Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan


Shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session tentang “Hifema
traumatika”. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada


preseptor, dr. Fitratul Illahi, Sp.M yang telah membimbing dan mendidik
Penulis selama menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa
mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada Ibu.

Penulis mendapatkan manfaat yang besar selama mengumpulkan dan


memahami materi tulisan serta pada saat menyusun tulisan ini hingga selesai.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak
untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, 26 April 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... 1

Daftar Isi................................................................................................................ 2

Bab I. Pendahuluan ............................................................................................... 3


1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Batasan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 4
1.4 Metode Penulisan ..................................................................................... 4

Bab II. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 5


2.1 Anatomi Mata ......................................................................................... 5
2.2 Definisi .................................................................................................... 7
2.3 Etiologi .................................................................................................... 7
2.4 Patofisiologi ............................................................................................ 7
2.5 Gejala Klinis ........................................................................................... 10
2.6 Diagnosis ................................................................................................. 10
2.6.1 Anamnesis ...................................................................................... 10
2.6.2 Pemeriksaan Mata .......................................................................... 11
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 12
2.7 Penatalaksanaan Tetanus......................................................................... 13
2.7.1 Perawatan Konservatif ................................................................... 13
2.7.2 Tindakan Operasi ........................................................................... 15
2.8 Komplikasi .............................................................................................. 16
2.9 Prognosis ................................................................................................. 16

Bab III. Laporan Kasus ......................................................................................... 18

Bab IV. Diskusi ..................................................................................................... 23

Daftar Pustaka .......................................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral. Kelompok

usia anak dan dewasa muda mengalami sebagian besar cedera mata yang parah.

Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera yang berhubungan dengan

olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling

sering menyebabkan trauma mata. Trauma mata yang berat dapat menyebabkan

cedera multipel pada palpebrae, bola mata, dan jaringan lunak orbita.1

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai

adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya hifema traumatika.

Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,

kelopak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain

terdapatnya refleks memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-

macam alat untuk melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma

dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak

mata, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan

atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.2,3,4

Hifema dapat erjadi akibat suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata

yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat juga terjadi secara

spontan. Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea atau limbus

dan badan siliar. Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan

3
menutupi gambaran iris. Hifema dapat disertai dengan atau tanpa perdarahan pada

konjungtiva.5,6,7

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang anatomi mata serta definisi, etiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan hifema traumatika dengan

komplikasinya, kemudian meninjau aplikasi penatalaksanaan hifema traumatika

dalam praktek sehari-hari.

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk membahas kasus hifema traumatika yang ditemukan dan

membandingkan dengan teori yang ada.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah menggunakan metode tinjauan

pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata3

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata

dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:

1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan merupakan bagian terluar

yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang

bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.

Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.

2. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi

oleh ruang yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan

pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini

terdiri atas iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh

3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot

dilatator dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar

mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak

di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humour) yang

dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi

kornea dan sklera.

3. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan

yang merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi

rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang

potensial antara retina dan khoroid sehingga retina dapat terlepas dari khoroid

5
yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan

bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars

plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan

pada retina, maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina. Lensa

terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah akuatornya pada badan

siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi

atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.

Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang

terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. Sistem sekresi air

mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi

dimulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus

nasolakrimal, dan meatus inferior.

Gambar 2.1 Anatomi mata

6
2.2 Definisi

Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan

yang bersal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat

terjadi akibat trauma ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam

bilik mata, yang hanya mengisi sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan.

Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang

paling sering dijumpai karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat

ringannya traumatik hifema ini selain tergantung pada tingginya perdarahan juga

tergantung pada ada tidaknya komplikasi yang menyertainya.6,8

2.3 Etiologi

Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun

trauma tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan.

Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer

atau perdarahan terjadi 5-7 hari sesudah trauma disebut perdarahan sekunder.

Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau

penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan

spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo iridis, tumor pada iris,

retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan

pada dinding-dinding pembuluh darah.6

2.4 Patofisiologi

Trauma merupakan penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema

sering terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau

7
limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang

singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan

jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan-perenggangan

dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea, badan siliar yang dapat

menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh karena resorbsi

dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat

waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan

lagi.3,9

Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam

bentuk sel darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan

permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh

enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan iris. Sebagian darah

dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin berlebihan di

dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke dalam lapis

kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian

sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut

imbibisi kornea.5,6

Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya,

namun bila jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran aquos humor ke

dalam trabekula, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.4

8
Gambar 2.2 Hifema : nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian

bilik mata depan

Gambar 2.3 Hifema : darah hampir memenuhi seluruh seluruh bilik mata depan

Gambar 2.4 Hifema spontan

9
2.5 Gejala Klinis3

Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan

blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun, bila pasien duduk

hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema

dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat

iridoplegia dan iridodialisis.

2.6 Diagnosis6,7,10

2.6.1 Anamnesis

Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses

terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah

datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas,

samping bawah atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai

mata. Bahan benda penyebab trauma juga perlu diidentifikasi, apakah terbuat dari

kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu

ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan

dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah

trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah , dan apakah pernah mendapatkan

pertolongan sebelumnya.

Riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma perlu ditanyakan. Apabila

terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu

terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut. Tanyakan juga ada atau

tidaknya ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah

atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.

10
2.6.2 Pemeriksaan mata

Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang

berhubungan dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaan hifema

dan menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan

pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena mungkin saja

pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus

seperti ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang

disertai dengan gangguan pada gerakan mata.

Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edema

kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan

darah didalam bilik mata depan. Menentukan derajat keparahan hifema antara

lain:

1. Menurut Edward Layden:

 Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.

 Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan

mata.

 Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata.

2. Menurut Rakusin:

 Hyphaema tingkat I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.

 Hyphaema tingkat II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.

 Hyphaema tingkat III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.

 Hyphaema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.

11
Gambar 2.5 Tingkatan grade hifema

Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam

memeriksa kornea karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan

endotel kornea. Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat

terlihat iridodialisis atau robekan iris.

Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak

berada ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa. Pada hifema sebaiknya

dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui apakah sudah terjadi

peningkatan tekanan bola mata.

Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu

ditunggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk

mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang

pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan.

2.6.3 Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

1. Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler.

2. USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina

3. Skrining sickle cell

4. X-ray
12
5. CT-scan orbita

6. Gonioskopi

2.7 Penatalaksanaan3,5,6,10,11

Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan,

namun pada dasarnya penatalaksanaan hifema bertujuan untuk:

 Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang

 Mengeluarkan darah dari bilik mata depan

 Mengendalikan tekanan bola mata

 Mencegah terjadinya imbibisi kornea

 Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini

 Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi

2.7.1 Perawatan konservatif

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di

angkat (diberi alas bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah

pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah

perdarahannya. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah

baring sempurna, absorpsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi

timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada penyesuaian pendapat di

antara para ahli. Edward-Layden lebih condong untuk menggunakan bebat mata

13
pada mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata

yang sakit, dan bila memungkinkan bisa pula kedua mata ditutup untuk

memberika istirahat pada mata. Pendapat lain mengatakan bahwa pemakaian

bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa

tidak enak, dengan akibat mata penderita tidak bisa istirahat. Akhirnya Rakusin

mengatakan dalam pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang

menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap absorpsi, timbulnya

komplikasi maupun prognosa dari tajamnya penglihatannya.

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema traumatika tidaklah

mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat

absorpsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Obat-obatan tersebut seperti:

 Koagulansia  berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan,

Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C.

 Midriatika Miotika  Miotika memang akan mempercepat absorpsi, tapi

meningkatkan kongesti. Midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.

 Ocular Hypotensive Drug  para ahli menganjurkan pemberian

acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bila ditemukan

adanya kenaikan tekanan intraokuler.

 Kortikosteroid dan Antibiotika  Pemberian hidrokortison 0,5% secara

topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder

dibanding dengan antibiotik.

14
 Obat-obat lain  Sedatif diberikan bila penderita gelisah, analgetik

diberikan bila ditemukan rasa sakit, asetozalamid diberikan bila sakit

kepala akibat tekanan bola mata meningkat.

2.7.2 Tindakan Operasi

Tindakan operasi dilakukan bila ditemukan:

a. Glaukoma sekunder

b. Kemungkina timbulnya hemosiderosis kornea

c. Tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non operasi

selam 3-5 hari

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:

1. Paracentesa: mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata melalui

lubang yang kecil di limbus. Tindakan ini dilakukan bila terlihat tanda-tanda

imbibisi kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah

setelah 5 hari tidak memperlihatkan tanda-tanda berkurang.

Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila:

 Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari

 Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari

Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila:

 Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari

 Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea

Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila:

 Hifema total bertahan selama 5 hari

 Hifema difus bertahan selama 9 hari


15
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka

korneoscleranya sebesar 1200

2.8 Komplikasi10

1. Perdarahan sekunder

Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan

insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40%. Perdarahan sekunder ini timbul

karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari

perdarahan primernya.

2. Glaukoma sekunder

Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatika disebabkan oleh

tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah.

Insidensinya 20%.

3. Hemosiderosis kornea

Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan atau perdarahan sekunder

disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis

tidak selalu permanen, tapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu

yang lama (sekitar dua tahun). Insidensinya 1-10%.

2.9 Prognosis

Prognosis hifema tergantung pada jumlah darah di dalam bilik mata depan.

Bila darah sedikit di dalam bilik mata depan, maka darah ini akan hilang dan

jernih dengan sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik

16
mata depan, maka prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit.

Hifema yang penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih

buruk di bandingkan dengan hifema sebagian.7

Prognosa dari hifema sangat bergantung pada:2

o Tingginya hifema

o Ada atau tidaknya komplikasi dari perdarahan/traumanya

o Cara perawatan

o Keadaan dari penderitanya sendiri

17
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. RN

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 28 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Padang

Tanggal pemeriksaan : 19 April 2018

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama

Telah diperiksa di Bangsal Mata RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal

19 April 2018 seorang pasien dengan keluhan utama pandangan mata kiri kabur

sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

o Pandangan mata kiri kabur sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit.

Awalnya pasien sedang bermain bulu tangkis. Tiba-tiba lawan main

melakukan smash dengan kuat dan cepat dari jarak ±1 meter tepat dari arah

depan pasien dan terjadi shuttlecock. Pasien langsung merasa pandangan

kirinya buram. Pasien dibawa ke RS Yos Sudarso dan langsung dirujuk ke

RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

18
o Pandangan ganda (-), mata merah (+), mata berair (-), penglihatan seperti

berawan (-)

o Nyeri pada mata saat kejadian (+), sakit kepala (-)

o Keluar darah dari mata (-)

c. Riwayat Penyakit Dahulu

o Riwayat operasi mata (-)

o Riwayat diabetes mellitus (-)

o Riwayat hipertensi (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

o Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan sama dan tidak ada yang

menggunakan kacamata.

3.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : baik

 Kesadaran : komposmentis kooperatif

 Tekanan darah : 110/70 mmHg

 Pernapasan : 20 x/menit

 Nadi : 85 x/menit

 Suhu : 36,6 0C

 Kulit : tidak ditemukan kelainan

 KGB : tidak ada pembesaran KGB

 Mata : sesuai status oftalmologi

19
 Thoraks : dalam batas normal

 Abdomen : dalam batas normal

 Ekstremitas : dalam batas normal

Status
OD OS
Oftalmikus

Visus tanpa
20 / 20 ½ / 60
koreksi

Refleks fundus + -

Trikiasis (-) Trikiasis (-)


Silia / supersilia
Madarosis (-) Madarosis (-)

Palpebra Ptosis (-) Ptosis (-)


superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Entropion (-) Entropion (-)


Margo palpebra
Ekstropion (-) Ekstropion (-)

Aparatus
Lakrimasi N Lakrimasi N
lakrimalis

Konjungtiva Papil (-) Papil (-)


tarsalis Folikel (-) Folikel (-)

Konjungtiva
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
forniks

Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (+)


bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)

Sklera Putih Merah

Kornea Bening Relatif bening

Kamera okuli
Cukup dalam Hifema (+) ±4 mm
anterior
Coklat Coklat
Iris
Rugae (+) Rugae (+)

20
Bulat Membayang bulat di superior
Pupil Rf +/+ Rf +↓/+↓
Ø 3 mm Ø 4 mm

Lensa Bening Sulit dinilai

Korpus vitreus Jernih Sulit dinilai

Funduskopi :
Media Bening Keruh
Papil optik Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4 Sulit dinilai
Pembuluh darah aa:vv = 2:3 Sulit dinilai
Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Sulit dinilai
Makula Refleks fovea (+) Sulit dinilai

Tekanan bulbus
Normal (P) Normal (P)
okuli

Posisi bulbus
Ortho Ortho
okuli

Gerakan bulbus
Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
okuli

Pemeriksan
- -
lainnya
Gambar mata kiri saat pasien masuk :

Gambar mata kiri setelah 3 hari pengobatan :

21
Pemeriksaan Penunjang :-

Diagnosis Kerja : Hifema traumatika grade II OS hari ke-3 dengan perbaikan

Diagnosis Banding : -
Anjuran Terapi :
1. Bed rest total
2. Elevasi kepala 30-450
3. SA ed 3x1 OS
4. Posop ed 6x1 OS
5. LFX ed 6x1 OS
6. Methylprednisolone 1x32 mg

Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

22
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 28 tahun datang dengan keluhan utama

pandangan mata kiri kabur sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya

pasien sedang bermain bulu tangkis. Tiba-tiba lawan main melakukan smash

dengan kuat dan cepat dari jarak ±1 meter tepat dari arah depan pasien dan terjadi

shuttlecock. Pasien langsung merasa pandangan kirinya buram. Pasien dibawa ke

RS Yos Sudarso dan langsung dirujuk ke RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Keluhan

mata merah (+) dan nyeri pada mata kiri saat kejadian (+).

Berdasarkan keluhan di atas diketahui bahwa telah terjadi trauma tumpul

yang mengenai mata kiri pasien. Saat terjadi trauma dari depan, akan dapat

menimbulkan kerusakan kornea. Tekanan tersebut akan diteruskan ke segala arah

dan jika mengenai pembuluh darah maka akan terjadi robekan pembuluh darah

sehingga terjadilah perdarahan di kamera okuli anterior. Dari pemeriksaan

oftalmologi ditemukan adanya darah setinggi 4 mm pada kamera okuli anterior

mata kiri. Artinya darah tersebut setinggi 1/3 sampai 1/2 dari kornea. Dengan

demikian kita dapat mendiagnosis pasien dengan hifema traumatika grade II.

Pada pasien dengan hifema traumatika akan diberikan dua bentuk

penatalaksanaan yaitu secara konservatif dan operatif. Sementara pada pasien ini

dilakukan bed rest total dan elevasi kepala 30-450. Bed rest total sangat penting

bagi pasien hifema traumatika karena jika pasien tersebut tetap bergerak atau

beraktivitas maka akan memicu perdarahan sekunder. Perdarahan sekunder akan

lebih berat dari perdarahan primer. Disamping itu, meninggikan kepala pasien

setinggi 30-450 penting untuk mempertahankan agar hifema tetap berada pada
23
kamera okuli anterior bagian inferior. Pasien hifema tidak diperkenankan untuk

tidur telentang tanpa meninggikan kepala karena posisi tersebut akan membuat

hifema masuk atau jatuh di pupil, akibatnya kondisi pasien akan semakin

memberat.

Pada pasien juga diberikan sulfas atropin, posop, levofloxacin, dan

methylprednisolone. Sulfas atrofin dapat digunakan sebagai antidotum untuk

inhibitor kolinesterase antikolinergik, midriatika, preanestetik medikasi,

antispasmodik, dan sebagai antidotum untuk insektisida golongan organofosfat.

Pada pasien hifema ini sulfas atropin berperan sebagai midriatika yang berguna

untuk mengistirahatkan atau menghentikan perdarahan.

Posop merupakan obat tetes mata suspensi yang mengandung

fluorometholon, sedangkan methylprednisolon merupakan obat kortikosteroid.

Kedua obat ini memiliki efek aktivitas anti inflamasi. Posop memiliki efek

peningkatan tekanan intraokular yang lebih rendah dibandingkan dengan

dexamethasone, sehingga posop ini menjadi pilihan sebagai anti inflamasi bagi

pasien hifema. Methylprednisolone selain sebagai anti inflamasi, juga berguna

untuk mencegah perdarahan sekunder.

Selain itu antibiotik juga perlu diberikan pada pasien hifema traumatika

untuk mencegah terjadinya infeksi intraokular, dalam hal ini pada pasien

diberikan levofloxacin. Levofloxacin merupakan antibiotik golongan kuinolon

dengan spektrum yang luas. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat

replikasi dan transkripsi DNA bakteri.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Augsburger J, Asbury T. Hifema, dalam: Oftalmologi Umum, edisi 17. EGC,


Jakarta, 2010: hal. 377-378
2. Soeroso A. Perdarahan Bilik Mata Depan, Cermin Dunia Kedokteran Edisi 19.
Available at
www.portalkalbe.files.cdk.files.15PerdarahanBilikDepan019_pdf.
3. Ilyas S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 2, FKUI, Jakarta, 2003
4. Wijana N. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-5.Jakarta, 1989
5. Ilyas S, Salamun MT, Azhar Z. Hifema, dalam: Sari Ilmu Penyakit Mata.
Cetakan ke-3, Jakarta ; Balai penerbit FKUI;2003
6. Ilyas S. Hifema, dalam: Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Cetakan Ke-
3. Jakarta ; Balai penerbit FKUI, 2005
7. Ilyas S, Milingky hbb, Taim H dkk. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit mata edisi
ke-2. Jakarta; penerbit CV sagung seto; 2002
8. Anonymous. Hyphema. Available at:
http://www.revoptom.com/handbook/sec4f.htm. last up date: 2006
9. Vaughn, Daniel G. Hifema, dalam: Oftalmologi Umum, edisi 14, Widya
Medika, Jakarta, 2000, hal. 384-385
10. Admadi S. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa (Traumatic
Hyphaema). Bagian llmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret/RSU Mangkubumen Surakarta.
11. Sheppard, John D. Hyphema. Available at:
http://www.emedicine.com/med/EYE/ topic.2884.htm. last up date: 3rd
November 2006.

25

Anda mungkin juga menyukai