Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak Cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak

Kekayaan Intelektual (HaKI), sedangkan yang dimaksud dengan hak cipta itu

sendiri yaitu hak khusus bagi pencipta maupun pemegang hak cipta untuk

mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu

dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan sesuai dengan undang-undang

yang berlaku. Hak Cipta sebagaimana perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

lainnya dikategorikan sebagai hak kepemilikan yang bersifat intangible atau

sebagai kekayaan atas benda bergerak tidak berwujud, ciptaan-ciptaan yang

merupakan produk olah pikir manusia menjadi memiliki nilai.

Oleh karena itu benda yang tidak berwujud ini selanjutnya menimbulkan

manfaat ekonomi dan menimbulkan konsep kekayaan, dua hal ini yaitu manfaat

ekonomi dan konsep kekayaan menjadikan ciptaan-ciptaan intelektual sebagai

benda tidak berwujud yang bagi dunia usaha merupakan aset perusahaan. Ruang

lingkup perlindungan Hak Cipta meliputi ciptaan Sastra, Seni dan Ilmu

Pengetahuan.

Perlindungan Hak Cipta sudah ada pada tahun 567 AD yaitu pada zaman

Romawi ketika seorang penyair Martial mengecam keras seseorang yang

membacakan sajak-sajaknya dimuka umum tanpa seijinnya. Martial menamakan

1
perbuatan ini sebagai plagium, arti dari sebenarnya dari plagium ini adalah adanya

ide hubungan atau keterkaitan antara pencipta dengan ciptaannya.1

Ketentuan yang mengatur tentang hak cipta sudah ada sejak zaman

penjajahan Belanda yaitu Auteurswet 1912 Staatblad nomor 600 tahun 1912.

Kemudian Auteurswet 1912 berlaku sampai dengan sebelum diundangkannya

Undang-undang nomor 6 tahun 1982 menjadi Undang-undang, akan tetapi setelah

Undang-undang nomor 6 tahun 1982 berlaku, ketentuan Auteurswet 1912 dicabut

dan dinyatakan tidak berlaku, walaupun Undang-undang nomor 6 tahun 1982

telah berlaku sejak tahun 1982 tetapi belum dapat mengantisipasi segala

permasalahan di bidang hak cipta sehingga Undang-undang nomor 6 tahun 1982

telah 2 (dua) kali direvisi yaitu tahun 1987 dengan Undang-undang nomor 7 tahun

1987, tahun 1997 dengan Undang-undang nomor 12 tahun 1997, kemudian

direvisi lagi dengan maksud untuk menyesuaikan ketentuan yang ada dalam

Konvensi Bern. Namun walaupun Undang-undang Hak Cipta tersebut sudah 17

tahun lebih diberlakukan, akan tetapi masih banyak permasalahan yang dihadapi

dalam penerapan ketentuan undang-undang tersebut.

Dengan penerimaan dan keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan

tentang Aspek-aspek Dagang Hak atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade

Related Aspect of Intellectual Property Rights, Including Trade in Countrefeit

Goods/TRIPs) yang merupakan bagian dari Persetujuan pembentukan Organisasi

Perdagangan dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization)

sebagaimana telah disahkan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.

Demikian juga dengan keikutsertaan Indonesia meratifikasi Konvensi Bern (Bern

1 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung: Alumni, 2002), hlm. 47.

2
Convention for the Protection of Literary and artistic Works) yang telah di sahkan

dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1997 tanggal 7

Mei 1997 dan WIPO Copyright Treaty yang disahkan pula dengan Keputusan

Presiden Indonesia Nomor 19 tahun 1997, maka Indonesia berkewajiban untuk

meningkatkan penegakan hukum dalam rangka memberikan perlindungan hukum

di bidang hak cipta.

Hak Cipta, karena hal ini mungkin saja terjadi akibat kurangnya informasi

yang masyarakat miliki dalam Hak kekayaan Intelektual khususnya Hak Cipta.

Oleh karena itu kami ingin memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada

masyarakat melalui penelitian yang kami lakukan agar asumsi dan pandangan

suatu hasil karya kreatif yang akan memperkaya kehidupan manusia akan dapat

menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkannya. Apabila si

pencipta karya-karya tersebut tidak diakui sebagai pencipta atau tidak dihargai,

karya-karya tersebut mungkin tidak akan pernah diciptakan sama sekali.

3
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Hak Cipta?

2. Bagaimana sistem pendaftaran deklaratif dalam hak cipta?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami

pengertian Hak Cipta dan sistem pendaftaran deklaratif dalam hak cipta. Selain

tujuan utama, terdapat tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu untuk

memenuhi tugas mata kuliah Hukum Hak Kekayaan Intelektual pada semester VI

di Sekolah Tinggi Hukum Bandung.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah analisis

deskriptif serta interpretasi melalui beberapa buku sumber referensi dan peraturan

perundang-undangan. Pada beberapa bagian terdapat kutipan berupa buku dan

jurnal online yang merupakan sumber referensi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Cipta

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang

Hak Cipta, Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk

nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Pada dasarnya, hak cipta merupakan hak untuk menyalin

suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk

membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak

cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau

“ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya,

film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik,

rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran

radio dan televisi, dan (dalam yuridiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak

cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti

paten, yang merupakan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta

bukan merupakan hak monopoli untuk melaksanakan sesuatu, melainkan hak

untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang

berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum,

konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam

5
ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun

Miki Tikus yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau

menciptakan karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

Di Indonesia masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta,

yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam

undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “ hak ekslusif bagi pencipta

atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau

memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Fungsi Hak Cipta

Dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta 2014,

diatur mengenai fungsi dan sifat hak cipta, Yaitu :

1. menentukan bahwa hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun

penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun

memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. menentukan bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak immaterial

yang dapat beralih atau dialihkan sebagian atau seluruhnya dengan cara

pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik Negara, dan diperjanjikan (yang

harus dilakukan dengan disebutkan wewenang-wewenang yang diberikan).

3. menentukan bahwa hak cipta yang tidak diumumkan setelah penciptanya

meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak

dapat disita.

6
Apabila ketentuan-ketentuan tersebut tersebut dikaji, maka akan terlihat

fungsi hak cipta dan sifat hak cipta. Kalau memperhatikan ketentuan di atas maka

fungsi hak cipta itu adalah untuk mengumumkan, memperbanyak, memberi izin

untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak atas ciptaan itu, dan

memperjanjikan hak cipta itu dengan pihak lain, misalnya untuk menerbitkannya.

Apabila hak cipta atas sebuah buku diperjanjikan untuk diterbitkan, maka

perjanjian itu harus lengkap serta dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami

oleh kedua belah pihak, dan jangan sampai bahasa perjanjian itu bisa

diinterpretasikan yang bermacam-macam. Dengan demikian perjanjian itu harus

jelas mengenai wewenang-wewenang yang diberikan. Ini disebabkan jangan

sampai dikemudian hari terjadi penyesalan salah satu pihak atau terjadi

perselisihan antara pencipta dengan penerbit.

Dalam bukunya yang berjudul “Undang-Undang Hak Cipta 1982”, Prof.

DR. J.C.T. Simorangkir, S.H. menyebutkan adanya hak-hak eksploitasi pencipta,

yaitu yang berupa hak reproduksi, hak eksekusi, hak adaptasi, dan hak

terjemahan.

C. Hak Yang Dilindungi Oleh Hak Cipta

Konsep dasar lahirnya hak cipta akan memberikan perlindungan hukum

terhadap suatu karya cipta yang memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan

keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang

bersifat pribadi. Sifat pribadi yang terkandung di dalam hak cipta melahirkan

konsepsi hak moral bagi si pencipta atau ahli warisnya. Hak Moral tersebut

dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk

7
mencegah terjadinya penyimpangan atas karya ciptanya dan untuk mendapat

penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut.

Hak moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang terus

berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun si

penciptanya telah kehilangan atau telah memindahkan hak ciptanya kepada orang

lain. Sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama penciptanya. Maka

pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta

supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

Di samping itu juga pemegang hak cipta tidak diperbolehkan mengadakan

perubahan suatu ciptaan kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya

dan apabila pencipta telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain, maka

selama penciptanya masih hidup diperlukan persetujuan untuk mengadakan

perubahan, tetapi apabila penciptanya telah meninggal dunia diperlukan ijin dari

ahli warisnya.

Dengan demikian sekalipun hak moral itu sudah diserahkan baik

seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain, namun penciptanya atau ahli

warisnya tetap mempunyai hak untuk menggugat seseorang yang tanpa

persetujuannya:

1. Meniadakan nama pencipta yang tercantum dalam ciptaan;

2. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;

3. Menggantikan atau mengubah judul ciptaan; dan

4. Mengubah isi ciptaan.

8
Dua moral utama yang terdapat di dalam undang-undang hak cipta Indonesia

adalah:

1. Hak untuk memperoleh pengakuan, yaitu: hak pencipta untuk memperoleh

pengakuan publik sebagai pencipta suatu karya guna mencegah pihak lain

mengklaim karya tersebut sebagai hasil kerja mereka, atau untuk mencegah

pihak lain untuk memberikan pengakuan pengarang karya tersebut kepada

pihak lain tanpa seijin pencipta,

2. Hak Integritas, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas perubahan yang

dilakukan terhadap suatu karya tanpa sepengetahuan si pencipta.

3. Hak moral ini juga diatur di dalam konvensi internasional dibidang hak cipta

yaitu Berne Convention, yang antara lain menyebutkan bahwa pencipta

memiliki hak untuk mengklaim kepemilikan atas karyanya dan mengajukan

keberatan atas perubahan, pemotongan, pengurangan atau modifikasi lain

serta aksi pelanggaran lain yang berkaitan dengan karya tersebut, di mana

hal-hal tersebut merugikan kehormatan atau reputasi si pencipta.

Begitu eratnya hubungan pencipta dan ahli warisnya dengan hak moral,

maka hak moral tersebut tidak dapat dilepaskan atau melekat pada si pencipta,

oleh karena itu hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula hak cipta

yang tidak diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik

hak warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita kecuali jika hak itu

diperoleh melawan hukum, hal ini mengingat hak cipta manunggal dengan diri

pencipta dan bersifat tidak berwujud, maka pada prinsipnya itu tidak dapat di sita

dari padanya.

9
Dengan demikian hak moral pencipta itu merupakan salah satu

pembatasan dari pada hak cipta yang telah diserahkan kepada orang lain daripada

pencipta itu sendiri. Orang lain dari pada pencipta itu sendiri, misalnya seorang

penerima hak cipta, biarpun padanya telah diserahkan hak cipta seluruhnya atas

suatu ciptaan, akan tetapi dengan adanya hak moral pencipta itu, maka itu jelas ia

terikat pada beberapa ketentuan yang tersimpul dalam pengertian hak moral

pencipta itu.

Hak ekonomi tersebut adalah hak yang dimiliki oleh seseorang pencipta

untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hak ekonomi pada setiap

undang-undang hak cipta selalu berbeda, baik terminologinya, jenis hak yang

diliputinya, ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut. Secara umumnya

setiap negara minimal mengenal dan mengatur hak ekonomi tersebut meliputi

jenis hak:

a. Hak Reproduksi atau penggandaan (ReproductionRright);

b. Hak adaptasi (Adaptation Right);

c. Hak Distribusi (Distribution Right);

d. Hak Pertunjukan (Public Performance Right);

e. Hak Penyiaran (Broadcasting Right);

f. Hak Programa Kabel (Cablecasting Right);

g. Droit de Suite; dan

h. Hak Pinjam masyarakat (Public Landing Right).

10
D. Subyek dan Obyek Hak Cipta

a. Subyek Hak Cipta

1. Pencipta

Seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas

inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,

kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas

dan bersifat pribadi.

2. Pemegang Hak Cipta

Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta atau orang lain yang menerima lebih

lanjut hak dari orang tersebut diatas.

b. Obyek Hak Cipta

Ciptaan Yaitu hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan

menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan

sastra

E. Pendaftaran Hak Cipta Dengan Sistem Deklaratif

Sistem pendaftaran deklaratif adalah suatu sistem dimana yang

memperoleh perlindungan hukum adalah pemakai pertama dari ciptaannya yang

bersangkutan. Sistem pendaftaran deklaratif ini dianut dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dengan perkataan lain, bukan

pendaftaran yang menciptakan suatu hak atas ciptaan, tetapi sebaliknya pencipta

pertama di Indonesialah yang menciptakan atau menimbulkan hak itu.

11
Ciptaan yang sudah mendaftarkan ciptaannya belum tentu akan tetap

dianggap berhak untuk menggunakan ciptaannya tersebut untuk selamanya, sebab

apabila ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa dialah pencipta pertama

dari ciptaannya yang sama dengan ciptaan yang didaftarkan, maka orang yang

mendaftarkan ciptaan yang pertama kali akan dibatalkan hak untuk menggunakan

ciptaannya tersebut.

Pendaftaran dalam sistem deklaratif lebih berfungsi untuk memudahkan

pembuktian, artinya dengan adanya surat memperoleh surat pendaftaran maka

akan mudah untuk membuktikan apabila ada pihak lain yang mengaku sebagai

pemilik yang bersangkutan. Hal ini akan berlaku sepanjang pihak lain tidak dapat

membuktikan sebagai pemakai pertama kali hak cipta yang didaftarkan tersebut,

atau dengan kata lain bahwa pendaftar pertama kali atas suatu hak cipta hanya

sebagai dugaan hukum sebagai pemakai pertama kali.

Sistem deklaratif adalah sistem pendaftaran yang hanya menimbulkan

dugaan adanya hak sebagai pemakai pertama pada hak cipta bersangkutan. Sistem

deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan

sistem konstitutif berdasarkan pendaftaran pertama yang lebih memberikan

perlindungan hukum.

Sifat pendaftaran yang demikian menurut Sudargo Gautama, hanya

memberikan suatu dengan hukum (rechverboeden), bahwa orang yang

mendaftarkan hak cipta dianggap menurut hukum seolah-olah memang diakui

sebagai pencipta dan karena itu sebagai pemilik ciptaan yang bersangkutan.

Pada sistem deklaratif pendaftaran bukan suatu keharusan, tidak

merupakan syarat mutlak bagi pemilik untuk mendaftarkan ciptaanya, karena

12
fungsi pendaftaran menurut sistem ini hanya memudahkan pembuktian bahwa dia

adalah yang diduga sebagai pemilik yang sah sebagai pencipta. Akibat dari sistem

deklaratif ini bagi si pencipta hak cipta kurang mendapatkan kepastian hukum,

karena masih dimungkinkan adanya gugatan dari pihak lain, dan bilamana pihak

lain dapat membuktikannya lebih kuat bahwa dirinya adalah penciptaatas suatu

ciptaan maka pihak lain inilah pemilik/pencipta sah atas suatu ciptaan atau yang

memiliki hak atas hak cipta.

Sistem deklaratif ini dalam kenyataannya menyebabkan timbul banyak

sekali sengketa hak cipta dalam dunia perdagangan, karena sistem ini sangat

potensial melakukan pembajakan terhadap hak cipta yang mempunyai reputasi

tinggi.

Disamping itu telah cukup banyak praktisi dan pengamat hukum hak cipta

berpendapat bahwa Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

memiliki banyak kelemahan, hal ini terjadi karena sistem yang dianut yaitu sistem

deklaratif atau first to use principle yang kerap kali menimbulkan kesulitan dalam

menentukan siapakah sebenarnya pemakai pertama (yang beritikad baik) terhadap

hak cipta yang dipermasalahkan.

Hukum Hak Cipta Indonesia memiliki regulasi tentang Pendaftaran Hak

Cipta. Pendaftarannya bisa dilakukan oleh pemohon baik Pencipta atau Pemegang

Hak Cipta ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Sertifikat Pendaftaran

Hak Cipta menjadi alat bukti jika terjadi sengketa melalui proses penyelesaian di

Pengadilan atau non-pengadilan.

Ketentuan Pendaftaran Ciptaan ini tidak seimbang dan mengeyampingkan

keberadaan karya-karya Cipta yang tidak didaftarkan dalam jumlah jutaan.

13
Sebenarnya, dalam prinsip universal dan perlindungan hak cipta internasional

tidak mewajibkan untuk setiap pendaftaran bagi penciptaan kepada lembaga di

satu negara tertentu.

Sebuah doktrin universal yang digunakan, untuk perlindungan hak cipta

telah mendapat perlindungan hukum setelah dibuat, dan dapat diketahui, didengar,

dilihat oleh pihak lain. Prinsip ini dikenal dengan Prinsip Deklaratif.2

Ini berarti ekspresi penciptaan memiliki perlindungan sejak publikasi

pertama kalinya. Oleh karena itu, berdasarkan permasalah pertentangan antara

Pendaftaran Hak Cipta dan perlindungan penciptaan yang mengikuti sistem

deklaratif, maka perlu pemikiran ulang pengaturan pendaftaran hak cipta yang

bertentangan dengan kepemilikan hak cipta yang didapat sejak saat penciptaan

pertama dipublikasikan.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah kami analisis, maka dapat

disimpulkan bahwa perlindungan Hak Cipta di Indonesia masih sangat rendah

karena itu sangat penting penegakan hukum, karena Pelanggaran Hukum atas

Hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata

namun ada juga sisi hukum pidananya.

2 Saidin, Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Itelektual, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1997), hlm. 78.

14
Selain itu perlindungan Hak Cipta berlaku dalam jangka waktu yang

berbeda dalam Yuridiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa

berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan

atau tidak diterbitkan.

Pendaftaran hak cipta juga sangat penting sebagai bukti yang sah dan kuat

apabila orang lain ada yang mengklaim bahwa ciptaan tersebut adalah miliknya.

Hukum Hak Cipta Indonesia memiliki regulasi tentang Pendaftaran Hak

Cipta. Pendaftarannya bisa dilakukan oleh pemohon baik Pencipta atau Pemegang

Hak Cipta ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Sertifikat Pendaftaran

Hak Cipta menjadi alat bukti jika terjadi sengketa melalui proses penyelesaian di

Pengadilan atau non-pengadilan. Ketentuan Pendaftaran Ciptaan ini tidak

seimbang dan mengeyampingkan keberadaan karya-karya Cipta yang tidak

didaftarkan dalam jumlah jutaan. Sebenarnya, dalam prinsip universal dan

perlindungan hak cipta internasional tidak mewajibkan untuk setiap pendaftaran

bagi penciptaan kepada lembaga di satu negara tertentu

15

Anda mungkin juga menyukai