02.04.02.001 00 01/07
ANAK
dr. Ava Lanny Kawilarang, Sp.A dr. Deni Kriscahoyo, Sp.PD, FINASIM
Ketua Ketua
TANGGAL TERBIT Ditetapkan,
ANAMNESIS 1. Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang dan kesadaran, interval kejang
dan keadaan anak pasca kejang
2. Suhu tubuh saat kejang, sebelum kejang
3. Adanya infksi diluar SSP, seperti ISPA, ISK, OMA
4. Riwayat tumbuh kembang, riwayat kejang demam dan epilepsy dalam
keluarga
5. Singkirkan sebab kejang yang lain, misal diare dan muntah yang dapat
menyebabkan hipoksemia, asupan makanan dan susu kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia.
PEMERIKSAAN FISIK - Suhu tubuh (rectal)
- Kesadaran (Glasgow Coma Scale)
- Tanda rangsang meningeal, yaitu kaku kuduk, Brudzinsky I dan II, Kernig
sign, Laseque sign
- Pemeriksaan nervus cranial
- Tanda peningkatan tekanan intracranial, yaitu UUB menonjol, papil edema
- Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, ISK, OMA
- Pemeriksaan neurologis lain : tonus, motorik, refleks fisiologis dan patologis
PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, gula darah seaktu, urinalisis, kultur
PENUNJANG darah, urin dan feses bila dibutuhkan
2. Lumbal pungsi : tidak perlu dilakukan pada kejang demam sederhana jika
tidak ada tanda meningitis atau riwayat meningitis atau tanda infeksi
intracranial
3. EEG : tidak dianjurkan pada kejang demam sederhana tetapi perlu
dilakukan pada kejang demam kompleks
KRITERIA PULANG 1. Kembali kepada kondisi normal setelah kejang demam sederhana
RAWAT 2. Tidak terdapat tanda infeksi bakteri yang serius atau sudah diterapi dengan
adekuat
3. Telah diberikan edukasi mengenai kejang demam
EDUKASI 1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan tanda dini kejang demam
3. Memberitahukan cara penanganan kejang
4. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali dan beberapa
hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang, yaitu :
a. Tetap tenang dan tidak panic
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi lama dan bentuk kejang
e. Tetap bersama pasien selama kejang
f. Berikan diazepam rectal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti
g. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
5. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping
PROGNOSIS 1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal.
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
3. Kemungkinan berulangnya kejang, dengan factor risiko :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 15 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh factor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat factor tersebur, kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%.
4. Faktor risiko terjadinya epilepsy, dengan factor risiko :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsy pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing factor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy
sampai 4-6%, kombinasi dari factor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsy menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsy tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
LAMPIRAN
KEPUSTAKAAN 1. Pudjiadi, AH, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2010; 150-3.
2. Widodo, DP. Konsensus Tata Laksana Kejang Demam. Dalam: Gunardi H,
dkk (Eds) Kumpulan Tips Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2010; 193-203.
3. Pusponegoro, H. Kejang Demam. Dalam: Current Evidences in Pediatric
Emergencies Management. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Jakarta:12-13 April 2015; 92-7.