Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
CHOLELITIASIS (GALLSTONE)

1.1 LATAR BELAKANG


Secara keseluruhan sistem pencernaan tersusun atas dua organ sistem digestif
yaitu alimentary canal dan accessory digestive organs, keduanya memiliki enam
basic fungsi yaitu ; ingesti, sekresi, propulsi, digesti, absorpsi dan defekasi.
Sistem Pencernaan berkontribusi besar dalam menjaga homeostasis tubuh dengan
memecah makanan menjadi bentuk yang dapat diserap dan digunakan dalam proses
metabolisme tubuh. Selain makanan bahan yang dapat diserap tubuh antara lain air,
vitamin dan mineral. Makanan yang kita makan mengandung banyak nutrisi dan
merupakan salah satu sumber eneri kimia, yang digunakan untuk membentuk
jaringan tubuh dan memperbaiki kerusakan jaringan. Namun, beberapa makanan
terdiri dari molekul yang sangat besar sehingga harus dipecah menjadi molekul-
molekul yang kompleks agar dapat diserap oleh sel tubuh, proses ini dinamakan
digesti.
Ketidakadekuatan intake nutrisi, gaya hidup yang buruk merupakan salah satu
faktor yang berhubungan dengan penurunan motilitas sistem gastrointestinal, yang
dapat mengakibatkan timbulnya beberapa kelainan/penyakit baik pada bagian canal
alimentary ataupun beberapa organ yang mendukung proses pencernaan. Salah
satunya adalah terjadinya proses pengkristalan kolesterol akibat supersaturasi asam
lemak yang dapat mengakibatkan terbentuknya batu kandung empedu atau secara
medis dinamakan kolelitiasis.
Kolelitiasis biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur – unsur pasat
yang membentuk cairan empedu: batu empedu memiliki ukuran,bentuk, dan
komposisi yang bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai anak – anak dan
dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu dengan usia di atas 40
tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga satu tingkat yang

1
diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu
empedu. (Brunner & Suddarth : 2001)
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi
dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu
pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita
ini menjalani pembedahan. Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis
dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik
tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu
mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode
selanjutnya. Risiko penderita batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi
relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan
penyulit akan terus meningkat.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena
belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan
ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau
saat operasi untuk tujuan yang lain
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu
saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Pada beberapa
keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-
atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer
lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di
negara Barat.
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi
akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.Pada

2
sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu.
Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat,
tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana dan seperti apakah pola asuhan keperawatan pada klien dengan
kolelitiasis (batu kandung empedu).
2. Bagaimana proses perjalanan penyakit pada klien dengan kolelitiasis.
3. Apa saja yang menjadi penyebab dan gejala utama kolelitiasis (batu kandung
empedu).

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan dari asuhan keperawatan kolelitiasis yaitu,
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
dan setelah dilakukan presentasi mahasiswa diharapkan mampu mendapatkan
gambaran serta pengalaman nyata dalam melakukan asuhan keperawatan pada
klien kolelitiasis melalui proses keperawatan yang komprehensif.
2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui dan mengerti akan pengertian kolelitiasis
2) Mengetahui klasifikasi dari kolelitiasis
3) Memahami etiologi dari kolelitiasis
4) Memahami manifestasi klinis dari kolelitiasis
5) Memahami patofisiologi dari kolelitiasis
6) Memahami pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan dari kolelitiasis
7) Memahami pemberian asuhan keperawatan klien kolelitiasis

3
1.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pasien
Hasil makalah ini diharapkan dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
kepada pasien dengan kolelitiasis (batu kandung empedu), sehingga dapat
mengurangi jumlah kunjungan pasien asma dan menurunkan biaya perawatan.
2. Bagi Institusi Keperawatan
Makalah ini dapat menambah referensi dalam tindakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan kolelitiasis (batu kandung empedu) untuk menurunkan gejala
simtomatik maupun asimtomatik serta dapat digunakan sebagai bahan acuan
untuk penelitian selanjutnya.

1.5 METODE PENYUSUNAN


Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini dengan menggunakan
studi literature untuk mempermudah dalam penyusunan makalah ini.

1.6 SISTEMATIKAPENULISAN
Sistematika dalam pembuatan makalah ini adalah :
Bab I : berisi tentang Pendahuluan
Bab II : berisi tentang Pembahasan
Bab III : berisi tentang Asuhan Keperawatan
Bab IV : berisi tentang Kesimpulan dan Saran

4
BAB II
PEMBAHASAN
CHOLELITIASIS (GALLSTONE)

2.1 Definisi Cholelitiasis


Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner
& Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price &
Wilson, 2005).
Kolelitiasis atau Koledokolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat
adanya batu di kandung empedu atau pada saluran empedu yang umunya terbentuk
dari hasil pengkristalan kolesterol (Williams, 2003).
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72,
2011).
Menurut gambaran mikroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu
digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Batu Kolesterol
Batu Kolesterol memiliki cirri khas berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan
mengandung lebih dari 70% kolesterol.
2. Batu Kalsium Bilirubin (Pigmen Cokelat)

5
Ciri khas batu kalsium bilirubin adalah berwarna cokelat atau cokelat tua, tekstur
lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai
komponen utama.
3. Batu Pigmen Hitam
Ciri yang paling menonjol dari jenis ini adalah berwarna hitam kecokelatan, tidak
berbentuk namun terlihat seperti coarse (bubuk/butiran kecil) dan kaya akan zat
hitam yang tak terekstraksi (Williams, 2003).

2.2 Etiologi Cholelitiasis


Penyebab pasti dari kolelitiasis atau batu kandung empedu belum diketahui,
namun faktor predisposisi terpenting yaitu terjadinya gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi
kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu untuk membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia dan pengendapan unsur-unsur, yang kemudian
endapan tersebut mulai mengkristal dan membentuk batu empedu. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya
batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.

6
Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen yang tersusun oleh kalsium bilirubin,
terjadi ketika kadar bilirubin bebas pada tubuh mengalami reaksi kimia dengan
senyawa kalsium (Williams, 2003).

2.3 Patofisiologi Cholelitiasis


Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu
yang mengalami proses supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu,
dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu
pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga
tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.
Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi
yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
(Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal
akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim
glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau
tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan

7
terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu
tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu



Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

8
9
2.4 Manifestasi Klinis Cholelitiasis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas (midepigastrik) yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada
sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan
kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam
duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit
dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal
gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”.
4. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi

10
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002).
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
6. Mual dan muntah disertai dengan demam
7. Sebagian bersifat asimtomatik.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan kolelitiasis biasanya
menunjukan adanya ;
1. Kenaikan serum kolesterol
2. Kenaikan fosfolipid
3. Penurunan ester kolesterol
4. Kenaikan protrombin serum time
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6. Penurunan urobilirubin
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

2) Pemeriksaan Radiologis
3) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi.

11
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan
kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
4) Pemeriksaan Kolesistrografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan
Bare, 2002).
5) Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan
visualisassi serta evaluasi percabangan bilier (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
6) Foto Polos Abdomen

2.6 Penatalaksanaan
Penanganan Non-Bedah
1. Disolusi Medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam
pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih
banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransferase dan hiperkolesterolemia sedang.

12
Pemeriksaan ini harus memenuhi kriteria terapi non-operatif, seperti batu
kolesterol dengan diameter < 20 mm dan kuantiti < 4 batu, fungsi kandung
empedu baik dan duktus sistik paten.

2. Disolusi Kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu
melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter
nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan
batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.

3. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur
ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat.
Batu di saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon

13
ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja. Pada gallstones dengan ukuran yang besar,
batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran
empedu yang sempit diperlukan prosedur endoskopik sesudah sfingterotomi
seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.

4. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)


Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut
menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer & Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis
biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini.

5. Penatalaksanaan Pendukung (Diet)


Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan
evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk (Smeltzer, SC dan Bare, BG 2002). Manajemen terapi :
 Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
 Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
 Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
 Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
 Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

14
Penanganan Bedah (Operatif)
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi Laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.

15
2.7 Masalah yang Lazim Timbul
1) Hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme, proses penyakit (inflamasi).
2) Nyeri akut b.d agen cedera biologis : obstruksi atau spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan atau nekrosis.
3) Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan melalui absorpsi gester
berlebihan, muntah, distensi dan hipermotilitas gester.
4) Resiko syok.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakadekuatan intake
nutrisi akibat menurunnya tonus otot/peristaltic.
6) Resiko infeksi b.d prosedur invasive pasca pembedahan.

2.8 Discharge Planning


1) Menghindari makanan yang mengandung lemak tinggi dan lakukan diet rendah
lemak tinggi karbohidrat dan protein (kolaborasi dengan ahli gizi).
2) Hindari alcohol dan menghindari makanan yang menimbulkan diare.
3) Konsultasikan dengan dokter tentang alternative tindakan pembedahan
kolistektomi (khususnya pada pasien yang mengalami pendarahan sekunder dari
perforasi ulkus peptikum).
4) Berolahraga secara teratur dan miliki berat badan ideal.
5) Pelajari cara perawatan luka post-operasi kolesistektomi untuk mencegah
terjadinya resiko infeksi.
6) Mengurangi aktifitas berat sesuai anjuran 4-6 bulan post-operasi.

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
CHOLELITIASIS (GALLSTONE)

1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Ny.D
Umur : 23 tahun
Tanggal Lahir : 07-01-1995
Agama : Islam
Alamat : Kebon Turi, Arjawinangun
Nomor Medrek : 001471
Tanggal Masuk RS : Selasa, 20 Februari 2018
Tanggal Pengkajian : Selasa, 20 Februari 2018
Diagnosa Medis : Hipotiroid
2. Identitas Orang tua / Keluarga
1) Ayah/Ibu
Nama : -
Umur : -
Agama : -
Suku Bangsa : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat : -
2) Suami/Anak/Saudara terdekat
Nama : Tn. N
Status : Suami
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Aborigin

17
Pendidikan : S1-Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jalan Siliwangi, Kota Cirebon
2. Keluahan Utama
Klien mengeluh nyeri perut kanan atas
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk pada bagian perut kanan atas (midepigastrik)
dengan skala nyeri 7, nyeri hilang timbul ± 5 menit, rasa nyeri akan bertambah apabila
klien melakukan aktifitas dan akan berkurang pada saat berbaring, lemas, tidak nafsu
makan dan sulit menelan, mual muntah dengan frekuensi muntah 3 kali dalam sehari.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keluarga klien mengatakan bahwa Ny.D memiliki riwayat penyakit Internal Haemorrhoid
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa tidak memiliki silsilah penyakit keturunan.
6. Riwayat Kesehatan Sosial
Klien memiliki hubungan sosial yang baik terlihat dari banyak keluarga dan saudara yang
menjenguknya.
7. Riwayat Kesehatan Spiritual
Klien mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya saat ini sebagai bentuk cobaan dari
Allah SWT.
8. Riwayat Kesehatan Transkultural
Klien tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik, dan sebagian keluarga lebih memilih
menggunakan pengobatan alternatif.
9. Pemeriksaan Umum
Berat Badan Sebelum : 56 kg
Berat Badan Sesudah : 45 kg
Tinggi Badan : 156 cm (1,56 m)
BMI : 18,5 (Underweight)
Tingkat Kesadaran : Compos Metis

18
Eyes : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Pulse Rate : 95 kali/menit
Respiration Rate : 20 kali/menit
Suhu : 38˚C
SPO² : 95%
GDS : 84 mg/dL
Cholesterol total : 263 mg/dL
10. Pendekatan Pengkajian Fisik
a. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : - Kulit kasar, pucat namun tidak terdapat
adanya lesi atau jaringan parut
- Bentuk kuku normal namun
pertumbuhannya buruk dan terlihat
sianosis
- IC tidak tampak
Palpasi : - IC tidak kuat angkat
- Turgor kulit tidak elastic
- Tidak ada nyeri tekan pada bagian sinistra
dada
- CRT > 3 detik
Perkusi : - Resonan (batas jantung tidak melebar)
Auskultasi : - Suara jantung normal S1 dan S2
b. Sistem Respirasi
Inspeksi : - Bentuk hidung normal, tidak ada lesi
- Lubang hidung tampak bersih
- Bentuk dada normal
- Gerakan pernapasan simetris
Palpasi : - Tidak ada nyeri pada daerah sinus

19
- Ekspansi dada simetris
- Traktil fremitus normal, getaran antara
bagian anterior-posterior dextra dan
sinistra sama.
Perkusi : - Bunyi paru normal Resonan
Auskultasi : - Suara paru normal vesicular
c. Sistem Neurologi dan Sistem Indra
Kepala dan Leher : - Bentuk kepala normal, rambut berwarna
hitam tampak beruban, kulit kepala bersih,
tidak menunjukan adanya lesi.
- Bentuk leher normal, tidak ada lesi atau
pembengkakan limfa.
- Reflek menelan normal.
Raut Wajah : - Wajah tampak pucat, lesu, meringis pada
saat dilakukan penekanan pada bagian
midepigastrik.
Mata : - Bentuk mata normal
- Konjungtiva anemis
- Sclera mata ikteri
- Pergerakan bola mata isikor
Mulut : - Bentuk bibir agak bengkak dan tampak
sianosis.
- Gigi bersih,
- Tidak ada secret dalam rongga mulut
- Indra pengecapan normal
- Tidak ada gangguan verbal
Telinga : - Bentuk telinga normal
- Antara sisi telinga dextra dan sinistra
simetris

20
- Telinga tampak bersih, terlihat adanya
serumen
- Tidak ada nyeri tekan (kelenjar parotid)
- Reflek saraf Tochlear normal (S.III)
Neurosensori : - Olfaktori normal
- Opticus normal
- Trigeminal normal
- Klien merintih disebabkan nyeri pada
bagian midepigastrik yang timbul secara
mendadak.
- Kehilagan kontak mata
d. Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : - Bentuk abdomen normal tidak ada lesi,
namun tampak asites
Perkusi : - Tymphani disebabkan karena adanya
distensi abdomen
Auskultasi - Peristaltic usus 12 kali/menit
Palpasi : - Nyeri pada bagian dekstra kuadran I
midepigastik, tonus otot menurun.
e. Sistem Genito-Urinary
- Bagian genital tampak bersih, bentuk normal, tidak ada lesi.
- Perfusi ginjal menurun ditandai dengan aliran darah ke ginjal menurun >> GFR
menurun >> output urine merunun, nyeri pada pinggang kanan, adanya bunyi pekak
pada bagian kandung kemih, warna urin dan fases terlihat kecokelatan.
f. Sistem Muskuloskeletal
- Bentuk dan struktur tulang, sendi dan otot normal, refleks sendi normal,
- Sulit tidur disebabkan karena nyeri akut pada bagian midepigastrik,
- Tamapak lemah dengan rentang gerak (ROM) 4.
11. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

21
a. Pemeriksaan Darah Rutin
Hematokrit : 32.3 %
Leukosit : 12000 mm³
Hemaglobin : 10.5 mgdL
Trombosit : 122000 mm³
b. Kolesistografi Oral
c. Ultrasonography
d. Bilirubin total : 0,6 mg/dL
e. Serum amilase : 120 unit/100 ml

22
2. Analisa Data
NO Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan
1. Ds :klien mengeluh nyeri perut Kolelitiasis Nyeri akut b.d agen cedera
bagian kanan atas biologis : obstruksi atau
Do : Pengendapan spasme duktus, proses
- Tampak gelisah kolesterol inflamasi, iskemia jaringan
- Tampak lemas atau nekrosis.
- Wajah klien meringsi saat Batu empedu
dilakukan penekanan area
nyeri Menyumbat aliran
- Respirasi : 20x/menit getah pankreas
- Tekanan Darah 110/70
mmHg
- Suhu 38˚C Distensi kandung
- BB sebelum : 56kg empedu
- BB sesudah : 45kg
- Nadi 95x/menit
- Skala nyeri 7 Bag. Fundus
- SPO² 95% menyentuh bag.
- Terpasang O² Nasal Canul Abdomen kartilago
delivery 2-3 L
- Intake :
 Terpasang Infus NaCl Merangsang ujung
1000 ml/24jam saraf efferens
 Makanan lunak 600 ml
 Air 400 ml
- Output Nyeri hebat pada
 Urine 500ml kuadran kanan atas
 Keringat 400ml dan nyeri tekan pada

23
 Respirasi 400ml midepigastrik
 BAB 300 ml
 Muntah 500ml
- IWL = 36,425 cc/jam Nyeri akut
- Balance cairan = -136,425
cc
2. Ds : klien mengatakan : Kolelitiasis Hipertermia b.d
- lemas peningkatan laju
- demam Pengendapan metabolisme, proses
- dehidrasi kolesterol penyakit (inflamasi).

Do : Batu empedu
- Tampak gelisah
- Tampak lemas Menyumbat aliran
- Wajah klien meringsi saat getah pankreas
dilakukan penekanan are
nyeri Refluks getah empedu
- Respirasi : 20x/menit
- Tekanan Darah 110/70
mmHg Iritasi lumen
- Suhu 38˚C
- BB sebelum : 56kg
- BB sesudah : 45kg Inflamasi
- Nadi 95x/menit
- Skala nyeri 7 Gangguan termostrat
- SPO² 95% hipotalamus
- Terpasang O² Nasal Canul
delivery 2-3 L
- Intake : Hipertermi

24
 Terpasang Infus NaCl
1000 ml/24jam
 Makanan lunak 600 ml
 Air 400 ml
- Output
 Urine 500ml
 Keringat 400ml
 Respirasi 400ml
 BAB 300 ml
 Muntah 500ml
- IWL = 36,425 cc/jam
- Balance cairan = -136,425
cc
3. Ds : klien mengatakan : Defisiensi iodium, Ketidakseimbangan nutrisi
- Sulit BAB disfungsi hipofisis, kurang dari kebutuhan b.d
- Sulit menelan disfungsi TRH ketidakadekuatan intake
- Tidak nafsu makan hipotalamus nutrisi (tonus otot /
- Mual muntah peristaltic menurun).
Do : Hipotiroid
- Tampak gelisah
- Tampak lemas Laju BMR lambat
- Wajah klien meringsi saat
dilakukan penekanan are
nyeri Ketidakseimbangan
- Respirasi : 20x/menit nutrisi kurang dari
- Tekanan Darah 110/70 kebutuhan tubuh
mmHg
- Suhu 38˚C
- BB sebelum : 56kg

25
- BB sesudah : 45kg
- BMI = 18,5
- Nadi 95x/menit
- Skala nyeri 7
- SPO² 95%
- Terpasang O² Nasal Canul
delivery 2-3 L
- Intake :
 Terpasang Infus NaCl
1000 ml/24jam
 Makanan lunak 600 ml
 Air 400 ml
- Output
 Urine 500ml
 Keringat 400ml
 Respirasi 400ml
 BAB 300 ml
 Muntah 500ml
- IWL = 36,425 cc/jam
- Balance cairan = -136,425
cc

26
3. Diagnosa Keperawatan
NO DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN HARI/TANGGAL PARAF
FOKUS
1 DX 1 Nyeri akut b.d agen cedera Selasa, 20 Feb
biologis : obstruksi atau spasme 2018
duktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan atau nekrosis.
2 DX 2 Hipertermia b.d peningkatan laju Selasa, 20 Feb
metabolisme, proses penyakit 2018
(inflamasi).
3 DX 3 Ketidakseimbangan nutrisi Selasa, 20 Feb
kurang dari kebutuhan b.d 2018
ketidakadekuatan intake nutrisi
(tonus otot / peristaltic menurun).

4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut b.d agen NOC : NIC : - Memberikan
cedera biologis : - Pain level Pain Management informasi tentang
obstruksi atau spasme - Pain control - Lakukan pengkajian kemajuan/
duktus, proses - Comfort level nyeri secara perbaikan
inflamasi, iskemia Kriteria Hasil : komprehensif termasuk penyakit,
jaringan atau - Mampu lokasi, karakteristik, komplikasi dan
nekrosis. mengintrol durasi, frekuensi, keefektifitan
Definisi : nyeri ( tahu kualitas, dan faktor intervensi.
Pengalaman sensori penyebab nyeri, prespitasi - Posisi yang
dan emosional yang mampu - Observasi reaksi non- nyaman fowler
tidak menyenangkan menggunakan verbal dari rendah
yang muncul akibat teknik non- ketidaknyamanan menurunkan

27
adanya kerusakan farmakologi - Gunakan teknik tekanan
jaringan yang aktual untuk komunikasi terapeutik intraabdomen.
atau potensial atau mengurangi untuk mengetahui - Meningkatkan
digambarkan dalam nyeri, mencari pengalaman nyeri klien. istirahat dan
hal kerusakan bantuan). - Kaji kultur yang memusatkan
sedemikian rupa - Melaporkan mempengaruhi respon kembali perhatian,
(International bahwa nyeri nyeri dapat menurunkan
Association for the berkurang - Evaluasi pengalaman nyeri.
Study of Pain). : dengan nyeri masa lampau - Membantu dalam
awitan yang tiba-tiba menggunakan - Evaluasi berasama klien mengatasi nyeri.
atau lamabta dari management dan tim kesehatan lain
intensitas ringan nyeri tentang ketidakefektifan
hingga berat dengan - Mampu control nyeri masa
akhir yang dapat mengenali lampau
diantisipasi atau nyeri (skala, - Bantu klien dan
diprediksi dan intensitas, keluarga untuk mencari
berlangsung < 6 frekuensi dan da menemukan
bulan. tanda nyeri) dukungan
- Menyatakan - Control lingkunagan
Batasan rasa nyaman yang dapat
karakteristik : setelah nyeri mempengaruhi nyeri
- Perubahan selera berkurang. seperti, suhu ruangan,
makan pencahayaan, dan
- Perubahan kebisingan
tekanan darah - Ajarkan tentang teknik
- Perubahan non-farmakologi
frekuensi jantung - Berikan analgetik untuk
- Perubahan mengurangi nyeri
frekuensi - Kolaborasi dengan

28
pernafasan dokter jika ada keluhan
- Laporan isyarat dan tindakan nyeri tidak
- Diaforesis berhasil
- Perilaku distraksi Analgesic Administrasion
(spt, berjalan - Tentukan lokasi,
mondar-mandir karakteristik, kualitas,
mencari orang dan derjat nyeri
lain atau aktivitas sebelum pemberian
lain, aktivitas obat
yang berulang) - Check riwayat alergi
- Mengekspresikan - Check instruksi
perilaku (mis., dokter tentang jenis
gelisah, obat, dosis, dan
merengek, frekuensi.
menangis) - Tentukan pilihan
- Masker wajah analgetik tergantung
(mis., mata tipe dan beratnya
kurang bercahaya, nyeri
tampak kacau, - Pilih rute pemberian
gerakan mata secara IV, IM untuk
berpencar atau pengobatan nyeri
tetap pada satu secara teratur
fokus meringis) - Monitor vital sign
- Sikap melindungi sebelum dan sesudah
area nyeri pemeberian analgetik
- Fokus menyempit - Berikan analgetik
(mis., gangguan tepat waktu terutama
persepsi nyeri, saat nyeri hebat
hambatan proses - Evaluasi efektifitas

29
berfikir, analgetik, tanda, dan
penurunan gejala
interaksi dengan
orang dan
lingkungan
- Indikasi nyeri
yang dapat
diamati
- Perubahan posisi
untuk
menghindari nyeri
- Sikap tubuh
melindungi
- Dilatasi pupil
- Melaporkan nyeri
secara verbal
- Gangguan tidur

Faktor yang
berhubungan :
Agen cedera (mis,.
Biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)
2. Hipertermi b.d NOC : NIC : -
peningkatan laju - Thermoregulatio Fever Treatment
metabolisme, proses n - Monitor suhu sesering
penyakit (inflamasi) Kriteria Hasil : mungkin
- Suhu tubuh - Monitor IWL, warna
Definisi : dalam rentang dan sushu kulit

30
Peningkatan suhu normal - Monitor vital sign
tubuh diatas kisaran - Nadi dan - Lakukan tapid sponges
normal. respirasi dalam - Gunakan pakaian yang
rentang normal tipis
Batasan - Tidak ada - Monitor intake dan
karakteristik: perubahan warna output
- Konvulsi kulit dan tidak - Kolaborasi pemberian
- Eritema ada pusing cairan intravena
- Peningkatan suhu - Vital sign dalam - Kolaborasi pemberian
tubuh diatas rentang normal antipiretik
kisaran normal
- Kejang
- Takikardi
- Takipneu
- Terasa hangat

Faktor faktor yang


berhubungan :
- Anastesia
- Penurunan
respirasi
- Dehidrasi
- Pajanan
lingkungan
yang panas
- Penyakit
- Medikasi
- Trauma

31
3 Ketidakseimbangan NOC NIC - Membantu
nutrisi kurang dari  Nutritional status Nutrition management memenuhi
kebutuhan tubuh : food and fluid - Kaji adanya alergi kebutuhan dan
berhubungan dengan intake makanan asupan nutrisi
ketidakadekuatan  Nutritional status - Yakinkan diet yang di (food and fluid
intake nutrisi (tonus : nutrient intake makan mengandung intake) klien untuk
otot/peristaltic  Weight control tinggi serat untuk meningkatkan
menurun). Kriteria hasil ; mencegah konstipasi proses
 Adanya - Beri informasi tentang penyembuhan
Definisi : peningkatan berat kebutuhan nutrisi pada klien
Asupan nutrisi tidak badan sesuai - Monitor jumlah nutrisi - Mengontrol dan
cukup untuk dengan tujuan kandungan kalori memonitor
memenuhi kebutuhan  Berat badan ideal - Kaji kemampuan klien perkembangan
metabolic. sesuai dengan untuk mendapatkan status
tinggi badan nutrisi yang dibutuhkan antopometeri
Batasan Karakteristik  Mampu Nutrition monitoring pada klien secara
: mengidentiikasi - Berat badan batas klien efisisen
- Bising usus kebutuhan nutrisi dalam batas normal - Mendorong klien
hiperaktif  Tidak ada tanda- - Monitor adanya agar memakan
- Tonusd otot tanda malnutrisi penurunan berat badan makanan yang
menurun  Menunjukan - Monitor tipe dan disediakan di
- BB 20% atau peningkatan aktivitas yang bisa rumah sakit
lebih dibawah fungsi dilakukan
BBI pengecapan dari - Monitor kadar albumin,
- Kurang nutrisi menelan total protein, hb, dan
 Tidak terjadi kadar hematokrit
penurunan berat - Monitor pucat,
badan yang kemerahan dan
berarti kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan
tingkat nutrisi
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor lingkungan
selama makan
- Monitor pertumbuhan
dan perkembangan klien

32
5. Impelentasi
No Hari/Tanggal Jam Tindakan Diagnosa Nama &
Keperawatan Tanda Tangan
Perawat
1. Rabu, 2 mei 11.00 - Melakukan pengkajian Nyeri akut b.d agen
2018 nyeri secara cedera biologis :
komprehensif termasuk obstruksi atau
lokasi, karakteristik, spasme duktus,
durasi, frekuensi, proses inflamasi,
kualitas, dan faktor iskemia jaringan
prespitasi atau nekrosis.
- Mengobservasi reaksi
non-verbal dari
ketidaknyamanan
- Menggunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien.
- Mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
- Mengevaluasi
pengalaman nyeri masa
lampau
- Mengevaluasi berasama
klien dan tim kesehatan
lain tentang
ketidakefektifan control
nyeri masa lampau

33
- Membaantu klien dan
keluarga untuk mencari
da menemukan dukungan
- Mengontrol lingkunagan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti, suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
- Mengajarkan tentang
teknik non-farmakologi
- Memberikan analgetik
untuk mengurangi nyeri
- Berkolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Analgesic Administrasion
- Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derjat nyeri
sebelum pemberian
obat
- Mengecheck riwayat
alergi
- Mengecheck instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi.

34
- Menenenteukan pilihan
analgetik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
- Memilih rute
pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
- Memonitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemeberian analgetik
- Memberikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
- Mengevaluasi efektifitas
analgetik, tanda, dan
gejala
2. Rabu, 2 mei 11.00 - Memonitor suhu sesering Hipertermi b.d
2018 mungkin peningkatan laju
- Memonitor IWL, warna metabolisme, proses
dan sushu kulit penyakit (inflamasi)
- Memonitor vital sign
- Melakukan tapid sponges
- Menggunakan pakaian
yang tipis
- Memonitor intake dan
output
- Berkolaborasi pemberian
cairan intravena
- Berkolaborasi pemberian

35
antipiretik
3. Rabu, 2 mei 13.00 Nutrition management Ketidakseimbangan
2018 - Mengkaji adanya alergi nutrisi kurang dari
makanan kebutuhan tubuh
- Meyakinkan diet yang di berhubungan dengan
makan mengandung tinggi ketidakadekuatan
serat untuk mencegah intake nutrisi (tonus
konstipasi otot/peristaltic
- Memberi informasi menurun).
tentang kebutuhan nutrisi
- Memonitor jumlah nutrisi
kandungan kalori
- Mengkaji kemampuan
klien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition monitoring
- Berat badan batas klien
dalam batas normal
- Memonitor adanya
penurunan berat badan
- Memonitor tipe dan
aktivitas yang bisa
dilakukan
- Memonitor kadar albumin,
total protein, hb, dan
kadar hematokrit
- Memonitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan

36
konjungtiva
- Memonitor kalori dan
tingkat nutrisi
- Memonitor mual dan
muntah
- Memonitor lingkungan
selama makan
- Memonitor pertumbuhan
dan perkembangan klien

6. Evaluasi Keperawatan

No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi Nama dan Ket


perawat
1 Rabu, 3 mei Nyeri akut b.d agen cedera S : klien mengatakan masih nyeri
2018 biologis : obstruksi atau perut bagian kanan atas
spasme duktus, proses O :
inflamasi, iskemia jaringan - Tampak gelisah
atau nekrosis - Tampak lemas
- Wajah klien meringsi
saat dilakukan penekanan
area nyeri
A : klien mengatakan masih
nyeri lanjutkan intervensi
P : Tetap memonitor status klien
2 Rabu, 3 mei Hipertermi b.d peningkatan S : klien mengatakan :
2018 laju metabolisme, proses - lemas
penyakit (inflamasi) - demam
- dehidrasi

37
- Tampak gelisah
- Tampak lemas
- Wajah klien meringsi
saat dilakukan penekanan
are nyeri
- Respirasi : 20x/menit
- Tekanan Darah 110/70
mmHg
- A : Masalah belum teratasi
- P : Tetap memonitor suhu klien
sesering mungkin
3 Rabu, 3 mei Ketidakseimbangan nutrisi S : klien mengatakan :
2018 kurang dari kebutuhan tubuh - nafsu makan bertambah
berhubungan dengan - sudah tidak mual dan
ketidakadekuatan intake muntah saat makan
nutrisi (tonus otot/peristaltic O :
menurun). - Berat badan dan
pengukuran antopomtri
meningkat
A : status kebutuhan nutrisi klien
teratasi
P : tetap monitor perkembangan
status nutrisi klien

38
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari apa yang dipaparkan pada pembahasan makalah diatas, penulis dapat
mengambil kesimpulan antara lain :
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kantung empedu.
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini
mungkin terdapat dalam kendung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus
choledochus (choledocholithiasis).
Kolesisitis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai
pada individu berusia 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko, yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi, lemak dan genetik.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil penyusunan makalah ini, maka dapat dibuat saran sebagai
berikut :
Penulis berharap akademik dapat menyediakan sumber buku dengan tahun dan
penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam pembuatan makalah ini
dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan terutama dengan pembuatan asuhan
keperawatan dalam praktek maupun teori bagi perawat dengan harapan dapat
meningkatkan mutu pelayanan, lebih ramah lagi terhadap pasien dan dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
2. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
3. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
4. Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media
Aesculapius
5. Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise
6. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:
Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EG
7. NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis &NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.
8. Price, Sylvia. 2004. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
9. Smeltzer C Suzanne. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s,Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

40

Anda mungkin juga menyukai