Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

—-—-Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh,
dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Amerika
di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer
susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah
Sakit Umum. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan
puncak usia 40-65 tahun.1

—-Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan (39,26
persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri
dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135
penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya
(26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor
metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen),
sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis,
cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya
terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan. 2-

1
BAB II
STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS
Nama : Tn. FP
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : pegawai swasta
Pendidikan : SLTA
Agama : islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : jalan serua RT 003/004, Bojong Sari, Depok
No. RM : 00824765
Rawat inap : 3 Juni 2014

II. ANAMNESIS dilakukan secara alloanamnesis dengan istri pasien pada tanggal 3
juni 2014.
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala terus menerus, memberat sejak 4 hari SMRS

B. Keluhan Tambahan
Tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, badan lemas.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala terus menerus, memberat sejak 4 hari SMRS.
Nyeri kepala dirasakan sejak lama dan hilang timbul. Pasien juga tidak bisa melihat sejak
±4 hari SMRS, awal nya memang penlihatan pasien berkurang sejak ±1 tahun, makin
lama memburuk hingga tidak bisa melihat. Pendengaran pasien juga berkurang sehingga
diajak bicara tidak nyambung. Pasien juga sering mual dan muntah. Nafsu makan
berkurang. Adanya demam dan kejang disangkal. BAK lancar, BAB tidak lancar dan
keras. Sebelumnya pasien berobat di Rumah Sakit Sari Asih dan telah dilakukan
pemeriksaan CT Scan.

2
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat TB paru dan vertigo. Riwayat hipertensi (-), DM (-),
keganasan (-), Alergi (-).

E. Riwayat Penyakit Keluarga


TB (-), Keganasan (-), Hipertensi (-), DM (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Sikap : Berbaring
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Suhu : 37,6°C
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 24x/menit
B. Keadaan Lokal
Traumata Stigmata : Tidak ada.
Pulsasi Aa. Carotis : Teraba pulsasi kanan dan kiri equal, regular, isi cukup.
Pembuluh Darah Perifer : Capillary Refill Time < 2 detik.
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar.
Columna Vertebralis : Lurus di tengah, skoliosis (-), kifosis (-)
C. Pemeriksaan
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS VI ± 1cm medial linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung : ICS VI linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS VI ±1cm linea midklavikula sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I, II regular, murmur (-), gallop (-)

3
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, perfusi perifer cukup, + + , edema - -
+ + - -

II. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


GCS: Tidak dapat dinilai karena pasien tidak bisa melihat dan mendengar.
A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70° > 70°
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
B. Peningkatan Tekanan Intrakranial
Penurunan kesadaran : -
Muntah proyektil :-
Sakit kepala :+
Edema papil :-

C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : Tidak bisa dinilai

4
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Visus Campus : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Melihat Warna : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Funduskopi : Tidak dilakukan

N. III, IV, VI Kanan Kiri


Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ke Temporal : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ke Nasal Atas : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ke Nasal Bawah : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ke Temporal Atas : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ke Temporal Bawah : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Eksothalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokor Isokor
Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (-) (-)
Refleks Cahaya Konsensual : (-) (-)
Akomodasi : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Konvergensi : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ptosis : (+) (-)

N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Cabang Sensorik
Opthalmik : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Maxilla : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Mandibularis : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

5
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : simetris simetris
Motorik Orbicularis : baik Sudut nasolabialis lebih turun
Pengecap Lidah : tidak dilakukan

N. VIII
Vestibular
Vertigo : Tidak bisa dinilai
Nistagmus : Tidak bisa dinilai
Cochlear
Tuli Konduktif : tidak dilakukan
Tuli Perspeptif : tidak dilakukan

N. IX, X
Motorik : Tidak bisa dinilai

Sensorik : Tidak bisa dinilai

N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Menoleh : tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

N. XII
Pergerakan Lidah : Tidak bisa dinilai
Atrofi : Tidak bisa dinilai
Fasikulasi : Tidak bisa dinilai
Tremor : Tidak bisa dinilai

D. Sistem Motorik
Kesan hemiparesis sinistra

6
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : Normotrofik
G. Tonus : Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif : Tidak bisa dinilai
Eksteroseptif : Tidak bisa dinilai
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : Tidak bisa dinilai
Tes Rhomberg : Tidak bisa dinilai
Disdiadokinesia : Tidak bisa dinilai
Jari-Jari : Tidak bisa dinilai
Jari-Hidung : Tidak bisa dinilai
Tumit-Lutut : Tidak bisa dinilai
Rebound Phenomenon : Tidak bisa dinilai

J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)

K. Fungsi Otonom
Miksi : on DC
Defekasi : Memakai pampers
Sekresi Keringat : Baik

7
L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Bisep : (++) (++)
Trisep : (++) (++)
Radius : (++) (++)
Lutut : (++) (++)
Tumit : (++) (++)

M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri


Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)

N. Keadaan Psikis
Intelegensia : tidak bisa dinilai
Tanda regresi : tidak bisa dinilai
Demensia : tidak bisa dinilai

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (2 Juni 2014)


Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.7–15.5 g/dl 16.4 g/dl
Hematokrit 33-45 % 47 %
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 11.6 ribu/ul
Trombosit 150-440 ribu/ul 399 ribu/ul

8
Eritrosit 4.40-5.90 juta/uL 5.67 juta/ul
VER/HER/KHER/RDW
VER 80.0-100.0 fl 82.6 fl
HER 26.0-34.0 pg 28,8 pg
KHER 32.0-36.0 g/dl 34,9 g/dl
RDW 11.5-14.5 % 14,5 %
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 0-34 U/l 46 U/l
SGPT 0-40 U/l 50 U/l
DIABETES
Glukosa sewaktu 70-140 mg/dl 140 mg/dl
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 20-40 mg/dl 24 mg/dl
Creatinin Darah 0.6-1.5 mg/dl 0,7 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135-147 mmol/l 134 mmol/l
Kalium 3.10-5.10 mmol/l 2.82 mmol/l
Klorida 95-108 mmol/l 94 mmol/l
SERO-IMUNOLOGI
Golongan darah AB/Rh(+)

9
IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
FOTO THORAX

Kesan:
Jantung dalam batas normal
Pulmo:
TB paru lama
Konsolidasi di lapangan tengah paru kanan, DD/ -
Massa paru, round pneumonia

CT SCAN

Interpretasi:

Jaringan lunak ekstra calvaria, dan calvaria


masih memberikan bentuk dan densitas yang
normal.

Sulci corticalis, fissura sylvii dan fissura


interhemisfer tampak abnormal.

Bentuk dan posisi ventrikuel lateralis kanan


dan kiri tampak simetris. Ukuran ventrikel
lateralis kanan dan kiri, ventrikel 3 dan 4
dalam bats normal.

Sisterna basalis dan ambiens dalam batas


normal.

Tampak lesi patologis multiple dengan

10
edema

Daerah sela tursika dan justasella serta daerah ‘cerebellopontine angle’ kanan dan kiri dalam
batas normal.

Mastoid air cell dalam batas normal

Sinus maxillaris, ethmoidalis, spenoidalis dan frontalis dalam batas normal.

Bulbus oculi dan ruang retrobulber dalam batas normal.

Tidak tampak pergeseran struktur garis tengah.

Kesimpulan: Multiple metastasis dengan edema cerebri

V. RESUME
Tn. FP, 46 tahun dengan keluhan nyeri kepala terus menerus, memberat sejak 4 hari
SMRS. Nyeri kepala dirasakan sejak lama dan hilang timbul. Pasien juga tidak bisa melihat
sejak ±4 hari SMRS, awal nya memang penlihatan pasien berkurang sejak ±1 tahun, makin
lama memburuk hingga tidak bisa melihat. Pendengaran pasien juga berkurang sehingga
diajak bicara tidak nyambung. Pasien juga sering mual dan muntah. Pasien mempunyai
riwayat TB paru dan vertigo. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan TD: 150/90 mmHg,
kesadara kesan compos mentis. Pada pemeriksaan neurologis, hemiparesis sinistra, N.
Kranialis: lesi N. II bilateral, ptosis OD, kesan paresis N. VII sinistra lateral. Pada
laboratorium didapatkan hipokalemi. Pemeriksaan foto thoraks: TB paru lama, Konsolidasi
di lapangan tengah paru kanan, DD/ - Massa paru, round pneumonia. CT Scan: Multiple
metastasis dengan edema cerebri.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : hemiparesis sinistra, lesi N. II bilateral, ptosis OD, kesan paresis
N. VII sinistra lateral. Hipokalmia.
Diagnosis etiologik : SOL intrakranial suspek metastasis dengan edema serebri
Diagnosis topik : Korteks Cerebri

11
VII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
 Rawat inap
 Elevasi kepala 30°

Medikamentosa
 Metilprednisolon 4x125mg (IV)
 Ranitidin 2x50mg (IV)
 Sucralfat 4xCI (po)
 Neulin 2x100mg (IV)
 Adalat eros 1x1 (po)
 Manitol 4x100cc → jik TD >110/70

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

—-Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum
tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri,
disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker
paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.1

ETIOLOGI

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :

1. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang
kuat pada neoplasma.

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai


morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.

13
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan
kordoma.

3. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah
dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

4. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi
hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.

5. Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan 3—-

KLASIFIKASI

Pada dasarnya tumor dibagi menjadi 2, yakni :

 Tumor Otak Benigna : pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas
 Tumor Otak Maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan
menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari
bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Beberapa jenis tumor otak jinak bisa tumbuh di dalam otak dan diberi nama sesuai dengan sel
atau jaringan asalnya:

 Schwannoma berasal dari sel Schwann yang membungkus persarafan

14
 Ependimoma berasal dari sel yang membatasi bagian dalam otak
 Meningioma berasal dari meningen (jaringan yang melapisi bagian luar otak
 Adenoma berasal dari sel-sel kelenjar
 Osteoma berasal dari struktur tulang pada tengkorak
 Hemangioblastoma berasal dari pembuluh darah.

Tumor otak jinak yang bisa merupakan kelainan bawaan adalah:

 Kraniofaringioma
 Kordoma
 Germinoma
 Teratoma
 Kista dermoid
 Angioma

Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Tumor ini lebih sering
ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup
kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut. Gejala dan
kemungkinan diturunkannya tumor ini tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan
lokasinya di otak. Jika tumbuh sangat besar, bisa menyebabkan kemunduran mental seperti
demensia (pikun).

Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari kanker yang berasal
dari bagian tubuh yang lain. Kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma maligna dan
kanker sel darah (misalnya leukemia dan limfoma) bisa menyebar ke otak.
Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.

Tumor otak primer berasal dari dalam otak, yang terdiri dari:

 Glioma berasal dari jaringan yang mengelilingi dan menyokong sel-sel saraf, beberapa
diantaranya bersifat ganas
 Glioblastoma multiformis merupakan jenis yang paling sering ditemukan

15
 Astrositoma anaplastik, pertumbuhannya sangat cepat
 Astrositoma, pertumbuhannya lambat
 Oligodendroglioma
 Meduloblastoma, jarang terjadi, biasanya menyerang anak-anak sebelum mencapai
pubertas
 Sarkoma dan adenosarkoma merupakan kanker yang jarang terjadi, yang tumbuh dari
struktur selain sel saraf

GAMBARAN KLINIS

Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada
awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi umumnya berjalan
progresif. Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

Gejala Serebral Umum

—-Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan
oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan
aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas
dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.4

1. Nyeri Kepala

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor
otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala
bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada
malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai
tumor otak.

2. Muntah

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai
pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.

16
3. Kejang

—-Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih
dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor
otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

 Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun


 Mengalami post iktal paralisis
 Mengalami status epilepsi
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan
astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari
dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada pemeriksaan ditemukan papil
udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi.
Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang
sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah
meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan
craniopharingioma.

Gejala Spesifik Tumor Otak

1. Lobus frontal

 Menimbulkan gejala perubahan kepribadian


 Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
 Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

17
2. Lobus parietal

 Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym


 Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s

3. Lobus temporal

 Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan


aura atau halusinasi
 Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
 Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis,
parkinsonism.

4. Lobus oksipital

 Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan


 Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi
hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

 Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari
cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-
tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angie

 Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma


 Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran
 Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel

18
7. Tumor Hipotalamus

 Menyebabkan gejala TIK akibat oklusi dari foramen Monroe


 Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil
pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan

8. Tumor di cerebelum

 Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TIK akan cepat erjadi disertai dengan
papil udem
 Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot
servikal

9. Tumor fosa posterior

 Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus,
biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.5

DIAGNOSIS

Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah dengan
mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya, hubungannya dengan
system ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak misalnya sirrkulus willisi dan
hipotalamus. Selain itu juga diperlukan periksaan radiologis canggih yang invasive maupun non
invasive.

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun pemeriksaan penunjang
yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-
gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah
diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui
pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang.

19
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk
memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

 Elektroensefalografi (EEG)
 Foto polos kepala
 Arteriografi
 Computerized Tomografi (CT Scan)
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambaran CT Scan tumor otak

CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang diduga
menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang berpenampang kurang
dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak
sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor
otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya
yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT
Scan disertai dengan pemberian zat kontras.—-

Penilaian CT Scan pada tumor otak:6

Tanda proses desak ruang:

 Pendorongan struktur garis tengah itak


 Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel

Kelainan densitas pada lesi:

 hipodens
 hiperdens atau kombinasi

20
Kalsifikasi, perdarahan

 Udem perifokal-

TERAPI

—-Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor, antara lain :kondisi
umum penderita

 tersedianya alat yang lengkap


 pengertian penderita dan keluarganya
 luasnya metastasis.6

Adapun terapi yang dilakukan, meliputi Terapi Steroid, pembedahan, radioterapi dan
kemoterapi.

Terapi Steroid

Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak
berefek langsung terhadap tumor.

Pembedahan

—-Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk mengurangi


efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang tidak dapat direseksi.

—-Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak yakni:
diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra bedah yang lengkap,
teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta
perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan
kemajuan teknologi seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar coagulator,
realtime ultrasound yang membantu ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan
aman.7

21
Radioterapi

—-Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar 5000-6000 cGy
tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan
bahwa sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel tumor
dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika dikombinasikan dengan kemoterapi
intensif.

Kemoterapi

Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap
diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu
seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi
tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif.

PROGNOSIS

Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara maju,


dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan
radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10
tahaun berkisar 30-40%.—-

22
DAFTAR PUSTAKA

1. syaiful S,dr, Tumor Intrakranial dalam


http://www.angelfire.com/nc/neorosurgery/Pendahuluan.html, dikutip tanggal 6 juni 2014
2. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. PT Dian Rakyat: Jakarta. 1979.
P.41-43
3. Informasi tentang Tumor Otak dalam http://www.medicastore.com dikutip tanggal 6 juni
2014
4. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Manual of
Neurology edisi 7, McGraw Hill, New York, 2002.p. 258-63
5. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Manual of
Neurology edisi 7, McGraw Hill, New York, 2002.p. 676-721
6. Howard L. W., Lawrence P. L. Malignancy and the Nervous System in Neurology edisi
5, Williams&Wilkins, Philadelphia.p.m139-142
7. Bradley, Walter G. Neuro-Oncology in Pockest Companion to Neurology in Clinical
Practice edisi 3, Butterworth, Boston 2000.p. 239-67

23

Anda mungkin juga menyukai