PENDAHULUAN
OME merupakan penyakit yang sering di derita anak-anak sekitar 90% pada
usia 6 bulan sampai 4 tahun. Kondisi ini sering menyebabkan gangguan pendengaran,
gangguan bicara, belajar, tingkah laku dan kualitas hidup penderitanya. (Vlastarakos,
2007; Rosenfeld, 2004)
Faktor utama yang berperan pada keadaan ini adalah terganggunya fungsi
tuba eustakius, disamping faktor-faktor lainnya seperti hipertrofi adenoid, adenoiditis,
palatoskisis, nasofaring karsinoma dan lain-lain. (Yaman, 2008; Dhingra, 2011,
Zernotti, 2017)
Otitis Media Efusi (OME) atau dikenal juga dengan otitis media sekretori,
otitis media serosa, otitis media mukoid (Glue Ear) adalah penumpukan cairan di
ruang telinga tengah tanpa tanda dan gejala inflamasi. Sebahagian menyatakan OME
adalah suatu proses inflamasi pada ruang telinga tengah yang mengakibatkan
penumpukan cairan di belakang membran timpani yang utuh.3 Hal ini dapat terjadi
secara unilateral ataupun bilateral. ( Yaman, 2008; Vlastarakos, 2007; Zernotti, 2017)
Penatalaksanaan OME masih menjadi perdebatan yang terpenting mengetahui
penyebab utamanya. Pemberian terapi antimikroba selama ini menunjukkan hasil
yang baik. Pada otitis media serosa persisten meskipun sudah mendapatkan
pengobatan medikementosa tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka
tindakan operasi dapat menjadi pilihan. (Venekamp, 2016)
ANATOMI TELINGA
Secara anatomi telinga dibagi atas tiga, yaitu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam. (Dhingra, 2011)
1
Gambar 1: Anatomi telinga (Bluestone, 2014)
TELINGA TENGAH
Telinga tengah adalah suatu ruang antara membran timpani dengan badan
kapsul dari labirin pada daerah petrosa dari tulang temporal yang mengandung rantai
tulang pendengaran.Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani tuba
eustakius dan prosessus mastoideus. (Dhingra,2011; Richard, 2016)
Membran timpani membentuk dinding lateral kavum timpani yang
memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Membran ini berbentuk bulat memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm
dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. (Dhingra, 2011)
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa
terletak dibagian bawah, tegang dan lebih luas dan pars flaksida (membran
Sharapnell) di bagian atas dan lebih tipis. Secara histologis membran timpani terdiri
dari tiga lapisan, yaitu:
1. Lapisan luar (stratum kutaneum) yaitu: lapisan epitel yang berasal dari liang
telinga luar.
2. Lapisan mukosa (stratum mukosum) yang berasal dari mukosa telinga tengah.
3. Lapisan fibrosa (lamina propria) terletak diantara stratum kutaneum dan
stratum mukosum. (Dhingra, 2011)
2
Gambar 2: Membran timpani
3
timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang
merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran
timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah
dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah
tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam melleus, inkus dan stapes. Selain itu
terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpanidan ligamentum muskulus
stapedius. (Helmi, 2005)
Tuba eustakius adalah suatu saluran yang menghubungkan nasofaring dengan
telinga tengah, yang bertanggung jawab terhadap proses pneumatisasi pada telinga
tengah dan mastoid serta mempertahankan tekanan yang normal antara telinga tengah
dan atmosfir. Kestabilannya oleh karena adanya kontraksi muskulus tensor veli
palatini dan muskulus levator veli palatini pada saat mengunyah dan menguap. Tiga
perempat medial merupakan tulang rawan yang dikelilingi oleh jaringan lunak,
jaringan adipose, dan epitel saluran nafas. (Richard, 2016)
Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal
dari tuba pada orang dewasa. Panjangnya tuba orang dewasa kira–kira 35 mm.
Sedangkan pada bayi panjangnya kira–kira 18 mm. (Djaffar, 2006; Lee, 2012)
Tuba eustakius terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. 1/3 posterior terdiri dari tulang, yang bermula dari dinding anterior kavum
timpani (panjangnya ± 11–14 mm).
2. 2/3 anterior terdiri dari tulang rawan dan membran, yang membuka ke
nasofaring (panjangnya ± 20–25 mm).
Lumen tuba eustakius secara kasar berbentuk segitiga dengan ukuran vertikal
2–3 mm dan ukuran horizontal 3–4 mm. Lumen bagian tulang biasanya selalu
terbuka, berbeda dengan bagian tulang rawan yang selalu tertutup kecuali sewaktu
menelan, mengunyah, menguap, atau bila ada kekuatan untuk membuka seperti pada
tindakan valsava. (Bluestone, 1993)
Lumen tuba eustakius dibentuk oleh pertemuan dua buah kerucut yang
bertemu pada satu titik yang disebut istmus. Istmus ini sendiri adalah pertemuan dari
4
bagian tulang dan bagian tulang rawan. Penampang melintang tuba eustakius bagian
tulang rawan berbentuk koma.14 Pada orang dewasa, tuba membentuk sudut 450
dengan bidang horizontal, sedangkan pada bayi hanya membentuk sudut 100.
(Rosenfeld, 2003; Wright, 2008)
5
Perdarahan
Tuba eustakius mendapat suplai darah dari :
1. A. Palatina Ascenden
2. A. Faringeal Ascenden
3. A. Pterigoid
4. Cabang Faringeal A. Maksila Interna
5. A. Meningea Media. (Bluestone, 2014)
Aliran limfe
Aliran limfe pada daerah ini akan dialirkan ke kelenjar limfe retrofaring pada
bagian medial dan kelenjar limfe pada bagian servikal dalam pada bagian lateral.
(Bluestone, 2014)
Persarafan
Tuba eustakius mendapat persarafan dari ganglion sfenopalatina melalui
cabang faringeal (Vb) untuk daerah muara tuba di nasofaring dan nervus spinosus
(Vc) untuk tuba bagian tulang rawan. Untuk tuba eustakius bagian tulang mendapat
persarafan dari pleksus timpani (N IX). (Wright, 2008)
FISIOLOGI
Tuba eustakius mempunyai 3 fungsi secara fisiologi dalam hubungannya
dengan telinga tengah :
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi ini bertujuan untuk menyeimbangkan tekanan udara didalam
kavum timpani dengan tekanan atmosfir. Dalam keadaan istirahat tuba selalu
dalam keadaan tertutup dan tekanan dalam kavum timpani selalu negatif
dibandingkan dengan tekanan udara di luar. Hal ini disebabkan udara dalam
kavum timpani diabsorbsi melalui mukosa kavum timpani dan mastoid. Bila
fungsi tuba baik, secara intermiten tuba akan membuka untuk menyamakan
6
tekanan akibat kontraksi otot tensor veli palatini selama menelan, menguap
atau bersin. Keadaan ini terjadi apabila perbedaan tekanan pada kavum
timpani dengan tekanan atmosfir adalah 20-40 mmHg dengan fungsi tuba
yang baik.
2. Proteksi dari sekret yang berasal dari nasofaring.
3. Drainase dan membersihkan (clearance) sekret dari kavum timpani ke
nasofaring. Fungsi ini dilakukan oleh aktifitas sistem mukosilia yang melapisi
mukosa tuba dan beberapa membran mukosa telinga tengah. (Djaffar, 2006;
Bluestone 2014)
PREDISPOSISI
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Sosial ekonomi
5. Faktor genetik
6. ASI
7. Musim
Angka kejadian OME meningkat pada musim dingin dan semi. (Paparella,
1991)
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi otitis media efusi telah dipelajari secara luas di banyak negara,
terutama Denmark, Finlandia, Belanda, Amerika Serikat dan Inggris. Mayoritas
penelitian kohort tersebut dilakukan pada anak-anak sejak lahir hingga berusia dua
atau tiga tahun dan dipantau teratur. Otitis media efusi pada anak, determinan utama
dari prevalensi adalah usia anak dan musim sepanjang tahun (Browning, 2008).
OME dapat muncul secara spontan karena fungsi tuba Eustachius yang buruk
atau merupakan respon inflamasi dari otitis media akut, dimana sekitar 90% anak
7
mengalami OME pada usia sebelum sekolah, usia tersering antara 6 bulan-4 tahun.
Pada usia 1 tahun kehidupan, sekitar lebih dari 50% anak mengalami OME,
meningkat menjadi lebih dari 60% pada tahun kedua kehidupan anak. Banyak
kejadian sembuh spontan dalam 3 bulan, tetapi 30-40% anak mengalami OME
berulang dan 5-10% kejadian berlangsung 1 tahun atau lebih (The American
Academy of Pediatrics, 2004).
ETIOLOGI
Penyebab pasti dari OME masih belum jelas. Ada beberapa faktor yang
diduga berhubungan dengan terjadinya OME :
1. Infeksi
Sade and Fuchs menemukan 63% dewasa yang menderita OME memiliki
riwayat URTI. Jenis bakteri dan virus yang paling banyak dijumpai adalah
Steptococcus Pneumoniae,haemophylus influenzae, Moxarella catarrhalis
dan Adenovirus. (Faitong, 2008, Rosenfeld, 2016)
2. Alergi
Peranan alergi dalam patogenesis OME masih menjadi perdebatan.Beberapa
penelitian menunjukkan adanya prevalensi OME yang meningkat pada anak-
anak yang mempunyai riwayat alergi dan bila alerginya tidak diperbaiki maka
dapat menimbulkan terjadinya OME persisten. (Browning, 2008)
3. Malfungsi dari tuba eustakius dapat disebabkan antara lain:
a. Adenoid hyperplasia
b. Rinitis kronik dan sinusitis
c. Tonsilitis kronik
d. Tumor nasofaring
e. Defek pada palatal. (Dhingra, 2011)
4. Barotrauma
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-
tiba diluar telinga tengah sewaktu dipesawat terbang atau menyelam, yang
8
menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan
melebihi 90 mmHg, maka otot tidak mampu untuk membuka tuba. Pada
keadaan ini akan terjadi tekanan negatif di dalam telinga tengah, sehingga
cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa, cairan bersifat serous.
(Djaffar, 2006; Paparella, 1991)
5. Radioterapi
Cairan di telinga tengah sering dijumpai setelah terapi radiasi di daerah
kepala. Biasanya menyebabkan efusi tipe serosa yang kemungkinan
disebabkan oleh terganggunya aliran limfe nasofaring, adanya edema pada
mukosa dan obstruksi tuba eustakius. (Paparella, 1991; Rosenfeld, 2016)
PATOFISIOLOGI
Kelainan fungsi dari tuba eustakius merupakan hal terpenting dalam
terjadinya otitis media. Tuba eustakius pada bayi dan anak-anak lebih pendek, lebih
horizontal dan fungsinya yang kurang matang dibandingkan orang dewasa. Kondisi
saperti infeksi saluran nafas atas menyebabakan edema pada mukosa sehingga
menyebabkan penyempitan lumen tuba eustakius. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan negatif ditelinga tengah, menyebabkan masuknya bakteri dan virus dari
nasofaring ketika tuba eustakius terbuka,maka terjadilah proses inflamasi pada telinga
tengah. (Bluestone, 2014)
GEJALA KLINIS
Sebahagian besar kasus otitis media efusi pada anak-anak tanpa adanya gejala.
Kadang-kadang anak hanya menarik-narik telinga atau mengeluhkan telinga
tersumbat. Orang tua anak dengan otitis media efusi sering mengeluhkan
pendengaran anak yang buruk, keterlambatan bicara dan perkembangan bahasa.3
Otalgia dapat dijumpai yang biasanya akibat infeksi sekunder di telinga tengah.
Kadang-kadang bersamaan dengan infeksi sinus dan rinitis alergi. (Browning, 2008)
9
Selain itu pada otitis media efusi akut pasien mengeluhkan rasa tersumbat
pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda pada telinga yang
sakit. Kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat
posisi kepala berubah. Perasaan tuli lebih menonjol pada otitis media serosa kronis
oleh karena adanya sekret yang kental. Pada anak-anak, keadaan ini sering diketahui
secara kebetulan sewaktu dilakukan pemeriksaan THT atau uji pendengaran. (Djaffar,
2006; Rosenfeld, 2016)
DIAGNOSIS
Beberapa hal penting dalam menegakkan OME:
1. Anamnesis.
OME memiliki tanda dan gejala yang harus diperhatikan yaitu (The
American Academy of Pediatric, 2004):
1) nyeri ringan pada telinga yang berulang-ulang, rasa penuh pada telinga
atau 'popping'
2) manifestasi sekunder dari nyeri telinga pada anak, antara lain menggosok-
gosok telinga, rasa tidak nyaman yang berlebihan serta gangguan tidur.
3) Kegagalan anak merespon dengan baik terhadap suara manusia atau suara
dari lingkungan sekitar, misalnya tidak menoleh dengan tepat ke arah
sumber suara.
4) Penurunan pendengaran, bahkan saat tidak dideskripsikan dengan spesifik
oleh anak, ditandai dengan kurangnya kepedulian, perubahan sikap, tidak
mampu merespon terhadap pembicaraan normal atau perlunya suara kuat
saat memakai peralatan audio atau saat menonton televisi.
5) Episode berulang dari otitis media akut dengan OME yang menetap
diantara episode.
6) Masalah dengan performa/kemampuan di sekolah
7) Permasalahan keseimbangan, sifat canggung yang tak dapat dijelaskan
atau keterlambatan perkembangan motorik yang nyata.
10
8) Keterlambatan perkembangan berbicara atau berbahasa.
2. Otoskopi.
Otitis Media Efusi : Membran timpani terlihat retraksi dan berwarna
kekuningan. Kadang-kadang tanpak gelembung udara atau permukaan cairan
dalam kavum timpani.
Otitis Media Efusi : Membran timpani utuh, retraksi, suram dan berwarna
kuning kemerahan atau keabu-abuan.
Membran timpani terlihat retraksi, kadang-kadang dapat terlihat keseluruhan
atau sebahagian yang mengalami bulging. Berkurangnya mobilitas membran
timpani yang dapat dilihat dengan otoskop pneumatik.
Fluid level dan gambaran gelembung udara (air bubbles) dapat terlihat ketika
cairannya serous dan membran timpaninya trasparan. ( Djaffar, 2006;
Paparella, 1991; Dhingra, 2011)
11
3. Otoskopi Pneumatik
Otoskopi pneumatik merupakan pemeriksaan yang dianjurkan sebagai
alat diagnostik primer untuk mendiagnosa otitis media efusi. (American
Academy of Pediatric, 2004; Harris, 2005; Browning, 2008; Philips, 2010)
12
Hal hal yang menyebabkan imobilitas membran timpani antara lain
cairan (mukus, darah, pus, cairan serebrospinal) di rongga telinga tengah,
perforasi membran timpani, otitis media adhesif (Harris, 2008).
4. Tes Pendengaran.
a. Tes Penala rinne, weber, dan schwabach : Menunjukkan tuli
konduktif.
b. Audiometri nada murni : Tuli konduktif derajat ringan sampai sedang
pada sekitar 20-40 dB.
Biasanya gangguan pendengaran ini menghilang setelah cairan
dikeluarkan.
13
ditemukan banyak variasi bentuk timpanogram akan tetapi pada
prinsipnya hanya ada tiga tipe, yakni tipe A, tipe B, dan tipe C. Pada
penderita OME gambaran timpanogram yang sering didapati adalah
tipe B. Tipe B bentuknya relatif datar, hal ini menunjukan gerakan
membrana timpani terbatas karena adanya cairan atau pelekatan
dalam kavum timpani.
TERAPI
OME yang dijumpai pada bayi dan anak-anak biasanya merupakan kondisi
yang ringan yang dapat mengalami penyembuhan secara spontan pada beberapa
kasus tanpa diberikan pengobatan. (Paparella, 1991; Rosenfeld, 2016)
Secara garis besar terapi dibagi atas :
1. Konservatif
a. Anti histamin
b. Dekongestan oral/topikal
c. Antibiotik
14
d. Kortikosteroid oral atau topikal
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid
jangka pendek dapat menolong dalam pengobatan OME.
e. Mukolitik
f. Inflasi telinga tengah dengan tujuan :
• Menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.
• Mengembalikan sirkulasi yang normal pada pembuluh darah di
mukosa.
• Mengeluarkan sekret dari telinga tengah dan tuba eustakius.
Inflasi ditelinga tengah dapat dilakukan dengan beberapa cara :
• Parasat Valsava : Perasat ini dilakukan dengan cara menutup kedua
hidung, lalu
meniup keras-keras dengan mulut tertutup
• Parasat Toynbee : dilakukan dengan cara menelan ludah sambil
hidung dipencet
serta mulut ditutup.
• Metode Politzer.
. Kateterisasi. (Paparella, 1991; Browning, 2008; Dhingra, 2011;
Venekamp, 2016)
2. Operasi
Indikasi dilakukanya tindakan operasi pada OME yang menetap, yaitu bila
dalam jangka waktu 4 bulan ditemukan gangguan pendengaran yang menetap
ataupun gejala dan tanda dari OME yang menetap.2Tindakan operasi yang
yang dapat dilakukan pada OME yang menetap antara lain :
a. Miringotomi
b. Aspirasi cairan (timpanosintesis)
c. Tube/pipa timpanostomi (Tube/Pipa Ventilasi=Grommet). (Paparella,
1991; Browning, 2008; Dhingra, 2011)
15
a. Miringotomi
Miringotomi adalah insisi pada membran timpani, untuk tujuan ventilasi
telinga tengah, drainase cairan telinga tengah, atau untuk mengambil biakan
(Paparella et al, 2013).
Insisi miringotomi meringankan tekanan pada gendang telinga dan
hampir seluruhnya dapat menurunkan rasa nyeri, memperbaiki pendengaran,
dan mengembalikan fungsi vestibular. Jika terjadi infeksi di bulla (otitis media),
obat-obatan dapat dimasukkan ke dalam bulla melalui insisi miringotomi
tersebut secara topikal untuk mengobati infeksi. Identifikasi gendang telinga
yang abnormal dapat lebih mudah diperiksa dengan otoskopi (Louis, 2012).
Beberapa keadaan yang menjadi indikasi untuk dilakukannya tindakan
miringotomi adalah (AAOHNS, 2010) :
1. Pasien dengan otitis media akut yang berat
2. Pasien dengan otitis media efusi yang mengalami penurunan pendengaran
lebih besar dari 30 dB
3. Pasien dengan otitis media yang tidak respon dengan pemberian
antibiotik
4. Pasien dengan otitis media yang kemungkinan akan mengakibatkan
komplikasi mastoid ataupun intrakranial
5. Pasien dengan otitis media efusi lebih dari 3 buglan
6. Pasien dengan otitis media akut yang rekuren (lebih dari 3 episode dalam
6 bulan atau lebih dari 4 episode dalam 12 bulan)
7. Retraksi kronik dari membran timpani atau pars flaksida
8. Pengendalian barotitis media
9. Autofoni karena distensi tuba eustasius
10. Anomali kraniofasial yang dipicu oleh gangguan telinga tengah
11. Gangguan telinga tengah karena radiasi kepala dan leher dan pembedahan
dasar tengkorak
16
Adapun indikasi miringotomi berdasarkan pemeriksaan fisik telinga
adalah:
1. Bulging (menonjolnya) gendang telinga
2. Tampaknya cairan (darah, pus, mukus, serum) di belakang gendang
telinga (dalam telinga tengah)
3. Adanya masa padat atau opak mengisi bulla
4. Penyakit telinga kronik yang mengakibatkan penebalan dan luka pada
gendang telinga (Louis, 2012)
17
Prosedur miringotomi :
1. Insisi yang luas dibuat di bagian inferior pars tensa (instilasi alkohol 70%
selama 1 menit sebelum prosedur dilakukan jika dicurigai terdapat
organisme bakteri yang jarang)
2. Insisi radial dibuat di kuadran di anterosuperior pars tensa jika tuba
timpanostomi akan dimasukkan (insisi di kuadran anteroinferior
merupakan alternatif)
3. Efusi telinga tengah diaspirasi menggunakan aspirator Baron atau Fraser
4. Jika penempatan miringotomi di bagian inferior diindikasikan, aspirator
yang lebih besar sebaiknya digunakan
5. Jika selama proses miringotomi, efusinya terlalu kental untuk diaspirasi
melalui proses miringotomi radial di anterosuperior, miringotomi
“counter incision” dapat dilakukan dan efusi yang kental tersebut
diaspirasi melalui insisi yang dibuat di daerah inferior. (Charles &
Bluestone,2008)
18
Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan yang
mungkin terjadi akibat trauma pada liang teliga luar, dislokasi tulang
pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada n. fasialis. (Djaffar,
2006)
Mengingat kemungkinan komplikasi itu, maka dianjurkan untuk
melakukan miringotomi dengan narkosis umum dan memakai mikroskop,
selain aman dapat juga untuk menghisap sekret dari liang telinga sebanyak-
banyaknya. (Djaffar, 2006)
Prosedur timpanosintesis :
1. Aspirasi bisa dilakukan dengan menggunakan otoskop maupun
otomikroskop. Imobilisasi adekuat dari pasien sangat penting apabila
anestesi umum tidak dilakukan.
19
2. Jarum dimasukan ke bagian inferior dari membran timpani, menggunakan
jarum spina 18-gauge yang dihubungkan pada spuit atau media
penampung.
3. Metode berikutnya, direkomendasi untuk timpanosintesis dan aspirasi dari
efusi telinga tengah untuk pemeriksaan mikrobiologi:
- Kultur dari kanal auditori eksternal dapat diperoleh dengan Calgiswab
yang dilembabkan dengan trypticase soy broth jika diduga adanya
organisme telinga tengah yang jarang dijumpai.
- Kanal auditori eksternal diisi dengan alkohol etil 70% selama 1 menit .
Alkohol dikeluarkan dari kanal telinga dengan cara aspirasi ketika
organisme yang jarang ditemukan itu diduga ada.
- Timpanosenstesis dilakukan di bagian inferior membran timpani
menggunakan Alden-Senturia trap dengan jarum yang terpasang
padanya . Jangan menutup lubang penghisap pada Alden-Senturia trap
sebelum masuk ke telingah tengah. Spuit tuberkulin 18-gauge dapat
menjadi pilihan alternatif.
- Miringotomi dapat dilakukan setelah timpanosentesis untuk membantu
proses drainase yang lebih efektif. (Charles & Bluestone, 2006)
20
gambar 10. Timpanosintesis (Charles & bluestone, 2006)
21
Gambar 10 : Tube yang
terbuat dari plastik atau Tube yang terbuat dari
Shepard VT
Gambar 11 : Ventilasi tube
b. Medium Term Tube: adalah suatu tube yang sedikit lebih besar yang
ditempatkan dalam priode waktu 1-2 tahun.
22
Paparella tube Shah tube Router Bobbin
c. Long Term tube : adalah suatu tube yang besar yang ditempatkan dalam
periode waktu yang lama, yang dikenal juga sebagai permanen tube. (Gillian,
1986)
23
KOMPLIKASI / SEKUELE
Gejala sisa dapat terjadi akibat proses penyakit atau akibat dari pengobatan.
1. Atrofi membran timpani dan atelektasis dari telinga tengah.
2. Perforasi yang menetap.
3. Otorrhea.
4. Timpanosklerosis.
5. Gangguan berbicara, berbahasa, belajar dan tingkah laku.
6. Tuli Sensorineural.
7. Cholesterol granuloma. (Paparella,1991; Browning, 2008; Dhingra, 2011)
Guideline Tatalaksana Otitis Media Efusi (Guideline PERHATI-KL)
24
25
KESIMPULAN
1. Otitis media efusi (OME) adalah penumpukan cairan di telinga tengah dengan
membran timpani yang utuh tanpa tanda-tanda infeksi, ini dapat terjadi
unilateral maupun bilateral.
2. Efusi telinga tengah adalah penyebab tersering gangguan pendengaran pada
anak karena tidak menimbulkan gejala sehingga dapat terjadi gangguan
perkembangan bicara, belajar, tingkah laku dan kualitas hidup penderitanya
pada keadaan lebih lanjut.
3. Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya OME, tetapi faktor yang
dianggap paling berperan terjadinya OME adalah terganggunya fungsi tuba
eustakius.
4. Dalam menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis, pemeriksaan otoskopi
dan tes pendengaran.
5. Tujuan pengobatan OME adalah memperbaiki gangguan pendengaran,
mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut dan mencegah berulangnya
penyakit, dengan memberikan pengobatan baik secara konservatif maupun
operatif.
6. Pengobatan operatif dilakukan bila penanganan konservatiftidak menunjukkan
perbaikan, berupa miringotomi, aspirasi cairan, atau pemasangan pipa
ventilasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Faitong MC, Hasselt CAV. 2008. Otitis Media With Effusion in Adults, In :
Scott-Brown’s Otolaryngology Head and Neck Surgery. 7th Ed.London :
Michael Gleeson. p. 3388-94.
Helmi. 2005. Otitis Media Supuratif, dalam Anatomi Bedah Regio Temporal
Pengetahuan Dasar Terapi Medik Mastoidektomi timpanoplasti, Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. p. 4-27.
Lee KJ. 2012. Anatomy of the Ear.Essential Otolaryngology and Head and
Neck Surgery, Tenth Edition. New York : Elsevier. p. 1-22.
Lee KJ. 2012. Infection of the Ear.Essential Otolaryngology and Head and
Neck Surgery, Tenth Edition. New York : Elsevier. p. 318-22.
Louis N. Gotthelf. 2012.” Myringotomy& Ear Disease Management”.
Procedures Pro OTOLARYNGOLOGY.Montgomery.Alabama.
Paparella, Michael M., et al. 2016. “Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid”
Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Richard R, Gacek MD. 2016. Anatomy of the Auditory and Vestibular Systems.
In: Ballenger’s Otorhinolaryngology Head And Neck Surgery. Eighteenth
edition. BC Decker, p. 1-15
Rosenfeld, R. M., Culpepper, L., Doyle, K. J., Grundfast, K. M., Hoberman, A.,
Kenna, M. A., et al. 2004. Clinical practice guideline : Otitis media with
effusion. In R. M. Rosenfeld, Otolaryngology-Head and Neck Surgery
(pp. 95-113). London: American Academy of Pediatrics
Rosenfeld, R. M., & Bluestone, C. D. 2003. Clinical Pathway for Otitis Media
with Effusion. In Rosenfeld, & Bluestone, Evidence Based Otitis Media
2nd Edition ed. vol 19. pp. 303-20
Rosenfeld, et al. 2016. Clinical Practice Guideline : Otitis Media with Effusion
(Update). America Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Vol 151. Brooklyn. USA.
28
Unge, Magnus V., Hultcratnz, Malou. 2011. The Early Events in the Healing of
Laser-produced Tympanic Membrane Perforation. 131 : 480-7
Venekamp, Burton, Dongen, Heijden, Zon, and Schilder. 2016. Antibiotics for
Otitis Media with Effusion in Children. Cochrane Database of Systematic
Reviews. Issue 6.
Vlastarakos PV, Nikolopoulos, Korres S , Tavoulari E et al. 2007. Grommets in
Otitis Media with Effusion: the most frequent operation in children, But is
it associated with significant complication : Eurofa journal pediatric. 166;
385-91
Wright T, Valentine P. 2008. The Anatomy and Embriology of External and
Middle Ear. In : Scott Brown’s Otolaryngology Head and Neck Surgery.
7th ed. London : Michael Gleeson. p.3105 -25
Yaman H, Oztume K, Gurbilen M. 2008. Effectiveness of Corticosteroid in
Otitis Media With Effusion : An Experimental Study, The Journal of
Laryngology and Otology. 122, 25-30, 2007
29