pasien, nyaman
buat aktivitas mobolisasi nyeri terasa jika saat 4. Member posisi yang nyaman
4. Mengoservasi reaksi kencing 5. Menganjurkan untuk istirahat
nonverbal dari nyeri: klien 4. Mengoservasi reaksi saat nyeri
meringis, ekspresi wajah nonverbal dari nyeri: klien 14.30 6. Melakukan kolaborasi
terlihat menahan nyeri meringis, ekspresi wajah pemberian obat intra vena :
5. Memberikan posisi yang terlihat menahan nyeri Ceftriaxone 1gr
nyaman 5. Memberikan posisi yang Keterolac 30mg
6. Menganjurkan untuk tarik nyaman Ranitidine 150mg
nafas dalam saat nyeri 6. Menganjurkan untuk
15.00 7. Melakukan kolaborasi istirahat saat nyeri
pemberian obat intra vena: 7. Memberikan posisi yang

115
nyaman
Ceftriaxone 1gr 14.30 8. Melakukan kolaborasi
Keterolac 2ml pemberian obat intra vena :
ceftriaxone 1gr
keterolac 30mg
ranitidine 150mg
9. Menganjurkan untuk istirahat
saat nyeri

116
Jam DX. 1 Paraf Jam DX. 1 Paraf Jam DX.1 Paraf
Minggu 20 mei 2018 Senin 21 mei 2018 Selasa 22 mei 2018
07.00 1. Mengkaji TTV pasien, TD, 07.00 1. Mengkaji TTV pasien, TD, 07.00 1. Mengkaji TTV pasien, TD,
suhu, nadi, RR : suhu, nadi, RR : suhu, nadi, RR
TD :130/90 Mmhg, suhu: TD :110/70 Mmhg, suhu: TD :110/70 Mmhg, suhu: 36,6
37,8 °C,nadi: 82 x/menit, 36,6 °C, nadi : 88 x/menit, °C, nadi : 88 x/menit, RR: 20
RR: 20 x/menit RR: 20 x/menit x/menit
08.00 2. Melakukan kolaborasi
07.30 2. Melakukan kolaborasi : 07.30 2. Melakukan kolaborasi: pemberian obat oral:
Ceftriaxone 1gr Ceftriaxone 1 gr Asam mafenamat 500 mg
Ranitidin 150 mg Ranitidin 150 mg Metronidazole 500 mg
08.00 3. Memberikan posisi yang Ranitidin 150 mg
3. Mengkaji tingkat nyeri nyaman 09.00 3. Memberikan posisi yang
pasien : 14.30 4. Melakukan kolaborasi: nyaman
Ranitidin 150mg
Nyeri skala 2 seperti 5. Melepas infus
tertusuk, terletak
diabdomen region 8 pasien,
nyeri terasa jika saat kencing

4. Mengoservasi reaksi
nonverbal dari nyeri: klien
meringis, ekspresi wajah
terlihat menahan nyeri
08.00 5. Menganjurkan untuk tarik
nafas dalam saat nyeri
6. Memberikan posisi yang
nyaman
14.30 7. Melakukan kolaborasi
pemberian obat intra vena :
Ceftriaxone 1gr Ranitidin
150mg

117
Diagnosa 2

Jam DX. 2 Paraf Jam DX. 2 Paraf Jam DX.2 Paraf


Kamis 17 mei 2018 Jum’at 18 mei 2018 Sabtu 19 mei 2018
13.00 1. Mencuci tangan sebelum dan 07.30 1. Memberikan rawatan insisi 07.30 1. Memberikan rawatan insisi pada
sesudah tindakan keperawatan pada luka dengan prinsip luka dengan prinsip steril
2. Melakukan perawatan kateter steril 2. Memonitor adanya tanda dan
13.30 3. Memberikan intake nutrisi 2. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
(TKTP) gejala infeksi sistemik dan 3. Memeriksa kulit adanya
14.30 4. Kolaborasi dengan tim medis local kemerahan, panas, dan bengkak
injeksi intra vena : 3. Memeriksa kulit adanya 4. Memberikan balutan yang
Ceftriaxone 1 gr kemerahan, panas, dan sesuaidengan jenis lukadan
Ketorolac 2 ml bengkak mempertahankan teknik balutan
Ranitidine 150 mg 4. Mempertahankan teknik steril ketika melakukan
Asam traneksamat 500 mg balutan steril ketika perawatan luka
melakukan perawatan luka 08.00 5. Melakukan perawatan katerisasi
11.00 5. Membatasi jumlah 08.15 6. Mengobservasi cairan drainase
pengunjung 10.00 7. Melatih pasien mobilisasi dini
11.10 6. Menganjurkan pengunjung Mika-Miki
untuk mencuci tangan pada 12.00 8. Meningkatkan asupan nutrisi
saat memasuki dan yang tepat (Diet TKTP)
meninggalkan ruangan 15.00 9. Kolaborasi dengan tim medis
pasien injeksi intra vena :
12.30 7. Meningkatkan asupan nutrisi Ceftriaxone 1 x 1 gr
yang tepat (Diet TKTP) Ranitidin 1 x 150 mg
14.30 8. Kolaborasi dengan tim medis Ketorolac 1 x 2 ml
injeksi intra vena : Asam traneksamat 1 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 1 gr
Ranitidin1 x 150 mg
Ketorolac 1 x 2 ml
Asam traneksamat 1 x 500
mg

118
Jam DX. 2 Paraf Jam DX. 2 Paraf Jam DX.2 Paraf
Minggu 20 mei 2018 Senin 21 mei 2018 Selasa 22 mei 2018
07.30 1. Memberikan rawatan insisi 07.00 1. Pengambilan sample darah 07.30 1. Memberikan rawatan insisi
pada luka dengan prinsip untuk pemeriksaan lab pada luka dengan prinsip steril
steril 07.30 2. Memberikan rawatan insisi 2. Memonitor adanya tanda dan
2. Memonitor adanya tanda dan pada luka dengan prinsip gejala infeksi sistemik dan
gejala infeksi sistemik dan steril local
local 3. Memonitor adanya tanda 3. Memeriksa kulit adanya
3. Memeriksa kulit adanya dan gejala infeksi sistemik kemerahan, panas
kemerahan, panas dan local 4. Memberikan balutan yang
4. Memeriksa kondisi setiap 4. Memeriksa kulit adanya sesuaidengan jenis lukadan
sayatan atau luka kemerahan, panas mempertahankan teknik
5. Memberikan balutan yang 5. Memberikan balutan yang balutan steril ketika
sesuaidengan jenis lukadan sesuaidengan jenis lukadan melakukan perawatan luka
mempertahankan teknik mempertahankan teknik 12.00 5. Meningkatkan asupan nutrisi
balutan steril ketika balutan steril ketika yang tepat (Diet TKTP)
melakukan perawatan luka melakukan perawatan luka 12.30 6. Memotivasi dan melatih
08.00 6. Melakukan perawatan 6. Melepas kateter irigasi pasien untuk melakukan
katerisasi 7. Melepas drain mobilisasi (berdiri di samping
08.15 7. Mengobservasi cairan 12.00 8. Meningkatkan asupan bed)
drainase nutrisi yang tepat (Diet 13.30 7. Menganjurkan kepada pasien
10.00 8. Melatih klien mika-miki TKTP) dan keluarga untuk selalu
12.00 9. Meningkatkan asupan 16.00 9. Melatih pasien untuk melakukan perawatan luka
nutrisi yang tepat (Diet melakukan mobilisasi setiap hari
TKTP) Duduk min 5 menit di atas
15.00 10. Memotivasi dan melatih bed
pasien untuk melakukan
mobilisasi Duduk min 5
menit di atas bed

119
Diagnosa 3

Jam DX. 3 Paraf Jam DX. 3 Paraf Jam DX.3 Paraf


Kamis 17 mei 2018 Jum’at 18 mei 2018 Sabtu 19 mei 2018
15.00 1. Melakukan BHSP dengan 07.00 1. Menggunakan pendekatan 07.00 1. Menggunakan pendekatan
pendekatan yang terapiutik. terapiutik.
menenangkan 2. Menyatakan dengan jelas 2. Menyatakan dengan jelas
2. Jelaskan semua prosedur dan harapan terhadap terhadap harapan terhadap terhadap
apa yang dirasakan selama pelaku pasien. pelaku pasien.
prosedur 07.30 3. Menjelaskan semua 07.30 3. Menjelaskan semua prosedur
3. Mendengarkan keluh kesah prosedur dan apa yang dan apa yang dirasakan selama
pasien dengan penuh dirasakan selama prosedur. prosedur.
perhatian 08.00 4. Menemani pasien untuk 08.00 4. Menemani pasien untuk
4. Memberikan informasi memberikan keamanan dan memberikan keamanan dan
factual mengenai diagnosis, mengurangi rasa takut. mengurangi rasa takut.
tindakan prognosis 5. Mendengarkan dengan 5. Mendengarkan dengan penuh
5. Melibatkan keluarga untuk penuh perhatian. perhatian.
mendampingi pasien 6. Mengidentifikasi tingkat 6. Mengidentifikasi tingkat
6. Menginstruksikan pada kecemasan. kecemasan.
pasien untuk menggunakan 7. Membantu mengenal 7. Membantu mengenal situasi
tehnik relaksasi nafas dalam. situasi yang menimbulkan yang menimbulkan
kecemasan. kecemasan.
8. Mendorong pasien untuk 8. Mendorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan , mengungkapkan perasaan ,
ketakutan, persepsi. ketakutan, persepsi.
13.00 9. Menginstruksikan pasien 13.00 9. Menginstruksikan pasien
menggunakan teknik menggunakan teknik relaksasi
relaksasi

120
EVALUASI
Nama pasien : Tn. L No. Rm :408657

Diagnosa 1

Jam DX. 1 Jam DX. 1 Jam DX.1


Kamis 17 mei 2018 Jum’at 18 mei 2018 Sabtu 19 mei 2018
20.00 S: 20.00 S: 20.00 S:
1. Pasien mengatakan nyeri saat
kencing 1. Pasien mengatakan nyeri pada saat kencing 1. Pasien mengatakan nyeri pada saat
2. Px mengatakan nyeri bersifat 2. Pasien mengatakan nyeri bersifat menusuk kencing mulai berkurang
menusuk dengan skala nyeri 4 dengan skala nyeri 4 2. Pasien mengatakan nyeri bersifat
3. Px mengatakan nyeri terasa setiap 3. Pasien mengatakan nyeri terasa setiap saat menusuk dengan skala nyeri 2
saat tetapi nyeri berkurang jika kencing tetapi nyeri berkurang jika selesei 3. Pasien mengatakan nyeri terasa setiap
selesei kencing timbul saat kencing kencing saat kencing tetapi nyeri berkurang
O: O: selesei kencing dan bertambah jika
1. Keadaan umum sedang, Compos untuk kencing
mentis, Drain + 1. Keadaan umum sedang, Compos mentis, O:
2. TTV : TD 130/80mmHg Drain +
N : 88x/mnt S: 37,3◦C RR20x/mnt 2. TTV : TD 130/80mmHg 1. Keadaan umum sedang, Compos
3. Tx: Infuse RL N : 88x/mnt, S:37,3°C, RR20x/mnt mentis, Drain +
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr, Inj. Ketorolax 3. Tx: Infuse Rl 2. TTV : TD 130/80mmHg
2x 30 mg, Inj. Ranitidine 2x 150 mg 4. Ekspresi wajah menahan nyeri N : 82x/mnt,S: 36◦C RR20x/mnt
4. Ekspresi wajah menahan nyeri 5. Pada abdomen regio 8 ada luka bekas post 3. Ekspresi wajah menahan nyeri
5. Pada abdomen ada luka bekas post operasi yang ditutup dengan balutan 4. Padaabdomen regio 8 ada luka bekas
operasi yang ditutup dengan balutan 6. Keadaan luka mulai kering masih terdapat post op prostatektomi yang ditutup
6. Keadaan luka basah rembesan darah dengan balutan
A : Masalah belum teratasi 7. Ada tampak luka jahitan sepanjang 7 cm 5. Keadaan luka mulai kering
8. kulit tampak kemerahan 6. Ada tampak luka jahitan sepanjang 7
P : Lanjutkan intervensi A: Masalah belum teratasi cm
1,2,3,4,6,7 P: Lanjutkan intervensi 2,3,6,7 A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 2,3,6,7

121
Jam DX. 1 Jam DX. 1 Jam DX.1
Minggu 20 mei 2018 Senin 21 mei 2018 Selasa 22 mei 2018
20.00 S: 20.00 S: 14.30 S:
1. Pasien mengatakan nyeri pada luka
1. Pasien mengatakan nyeri sudah bekas operasi di abdomen 1. Pasien mengatakan nyeri pada luka
berkurang 2. Pasien mengatakan nyeri bersifat bekas operasi di abdomen
2. Pasien mengatakan nyeri bersifat menusuk dengan skala nyeri 2 2. Pasien mengatakan nyeri bersifat
menusuk dengan skala nyeri 2 3. Pasien mengatakan nyeri terasa menusuk dengan skala nyeri 2
3. Pasien mengatakan nyeri terasa setiap saat tetapi nyeri berkurang 3. Pasien mengatakan nyeri terasa setiap
setiap saat kencing tetapi nyeri jika untuk istirahat dan bertambah saat tetapi nyeri berkurang jika untuk
berkurang jika selesei kencing jika untuk aktivitas istirahat dan bertambah jika untuk
O: aktivitas
O: O:
1. Keadaan umum sedang, Compos 1. Keadaan umum baik, Compos
mentis 1. Keadaan umum baik, Compos mentis,
mentis, 2. TTV : TD 110/70mmHg
2. TTV : TD 130/80mmHg 2. TTV : TD 110/70mmHg
N : 86x/mnt. S: 37,8°, RR: 20x/mnt N : 86x/mnt S: 36◦C RR: 20x/mnt
N : 86x/mnt S: 36◦C RR20x/mnt 3. Pada abdomen ada luka bekas post
3. Ekspresi wajah menahan nyeri 3. Pada abdomen ada luka bekas post yang ditutup dengan balutan
4. Pada abdomen ada luka bekas post yang ditutup dengan balutan 4. Keadaan luka kering ada sedikit darah
operasi yang ditutup dengan balutan 4. Keadaan luka kering ada sedikit
5. Ada tampak luka jahitan sepanjang 7
5. Keadaan luka basah darah cm
6. Ada tampak luka jahitan sepanjang 7 5. Ada tampak luka jahitan sepanjang A : Masalah teratasi
cm 7 cm P : Hentikan intervensi
A : Masalah teratasi sebagian A: Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 2,3,6,7 P: Lanjutkan intervensi

122
Diagnosa 2

Jam DX. 2 Jam DX. 2 Jam DX.2


Kamis 17 mei 2018 Jum’at 18 mei 2018 Sabtu 19 mei 2018
20.00 S: 20.00 S: 20.00 S:
1. Klien mengatakan nyeri pada luka 1. Klien mengatakan nyeri pada luka 1. Klien mengatakan panas pada luka
jahitan. jahitan jahitan
2. Nyeri seperti tertusuk-tusuk 2. Klien mengatakan gatal pada luka
3. Skala nyeri 4 jahitan O:
4. Nyeri hilang timbul 3. Klien mengatakan panas pada luka 1. Klien belum mampu mempertahankan
5. Klien mengatakan gatal pada luka jahitan lingkungan lingkungan yang bersih
jahitan 2. Diit TKTP jatah dari rumah sakit
6. Klien mengatakan panas pada luka O: habis satu porsi
jahitan 1. Klien belum mampu factor lingkungan 3. Terdapat luka bekas operasi pada
yang berhubungan dengan resiko Regio 8
O: infeksi 4. Luka tampak basah
1. Klien belum mampu factor lingkungan 2. Klien belum mampu 5. Saat perawatan luka keluar caiaran/
yang berhubungan dengan resiko mempertahankanlingkungan serum bercampur darah
infeksi lingkungan yang bersih 6. Klien terlihat nyeri
2. Klien belum mampu mempertahankan 3. Terdapat luka bekas operasi pada 7. Luka kemerahan, panas
lingkungan lingkungan yang bersih Regio 8 8. Terdapat pembengkakan pada luka
3. Terdapat luka bekas operasi pada 4. Klien terlihat nyeri (Tumor)
Regio 8 5. Luka tampak basah 9. Terpasang drain, keluar cairan ± 30 cc
4. Klien terlihat nyeri 6. Luka kemerahan, panas 10. Terpasang kateter tryway
5. Luka kemerahan, panas, dan bengkak 7. Terdapat pembengkakan pada luka 11. Cairan irigasi bewarna merah muda
6. Terpasang kateter tryway (Tumor) 12. Suhu 36.6°c
7. Cairan irigaasi bewarna merah muda 8. Terpasang kateter tryway A : Resiko Infeksi Sedang (skor 18)
±50cc 9. Cairan irigaasi bewarna merah muda P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9
8. Suhu 37.3°c ±40cc
A : Resiko Infeksi Sedang (skor 15)
10. Suhu 37.3°c
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
A : Resiko Infeksi Sedang (skor 16)
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8

123
Jam DX. 2 Jam DX. 2 Jam DX.2
Minggu 20 mei 2018 Senin 21 mei 2018 Selasa 22 mei 2018
20.00 S: 20.00 S: 14.30 S:
1. Klien mengatakan panas pada luka jahitan O: O:
1. k/u baik 1. k/u baik
O: 2. Terdapat luka bekas operasi pada 2. Terdapat luka bekas operasi pada
1. Klien mampu factor lingkungan yang Regio 8 regio 8
berhubungan dengan resiko infeksi 3. Luka terlihat sedikit kering 3. Luka kering
2. Klien mampu mempertahankan lingkungan 4. Balutan kassa kering 4. Tidak kemerahan
lingkungan yang bersih 5. Saat perawatan luka, sedikit keluar 5. Tidak odem
3. Diit TKTP jatah dari rumah sakit habis satu cairan 6. Saat perawatan luka tidak keluar
porsi 6. Luka kemerahan cairan/ serum bercampur darah
4. Terdapat luka bekas operasi pada Regio 8 7. Terlihat sedikit pembengkakan 7. Suhu 36.6°c
5. Luka terlihat basah pada luka A : Resiko infeksi ringan (skor 24)
6. Saat perawatan luka, sedikit keluar cairan 8. Diit TKTP jatah dari rumah sakit
7. Luka kemerahan, panas habis satu porsi P : Pasien pulang, Intervensi dihentikan
8. Terlihat sedikit pembengkakan pada luka 9. Suhu 36.6°c
9. Terpasang drain, keluar cairan ±15 cc 10. Lab WBC 9.5 x10 ̂ 3/uL
10. Terpasang kateter tryway A : Resiko Infeksi ringan (skor 21)
11. Cairan irigaasi bewarna jernih P:Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8
12. Suhu 37.7°c
A : Resiko Infeksi Sedang (skor 19)
P :Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8

124
Diagnosa 3

Jam DX. 3 Jam DX. 3 Jam DX.3


Kamis 17 mei 2018 Jum’at 18 mei 2018 Sabtu 19 mei 2018
19.00 S: 19.00 S: 19.00 S:
1. Klien mengatakan takut dengan 1. Klien mengatakan takut dengan 1. Klien mengatakan sudah tidak
penyakitnya penyakitnya cemas
2. Klien mengatakan ingin cepat O:
2. Klien mengatakan ingin cepat pulang
pulang
3. 1.Klien tampak tenang.
O: O: 2.Klien tampak cemas
3.Tingkat pendidikan klien SD
1. Klien tampak gelisah. 1. Klien tampak gelisah. 4.TTV : TD 130/80mmHg
2. Klien tampak cemas 2. Klien tampak cemas N :86x/mnt, S: 37,7°C
3. Tingkat pendidikan klien SD 3. Tingkat pendidikan klien SD RR : 20x/mnt
4. Klien sering bertanya pada petugas. 4. Klien sering bertanya pada petugas. A: Masalah teratasi
5. TTV : TD 130/80mmHg\ N : P: Hentikan Intervensi
5. TTV : TD 130/80mmHg
80x/mnt S: 36,8◦C
RR: 20x/mnt N : 82x/mnt, S: 36◦C,
A: Masalah Belum Teratasi RR: 20x/mnt
P: Lanjutkan Intervensi A : Masalah Belum Teratasi
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 P : Lanjutkan Intervensi

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

125
126

Lampiran 8
127
128
129

Lampiran 9
130

Lampiran 10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hendrik Setiono

Tanggal Lahir : Ponorogo, 15 November 1995

Alamat : Ds. Prajegan, Kec. Sukorejo, Kab.


Ponorogo

Ayah : Riman

Ibu : Minem

No. Tlp : 0895393035931

Riwayat Pendidikan

1. SDN 3 Prajegan Lulus Tahun 2008


2. SMP N 2 Sukorejo Lulus Tahun 2012
3. SMK PGRI 2 Ponorogo Lulus tahun 2014
4. Sedang menyelesaikan Program DIII keperawatan di Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Ponorogo

Anda mungkin juga menyukai

  • Proposal Futsall
    Proposal Futsall
    Dokumen6 halaman
    Proposal Futsall
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Proposal Futsall
    Proposal Futsall
    Dokumen6 halaman
    Proposal Futsall
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • BAB I Arif
    BAB I Arif
    Dokumen4 halaman
    BAB I Arif
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Sap Bumil
    Sap Bumil
    Dokumen17 halaman
    Sap Bumil
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Anggaran Baru
    Anggaran Baru
    Dokumen2 halaman
    Anggaran Baru
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • ADINDA
    ADINDA
    Dokumen7 halaman
    ADINDA
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Pidato
    Pidato
    Dokumen2 halaman
    Pidato
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Hemoglobin
    Hemoglobin
    Dokumen1 halaman
    Hemoglobin
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Gout Atrhitis 3
    Gout Atrhitis 3
    Dokumen10 halaman
    Gout Atrhitis 3
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen1 halaman
    Anak
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Cover Ok
    Cover Ok
    Dokumen2 halaman
    Cover Ok
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen5 halaman
    Anak
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen5 halaman
    Anak
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Kom Terapeutik Jiwa
    Kom Terapeutik Jiwa
    Dokumen19 halaman
    Kom Terapeutik Jiwa
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Doa
    Doa
    Dokumen1 halaman
    Doa
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Sambutan Enggar
    Sambutan Enggar
    Dokumen1 halaman
    Sambutan Enggar
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Masalah Umum Pada Lansia
    Masalah Umum Pada Lansia
    Dokumen8 halaman
    Masalah Umum Pada Lansia
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler-Agus
    Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler-Agus
    Dokumen34 halaman
    Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler-Agus
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Pidato
    Pidato
    Dokumen2 halaman
    Pidato
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Pidato
    Pidato
    Dokumen2 halaman
    Pidato
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Kotak Amal
    Kotak Amal
    Dokumen1 halaman
    Kotak Amal
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat
  • Tugas Promosi Kesehatan
    Tugas Promosi Kesehatan
    Dokumen19 halaman
    Tugas Promosi Kesehatan
    Seftian darma wisana
    Belum ada peringkat