Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN UKM

GIZI

DIET PADA PASIEN HIPERLIPIDEMIA

OLEH :
dr. Daniel Satyo Nurcahyo

PENDAMPING
dr. Suharja

PUSKESMAS MULYOHARJO
KABUPATEN PEMALANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Daniel Satyo Nurcahyo


Judul Laporan UKM : Diet Pada Pasien Hiperlipidemia

Pemalang, Agustus 2018


Mengetahui

Peserta Pendamping

dr. Daniel Satyo Nurcahyo dr. Suharja


I. LATAR BELAKANG
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar lipid darah yang
ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total,Low Density Lipoprotein (LDL),
dan trigliserida dalam darah yang melebihi batas normal. Hiperlipidemia dapat
menyebabkan terjadinya aterosklerosis, yaitu proses penebalan lapisan dinding
pembuluh darah yang akibatnya akan menghambat aliran darah dan mengurangi
elastisitas pembuluh darah serta merangsang pembekuan darah. Aterosklerosis
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).
Penyakit yang diakibatkan hiperlipidemia merupakan masalah yang serius pada
negara maju bahkan saat ini muncul sebagai penyebab kematian dini dan
ketidakmampuan fisik di negara berkembang. Penyakit jantung merupakan penyebab
kematian nomor satu di dunia. Menurut Badan Kesehatan Dunia, 60% dari seluruh
penyebab kematian akibat penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK)
(Delima et al, 2009). Pada penelitian Multinational Monitoring of Trends
Determinants in Cardiovascular Disease (MONICA) I di Indonesia menunjukkan
angka kejadian hiperlipidemia sebesar 13,4% untuk wanita dan 11,4% untuk pria.
Pada MONICA II (1994) meningkat menjadi 16,2% untuk wanita dan 14% untuk pria.

II. PERMASALAHAN
Angka kematian penyakit kardiovaskular di Indonesia cenderung meningkat
terlihat dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 angka kematian
penyakit kardiovaskular hanya sebesar 2,8%, mengalami peningkatan menjadi 3%
pada SKRT 1995. Hasil Sensus Kesehatan Masyarakat tahun 2001 menunjukkan
bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular adalah sebesar 14,9%. Sampai saat
ini, banyak obat yang digunakan untuk penanganan hiperlipidemia, baik obat sintetik
maupun obat herbal, namun pengaturan diet makanan tetap menjadi salah satu
tatalaksana yang baik dalam menurunkan angka kolesterol dalam tubuh.

III. PERENCANAAN INTERVENSI


Pemberian edukasi personal atau individu mengenai penyakit hiperlipidemia dan
bagaimana cara mencegah dan mengatur pola makan yang benar sehingga dapat
menurunkan kadar lemak dalam darah .

IV. PELAKSANAAN INTERVENSI


Edukasi yang diberikan antara lain;
Definisi
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang
Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah sejenis kuman berbentuk batang, berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M.Tuberculosis
adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta tahan
terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu M. Tuberculosis senang
tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama
selama beberapa tahun.
Manifestasi Klinik
1) Gejala utama
Gejala klinis yang penting dari TB dan sering digunakan untuk menegakkan
diagnosis klinik adalah batuk terus menerus selama 3 (tiga) minggu atau lebih
yang disertai dengan keluarnya sputum dan berkurangnya berat badan.(Idris,2004)
2) Gejala tambahan
Gejala tambahan yang sering dijumpai, yaitu:
a. dahak bercampur darah
b. batuk darah
c. sesak nafas dan rasa nyeri dada badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan
Diagnosis
Penegakkan diagnosis pasti TB tidak berdasarkan pemeriksaan rontgen. Akan tetapi,
diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA
pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya
positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan SPS ulang. Kalau hasil rontgen mendukung
TB maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Jika hasil rontgen
tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Apabila fasilitas tidak memungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan lain
misalnya pemeriksaan biakan. Bila ketiga dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoxicilin) selama 1-2 minggu. Bila ada
perubahan namun gejala klinis masih mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak
SPS. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai
penderita TB BTA positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung, penderita tersebut
bukan TB.
Diagnosis pasti untuk TB paru adalah ditemukannya BTA pada pemeriksaan hapusan
sputum secara mikrokopis. Untuk itu, setiap pasien yang dicurigai TB paru dengan
gejala-gejala tersebut, harus dilakukan pemeriksaan sputum
Tatalaksana
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, memperbaiki kualitas hidup,
meningkatkan produktivitas pasien, mencegah kematian, kekambuhan dan
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
obat antiberkulosis (OAT). Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombinasi
berupa Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat yang dikemas dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan penderita TB. Sediaan seperti ini dibuat dengan tujuan agar memudahkan
dalam pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai pengobatan
tersebut selesai dilakukan.
Tahap Pengobatan TB
1. Tahap Awal
Pada tahap ini, penderita mendapatkan OAT setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung. Penderita TB tidak akan menular dalam kurun waktu dua minggu jika
pengobatan yang diberikan pada tahap intensif ini tepat. Sebagian besar penderita
TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam dua bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap ini, penderita mendapatkan obat yang lebih sedikit dari tahap awal
namun pengobatan yang dilakukan lebih lama yaitu selama 4-6 bulan. Tahap
lanjutan diperuntukkan agar kuman persister (dormant) mati sehingga tidak
menyebabkan kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis pertama
dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan
basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi. Obat-obatan lapis
pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin.
Obat-obatan lapis dua mencakup Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine, Para-Amino
Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides di luar Streptomycin dan Quinolones.
Obat lapis kedua ini dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus multi drug
resistance. Obat tuberkulosis yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah
Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol.
Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Jenis OAT Sifat Keterangan
Isoniazid Bakterisid Obat ini sangat efektif terhadap kuman
(H) terkuat dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman
yang sedang berkembang. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat cell-wall
biosynthesis pathway
Rifampisin bakterisid Rifampisin dapat membunuh kuman semi-
(R) dormant (persistent) yang tidak dapat
dibunuh oleh Isoniazid. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat polimerase
DNA-dependent ribonucleic acid (RNA) M.
Tuberculosis

Pirazinamid bakterisid Pirazinamid dapat membunuh kuman yang


(Z) berada dalam sel dengan suasana asam.
Obat ini hanya diberikan dalam 2 bulan
pertama pengobatan.
Streptomisin bakterisid obat ini adalah suatu antibiotik golongan
(S) aminoglikosida dan bekerja mencegah
pertumbuhan organisme ekstraselular.
Etambutol bakteriostatik -
(E)

Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah


perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan strategi DOTS
dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien
minum obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah
menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori
berbeda menurut definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini :

Kategori Paduan pengobatan TB alternatif


pengobatan Pasien TB Fase awal Fase lanjutan
TB (setiap hari / 3 x
seminggu)
I Kasus baru TB paru 2 EHRZ 6 HE
dahak positif; kasus baru (SHRZ) 4 HR
TB paru dahak negatif 2 EHRZ 4 H 3 R3
dengan kelainan luas di (SHRZ)
paru; kasus baru TB 2 EHRZ
ekstra-pulmonal berat (SHRZ)

II Kambuh, dahak positif; 2 SHRZE / 1 5 H3R3E3


pengobatan gagal; HRZE 5 HRE
pengobatan setelah 2 SHRZE / 1
terputus HRZE

III Kasus baru TB paru 2 HRZ atau 6 HE


dahak negatif (selain 2H3R3Z3
dari kategori I); kasus 2 HRZ atau 2 HR/4H
baru TB ekstra- 2H3R3Z3
pulmonal yang tidak 2 HRZ atau 2 H3R3/4H
berat 2H3R3Z3
IV Kasus kronis (dahak TIDAK DIPERGUNAKAN
masih positif setelah (merujuk ke penuntun WHO
menjalankan pengobatan guna pemakaian obat lini kedua
ulang) yang diawasi pada pusat-pusat
spesialis)
Dosis obat
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara harian
maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien:

Jenis Dosis
Isoniazid (H)  harian : 5mg/kg BB
 intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
Rifampisin (R) harian = intermiten : 10 mg/kgBB

Pirazinamid (Z)  harian : 25mg/kg BB


 intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu
Streptomisin (S)  harian = intermiten : 15 mg/kgBB
 usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari
 usia > 60 th : 0,50 gr/hari
Etambutol (E)  harian : 15mg/kg BB
 intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu
Kombinasi obat
Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat kombinasi
dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk menggantikan
paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan
dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-
KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum) disesuaikan
dengan berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1
masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3
Berat badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3x seminggu
selama 56 hari selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT
Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3
Berat Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan3x seminggu
badan RHZE (150/75/400/275) RH (150/150) + E (400)
+S
Selama 58 hari Selama 28 hari Selama 2 Minggu
30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 500mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
Streptomisin inj Etambutol
38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 750mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
Streptomisin inj Etambutol
55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
Streptomisin inj Etambutol
> 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
Streptomisin inj Etambutol
Tabel Dosis OAT untuk Sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Efek samping pengobatan
Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran
pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat diberikan
dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat mengganggu OAT
yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT
yang lain. Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap pasien,
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel Efek Samping Pengobatan dengan OAT
Jenis Obat Ringan Berat
Isoniazid (H) tanda-tanda keracunan Hepatitis, ikhterus
pada syaraf tepi,
kesemutan, nyeri otot dan
gangguan kesadaran.
Kelainan yang lain
menyerupai defisiensi
piridoksin (pellagra) dan
kelainan kulit yang
bervariasi antara lain
gatal-gatal.

Rifampisin (R) gatal-gatal kemerahan Hepatitis, sindrom


kulit, sindrom flu, sindrom respirasi yang ditandai
perut. dengan sesak nafas,
kadang disertai dengan
kolaps atau renjatan
(syok), purpura, anemia
hemolitik yang akut, gagal
ginjal
Pirazinamid (Z) Reaksi hipersensitifitas : Hepatitis, nyeri sendi,
demam, mual dan serangan arthritis gout
kemerahan

Streptomisin (S) Reaksi hipersensitifitas : Kerusakan saraf VIII


demam, sakit kepala, yang berkaitan dengan
muntah dan eritema pada keseimbangan dan
kulit pendengaran
Etambutol (E) Gangguan penglihatan Buta warna untuk warna
berupa berkurangnya merah dan hijau
ketajaman penglihatan
Evaluasi pengobatan
Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk evaluasai pengobatan TB paru :
a. Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir
pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan
pasien seperti batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah,
berat badan meningkat dll.
b. Bakteriologis: biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai
menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan.
WHO (1991) menganjurkan kontrol sputum BTA langsung dilakukan pada
akhir bulan ke-2, 4 dan 6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru
yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi
pasien yang mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah negatif,
sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Bila
BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), maka pasien yang
sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.
c. Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus
kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap batuk-batuk),
dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adakah
penyakit lain yang menyertainya. Karena perubahan gambar radiologis tidak
secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan
sekali.

V. MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evaluasi dilakukan pada tiap kunjungan pasien dilakukan
pemantauan kepatuhan minum obat dan dilakukan pengawasan terus menerus
terhadap keluhan pasien. Jika terjadi perburukan kondisi atau gejala efek samping
obat yang parah sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit dan spesialis paru terdekat.

Anda mungkin juga menyukai