Anda di halaman 1dari 18

PEMISAHAN SENYAWAAN FENOL DENGAN CARA

KROMATOGRAFI KINERJA TINGGI (HPLC)

Separation of Phenolic Compounds by High Perfomance


Liquid Chromatography (HPLC)

Oleh : Elly Suradikusumah

SUMARRY

Several phenolic compounds : vanilic acid, syringic acid, coumaric acid, gallic
acid, chi orogenic acid, vanillin, coumarin, catechin, eugenol, and onenonphenolic
sinnamic acid, were tried to be separated by High Perfomance Liquid Chromatography
methode. Composition and flowrate of mobile phase were the variables tested.
The mobile phases were water, methanol, acetonitrile, and some combinations
of them. The flowrate were 1 and 2 mllmi'nute. The separation was held on
Bondapak C - 18 column at 30°C and detection of the compounds was made at the
wavelength of 266 nm.
Four mobile phases; Methanol-water (1: 1) and (1 :2), and metahnol-acetonitrile-
water (1: I: I) and (1: 1:2) showed fairly good separation. Among the four mobile phases
mentioned, methanol-water (1: 1) gave the best separation. The pure solvents as mobile
phases gave bad separation and acetonitrile gave the worst. The flowrate of 2 mllminute
showed better separation than flowrate of 1 mllminute.

RINGKASAN

Beberapa senyawaan fenol yaitu asam vanilat, asam siringat, asam kumarat, as am
galat, asam klorogenat, vanilin, kumarin, katekin, eugenol, dan satu sen yaw a bukan
fenol asam sirtamat, dicoba dipisahkan dengan cara kromatografi kinerja tinggi. Kom-
posisi dan laju aliran fase gerak merupakan peubah yang diuji.
Fase gerak yang digunakan ialah air, metanol, asetonitril, dan kombinasi pelarut-
pelarut tersebut. Laju aliran dicoba 1 dan 2 mllmenit. Pemisahan dilakukan pada kolom
Bondapak C - 18 pada suhu 30°C dan dideteksi pada panjang gelombang 266 nm.
Empat komposisi fase gerak yaitu metanol-air (l: 1) dan (1 :2), metanol-
asetonitril-air (1: 1: 1 dan (1 :1:2) memberikan pemisahan yang baik. Dari keempat fase
gerak terse but, metanol-air (1: 1) memberikan pemisahan terbaik. Fase gerak pelarut
murni memberikan pemisahan yang buruk. Asetinitril memberikan pemisahan ter-
buruk. Laju aliran 2 mllmenit menunjukan pemisahan yang lebih baik dan kurva yang
lebih tajam daripada dengan laju aliran 1 mllmeniit.

49
PENDAHULUAN

Senyawaan fenol banyak terdapat secara alami dalam tumbuhan. Beberapa dian-
taranya diduga mempunyai aktivitas biologis. Sebagai contoh, flavonol berperan
sebagai pengatur pertumbuhan tanaman kapri (Weaver, 1972). Banyak senyawaan
fenol telah diisolasi dari tumbuhan dan ditentukan struktumya.
Suatu senyawa dapat ditentukan struktumya bila mumi yang berarti tidak tercam-
pur dengan senyawa lain. Dalam tumbuhan, berbagai senyawaan bercampur. Karena
im diperlukan metode pemisahan yang baik. Kromatografi kinerja tinggi merupakan
salah satu metode pemisahan.
Peralatan kromatografi kinerja tinggi dilengkapi dengan berbagai detektor dan
salah satu diantaranya detektor ultraviolet. Sebagai senyawa aromatik, fenol menyerap
sinar ultraviolet (Apllequist, 1982) sehingga dapat dideteksi dengan sinar ultraviolet.
Karena itu, pemisahannya dapat dipantau dan diketahui apakah baik ataukah tidak.
Pada kromatgrafi kolom, bisa digunakan fase normal yang mengunakan fase diam
polar dan fase gerak nonpolar, ataupun fase balik yang menggunakan fase diam
nonpolar dan fase gerak polar. Fase balik umumnya memberikan retensi dan selek-
tivitas optimuum bila senyawa yang dipisahkan mempunyai sifat aromatik ataupun
alifatik yang cukup kuat (Willard, dkk., 1981). Bondapak C - 18 merupakan kolom
yang digunakan untuk fase balik sehingga diharapkan dapat memisahkan senyawa
kelompok fenol yang merupakan senyawa aromatik, dengan baik.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan laju aliran fase gerak
yang memberikan pemisahan yang baik untuk senyawaan fenol.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pemisahan senyawaan fenol alami
yang selanjutnya dapat ditentukan struktumya.

TINJAUAN PUS TAKA

A. Senyawaan Fenol dan Sumbemya


Senyawaan fenol ialah senyawaan aromatik yang mengandung satu atau lebih
gugus hidroksil yang terikat langsung pada cincin aromatiknya. Fenol dapat diperoleh
dari sumber alarni seperti batubara da.n tumbuhan, ataupun dibuat secara sintetis.
Destilasi batubara menghasilkan fraksi asam yang merupakan campuran senyawaan
fenol yaitu fenol, kresol dan naftol.
Fenol dengan struktur yang lebih kompleks biasa diperoleh dari tumbuhan (Tor-
selle, 1981). Tumbuhan kayu tertentu menghasilkan guaiyakol yang bisa membentuk

50
~
OH
~
HO~COOH ~"
HO_~OOII o ·H

H H
asam vanilat asam siringat asam galat

OH

HO/~DH
k "'-_AooH
HO_\yCH=CH-CoJ

asam klorogenat

<0 rH=CH-COOH HO-@-_CH=CH-COOH

asam p-kumarat
asam sinamat

HO~CHZ-CH=CHZ
W.
eugenol vanilin

kumarin katekin

Gambar 1. Struktur beberapa senyawa fenol dan bukan fenol dalam tumbuhan.

51
katekol. Hidrolisis tanin menghasilkan asam galat. Beberapa tumbuhan mengandung
minyak atsiri yang komponen utamanya biasanya eugenol dan timol. Senyawaan fenol
lain yang terdapat dalarn tumbuhan ialah asam vanilat, kumarin, dan asam klorogenat
(Gambar 1). Seperti halnya alkaloid, senyawa fenol tertentu bisa terdapat pada tum-
buhan dengan genus yang sarna. Sebagai contoh, kumarin terdapat pada Ageratum
strictum (Quijono, dkk., 1981) dan Ageratum conyzoides (Shivani, dkk., 1989).

B. Sifat Fisik dan Kimia Senyawaan Fenol


Senyawaan fenol umumnya larut dalam air (Simpson, 1985). Furanokumarin,
salah satu turunan kumarin, lebih larut dalarn lemak (Harborne, 1973). Senyawaan
fenol dapat menyerap sinar ultraviolet dan sifat ini dimanfaatkan pada deteksinya. Di
bawah sinar ultraviolet, senyawaan ini menampakan warna kuning, ungu atau biru.
Kisaran panjang gelombang sinar ultaviolet yang diserap ialah 200 - 350 nm. Pada
umumnya, senyawaan fenol mempunyai dua puncak serapan, walaupun ada pula yang
mempunyai tiga bahkan empat puncak serapan. Contohnya, asarn p-kumarat menun-
jukkan puncak serapan pada 227 dan 310 nm, asarn ferulat pada 235 dan 324 nm, flavon
luteolin pada 225, 268 dan 350 nm, dan kumarin pada 212, 274, 282 dan 312 nm.
Fenol biasa dibandingkan dengan a1koho1 karena sarna-sarna mengandung gugus
hidroksil. Fenollebih asam dari alkohol, sehingga bereaksi dengan NaOH sedangkan
alkohol tidak. Tingkat keasaman fenol sekitar sejuta kali tingkat keasarnan alkohol,
tetapi sepersejuta kali tingkat keasarnan asam asetat (Appleguist, '1982) dan lebih
rendah dari tingkat keasaman asarn karbonat dan ion bikarponatnya (Simpson, 1985).
Reaksi yang terjadi pada fenol dapat mela1ui gugus hidroksilnya atau dengan
menggantikan atom H pada cincin aromatiknya. Sifat lainnya yang menarik ia1ah fenol
marnpu mengkomp1eks protein sehingga beberapa enzim dapat dihambat. Sifat ini
menguntungkan proses ekstraksi, karena dapat diharapkan selarna ekstraksi tidak
terjadi reaksi enziimatik. Tetapi, fenol peka terhadap oksidasi dan ini bisa menyebab-
kan perubahan feno1 se1arna ekstraksi.

C. Metode Kromatografi Kinerja Tinggi


Kromatografi merupakan cara pemisahan zat berdasarkan keseimbangan dis-
tribusinya dalarn dua, fase yang tidak saling bercampur (Karger, 1971), yaitu fase diam
dan fase gerak. Pada kromatografinya kinerja tinggi, kedua fase tersebut bertemu dalam
kolom (Christian, 1986).
Distribusi zat terlarut dalam kedua fase tersebut merupakan hasil keseimbangan
gaya antara molekul zat terlarut dengan molekul rnasing-masing fase. Hal itu melibat-
kan gaya tarik menarik dan gaya tolak menolak antara molekul-molekul tersebut. Gaya
tersebut bisa berupa gaya polar yang memang ada atau oleh induksi, gaya London, atau
gaya ikatan hidrogen.

52
Kromatografi Kinerja Tinggi yang merupakan kromatografi cairan- cairan bisa
dijalankan denglm dua cara yaitu menggunakan fase normal dan fase balik. Pada fase
normal, digunakan fase diam polar yang biasanya bersifat hidrofilik dan fase gerak
nonpolar. Dengan demikian, senyawa yang lebih polar akan lebih lama tertahan dalam
kolom sedangkan yang kurang polar akan cepat keluar dari kolom. Pada fase balik.
digunakan fase diam nonpolar yang biasanya bersifat hidrofobik dan fase gerak polar.
Pada cara ini, senyawa polar akan lebih cepat keluar dari kolom sedangkan senyawa
nonpolar atau kurang polar lebih lama tertahan dalam kolom. Fase diam C18 biasa
digunakan untuk memisahkan senyawaan yang polaritasnya rendah atau sedang dengan
menggunakan metanol-air atau asetonitril-air sebagai fase gerak (Willard dkk.,1981).
Metode kromatografi kinerja tinggi dapat digunakan untuk pemisahan berbagai
senyawa. walaupun tidak memisahkan seluruh senyawa yang tercampur. Contohnya,
pemisahan 33 senyawa seskuiterpen memberikan 16 puncak yang terpisah (Marchand
dkk .• 1983).

D. Kelakuan Kromatografi Xat Terlarut


Kelakuan kromatografi suatu zat terlarut dapat digambarkan dengan beberapa
cara. Untu~ kromatografi kolom. volume retensi. waktu retensi. dan nisbah partisi
merupakan istilah yang paling sering digunakan. Oengan mengubah-ubah jenis. kom-
posisi dan laju aliran fase gerak. derajat retensi bisa beragam. Sebagai contoh. per-
bedaan komposisi fase gerak memberikan pemisahan yang berbeda untuk senyawaan
amonium (Liederke dkk., 1989). Pemisahan klorofil dengan fase balik memberikan
hasil yang lebih baik daripada pemisahan dengan fase normal (Canzura dan Scwartz.
1991). Pengoptimuman metode mengacu pada pemisahan antar puncak. ketajaman
puncak dan laju elusi yang tinggi. sehingga waktu analisis singkat (Shoenmaker, 1986).

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap senyawaan fenol sintetis yang sesuai dengan biasa
terdapat pada tumbuhan. Tempat penelitian ialah Laboratorium Kimia Analitik. Jurusan
Kimia. FMIPA IPB dan Laboratorium Kimia Terpadu IPB. Penelitian dilakukan dari
bulan Juni sampai bulan Desember 1991.

A. Bahan dan Alat


Digunakan senyawaan asam vanilat. asam kumarat. asam siringat. asam galat,
asam sinamat. asam klorogenat, kumarin, katekin. vanilin dan eugenol sebagai
senyawaan yang dipisahkan pada kolom fase diam Bondapak C18. Sebagai fase gerak
digunakan air suling, metanol, asetonitril dan kombinasi pelarut-pelarut tersebut.
Pemisahan dilakukan dengan HPLC Hitachi berdetektor uv dengan panjang gelombang
yang ditentukan lebih dahulu dengan spektrofotometer serapan sinar tampakluv.

53
B. Metode
Sebagai tahap awal ditentukan spektrum serapan ultraviolet dari setiap
senyawaan yang diteliti. Dari spektrum ini ditentukan panjang gelombang yang ban yak
diserap oleh semua senyawaan yang dicoba. Panjang gelombang itulah yang digunakan
pada detektor HPLC.
Peubah HPLC yang diuji ialah jenis dan kompisisi fase gerak dan laju aliran fase
gerak tersebut. Dicoba 9 komposisi fase gerak yaitu air, metanol, asetonitril, metanol-
air (1: 1) dan (1 :2), metanol-asetonitril (1: 1) dan (1 :2), dan campuran metanol-
asetonitril-air (1: 1: 1) dan (1: 1:2). Laju aliran dicoba 1 ml/menit dan 2 ml/menit.
Senyawaan fenol secara terpisah diinjenksikan untuk mengetahui waktu retensi
masing-masing. Kemuudian, campuran fenol dinjeksikan dan dibiarkan terpisah. Pen-
gamatan dilakukan terhadap kromatogram zat, secara kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Panjang gelombang


Spektrum serapapn ultraviolet oleh senyawaan yang dicoba menunjukan adanya
dua puncak serapan. Semua senyawa cukup besar menyerap panjang gelombang 266
nm walau bukan puncak serapaannya. Oleh karena itu. untuk pemantauan pemisahan
senyawaan digunakan panjang gelombang tersebut.

B. Pemisahan Senyawaan
a. Pengaruh jenis dan komposisi lase gerak terhadap waktu retensi dan pemisahan
senyawa.

Setiap fase gerak yang dicoba tampak membutuhkan waktu yang tidak sarna
untuk menggerakan masing-masing senyawa yang diinjeksikan secara terpisah. Den-
gan demikian didapat waktu retensi yang umumnya berbeda meskipun perbedaannya
tidak selalu besar (Tabel 1).
Asam kumarat. asam galat. asam siringat dan asam klorogenat tertahan lebih lama
dalam kolom bila digunakan air sebagai fase gerak dibandingkan dengan ketika
digunakan metanol dan asetonitril sebagai fase gerak. Dalam ketiga fase terse but.
senyawaan lain menunjukan kelakuaun yang berlawanan dengan keempat asam ter-
sebut.

54
Tabel 1. Waktu retensi senyawaan fenol pada berbagai fasa gerak dan laju aliran fase
gerak.

Laju Fase gerak


Senyawa aliran
(ml/menit) A B C 0 E F G H

1. Asam vanilat 3.42 2.37 4.02 2.61 2.33 2.84 2.33 2.10 1.84
2 2.82 1.38 1.75 1.32 1.85 1.45 1.17 1.69 1.10
2. Asam Sinamat I 3.24 2.35 4.43 4.07 2.42 1.81 1.89 2.73 1.88
2 1.91 1.26 2.04 2.09 1.13 0.99 0.85 1.13 1.13
3. Asam kumarat 10.81 2.32 4.53 4.43 2.71 2.83 1.98 1.66 1.97
2 5.86 1.35 1.91 2.28 1.20 1.44 1.21 1.19 1.19
4. Asam galat 5.67 2.81 3.81 1.97 1.86 2.18 2.07 1.67 1.59
2 3.73 1.64 1.01 1.03 1.09 1.01 1.14 0.88 0.88
5. Asam siringat 4.79 2.35 3.82 2.66 2.20 1.73 2.29 3.25 1.89
2 3.12 1.42 1.96 1.38 1.19 1.37 1.03 1.05 1.05
6. Asam khlorogenat I 6.21 2.72 3.25 2.01 1.83 3.02 3.08 1.49 1.62
2 3.03 1.47 1.83 1.07 0.98 1.61 1.54 0.90 0.90
7. Vanilin 3.05 3.06 3.30 7.73 3.62 3.20 3.13 5.21 2.87
2 1.64 1.51 1.71 4.27 1.97 1.53 1.58 2.89 1.70
8. Kumarin I 3.06 3.24 4.19 16.19 4.89 3.12 3.02 2.26 3.20
2 1.88 1.58 2.03 8.35 2.50 1.57 1.61 2.12 2.12
9. Katekin I 2.71 3.52 3.82 2.80 2.86 2.87 2.79 1.96 2.59
2 1.28 1.80 1.91 1.39 1.55 1.45 1.85 1.42 1.42
10. Eugenol 1.25 4.25 2.32 25.10 8.45 2.89 3.13 5.71 3.58
2 0.54 1.82 1.73 13.18 4.55 1.52 1.58 . 2.98 2.98

* A= air B = metanol C = asetonitril 0= metanol- air (1:2) E = metanol - air (1: 1)


F = metanol-asetonitril (1 :2) G = metanol-asetonitril (1: I)
H = metanol-asetonitril-air (1: I :2) I = metanol - asetonitril-air (1 : I: 1)

Asam vanilat paling lama ditahan dalam kolom bila digunakan fase gerak
asetonitril dan paling cepat keluar dari kolom bila digunakan metanol-asetonitril-air
(1:1:2). Demikian pula yang terjadi pada asam sinamat. Asam kumarat paling cepat
keluar pada fase gerak air. Asam galat dan asam ldorogenat menujukkan kecendrungan
yang sarna dengan asam kumarat. Sementara itu, asam sinamatjuga paling lama ditahan
pada fase gerak air, tetapi paling cepat keluar pada campuran metanol-asetonitril (1: 3).
Vanilin, kumarin dan eugenol paling lama tertahan pada fase gerak metanol-air (1:2),
tetapi paling cepat keluar pada fase gerak metanol-asetonitril-air (1: 1: 1) untuk vanilin,
metanol-asetonitril-air (1: 1:2) untuk kumarin, dan air untuk eugenol. Katekin tertahan
paling lama pada penggunaan fase gerak metanol- asetoniitril (1: 1).
Perbedaan waktu retensi setiap senyawa dalam masing-masing fase gerak ter-
sebut terjadi karena perbedaan kepolaran dan kemiripan sifat antara senyawa senyawa
dengan fase gerak dan fase diamnya. Diantara fase gerak-fase gerak itu, air paling polar,

55
sedangkan asetonitril paling kecil kepolarannya. Campuran metanol-air akan lebih
polar dari metanol, tetapi kurang polar dari air. Campuran metanol-asetonitril-air
(1: 1:2) leih polar dari campuran metanol-asetonitrill-air (1: 1: 1).
Bila diperbandingkan waktu retensi masing-masing senyawa dalam suatu fase
gerak yang sarna, tampak bahwa beberapa senyawa menunjukkan waktu retensi yang
tidak begitu besar perbedaannya dalam suatu fase gerak tertentu. Tetapi, ada pula
senyawa yang waktu retensinya cukup besar perbedaannya dengan waktu retensi
senyawa lain. Sebagai contoh, pada fase gerak air, asam kumarat menunjukkan waktu
retensi yang jauh berbeda dari senyawaan lainnya. Sementara itu, waktu retensi asam
vanilat, asam sinamat, vanilin, kumarin dan katekin hanya sedikit berbeda. Pada fase
gerak metanol, antara enam asam yang dicoba terdapat perbedaan waktu retensi yang
relatif keci!. Demikian pula antara kumarin, vanilin dan katekin. Kecendrungan yang
sarna terjadi pada fase gerak asetonitril.

Tabe12. Faktor pemisahan antara senyawaan fenol pada berbagai fase gerak dengan
laju aliran 1 mllmenit

Senyawa 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. Fase gerak air


I. 1.05 3.16" 1.66 1.40 1.82 1.12 1.12 2.00 2.71'
2. 3.30" a
1.75 1.48 1.92 1.06 1.06 1.19 2.59
b d
3. 1.91 2.26" 1.74 3.54 3.54 3.99 8.64
4. 1.18 1.09 1.85 1.85 2.09 4.54 c
5. a
1.30 1.57 1.57 1.76 3.83
6. a 4.97
b
2.03 2.03 2.29
7. 1.00 1.12 2.44a
8. a
1.13 2.45
9. 2.16 a
B. Fase gerak metanol
I. 1.05 1.02 1.18 1.01 1.14 1.29 1.37 1.48 1.79
2. 1.03 1.25 1.04 1.21 1.36 1.44 1.56 1.89
3. 1.21 1.01 1.17 1.32 1.40 1.52 1.83
4. 1.19 1.03 1.09 1.15 1.25 1.51
5. 1.16 1.30 1.38 1.50 1.81
6. 1.12 1.19 1.29 1.56
7. 1.06 1.15 1.39
8. 1.09 1.31
9. 1.21
C. Fase gerak asetonitril
I. 1.10 1.13 1.06 1.05 1.24 1.22 1.04 1.05 1.73
2. 1.02 1.16 1.16 1.36 1.34 1.06 1.16 1.91
3. 1.19 1.19 1.39 1.37 1.08 1.19 1.95
4. 1.00 1.17 1.15 1.10 1.00 1.64
5. 1.18 1.16 1.09 1.29 1.64
6. 1.02 1.29 1.17 1.40
7. 1.27 1.16 1.42
8. 1.09 1.80
9. 1.64

56
Tabel2. Lanjutan

Senyawa 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D. Fase ger.ak; metanol- air (1:2)


I. 1.55 1.69 1.32 1.02 1.29 2.96a 6.20' 1.07 9.96 d
2. 1.09 2.06 1.53 2.02 1.90 3.98 b 1.45 6.16'
3. 2.25" 1.66 2.20" 1.74 3.65 b 1.58 5.66'
4. 1.39 1.02 3.92 b 8.22d 1.42 12.71'
5. 1.32 2.91" 6.08 c 1.05 9.44d
6. 3.84b 8.05 d 1.39 12.4s'
7. 2.05 2.76" 3.24b
8. 5.78' 1.55
9. 8.96d
E. Fase gerak: metanol- air (1:1)
I. 1.04 1.16 1.25 1.06 1.27 1.55 2.10 1.22 3.62b
2. 1.12 1.30 1.20 1.32 1.49 2.02 1.18 3.49b
3. 1.46 1.23 1.48 1.33 1.80 1.05 3.11 b
4. 1.18 1.01 1.95 2.63" 1.54 4.54b
5. 1.20 1.64 2.22 2.80" 3.94b
6. 1.98 2.67 1.56 4.62b
7. 1.35 1.36 2.33
8. 1.71 1.73
9. 2.95"
F. Fase gerak metanol- asetonitril (1:2)
I. 1.57 1.00 1.30 1.64 1.06 1.13 1.10 1.01 1.02
2. 1.56 1.20 1.04 1.67 1.76 1.72 1.58 1.60
3. 1.30 1.63 3.07 1.13 1.10 1.01 1.02
4. 1.26 2.38" 1.47 1.43 1.31 1.32
5. 1.75 1.85 1.80 1.66 1.67
6. 1.06 1.03 1.05 1.04
7. 1.02 LII LIO
8. 1.09 1.08
9. 1.01

57
TabeI2. Lanjutan

Senyawa 2 3 4 5 6 7 8 9 10

G. Fase gerak metanol- asetonitril (1:1)


1. 1.23 U8 1.12 1.02 1.32 1.34 1.30 1.20 1.34
2. 1.05 1.09 1.21 1.63 1.66 1.55 1.48 1.66
3. 1.05 1.16 1.55 1.58 1.52 1.41 1.58
4. 1.11 1.49 1.51 1.46 1.35 1.51
5. 1.35 1.37 1.32 1.22 1.37
6. 1.02 1.02 1.10 1.02
7. 1.04 1.12 1.00
8. 1.08 1.03
9. U2
H. Fase gerak metanol- asetonitril- air (1:1:2)
1. 1.30 1.27 1.26 1.55 1.41 2.48" 1.08 1.07 2.72"
2. 1.64 1.63 l.19 1.83 1.90 1.20 1.39 2.09
3. 1.00 1.96 l.11 3.14" 1.36 U8 3.43"
4. 1.95 1.12 3.12 1.33 1.17 3.42"
5. 2.18" 1.60 1.44 1.66 1.75
b
6. 3.49 1.51 1.35 3.83 b
7. 2.303 2.65a 1.09
8. l.15 2.52"
9. 2.91a
I. Fase gerak metanal - asetanitril - air (1:1:1)
I. 1.02 1.07 U6 1.02 1.15 1.15 1.74 1.41 1.95
2. 1.05 1.18 1.01 1.16 1.53 1.70 1.38 1.90
3. 1.24 1.04 1.22 1.46 1.62 1.31 1.82
4. l.19 1.02 1.80 2.01 1.63 2.25"
5. 1.17 1.52 1.69 1.37 1.89
6. 1.77 1.98 1.60 2.21"
7. 1.12 1.11 1.25
8. 1.24 l.12
9. 1.38

* Angka yang diberi huruf yang tidak sarna berbeda nyata.

58
Perbedaan waktu retensi bisa terjadi karena perbedaan sifat senyawa yang bisa
berkaitan dengan kepolaran, bentuk dan ukuran molekul zat, yang akan mempengaruhi
gaya antara molekul senyawa maupun antara molekul senyawa dengan kedua fase.
Senyawaan dengan bentuk molekul yang sama dan dengan perbedaan kepolaran yang tidak
besar akan ditahan oleh fase diam dengan gaya yang relatif sama pula. Sebaliknya,
senyawaan dengan perbedaan sifat kepolaran ataupun molekul yang eukup besar akan
mendapat gaya tahan dari fase diam, maupun gaya tarik dari fase gerak, yang eukup berbeda
pula. Sebagai eontoh kita bandingkan asam vanilat, asam siringat, dan asam p-kumarat.
Dari Gambar 1 tampak bahwa asam vanilat dan asam kumarat dibedakan oleh
satu gugus fungsi -OCH3. Adanya perbedaan gugus fungsi tersesbut mengakibatkan
perbedaan kepolaran dan bobot molekulnya. Tetapi perbedaan tersebut tidak besar
sehingga waktu retensinya tidakjauh berbeda. Pada asam kumarat, adanya rantai yang
lebih panjang dan tidak adanya gugus -OCH3 menyebabkan asam terse but kurang polar
bila dibandingkan dengan asam vanilat sedangkan bobot molekulnya sedikit lebih
keeil. Dengan demikian, asam kumarat akan lebih lama ditahan oleh fase diam bila
digunakan fase gerak tinggi kepolarannya seperti air.
Derajat perbedaan waktu retensi senyawaan akan mempengaruhi pemisahannya
dari eampuran. Pemisahan yang baik akan terjadi antara senyawaan dengan waktu
retensi yang eukup jauh berbeda. Perbandingan waktu retensi antara dua zat mem-
berikan faktor pemisahan (retensi re1atif). Tabel 2 menujukkan faktor pemisahan
senyawaan yang diuji. Pada tabel 2 tersebut urutan senyawaan adalah 1. asam vanilat,
2, asam sinamat, 3. asam kumarat, 4. asam galat, 5. as am siringat, 6. asam klorogenat,
7. vanilin, 8. kumarin, 9. katekin dan 10. eugenol.
Perbedaan waktu retensi yang keeil menghasilkan faktor pemisahan (retensi
relatif) antara dua senyawa berkisar di sekitar 1 - 2. Sebaiknya, perbedaan waktu retensi
yang besar menghasilkan faktor pemisahan lebih besar dari kisaran terse but. Walaupun
faktor pemisahan tidak meneereminkan efektivitas pemisahan, faktor tersebut
menggambarkan kemampuan sistem untuk memisahkan senyawa yang tereampur.
Sebagai eontoh, pada fase gerak air, senyawa 1 (asam vanilat) tetapi bisa diharapkan
terpisah dari senyawa 2 (asam sinamat) tetapi bisa terpisah dari senyawa 3 (asam
kumarat) yang juga akan eukup jauh terpisah dari senyawa 10 (eugenol). Pada fase
gerak metanol dan asetonitril tidak bisa diharapkan pemisahan 10 senyawa yang
dieampurkan. Hal ini tampak pada kromatogram pemisahan eampuran senyawaan pada
ketiga fase gerak tersebut.
Fase gerak pelarut mumi menunjukkan pemisahan yang tidak baik (gambar 2).
Pada fase gerak air, asam kumarat terpisah eukup jauh dari senyawaan lainnya.
Sementara itu, eugenol terpisah eukup jauh dari asam kumarat tetapi tidak eukup
terpisah dari senyawaan lainnya. Karena itu, Fase gerak tersebut memberikan dua
puncak besar ditambah satu puneak yang sangat keeil. Metanol sebagai fase gerakjuga
hanya memberikan dua puncak. Kedua puneak terse but hanya terpisah pada bagian
ujungnya sedangkan pada pangkalnya sangat melebar. Asetonitril bahkan dapat
dikatakan tidak memisahkan eampuran senyawaan terse but.

59
..... A
.;
.-....
..;": .'..
.....
.:-
c.

.'
"

.... ..
po
~

...

~ ..

Gambar 2. Pemisah senyawaan fenol pada fase gerak pelarut mumi

A. Air B. Metanol c. Asetonitril

A B

,.'
...
~ . J,
: j

J
.... .....•..- ,.......
" '" ".

....•.... ' ....


'

-......................,... _..,.

Gambar 3. Pemisahan senyawaan fenol dalam fsase gerak campuran metanol-air

A. Perbandingkan (1:1) B. Perbandingan 1:2


a. asam vanilat
b. asam vanilat, siringat, klorogenat dan katekin
c. asam Irumarat, asam sinamat
d. vanilin e. eugenol

60
Fase gerak campuran metanol-air (1:1) dan (1:2) memberikan pemisaban yang
cukup baik meskipuyn tidak semua senyawaan dapat terpisah (Gambar 3). {Pada
metanol-air (1 :2), asam vanilat, asam siringat, asarn klorogenat dan katekin terpisah
cukup jaub dari senyawaan lainnya. Tetapi, pemisahan antara keempat senyawaan
terse but relatif tidak baik. Asam kumarat dan asarn sinarnat relatif tidak terpisah walau
keduanya cukup terpisah dari senyawa lainnya. Vanilin cukup terpisab, demikian pula
kumarin. Eugenol paling jaub terpisah dari semyawa lain. Metanol-air (1: 1) mem-
berikan pola pemisahan yang relatif sarna, tetapi asam vanilat relatif tidak terpisah dari
asam sinamat dan asam kumarat. Katekin cukup terpisah dari vanilin dan kumarin.
Sementara itu, asam galat dan klorogenat bampir tidak terpisah.
Katekin, vanilin dan kumarin cukup terpisaah pada fase gerak metanol-air karena
disamping mempunyai perbedaan kepolaran, ketiga senyawaan tersebut mempunyai
bentuk molekul dan bobot molekul yang cukup berbeda karena perbedaan jumlah
cincin dan gugus fungsinya (Gambar 1). Karena itu, gaya London pada masing-masing
senyawa tersebut cukup berperan dalarn pemisahannya.
Pada fase gerak metanol-asetonitril, senyawa-senyawa tidak terpisah (Gambar 4).
Hal ini sesuai dengan waktu retensi yang kecil perbedaannya dan faktor pemisahannya.
Bila dilihat dari waktu retensinya, dapat dibarapkan bahwa asam sinamat dan asam
siring at keluar paling awal.

In
," B

.~'.

'"r·'
I.'
.
r •
,.
".1
-I

.......... vJ-

Gambar 4. Pemisahan senyawa fenol pada gerak campuran metanol- asetonitril

A. Perbandingan (I: 1) B. Perbandingan (1:2)

61
Campuran metanol-asetonitril-air pada kedua komposisi yang dicoba menunjuk-
kan pola pemisahan yang serupa yaitu membentuk 4 puncak yang relatif tajam (Gambar
5). Pada fase gerak ini, asam galat, asam kumarat dan asam klorogenat, relatif tidak
terpisah dari asam vanilat, kumarin dan katekin. Senyawaan tersebut terpisah dari
vanilin, sedangkan eugenol membentuk puncak ke empat. Bila dibandingkan dengan
pemisahan oleh fase gerak metanol-air, tampak bahwa metanolasetonitril-air mem-
berikan puncak-puncak yang lebih berdekatan. Selain itu tampak pula bahwa bila fraksi
airnya lebih tinggi, campuran tersebut memberikan puncak-puncak yang terpisah lebih
jauh. Campuran dengan kandungan air yang lebih banyak akan bersifat lebih polar,
sehingga memberikan gaya tarik yang berbeda. Senyawa-senyawa yang kepolarannya
kurang besar akan lebih banyak tertahan oleh fase diam, sedangkan senyawa yang
kepolarannya besar akan lebih tertarik pada fase gerak.

..,
"

...

I.

. ..
'
.'
"
: ; ·f
. " I •

.,:., ...

" \.,:
'\...... _-
Gambar 5. Pemisahan senyawaan fenol pada fase gerak campuran metanol-
asetonitril-air

A. Perbandingan (1:1:2) B. Perbandingan (1:1:1)


a. asam vanilat, asam sinamat, asam lrumarat, asam gal at, asam Idorogenat, lrumarin, blenn
b. asam siringat c. vanilin d. eugenol

62
Pase gerak campuran metanol-air memberikan pemisahan yang lebih tajam
daripada fase gerak campuran metanol-asetonitril-air. Hal ini tampak dari dasar klD'-
vanya yang Iebih dekat ke garis dasar (base line) dibandingkan dengan kurva yang
terbentuk oleh metanol-asetonitrol-air.
Perbedaan ketajaman pemisahan menunjukkan adanya perbedaan efektivitas
pemisahan yang berkaitan dengan nilai R (resolusinya). Tabel 3 menunjukkan nilai
resolusi pemisahan puncak yang dihitung dengan menggunakan rumus.

2 (t2 - tt)
R=

(t =waktu retensi, W =lebar dasar korva)

Tabel3. Resolusi pemisahan campuran senyawaan fenol

Fase geraIc Resolusi antara puncak ke

ltomposisi laju a1iran


(mllmenit) 1-2 2-3 3-4 4- s·
Metanol-air :
(1:1) 0.39 0.30 0.83 1.65
2 0.38 0.91 1.06 2.89
(1:2) 1 0.62 1.11 2.21 4.79
Metanol-asetonitril-air :
(1:1:2) 1 0.53 0.50 0.64
2 0.56 0.61 0.78
(1:1:1) 1 0.31 0.11 0.12

• UDlUlt lase geraIc metanol-air banya 4 puncak

Dari Tabel 3 tampak bahwa metanol-air (1 :2) lebih efektif memisahkan


senyawaan yang tercampur bila dibandingkan dengan metanol-air (1: 1) untuk laju
aliran yang sama yaitu 1mlImenit karena 4 puncak terpisah dengan R > 1 sehingga
pertumpang tindihan kurva keeil. Tetapi, nilai R yang jauh lebih besar dari 1.5 juga
kurang baik karena berarti perlu waktu pemisahan yang lebih lama sehingga korang
efisien (Willard dkk., 1981). Dengan demikian pada pengujian pengarub laju aliran
hanya diuji fase gerak metanol-air (1:1).

63
Fase gerak metanol-asetonitril-air (l: 1:2) dan (1: 1: 1) tidak efektif memisahkan
senyawaan yang tercampur. Hal ini tampak dari nilai R« 1. Walaupun demikian, dari
nilai R terse but tarnpak bahwa perbandingan (1: 1:2) lebih efektif dari perbandingan
(1:1: 1). Karenanya, pengaruh laju aliran fase gerak diuji pada perbandingan (1: 1:2).

b. Pengaruh laju aliran lase gerak terhadap pemisahan


Perbedaan laju aliran fase gerak terutama mempengaruhi waktu retensi. Untuk
setiap fase gerak tampak bahwa laju aliran 1 rnVmenit umumnya memberikan waktu
retensi sekitar dua kali waktu retensi pada laju aliran 2 mVrnenit (Tabell). Itu sebabnya
faktor pernisahan hanya dihitung untuk satu nilai laju yaitu 1 mVmenit.
Perbedaan laju aliran fase gerak tidak mempengaruhi pola pemisahan. Tetapi,
dengan laju aliran 2 rnVmenit diperoleh pemisahan yang lebih tajam, yang tampak dari
bagian pangkal kurva yang kurang rnelebar (Gambar 6).

.J
.. ,. . ~':-.
1
.:: ?
::
-. ~:: -:

Gambar 6. Pengaruh perbedaan laju aliran fase gerak terhadap pemisahan senyawaan
fenol

A. Fase gerak metanol-asetonitril-air (1:1:2)


B. Fase gerak metanol-air (1:1)
1. Laju aliran 1 mllmenit
·2. Laju aliran 2 mllmenit

64
Selain itu tampak pula bahwa pemisahan puncak sudah dimulai pada jarak yang
lebih dekat ke garis dasar, terutama untuk fase gerak metanol-asetonitril-air. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa atau sekelompok senyawa berikutnya baru mulai keluar
setelah senyawa atau sekelompok senyawa sebelumnya relatif tertinggal sedikit dalam
kolom. Lebih tajamnya pemisahan tersebut teIjadi karena pada laju aliran yang lebih
cepat, senyawaan cepat keluar dari kolom dan tidak cukup berinteraksi dengan senyawa
atau kelompok senyawa lainnya.
Lebih tajamnya pemisahan tampak pula dari nilai R. Pada Tabel 3 tampak bahwa
untuk fase gerak metanol-air (1:1), aliran yang lebih cepat memberikan nilai R yang
lebih besar yang menunjukkan bahwa pemisahannya lebih efektif. Dengan melihat
bahwa R tertinggi tidak terlalu jauh dari 1.5, maka pemisahannya masih efisien. Pada
fase gerak metanol-asetonitril-air (1: 1:2),laju aliran yang lebih cepat memberikan nilai
R yang lebih mendekati 1.0 yang berarti pemisahannya lebih efektif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil peneIitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa fase gerak campuran
metanol-air (1: 1) dan (1:2), dan metanol- asetonitril-air (1: 1: 1) dan (1: 1:2) cukup baik
memisahkan senyawaan fenol dan fase diam c18. Metanol air (1:1) memberikan
pemisahan yang paling baik. Perbedaan laju aliran memberikan perbedaan ketajaman
pemisahan. Laju aliran 2 mllmenit memberikan pemisahan yang lebih tajam.
Untuk masa mendatang disarankan agar penelitian fundamental yang bertujuan
mencari metode yang baik lebih dikembangkan. Untuk senyawaan fenol, perlu pula
dicoba lebih banyak lagi senyawa fenol, fase diam dan fase geraknya, sehingga dapat
diperoleh gambaran yang lebih lengkap dan pemisahan yang lebih baik.

DAFTAR 'PUSTAKA

Applequist, D., C.H. De Puy, and K.L. Rinehart. 1982. Introduction to Organic
Chemistry. lohn Willey & Sons. New York. Hal. 251-264.
Canzura, F. and S.l. Schwartz. 1991. Separation of Chlorophyll Compounds and Their
Polar Derivatives by High Performance Liquid Chromatography. 1. Agric. Food.
Chern. 39/6 : 1102-1106.
Christian, G.D. 1986. Analytical Chemistry. lohn Willey & Sons. New York. Hal.
469-475.
Harborne, 1.B. 1973. Phytochemical methods. A Guide to Modern Technique of Plant
Analysis. Chapman and Hall. London. Hal 70 - 91.

6S
Karger, B.L. 1971. The Relationships of Theory to Practise in High Speed Liquid
Chromatography. In Modern Practice of Liquid Chromatography. ed. by 1.1.
Kirkland. 10hn Willey & Sons. New York. Hal. 376 - 380.
Liederke, B.M.V., H.J. Neils, W.E. Lambert, and A.P. De Leenheer. 1989. High
Performance Liquid Chromatography of Quaternary Ammonium Compounds
on Polystyrene-Divinylbenzene Column. Anal. Chern. 61 : 728-733.
Maekawa, B. and K. Morimoto. 1992. Development of Analytical Method for Selective
Detection of Cardenolides by High Performance Liquid Chromatography. Bios-
ci. Biotech. Biochem .. 56/6:967.
Marchand, B., H.M. Behl, and E. Rodriguez. 1983. Application of High Performance
Liquid Chromatography for Analysis and Isolation of Sesquiterpene Lactones.
1. of Chromo 265:97-104.
Quijano, L., 1.S. Calderon, E Gomez, and T. Rios. 1982. Four Flavonoids from
Ageratum strictum. Phytochemistry. 21110:2575- 2579.
Schoenmakers, P.I., 1986. Optimization of Cromatographic Selectivity. A Guide to
Method Development. I. of Chromatography Library 35:1-36.
Shivani, D., K.C,. Gupta, and T. Maysumoto. 1989. Sterol of Ageratum conyzoides.
Plant Biochem. 111 :435-436.
Simpson, T.I., 1985. Aromatics Compounds. In The Chemistry of Natural Products. ed.
by R.H. Thompson. Blackie & Sons Ltd. Glasgow. Hal. 56-107.
Weaver, R.I., 1972. Plant Growth Substance in Agriculture. W.H. Freeman and Co. San
Fransisco. Hal. 261-270.
Willard, H.H., L.L. Merritt, 1.R., 1.A. Dean, and EA. Settle. 1981. Instrumental
Methods of Analiysis. D. Van Nostrand Co. New York. Hal. 536-540.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada Direktorat Pem-
binaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Direktorat lenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah memberi bantuan biaya
penelitian lewat Proyek Peningkatan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat
bersumber dana Bank Dunia.

66

Anda mungkin juga menyukai