A. PENDAHULUAN
Di era Globalisasi dan Reformasi saat ini, beberapa perubahan tuntutan sudah menjadi kewajiban kita
untuk diperhatikan dalam melaksanakan aktifitas pembangunan.
Beberapa perubahan tuntutan tersebut antara lain adalah dengan adanya tuntutan :
- pembangunan yang harus berkelanjutan (sustainable development).
- mengikuti perkembangan teknologi.
- mengikuti era globalisasi yang semakin terbuka dan semakin majunya teknologi informasi.
- efisiensi
- Hak Azasi Manusia dan Jaminan Keamanan.
- peran serta (partisipasi) masyarakat.
Tuntutan-tuntutan tersebut tidak terkecuali wajib diperhatikan dalam kita melaksanakan aktifitas/
kegiatan di dunia pertambangan, dimana dalam melaksanakan aktifitas pertambangan tersebut kita
harus melaksanakannya secara baik dan benar.
Atas dasar tuntutan-tuntutan tersebut diatas, maka secara umum yang dimaksud dengan Praktek
Pertambangan Yang Baikdan Benar (Good Mining Practice) adalah suatu kegiatan pertambangan yang
mentaati aturan, terencana dengan baik, menerapkan teknologi yang sesuai yang berlandaskan pada
efektifitas dan efisiensi, melaksanakan konservasi bahan galian, mengendalikan dan memelihara fungsi
lingkungan, menjamin keselamatan kerja, mengakomodir keinginan dan partisipasi masyarakat,
menghasilkan nilai tambah, meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar serta
menciptakan pembangunan yang berlanjutan.
Dalam rangka pengelolaan pertambangan yang baik dan benar ini, maka terdapat 2 unsur utama yang
melaksanakannya, yaitu “Pelaku Bisnis” dan Pembuat Kebijakan”.
Agar tercapai maksud pengelolaan tersebut diatas, maka pelaku bisnis dalam mengelola pertambangan
haruslah melaksanakannya dengan baik dengan selalu memperhatikan beberapa hal antara lain :
efisiensi, keuntungan yang wajar, resiko yang rendah, kepedulian terhadap lingkungan dan kepedulian
terhadap masyarakat.
Sedangkan bagi pembuat kebijakan beberapa hal yang wajib menjadi perhatiannya antara lain adalah
bagaimana agar pembangunan masyarakat dan daerah dapat berjalan baik, pembangunan dapat
berkelanjutan, menekan agar pelaku bisnis taat terhadap aturan, melaksanakan kegiatan berpedoman
pada azas konservasi bahan galian agar dapat meningkatkan nilai tambah dan menekan terjadinya
kecelakaan serta pentingnya melaksanakan perlindungan terhadap lingkungan.
Peran birokrat (pembuat kebijakan) pada hakekatnya adalah : membuat kebijakan yang tepat dan
kondusif, menjamin keamanan, menjamin kepastian hukum menjadi fasilitator yang baik serta
membuat pedoman terhadap pelaksanaan kegiatan.
Pada prinsipnya, Teknis Pertambangan yang baik dapat dilakukan apabila didalam aktifitas
pertambangan tersebut dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Eksplorasi harus dilaksanakan secara baik, benar dan memadai.
Perhitungan cadangan layak tambang harus ditetapkan dengan baik (tingkat akurasi tinggi).
Studi Geohidrologi, Geoteknik dan Metalurgi harus dilakukan secara baik dan benar.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) yang komprehensif dengan didukung data yang cukup, perlu
disusun dengan baik, termasuk studi lingkungannya (AMDAL atau UKL/UPL).
Teknik dan sistim tambang serta proses pengolahan/pemurnian harus direncanakan dan dilak-
sanakan secara baik (sistim tambang pada material lepas dan padu sangat berbeda, demikian pula
proses pengolahannya)
Teknis konstruksi dan Pemilihan peralatan harus tepat guna.
Sistim pengangkutan bahan tambang harus terencana baik, termasuk pemilihan alat angkut dan
alat berat lainnya.
Produksi hendaknya disesuaikan dengan jumlah ketersediaan cadangan dan spesifikasi.
Program pasca tambang harus terencana dengan baik sebelum seluruh aktifitas dihentikan.
Pada pasca tambang harus segera dilakukan kegiatan penataan dan reklamasi pada lahan ex tambang
yang disesuaikan dengan perencanaannya. Pelaksanaan penataan dan reklamasi sebaiknya mengacu
pada rencana tata ruang daerah yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kondisi lahan.
Jika Teknis Pertambangan tidak dilakukan dengan baik dan benar, maka akan berakibat pada :
Kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan.
Hasil tambang tidak akan efisien dan ekonomis.
Produksi akan tersendat / tidak lancar.
Kemungkinan terjadinya kecelakaan tambang akan tinggi.
Pengrusakan dan gangguan terhadap lingkungan akan timbul.
Terjadinya “pemborosan” bahan galian.
Pasca tambang akan mengalami kesulitan dan sulit penanganannya.
Semua pihak akan mendapat rugi (Pemerintah, perusahaan dan masyarakat).
Kegiatan pertambangan akan “dituding” sebagai suatu kegiatan yang merusak lingkungan.
Beberapa prinsip dalam perencanaan dan pelaksanaan pasca tambang yang harus menjadi perhatian
antara lain :
Perlu adanya transparansi, komunikasi yang terbuka, komitmen, dukungan dan partisipasi yang
ber-
asal dari seluruh stake holders (pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis).
Perencanaan dan pelaksanaannya harus sejalan dengan ketentuan dan standard yang berlaku.
Rencana pasca tambang harus dapat diterima oleh seluruh stake holders dan sesuai dengan
keinginan publik.
Pelaksanaan harus mempunyai target terjaminnya keselamatan lahan ex tambang,
terpeliharanya
lingkungan dan lahan ex tambang dapat pergunakan kembali untuk kegiatan lainnya yang lebih
bermanfaat.
Pelaku kegiatan harus dapat mempertanggung-jawabkan dari aspek teknik dan sosio-ekonomi.
Pelaksanaan kegiatan pasca tambang harus disesuaikan dengan rencana pembangunan daerah.
Secara teknis dan ekonomis, pelaksanaan pasca tambang dapat dilaksanakan.
Ditangani oleh sumber daya manusia yang profesional dan paham.
Program pasca tambang harus dipantau secara kontinyu dan segera direvisi jika terjadi
perubahan.
Program hendaknya bersifat adaptatif terhadap adanya perubahan kondisi.
Harus ada kriteria yang jelas terhadap tingkat keberhasilan secara kuantitatif.
Jaminan pasca tambang perlu ada dalam jumlah yang memadai.
E. LINGKUNGAN HIDUP PERTAMBANGAN
Dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan, permasalahan lingkungan hidup wajib untuk menjadi
perhatian dari para pelaku kegiatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
Semua ketentuan, peraturan dan standar lingkungan yang berlaku.
Setiap kegiatan wajib dilengkapi dengan dokumen kajian lingkungan (AMDAL atau UKL/UPL).
Perlu adanya suatu jaminan dalam rangka pelaksanaan reklamasi.
Kepedulian harus dimulai sejak tahap eksplorasi sampai tahap pasca tambang.
Peraturan yang menyangkut tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum telah
diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995, tanggal 22
Mei 1995. Segala aspek menyangkut K-3 Pertambangan Umum telah diatur didalamnya, antara lain
tentang :
Pihak-pihak penanggung jawab
Program dan manajemen K-3
Kewajiban melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi pekerja tambang.
Tatacara inspeksi tambang oleh Pelaksana Inspeksi Tambang dan Kepala Teknik Tambang.
Kondisi kerja, peralatan kerja, rambu-rambu/tanda-tanda peringatan.
Kewajiban menyusun Standard Operation Procedure (SOP).
Tatacara pencegahan dan penanggulangan kemungkinan terjadinya bahaya dan kecelakaan.
Tatacara penanganan, penggunaan dan penyimpanan bahan peledak.
Dimensi tambang.
Kewajiban pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja tambang.
Aturan-aturan penggunaan alat angkut.
Pengamanan alat-alat berputar.
Pembiayaan-pembiayaan pelaksanaan program K-3
Beberapa hal lainnya dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan tambang.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi ini berlaku untuk kegiatan pertambangan terbuka /diatas
permukaan tanah dan pertambangan bawah tanah.
Pada prinsipnya penerapan azas konservasi pada pemanfaatan bahan galian tambang adalah cara
bagaimana pemanfaatan bahan galian tersebut dilakukan secara optimal dengan memperhatikan hal-
hal :
Memperhitungkan kebutuhan akan bahan galian tersebut (pengusahaan/pemanfaatan tepat
waktu).
Pengambilan bahan galian (penambangan) harus tepat teknologi pada saat kegiatan berjalan.
Adanya upaya untuk menghindari terjadinya “kehilangan” bahan galian dalam
penambangannya.
Adanya upaya melakukan “pemilahan” dalam pengambilan antara bahan galian berkadar
tinggi dan rendah, dimana bahan galian berkadar tinggi diambil terlebih dahulu dan bahan galian
berkadar rendah tetap “disimpan” sebagai cadangan masa depan dan diambil jika teknologi
telah mampu mengolah bahan galian tersebut.
Adanya upaya untuk memanfaatkan mineral-mineral ikutan secara optimal.
Mengingat umumnya bahan galian tambang bersifat “unrenewable resources” (tidak terbaharukan),
maka jika hal-hal tersebut diatas dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka ketersediaan suatu
bahan galian akan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama dan dapat berlanjut sesuai
dengan kemajuan teknologi manusia nantinya.
H. HUBUNGAN ANTARA LAHAN TAMBANG – PERTAMBANGAN – LINGKUNGAN
Dalam rangka penerapan Praktek Pertambangan Yang Baik dan Benar, maka perlu dipikirkan hubungan antara Lahan
Tambang dengan Kegiatan Pertambangan itu sendiri dan Lingkungan.
Hubungan ketiga komponen tersebut pada hakekatnya saling berinteraksi dan dapat disinergikan antara
satu sama lainnya yang dapat digambarkan dalam hubungan “segitiga interaksi”.
Dari Lahan Tambang yang mengandung bahan galian tambang tertentu, dapat dimanfaatkan guna
menunjang segala aktifitas dan kehidupan manusia serta merupakan peluang usaha bagi pelaku bisnis
( 1 – 2 ). Didalam aktifitas Pertambangan, eksploitasi harus dilakukan sesuai aturan, terencana secara
teknis, efisien, menerapkan azas konservasi, menghasilkan nilai tambah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ( 2 – 1 ).
Selanjutnya untuk mencegah timbulnya “pengrusakan” terhadap lingkungan, maka dalam melakukan
aktifitas Pertambangan, pelaku kegiatan harus mampu mengendalikan dan memelihara lingkungan,
menjamin keselamatan kerja, merencanakan dan melaksanakan upaya rehabilitasi/reklamasi serta
mengakomodir kemauan dan partisipasi masyarakat ( 2 – 3 ), sehingga jika hal tersebut terlaksana
dengan baik maka Lingkungan (kondisi alam dan masyarakat) akan memberikan “feed-back” terhadap
keberlanjutan, keamanan, kelancaran dan ketenangan bagi pelaku kegiatan dalam melaksaanakan
kegiatan pertambangan tersebut ( 3 – 2 ).
Dilain sisi dengan “baik”nya Lingkungan merespons kegiatan pertambangan, maka pada pasca tambang,
Lingkungan tersebut akan mampu menciptakan suatu kondisi lingkungan baru yang dapat bermanfaat
serta berdaya guna kembali (3 – 1), dan pada Lahan Tambang yang telah dieksploitasi, secara berangsur
akan “terpulihkan” kembali dengan kondisi baru dengan peruntukan lainnya yang lebih bermanfaat di
masa mendatang ( 1 – 3 ).
Jika hubungan ketiga komponen ini berjalan baik, saling berinteraksi dan bersinergi, maka dari
hubungan tersebut dapat tercapai sasaran sebagai berikut :
Bekas LAHAN TAMBANG dalam kondisi Aman, Layak dimanfaatkan, Indah, Harmonis, bersifat Fasilitatif
jika dipergunakan, mendatangkan Untung jika dimanfaatkan, bersifat Natural, dibentuk
secara Geometris, sebagai lahan yang Strategis dalam pemanfaatannya dan dapat dimanfaatkan
secara Integratif ( ALIH FUNGSI ).
Sedangkan kondisi LINGKUNGAN diharapkan akan Sehat, bersifat Ekologis, Ramah, Adaptatif, Sinergik
dan mampu untuk saling melakukan Interaksi terhadap aktifitas Pertambangan dan kondisi pada bekas
Lahan Tambang ( SERASI ).
J. P E N U T U P
Di era Globalisasi dan Reformasi saat ini, beberapa perubahan tuntutan sudah
menjadi kewajiban kita dalam melaksanakan aktifitas pembangunan. Tuntutan
tersebut wajib diperhatikan dalam melaksanakan aktifitas/ kegiatan di dunia
pertambangan, dimana dalam melaksanakan aktifitas pertambangan tersebut
kita harus melaksanakannya secara baik dan benar.Banyak hal yang mendasari
mengapa perlu dilakukannya penambangan yang baik dan benar, diantaranya :