Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Hadits merupakan informasi masa lalu yang dikumpulkan secara masif kurang lebih
100 tahun setelah nabi Muhammad meninggal. Dalam masa seratus tahun ini sudah melewati
berbagai fase sejarah para stakeholder yang hidup didalamnya. Muncul berbagai dinamika
yang sangat beragam sehingga sampai pada kesimpulan hadits harus dikumpulkan oleh
kolektor yang disponsori oleh pemerintah umar bin abdul aziz, walaupun polemik itu masih
berlangsung pada masa sang khalifah berkuasa (Farida, 2016, hal. 27).
Pada tulisan ini mencoba menelusuri bagaimana para ulama hadits memperlakukan
informasi hadits yang notabene merupakan informasi masa lalu. Bagaimana informasi masa
nabi itu diklasifikasikan untuk memilah-milah informasi, tentunya ulama pada zaman dahulu
tidak asal menerima informasi pokok dan penting yang sumbernya datang pada zaman nabi.
Karena hadits itu informasi yang sangat penting untuk merekonstruksi pemahaman agama
islam yang dianutnya.

1
1.2 Rumusan masalah

1. Pengertian hadits
2. Klasifikasi hadits berdasarkan Kuantitas
3. Klasifikasi hadits berdasarkan Kualitas
4. Klasifikasi hadits berdasarkan tempat penyandaran
5. Klasifikasi hadits berdasarkan sifat sanad
6. Klasifikasi hadits berdasarkan diterima dan ditolaknya sebagai hujjah

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari hadits


2. Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan Kuantitas
3. Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan Kualitas
4. Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan tempat penyandaran
5. Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan sifat sanad
6. Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan diterima dan ditolaknya
sebagai hujjah.

2
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Hadits
Hadits merupakan isim dari tahdits, yang berarti pembicaraan. Hadits menurut bahasa
(lughat) yaitu :
- Al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata al-qadim (sesuatu yang lama).
- Al-Khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain.
- Al-qarib (yang dekat, belum lama terjadi).
Ditinjau dari segi sumbernya, hadits dibagi menjadi 2 macam, yaitu hadits Qudsi
(disebut juga hadits Rabbani) dan hadits Nabawi ( hadits Nabi). Perbedaan kedua
macam hadits tersebut yaitu :
1. Hadits Qudsi adalah firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
Rasulullah SAW yang kemudian beliau sampaikan dengan redaksi (susunan
kata/kalimat)nya sendiri. Dengan demikian, makna hadits Qudsi tersebut berasal dari allah
SWT, sedangkan lafal/redaksinya dari Nabi SAW.
2. Hadits Nabawi adalah hadits yang makna maupun lafalnya berasal dari Nabi Muhammad
Rasulullah SAW sendiri.1
Jika demikian, apa perbedaan antara hadits Qudsi dengan al-qur’an ? ada beberapa perbedaan
yang tegas yakni :
a. Lafal dan makna Al-qur’an berasal dari Allah SWT, sebaliknya hadits Qudsi hanya
maknanya saja yang berasal dari Allah SWT, sedangkan redaksinya (susunan
kalimatnya) dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW
b. Periwayatan Al-qur’an tidak boleh dengan maknanya saja, sebqaliknya hadits Qudsi
boleh diriwayatkan hanya dengan maknanya.
c. Al-qur’an terutama surat Al-fatihah harus dibaca dalam sholat, sebaliknya hadits Qudsi
tidak boleh dibaca dalam waktu sholat
d. Membaca Al-qur’an terhitung ibadah, sebaliknya membaca hadits Qudsi tidak terhitung
ibadah.

1
Syamsul Rijal Al Hamid., Buku Pintar Hadits., 2017., Hal. 113.

3
Sedangkan menurut istilah ahli hadits, yaitu :

“Segala ucapan Nabi Saw, Segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau”.
Para muhaddisin berbeda-beda pendapatnya dalam menafsirkan al-hadits. Perbedaan
tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh terbatas dan luasnya obyek peninjauan mereka
masing-masing. 2

B. Unsur-unsur dalam hadits


1. Sanad
Kata sanad atau as-sanad menurut Bahasa, dari sanada, yasnudu yang berarti mutamad
(sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah).
Secara terminologis,definisi sanad adalah silsilah orang-orang yang menghubungkan
kepada matan hadits,
2. Matan
Secara terminologis, istilah matan memiliki beberapa definisi, yang mana maknanya
sama yaitu materi atau lafadz hadits itu sendiri. Pada definisi lain seperti dikatakan ath-
thibi mendefinisikan dengan “lafadz-lafadz hadits yang didalamnya mengandung makna-
makna tertentu”
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matan ialah materi atau lafadz hadits
itu sendiri, yang penulisannya ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawin
3. Rawi
Kata rawi atau arawi, berarti orang yang meriwayatkan atau yang memberitakan hadits,
yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang merawikan atau meriwayatkan dan
memindahkan hadits.2
C. Klasifikasi Hadits
1. Berdasarkan dari segi kuantitasnya atau jumlah rawi hadits, maka dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
a. Hadits Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa, berarti mutatabi’ yang (datang) berturut-turut, dengan tidak
ada jaraknya. Sedangkan menurut istilah dapat didefinisikan sebagai berikut:

2
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Seajarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999), 1.

4
“Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak mungkin
mereka sepakat untuk berdusta. (jumlah banyak itu) dari awal sanad sampai akhirnya
dengan syarat jumlah itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya.”
Berdasarkan definisi tersebut, ada empat kriteria hadits mutawatir , yaitu sebagai
berikut:
1) Diriwayatkan sejumlah orang banyak
Para perawi hadis mutawatir syaratnya harus berjumlah banyak. Para ulama
berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada para perawi hadits tersebut dan tidak
ada pembatasan yang tetap. Di antara mereka berpendapat 4 orang, 5 orang,10 orang
(karena ia minimal katsrah), 40 orang, 70 orang (jumlah Sahabat Musa as), bahkan
ada yang berpendapat 300 orang lebih. Namun, pendapat yang terpilih minimal 10
orang seperti pendapat Al-Ishthikhari.

2) Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad


Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan sanad dari awal hingga akhir
sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak
dinamakan mutawatir, tetapi dinamakan ahad atau wahid. Persamaan jumlah
perawi tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya, mungkin saja jumlah
angka nominalnya berbeda, namun nilai verbalnya sama, yaitu sama banyak.
Misalnya, pada awal tingkatan sanad 10 orang, tingkatan sanad berikutnya
menjadi 20 orang, 40 orang, 100 orang, dan seterusnya. Jumlah yang seperti ini
tetap dinamakan sama banyak dan tergolong mutawatir.
3) Mustahil bersepakat bohong
Misalnya para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara yang
berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Sejumlah para perawi yang
banyak ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan berbohong secara
tradisi. Pada masa perkembangan hadits, berbeda dengan masa modern. Disamping

5
kejujuran, dan daya ingatan yang masih andal, transportasi tiap daerah tidak
semudah sekarang ini, sehingga tidak mungkin mereka berdusta.
4) Sandaran berita itu pada Panca indera
Artinya berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata dan
disentuh dengan kulit, tidak disandarkan pada logika atau akal. Jika berita hadits
itu logis, tidak indrawi maka dikatakan tidak mutawatir. Contohnya ungkapan
“Kami mendengar (dari Rasulullah bersabda begini) atau “Kami sentuh atau
kam imelihat (Rasulullah melakukan begini dan seterusnya)”.
Berdasarkan 4 kristeria hadits mutawatir di atas, maka jumlah hadits
mutawatir sedikit dan langka dibandingkan dengan hadits ahad.
 Klasifikasi Hadits Mutawatir
Para Ulama membagi hadits Mutawatir ke dalam tiga, yaitu mutawatir lafdzi,
mutawatir maknawi, dan mutawatir amali.
1. Mutawatir Lafdzi
Hadits Mutawatir Lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat satu dengan lainnya.

2. Maknawi
Hadits mutawatir Maknawi adalah hadis yang lafal dan maknanya berlainan antara satu
riwayat dengan riwayat lainnya, tetapi terdapat kesesuaian makna secara umum (kulli).

3. Mutawatir Amali
Hadits Mutawatir Amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia
dari agama dan telah mutawatir di kalangan umat Islam bahwa Nabi saw
mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat dikatakan
soal yang telah disepakati. Contoh hadits mutawatir Amali adalah berita-berita yang
menerangkan waktu dan rakaat shalat, shalat jenazah, shalat, Ied , hijab perempuan yang
bukan mahram, kadar zakat, dan segala rupa amal yang telah menjadi kesepakatan, ijma.

b. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. Mengenai hadits Ahad ini,
para imam mazhab berbeda pendapat. Menurut imam Hanafi (Abu Hanifah), jika
rawinya orang-orang yang adil maka hanya dapat dijadikan hujjah pada bidang
6
amaliyah. Bukan pada bidang akidah dan ilmiah. Imam malik berpendapat hadits ini
dapat dipakai menetapkan hukum yang tidak dijumpai dalam Al-qur’an dan harus
didahulukan dari qiyas zhonni (tidak pasti).
Imam syafi’I menegaskan, hadits ini dapat dijadikan hujjah jika rawinya
memenuhi 3 syarat :
1) Berakal,
2) Dhobit (memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna serta mampu menyampaikan
hafalan itu kapan saja dikehendaki ),
3) Mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW dan tidak menyalahi pendapat
ulama hadits.
Hadits Ahad secara garis besar oleh ulama-ulama hadits dibagi menjadi dua ,
yaitu masyhur dan ghairu masyhur. Ghairu masyhur terbagi lagi menjadi dua bagian,
yaitu aziz dan gharib. Hadits masyhur menurut bahasa “muntasyir” yang berarti
sesuatu yang sudah tersebar, sudah popular yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga
rawi atau lebih dengan sanad yang berbeda. Contohnya, Muhammad Rasulullah SAW
bersabda, “orang islam adalah orang yang tidak mengganggu orang islam lainnya baik
dengan lidah maupun dengan tangannya.”(HR. Bukhori, Muslim, Tirmidzi).
Sanad bukhari yaitu Bukhori (menerima) dari Adam, dari syu’bah, dari
Abdullah bin Abu Safar, dari Asy-sya’bi, dari Abdullah bin Amir, dari Nabi
Muhammad SAW.
Sanad Muslim, yaitu Muslim (mendengar) dari sa’id, dari Yahya, dari Abu
Musa, dari Nabi Muhammad SAW.
Sanad Tirmidzi, yaitu Tirmidzi (mendengar) dari Qutaidah, dari Al-lais, dari
Al-Qo’qo, dari Abu Salih, dari Abu Hurairoh, dari Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan menurut ulama ahli Hadits, ialah :

“Hadits yang mempunyai jalan yang terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan
tidak sampai kepada batas Hadits yang mutawatir.”
Hadits ini dinamakan masyhur karena popularitasnya di masyarakat, walaupun
tidak mempunyai sanad sama sekali, baik berstatus shahih atau dha’if. Sedangkan
Hadits ghairu masyhur oleh ulama ahli hadits digolongkan menjadi dua, yaitu aziz dan
gharib. Yang dimaksud hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang

7
perawi, walaupun setelah itu diriwayatkan oleh sejumlah rawi. Hadits Ghorib adalah
hadits yang dalam sanadnya hanya ada satu orang rawi, dimanapun sanad itu terjadi.
2. Berdasarkan dari segi kualitasnya atau mutu atau nilainya maka hadits itu terbagi
menjadi tiga bagian, yakni:
a. Hadits Shahih
Para ulama hadits memberikan definisi hadits shahih sebagai “hadits yang
sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang
sama, sampai berakhir pada Rasulullah saw atau kepada sahabat atau kepada tabiin,
bukan hadits yang syadz (controversial) dan terkena illat, yang menyebabkan cacat
dalam penerimannya.
Dalam definisi diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni sebagai
berikut:
- sanadnya bersambung, artinya tiap-tiap perawi dalam sanad hadits menerima
riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya atau benar-benar mengambil
secara langsung dari orang yang di tanyanya, dan sejak awal hingga akhir
sanadnya,
- para perawinya bersifat adil, artinya bahwa semua perawinya, disamping harus
muslim, baligh, bukan fasid dan tidak berbudi jelek pula,
- kuat hafalan para perawi (dlabit), artinya masing-masing perawi sempurna daya
ingatanya, baik ingatan dalam dada maupun dalam kitab,
- tidak sadz (bertentangan), artinya hadits itu benar-benar tidak syadz, dalam arti
bertentangan atau menyelisihi orang yang terpecaya dari lainnya,
- tidak ber’illat (cacat), artinya hadits itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya
sebab yang menutup pada keshahihan hadits, sementara dhahirnya selamat dari
cacat.
Hadits shahih ini hukumnya wajib diamalkan dan ulama ahli hadits
membaginya kepada dua bagian yaitu shahih li dzatihi dan shahih li ghairihi.
Perbedaan antara kedua bagian hadits ini terletak pada segi hafalan atau ingatan
perawinya. Pada shahih li dzatihi, ingatan perwinya sempurna sedangkan pada
hadits shahih li ghairihi, ingatan perawinya kurang sempurna.
Yang dimaksud hadits shahih li dzatihi, ialah hadits shahih yang memenuhi
persyaratan maqbul secara sempurna sesuai dengan maksud pengertian shahih.
Sedangkan yang dimaksud dengan shahih li ghairihi, ialah kebalikan dari shahih li

8
dzatihi, khususnya dari segi ingatan atau hafalan perawi. Jadi pada hadits ini ingatan
perawinya kurang senpurna (qalil ad-dabt).
b. Hadits Hasan
Menurut bahasa, hasan sifat Musyabbahah dari “Al Husn” yang mempunyai arti
“Al Jamal” (bagus), sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara Hadits
Shahih dan Dhaif, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah
satu bagiannya.
Sebagian berpendapat hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkan
oleh orang yang adil yang berkurang sifat dlobithnya dan bersih dari syadz dan illat.
Dari definisi ini dapat kita pahami bahwa hadits hasan harus memenuhi lima
syarat sebagaimana hadits shahih hanya saja tingkat kedlobithan perawi masih
dibawah hadits shahih. Hadits hasan terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Hadist hasan lidzatihi yaitu hadist yang memenuhi persyaratan hadist pada
umumnya yaitu perawinya adil, sadanya bersambung, tidak barilla, akan tetapi
salah satu perawinya ada yang kurang kuat hafalannya.
2. Hadist hasan lighairihi yaitu hadits yang dlo’if, jika diriwayatkan dari jalur yang
lain yang lebih kuat darinya.3
c. Hadits Dhaif
Hadits dhaif yaitu hadits yang tidak memenuhi standarisasi hadits shahih
maupun hadits hasan, hadits ini tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, adapun
klasifikasi hadits dhaif yaitu :
1) Hadits Dhaif Karena Cela Pada Perawi
a. Maudhu’
Hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang dinisbahkan kepada
Rasulullah secara palsu dan dusta baik disengaja atau tidak.
Contoh dari hadist maudhu’ :

3
Syamsul Rijal Hamid, buku pintar hadits (Jakarta: PT.BIP,2017).hlm115

9
“Umur dunia itu tujuh ribu tahun dan sekarang datang pada ribuan yang
ketujuh”.
Hadist ini maudhu’ (palsu) seandainya hadist ini benar maka kiamat
sudah sejak dulu, sebab umur dunia ini sudah jutaan bahkan milyaran tahun.
b. Matruk
Hadits yang menyendiri dalam periwayatan yang diriwayatkan oleh
orang yang tertuduh dusta dalam hal hadits.
c. Ma’ruf dan Munkar
Munkar yaitu hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya
atau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta. Sedang ma’ruf adalah
lawan dari hadits munkar yaitu hadits yang perawinya orang tsiqah.
2) hadist dhaif berdasarkan gugurnya rawi
a. Mu’allaq
Hadist mu’allaq adalah hadist yang gugur rawinya seorang atau lebih
dari awal sanad.menurut muhaddistin, hadist mu’allaq itu dianggap shohih
apabila sanad yang digugurkan itu disebutkan oleh hadist yang bersanad
lain.seperti hadist mu’allaq yang ada dalam kitab shohih buchori sebanyak
1341 buah, dan didalam shohih muslim sebanyak 3 buah hadist.
b. Mursal
Yaitu hadist yang diriwayatkan oleh tabi’in (generasi setelah sahabat)
dengan menyebutkan ia menerimanya langsung dari Nabi Muhammad
SAW, padahal tabi’in tidaklah mungkin bertyemu dengan nabi.
Contoh hadist mursal :

“ Rasulullah saw, bersabda demikian…….”


c. Mudallas
Yaitu hadist yang rawinya meriwayatkan hadist tersebut dari orang yang
sezaman dengannya, tetapi tidak menerima secara langsung dari yang
bersangkutan.
Contoh hadist mudallas adalah hadist ibnu umar :

10
“ rasulullah saw bersabda : “apabila salah seorang diantara kamu mengantuk
diatas tempat duduknya pada hari jum’at, hendaknya ia bergeser ketempat
lain. (HR. Abudaud).
d. Munqathi’
Yaitu hadist yang gugur seornag rawinya sebelum sahabat, disatu tempat
atau gugur 2 orang pada 2 tempat dalam keadaan tidak berturut – turut.
e. Mu’dlaal
Hadist yang gugur rawi – rawinya, 2 orang atau lebih berturut - turut
baik sahabat bersama tabi’i,tabi’it Bersama tabi’it tabi’in, maupun 2 orang
sebelum sahabat dan tabi’i.
Contoh hadist mu’dlal :

“ bagi hamba sahaya mempunyai hak pangan dan sandang “


3. Berdasarkan tempat penyandaran
a. Hadits Marfu’
Hadits marfu’ berati yang terangkat, atau yang ditinggikan. Disebut
marfu’ karena dinisbatkan kepada orang yang mempunyai kedudukan tinggi
yaitu Nabi.
Menurut istilah, hadits marfu’ ialah setiap ucapan,perbuatan,ketetapan
atau sifat yang disandarkan kepada Nabi saw.

b. Hadits Maukuf
Hadits maukuf yaitu hadits yang disandarkan hanya kepada sahabat
Nabi saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan, dan baik
sanadnya bersambung atau terputus.

11
Contoh hadits maukuf:

Artinya : “Dari Ibnu Umar, berkata: Apabila kamu berada diwaktu sore maka
janganlah jangan menunggu waktu pagi, dan apabila kamu berada diwaktu pagi
janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah waktu sehatmu untuk sakitmu,
dan waktu hidup untuk matimu”.
c. Hadits Maqthu
Menurut istilah hadits maqthu adalah ucapan atau perbuatan yang
disandarkan kepada tabii atau tabiit tabiin.
d. Hadits Qudsi
Hadits qudsi berarti hadits suci karena disandarkan kepada Dzat yang
Maha Suci, yaitu Allah swt.
Contoh hadits qudsi :

Artinya: “Sesuatu yang dikabarkan Allah kepada Nabi-Nya (Muhammad) saw


melalui ilham atau mimpi kemudian beliau menyampaikan makna (dari ilham
dan mimpi) tersebut dengan redaksi nya sendiri”.
4. Berdasarkan sifat sanad
a. Hadits Muttashil
Muttashil adalah isim fail dari fiil madli ittashala yang berarti
bersambung. Hadits muttashil juga sering disebut dengan hadits maushu dengan
makna yang sama dengan muttashil.

12
Contoh hadits muttashil :

Artinya : “ yaitu hadits yang sanadnya bersambung, baik hadits itu berupa
hadits marfu’ maupun hadits maukuf.
b. Hadits Musnad
Secara lughawi kata musnad adalah isim maf’ul dari kata asnada, yang
semana dengan kata adlafa yang berarti menyandarkan. Dengan demikian
hadits musnad berarti hadits yang disandarkan.
Contoh hadits musnad :

Artinya : Imam Bukhari berkata: “ telah menceritakan kepada kami Abdullah


Bin Yusuf, dari Malik dari Abi az-Zanad dari al A’raf dari Abu Hurairah ra.
Berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw , bersabda: Apabila seekor anjing
meminum (menjilat) bejana salah seorang diantara kamu maka basuhlah tujuh
kali.
c. Hadits Mu’an’an
Kata mu’an’an adalah isim maful dari kata an’ana. Secara bahasa berarti
“dari-dari”. Hadits mu’an’an menurut istilah adalah suatu hadits yang
diriwayatkan oleh seorang rawi dengan cara menggunakan lafadh’an.
Contoh hadits mu’an’an :

13
Artinya : Dari Usman Bin Zaid, dari Usman Bin Urwah, dari Urwah dari Aisyah
dia berkata, Rasulullah saw, bersabda: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-
malaikat-Nya bershalawat (merahmati) orang-orang yang sholat berada dishaf
sebelah kanan.
d. Hadits Musalsal
Secara bahasa musalsal berarti tali-lemah, sedangkan menurut istilah
hadits musalsal didefinisikan “Suatu hadits yang rawi-rawi (sanadnya) saling
mengikuti seorang demi seorang mengenai suatu sifat, keadaan atau perkataan.
Contoh hadits musalsal :

Artinya : “ Wahai muad, Aku cinta kamu. Karena itu ucapkanlah pada akhir
setiap sholat (doa) “ Ya Allah tolonglah aku untuk mengingat-Mu dan
bersyukur kepada-Mu dan membaguskan ibadahku kepada-Mu.
e. Hadits ‘Ali dan Nazil
Secara bahasa ali berarti tinggi, maksudnya hadits yang bersanad
rendah, sedangkan menurut istilah, hadits ali adalah hadits yang diriwayatkan
melalui rijalussanad (tuntutan sanad) yang jumlahnya sedikit. Sedangkan hadits
nazil (rendah), karena dengan banyaknya sanad maka tidak menutup
kemungkinan terdapat noda-noda dalam tuntutan sanad.
5. Hadits ditinjau dari diterima atau ditolaknya sebagai hujjah
a. Hadits Maqbul
Hadits maqbul adalah isim maf’ul dari kata qabala, yang berarti
menerima. Maqbul artinya yang diterima. Sehingga hadits maqbul artinya
hadits yang dapat diterima sebagai hujjah atau dalil.
 Macam-macam hadits maqbul
1. Hadits Shahih Lidzatihi yaitu hadits yang memenuhi persyaratan seperti
: perawinya adil, sempurna ingatan, sanadnya muttashil, tidak berillat
dan tidak janggal
14
2. Hadits Shahih Lighairihi yaitu hadits yang memenuhi syarat hadits
shahih lidzatihi diaats hanya saja pada poin persyaratan kedua
perawinya kurang kuat hafalannya
3. Hadits Hasan Lidzatihi yaitu hadits yang memenuhi syarat hadits shahih
hanya saja pada persyaratan kedua perawinya kurang kuat hafalannya
4. Hadits Hasan Lighairihi yaitu hadits dlaif, tapi karena hadits tersebut
diriwayatkan pula oleh perawi lain secara shahih, atau karena ada hadits
lain yang semakna yang diriwayatkan secara shahih, maka hadits yang
dlaif itu derajatnya naik menjadi hasan lighairihi.
b. Hadits mardud
Mardud menurut bahasa berarti ditolak atau tidak diterima. Hadits
mardud berarti hadits yang ditolak, maksudnya hadits yang tidak bisa dijadikan
hujjah atau dalil.
Secara umum hadits mardud adalah semua jenis hadits dlaif. Menurut
Dr. Mahmud at Thahan, secara garis besar ditolaknya hadits mardud tersebut
karena dua hal yaitu :
- Karena gugurnya sanad
- Cacatnya rawi
1) Hadits-hadits mardud karena gugurnya sanad
a. Hadits Mu’allaq
Yaitu hadits yang gugur rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
Menurut Muhaddisin, hadits mu’allaq itu bisa dianggap shahih apabila sanad
yang digugurkan itu disebutkan oleh hadits yang bersanad lain.
b. Hadits Mursal
Yaitu hadits yang gugur dari akhir sanadnya seorang setelah tabii.
c. Hadits Mudallas
Mudallas artinya yang disembunyikan. Hadits mudallas maksudnya
suatu hadits yang ada sesuatu yang disembunyikan. Hadits mudallas sering
diartikan sebagai suatu hadits yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan bahwa hadits itu tidak ternoda.
Contoh hadits Mudallas :

15
Artinya: Rasulullah saw bersabda : “Apabila salah seorang diantara
kamu mengantuk diatas tempat duduknya pada hari jumat, hedaklah ia
bergeser ketempat lain”.
d. Hadits Munqathi’
Munqathi’ artinya yang putus atau yang gugur. Hadits munqathi’ adaalh
hadits yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat disatu tempat, atau
gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
e. Hadits Mu’dlal
Mu’dlal secara bahasa berarti yang tertekan atau yang sempit. Menurut
istilah hadits mu’dlal adalah hadits yang gugur rawinya dua orang atau lebih
berturut-turu, baik sahabat bersama tabii,atau tabii bersama tabiit tabiin,
maupun dua orang sebelum sahabat dan tabiin.
2) Hadits mardud karena cacat rawi
a. Hadits Maudlu’
Hadits maudlu’ adaalh hadits palsu, yang diciptakan oleh seorang
pendusta, yang donisbatkan kepada Nabi baik sengaja maupun tidak.
Contoh hadits palsu :

Artinya : “ Anak zina tidak akan masuk suga sampai tujuh turunan”
b. Hadits Matruk
Hadits matruk secara bahasa berarti yang ditinggalkan. Yaitu hadits
yang menyendiri dalam periwayatannya, yang diriwayatkan oleh orang
yang tertuduh dusta dalam perhaditsan.
c. Hadits Mu’allal
Yaitu hadits yang setelah dilakukan penelitian, ternyata tampak adanya
salah sangka dari rawinya, dengan mewashalkan (menganggap
bersambung suatu sanad) hadits yang munqathi’ (terputus) atau
memasukkan sebuah hadits pada ahdits yang lain, atau emisal dengan itu.
16
Contoh hadits mu’allal :

Artinya : Dari Sufyan ats Tsauri dari Amr Bin Dinar, dari Ibnu Umar,
dari Nabi saw, beliau berkata: “ penjual dan pembeli boleh memilih selama
belum berpisah”.
d. Hadits Mudraj
Yaitu suatu hadits yang disadur dari suatu yang bukan hadits atas
perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
Contoh hadits Mudraj :

Artinya : “ Barang siapa yang meninggal dunia tidak menyekutukan


Allah dengan suatu apapun maka ia masuk surga, dan barang siapa yang
meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah maka ia masuk
neraka”4

4
Shobirin, S.Ag, MA. Ilmu hadits.(Jakarta:CV.DHARMA BHAKTI,2012)

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadits merupakan isim dari tahdits, yang berarti pembicaraan. Ditinjau dari segi
sumbernya, hadits dibagi menjadi 2 macam, yaitu hadits Qudsi (disebut juga hadits
Rabbani) dan hadits Nabawi ( hadits Nabi). Perbedaan kedua macam hadits tersebut
yaitu Hadits Qudsi adalah firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Rasulullah SAW yang kemudian beliau sampaikan dengan redaksi
(susunan kata/kalimat)nya sendiri. Dengan demikian, makna hadits Qudsi tersebut
berasal dari allah SWT, sedangkan lafal/redaksinya dari Nabi SAW. Sedangkan hadits
Nabawi adalah hadits yang makna maupun lafalnya berasal dari Nabi Muhammad
Rasulullah SAW sendiri.
Ada beberapa macam hadits berdasarkan kuantitas diantaranya : hadits
mutawatir dan ahad, berdasarkan kualitasnya : shahih, hasan dan dha’if, berdasarkan
tempat penyandarannya: maukuf dan maqthu, berdasarkan sifat sanadnya : muthasil,
musnad, mu’an’an, mushalsal, ali dan nazil.

3.2 Saran
Makalah alqur’an hadits yang berjudul “ klasifikasi hadits “ ini semoga bisa
bermanfaat khususnya untuk pengetahuan agam, semoga rekan-rekan dapat memahami
isi makalah ini dan dapat membaca serta mengamalkan ilmu yang telah didapat dari
makalah ini.

18
Daftar Pustaka

1. Syamsul Rijal Hamid. 2017 . Buku Pintar Hadits Edisi Revisi ( Hard Cover) . Jakarta .
Qibla (Imprint) dari PT.BIP.
2. Shobirin, S.Ag, MA. 2012. Ilmu Hadits. Jakarta :CV. DHARMA BHAKTI.
3. Muhammad Ahmad, M.mudzakir. ulumul Hadits. Bandung, 2000 : Pustaka Setia

19

Anda mungkin juga menyukai