Preseptor:
Disusun oleh:
Fauziah – 12100115156
Definsi
Difteria adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh
mukosa.
Etiologi
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati pada pemanasan 60oC, tahan dalam keadaan
beku dan kering. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan palisade atau
membentuk formasi seperti huruf cina. Kuman tumbuh secara aerob, bisa menggunakan
media K-tellurit atau Loeffler. Ciri khas C. Diphtheriae adalah kemampuannya memproduksi
Dikenal beberapa serotipe yaitu gravis, intermedius, mitis dan belfanti, misalnya pada
serotipe gravis merupakan yang paling sering ditemukan pada saat wabah, bakteri ini dapat
mengolonisasi daerah genital, mata dan daerah tropis atau dengan orang higiene yang buruk
Epidemiologi
Pada masa prevaksinasi penyakit ini merupakan yang paling ditakuti, penyakit ini
menimbulkan angka kematian yang sangat tinggi dan merupakan penyakit endemis tinggi
dibeberapa negara subtropis. Di Indonesia wabah difteri sejam tahun 2000-2011 tercatat 355
kasus dengan jumlah kasus kematian sebanyak 11 orang. Demikian juga Kalimantan Selatan
dan Timur yang masih banyak kasus difteri karena beberapa hal seperti cakupan imunisasi
Penyakit ini terutama menyerang daerah faring, difetria laring ditemukan pada 25 %
kasus dan digteri hidung ditemukan 2% kasus. Insidensi keseluruhan difteri kulit, mata,
Masa inkubasi biasanya 1-5 hari, gejalanya difteri umumnya bersifat ringan dan
nonspesifik seperti demam ringan jarang sampai suhu 38,5 0C, rewel, sakit menelan dan lesu.
Walaupun demam tidak tinggi tetapi anak terlihat pucat dan lemah. Pada demam hari pertama
biasanya faring hanya terlihatr kemerahan, sesudah 2 atau 3 hari dari onset penyakit baru
terlihat pseudomembran yang dapat meluas ke tonsil, uvula dan palatum. Toksin dapat masuk
kelenjar limfe servikalis anterior menyebabkan limfadenitis servikalis, sering disertai edema
jaringan lunak yang luas sehingga timbul bullneck. Bila pembengkakan jaringan lunak
meluas , sudut leher antara mandibula otot strenokleidomastoideus dan klavikula menghilang,
Difteri hidung
Biasanya jarang disertai gejala sistemi, kelainan biasanya berupa sekret serosangiunus
yang kemudian dapat membentuk mukopurulen, bila diperhatikan mukosa septum nasi
hari terdapat membran yang melekat, berwarna putih kelabu dapat menutup tonsil dan
dinding faring meluas ke uvula dan palatum molle atau kebawah bagian laring dan trakea.
limfadenitis dengan edema jaringan lunak leher yang luas timbul bullneck. Pada kasus
berat, dapat rejadi kegagalam pernafasan dan sirkulasi, dapat juga terjadi paralisis palatum
molle. Pada kasus ringan membran akan terlepas dalam 7-10 hari dan biasanya terjadi
penyembuhan sempurna.
Difteri laring
Kejadian ini biasanya perluasan dari difteria faring, secara gradual suara anak menjadi
lebih serak dan timbul stridor inspirator, bila lebih berat lagi anak akan tampak sianosis,
Difteri kulit gejalanya berupa tukak kulit, tepinya jelas dan terdapat membran pada
dasarnya, difteri pada mata terdapat kemerahan dan edema sedangkan difteri pada telinga
Melekat dan berkembang biak atau tumbuh pada mukosa saluran nafas atas
Daerah nekrosis, akan terbentuk fibrin, kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih
terbentuknya eksudat fibrin (fibrous exudate)----terdiri ataj jaringan nekrotik, fibrin, sel
epitel, sel leukosit dan eritrosit
Kerusakan jaringan di beberapa organ berupa degenerasi, infiktrasi lemak dan nekrosis
Miokarditis demielinasi
Diagnosis
1. Anamnesis
- Kontak dengan penderita difteria, definisi kontak adalah orang serumah dan teman
bermain, kontak dengan sekret nasofaring (a.l reusitasi mulut ke mulut) individu
seruangan dengan penderita dalam waktu >4jam selama 5 hari berturut-turut atau
2. Pemeriksaan fisik
- Pada diteri nasal : tercium bau busuk, sekret serosanguinus atau purulen, ulkus
3. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium : sediaan apus langsung dan kultur lesi hidung, tenggorok dll,
antibiotik, hitung leukosit darah tepi, EKG untuk tanda miokarditis, kultus apus
tenggorok, hidung dan mulut, uji toksigenik dengan metode enzyme linked
Komplikasi
- Miokarditis lambat : biasanya terjadi pada minggu ke 2 dan 3 pada saat terjadi
bunyi jantung redup dan gangguan irama jantung. Dapat juga terjadi di minggu ke
3. Neuritis
Biasanya terjadi pada difteri berat dan terjadi sesudah melewati masa laten.
- Paralisis palatum mole adalah penyulit tersering dari neuritis (suara anak jadi
sengau dan regurgitasi nasal) biasanya dapat sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
- Ocular palsy dapat terjadi di minggu ke 3-5 minggu berupa paralisis otot-otot
- Paralisis diafragma pada minggu 5-7 minggu akibat neuritis nerve phrenicus.
- Paralisis tungkai pada minggu ke 7-10 saraf sensoris dan motorik yang terkena
4. Penyulit lain
- Gagal ginjal
- DIC
- Trombositopenia
Manajemen
Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secpatnya, mencegah dang mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi
C. Diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyult
difteria.
1. Umum
- Khusus pada difteria laring agarn nafas tetap dijaga kelembapan udara dengan
mengguanakan humidifier
- Diberitahukan kepada orang tua agar anak tidak melakukan aktivitas yang
berlebihan dalam 6 minggu sesudah sakit karena miokarditis fatal dapat timbul
sampai minggu ke 6
2. Khusus
- Lakukan penilaian apakah ditemukan tanda gawat napas akibat obstruksi saluran
- Pemberian antidifteria serum (ADS) untuk menetralisir toksin bebas, dosis tunggal
pengenceran 1:100
- Bila tes kepekaan (+) berikan ADS secara densitisasi, masing-masing dengan
interval 20 menit :
- Kortikosteroid
- Belum terdapat persamaan mengenai kegunaan obat ini pada difteria. Dianjurkan
pemberian obat ini pada kasus difteri yang disertai gejala obstruksi saluran napas
- Prednison 1,0 – 1,5 mg/kgBB/hr, p.o tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari
- Waktu dipulangkan : vaksin DPT 0,5 ml im untuk anak <7 tahun dan Vaksin DT 0,5
Pengobatan penyulit
Pengobatan ini di tujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap baik, bila terdapat
tindakan trakeostomi.
Pengobatan kontak
Pada anak yang kontak dengan pasien sebaiknya diisolasi sampai tindakan berikut
terlaksana yaitu biakan hidung dan tenggorok serta gejala klinis diikuti setiap harinya sampa
masa tunas terlampaui, pemeriksaan serologi dan observasi harian. Anak yang telah
Pengobatan karier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukan keluhan, mempunyaki ujis hick negatif
tetapi mengandung basil difteria dala nasofaringnya. Pengobatan yang diberikan adalah
penicilin 100 mg/kgbb/hari oral atau suntikan, atau eritromisin 40 mg/kgbb/hari selama satu
minggu.
Tabel pengobatan terhadap kontak difteri
Prognosis
Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan antibiotik lebih baik dari pada
sebelumnya. Menurut krugman , kematian mendadak pada kasus difteria, disebabkan oleh
karena
- Paralisis diafragma
TETANUS
Definisi
Tetanus adalah penyakit tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak
tetanopasmin yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sumsum tulang belakang,
Epidemiologi
Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah
populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran dan adanya luka pada kulit atau
mukosa. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi karena terkait aktivitas fisiknya.
Pada dasarnya tetanus adalah penyakit akibat pencemaran lingkungan oleh bahan biologis
(Spora). Port d’enter tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun bisa melalui :
- Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar
yang luas
- Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan tali pusat dengan kotoran
binatang, bubuk kopi, ramuan dan dedauan merupakan penyebab utama masuknya
spora pada puntungan tali pusat yang menyebabkan kasus tetanus neonatorum.
Etiologi
Clostridium tetani (gram positif) bentuknya batang, sifatnya :
- Basil gram positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk seperti
pemukul genderang.
- Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob)
- Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu
kuman ini hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama tanah di pertanian atau
perternakan. Spora dapat menyebar dan bertahan di lingkungan suhu anaerob dan akan
menghasilkan eksotoksin.
Patogenesis
Toksin merambat dari tempat luka lewat motor endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu
anterior sumsum belakang dan menyebar ke seluruh susunan saraf pusat
Reseptor khusus pada gangglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan
kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi
Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot
Kekakuan kejang
Dampak saraf otonom yang mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat
Klasifikasi Ablett
III Berat Trismus berat ; spastisitas umum, kejang lama, laju napas
>40x/menit, laju nadi >120x/menit, apneic spell, disfagia
berat
Diagnosis
1. Anamnesis
- Riwayat luka terkontaminasi (luka septik) : trauma, luka bakar, pembedahan,
pemotongan, perawatan tali pusat, ditemukan ulcer, gangren, gigitan ular yang
- Selang waktu antara timbulnya klinis pertama (trismus atau spasme lokal) dengan
2. Pemeriksaan fisik
- Risus sardonicus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak
dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah
- Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung,
otot leher, otot badan dan trunk muscle, kekakuan yang sangat berat dapat
- Bila kekakuan makin berat akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi
setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakan secara kasar atau terkena sinar
yang kuat. Lambat laun masa istirahat kejang makin pendek sehingga anak jatuh
- Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang
yang terus menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk mendiagnosis tetanus tidak ada, oleh karena
itu diagnosis ditegakan berdasarkan keadaan klinis seperti trismus, disfagia, rigiditas,
Diagnosis banding
- Meningitis
- Menioensefalitis
- Ensefalitis
- Eliminasi mikroorganisme
Eradikasi Pembersihan
bakteri luka
penyebab
Antibiotik - Metronidazol 15-30 mg/kgBB/hr terbagi 3
dosis (maks 2 gr/hr)selama 7-10 hari
Alternatif :
- Penisilin G 100.000-250.000 IU/kgBB/ hr iv
atau im terbagi 4 yaitu eritromisin, tetrasiklin,
kloramfenikol dan klindamisin
Antitoksin Antitoksin kuda - Human tetanus immune globulin
netralisasi atau manusia (100-300 IU/kgBB im)
terhadap luka - Antitetanus serut (ATS) 50.000-10.000 ½ im
dan ½ iv (sebelumnya dilakukan tes kulit)
Terapi suportif Kontrol spasme - Diazepam (iv bolus) 0,1-0,3 mg/kgBB/kali iv
selama fase akut otot tiap 2-4 jam, dosis maksimal 40 mg/kgbb/hari
- Dalam keadaan berat berikan diazepan drip 20
mg/kgbb/hr dirawat di ICU
- Dosis pemeliharaan 8 mg/kgbb/hari po dibagi
dalam 6-8 dosis
- Midazolam (iv infus/bolus)
Pemeliharaan Trakeostomi
jalan napas
Pemeliharaan - Penggantian volume yang cukup
hemodinamik - Bila terjadi aktivitas simpatis berlebihan
diberikan beta bloker seperti propanolol atau
alfa dan beta bloker seperti labetolol.
Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena, sekaligus memberikan
obat-obatan dan bila sampai hari ke 3 infus belum dapat di lepas sebaiknya
dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan peerhatian
khusus.
- Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu di trakeostomi
dengan interval 2-3 jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan
untuk anak usia <2 tahun adalah 8 mg/kgbb/hari diberikan oral dalam dosis 2-3
- Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port d’enter maka diperlukan
Perawatan khusus
a. Antibiotik
50.000 IU iv
Prognosis
Menentukan prognosis berdasarkan sistem skoring Bleck
Sistem skoring 1 0
Harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka yang didugan
jaringan anaerob
3. Imuniasasi aktif
TETANUS NEONATORUM
Manifestasi klinik :
- Terjadi pada usia 3-14 hari
- Bayi rewel
- Kesulitan menyusui
Manajemen
Perawatan oleh divis Neonatologi
Berikan diazepan 10 mg/kgbb/hr iv dalam 24 jam atau bolus iv, setiap 3 jam 0,5
Jika frekuensi napas <20 x/menit, obat dihentikan, meskipun bayi masih mengalami
spasme. Jika bayi mengalami henti napas selama spasme berikan oksigen dengan
kecepatan aliran sedang, jika belum bernapas lakukan resusitasi, jika belum berhasil
5000 IU im
selama 10 hari.
PERTUSIS
Definisi
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, vioient cough dan
di cina disebut batuk seratus hari. Pertusis adalah penyakit yang sangat berat atau batuk yang
intensif, merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap orang
yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yng
menurun.
Disebut juga sebagai whooping cough oleh karena penyakit ini ditandai oleh suatu
sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang
meninggi karena pasien berupaya keras untuk menarik nafas sehinggapada akhir batuk sering
Epidemiologi
Pertusis masih merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian pada anak,
disebabkan pertusis setiap tahunnya terutama pada bayi yang tidak diimunisasi.
Pertusis ditularkan melalui udara secara kontak langsung yang berasal dari droplet
penderita selama batuk. Pertusis adalah penyakit endemik, di Amerika >35 % kasus terjadi
pada usia < 6 bulan, >45% pertusis terjadi pada usia <1 tahun dan 66 % <5 tahun.
Antibodi dari ibu (transplasental) selama kehamilan, tidaklah cukup untuk mecegah
bayi baru lahir terhadap pertusis. Pertusis yang berat pada neonatus ditemukan dari ibu
B. Parapertusis dan B. Holmesii. Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis yang termasuk
kokobasilus, gram negatif, kecil, ovodi, ukurannya panjang 0,5-1µm dan diameter 0,2-0,3µm,
tidak bergerak dan tidak berspora. Dengan pewarnaan toloidin biru dapat terlihat granula
diperlukan suatu media pembenihan yang disebut bordet gengou (potato blood glyserol agar)
yang ditambah penisilin G 0,5 µg/ml untuk menghambat pertumbuhan organisme lain.
B.pertusis dapat mati dengan pemanasan pada suhu 500C selama setengah jam , tetapi
Patogenesis
- perlekatan
- Kerusakan lokal
- Penyakit sistemik
Filamentous hemaglutinin (FHA), lymphositosis promoting factor (LPF) atau pertusis toxin
(PT) dan protein 69 KD—yang berperan
Mempunyai 2 sub unit A (aktivasi membran sel) dan B (berikatan dengan reseptor sel target)
Toksin ----peradangan ringan dengan hiperplasia jaringan limfoid peri bronkial dan
meningkatkan jumlah mukus pada permukaan silia
Penumpukan mukus
Plug
Manifestasi klinik
- Masa inkubasi pertusis 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalana penyakit ini
- Gejala yang timbul pada anak <2 tahun, yaitu batuk paroksismal (100%), whoops (60-
rinorea dengan lendir yang cair dan jernih, frekuensi batuk meningkat dan
anoreksia.
Gejala akan berkurang dalam beberapa minggu sampai bulan, dapat terjadi
crackels difuse. Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan
- Bayi <6 bulan sering dihubungkan dengan muntah sampai timbul dehidrasi
Diagnosis
- Keluhan sesak
- Kontak dengan pasien pertusis dan belum diimunisasi atau diimuniasasi tidak
adekuat.
b. Laboratorium
c. Penunjang
- Diagnosis pasti dapat ditemukannya organisme pada apus nasofaring dengan bahan
Klasifikasi (CDC)
probable : sesuai batasan klinis dan tidak terkait dengan konfirmasi laboratorium
confirmed : batuk + dan kultur – atau sesuat batasan klinis dan PCR + atau sesuai
batasan kasus klinis dan terkait dengan index case yang sudah confirmed.
Diagnosis banding
- M. Pneumoniae
- C. Pneumoniae
- Parainfluenza virus
- Influenza virus
- Enterovirus
- RSV
- Adenovirus
Tes sensivitas
- kultur ++ -/+ -
- PCR ++ ++ -
- Serologi -/+ ++ ++
Pengaruh terapi
antibiotik
- Gejala berkurang ++ -/+ -
Penyulit :
- Infeksi sekunder : pneumonia (demam, takipnea, distress napas, neutrofilia) dan otitis
media.
- Apnea
- Atelektasis
- Ruptur alveoli
- Emfisema
- Bronkiektasis
- Pneumotoraks
- Kejang
- Meningoensefalitis
- Koma
Manajemen
- Usia <3 bulan : usia 3-6 bulan dengan gejala paroksismalberat, bayi prematur dengan
- Penderita harus diisolasi dari individu tersangka (terutama bayi) selama 4 minggu
- Penilaian tentang kondisi penderita (apneu, hipoksia dan dehidrasi sedang berat)
3. Antibiotik
mencegah penyulit
Rekomendasi pemberian Antimikroba dan profilaksis pasca pajanan pertusis
Pencegahan
1. Imunisasi pasif
berdasarkan beberapa penelitian diklinik tidak terbukti efektif, sehingga terapi ini
- Diberikan vaksin pertusis dari kuman B. Pertusis yang telah dimatikan untuk
minggu.
Prognosis
I. Definisi
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi pasif merupakan suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif.
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi
dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme
yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang
akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.
Vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin (antigen) yang dapat
a. Vaksin hidup
- Merupakan vaksin dari mikroba hidup dilemahkan, vaksin hidup dibuat dengan
- bersifat labil dan mudah rusak oleh paparan suhu panas dan cahaya menjadi tidak
efektif, oleh karena itu vaksin hidup harus dibawa dan disimpan dengan cara yang
- Contohnya : vaksin campak, rubela, varisela, demam kuning, polio oral dan BCG
b. Vaksin mati
- Merupakan vaksin dari mikroba yang diinaktivasi, berupa virus dan bakteri utuh
menimbulkan penyakit
Comperhensive guidelines, diperlukan bagi pelaksanaan vaksinasi, tigas area yang harus
diperhatikan, yaitu :
vaccination.
Dengan melihat chek list data pasien apakah kondisi anak layak untuk
menurunkan kekebalan (Seperti leukimia, kanker, HIV dan AIDS), apakah ada
reaksi alergi.
Berikan penjelasan
- Tanyakan kepada orang tua apakah sudah mengerti tentang vaksinasi dan
- Persiapkan cold chain, persiapan dan penyimpanan vaksin di suhu antara +20C - +80C
cold chain di mulai sejak saat vaksin itu diproduksi, dipindahkan ke pusat distribusi
Baca leaflet vaksin yang akan diberikan, tinjau kembali apakah ada kontra
Periksa kembali apakah penerima vaksin dalam keadaan sehat atau tidak
Vaksin yang berbeda tidak boleh di campur dalam semprit yang sama
Vaksin yang kering dan beku harus di encerkan dengan pelarut yang sesuai
Cairan dan pelarut harus diinjeksikan kedalam vial secara perlahan untuk
Pembersihan kulit
Kulit bayi atau anak didisinfeksi dengan isopropil alkohol atau alkohol swab,
Pemberian suntikan
dalam, terecual jenis vaksin polio oral dan BCG melalui intradermal.
III. Posisi anak dan lokasi suntikan
Vastus lateralis
Pada deltoid
Penyuntikan subkutan
berbeda.
- Suhu optimum untuk vaksin hidup : suhu umum vaksin sebaiknya disimpan
pada suhu 2-80C, diatas 80C vaksin hidup akan cepat mati, misalnya vaksin
polio hanya bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak yang belum di
larutkan mati dalam 7 hari. Vaksin polio oral yang belum dibuka akan
bertahan hingga 2 tahun bila di simpan pada susu -250C sampai -150C,
- Suhu optimum untuk vaksin mati, sebaiknya disimpan dalam suhu 2-80C,
- Kamar beku (cold room) dan kamar dingin (freez room), suhu kamar dingin
berkisar 2-80C sedangkan suhu kamar beku berkisar antara -250C sampa -
150C untu vaksin yang boleh beku. Aliran listrik tidak boleh terputus, pintu
lemari es dengan dinding belakang 10-15 cm, kanan kiri 15 cm, sirkulasi
udara sekitarnya harus baik, lemari es tidak boleh langsung terpapar dari
sinar matahari.
Untuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh
dapat menggunakan cold box dengan ukuran 40-70 liter, dengan penyekat
Cold pack dibekukan dalam freezer selama 24 jam, dibuat dalam wadah
plastik berwarna putih, cold pack berisi air tidak dingin yang didinginkan
dalam suhu 2-80C selama 24 jam dibuat dalam wadah plastik biru atau
merah,
V. Kualitas vaksin
vaksin harus memenuhi syarat rantai vaksin yang baik, antara lain :
- Transportasi vaksing di dalam kotak dingin atau termos yang tertutup rapat
- Segi empat lebih terang dari lingkaran sekitar: bila belum kadaluwarsa: GUNAKAN
vaksin
- Segi empat berubah gelap, tapi lebih terang dari lingkaran sekitar: bila belum
- Segi empat sama warna dengan lingkaran sekitar: JANGAN GUNAKAN vaksin.
- Segi empat lebih gelap dari lingkaran sekitar: JANGAN GUNAKAN VAKSIN.
Adalah alat untuk mengetahui apakah vaksin pernah terpapar suhu dibawah 00C, bila
pada freez watch terdapat warna biru yang melebar kesekitarnya atau dala freez tag
terdapat tanda silang, berarti vaksin pernah terpapar suhu dibawah 00C. Vaksin
tersebut mati dan tidak dapat digunakan kepada bayi atau anak.
VI. Jadwal imunisasi
a. Rekomendasi Depkes RI
- Pada bayi yang kontak erat dg pasien TB dengan BTA +3 sebaiknya diberikan INH
profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG
- Dosis :
- Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara
0-80%, berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin yang dipakai, faktor
- Vaksin BCG tidak boleh kena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-80C, tidak
boleh beku. Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam.
- KI BCG :
Menderita HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat
Bila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula dilakukan drainage dan
BCG-itis diseminasi
OAT.
2. Hepatitis B
Harus segera diberikan setelah lahir, untuk memutuskan rantai penularan melalui
- Imunisasi hep B-1, diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir,
mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan risiko
- Imunisasi hep B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dri imunisasi hepB-1
yaitu sat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval
- Imunisasi hep B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dri imunisasi hepB-1
yaitu sat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval
imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka
- Kemenkes mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepB-0 monovalen (uniject) saat
- Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi
pemberian.
tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs <10 ug/ml).
- Bayi prematur : imunisasi ditunda sampai bayi berusia 2 bulan atau BB sudah
mencapai 2 kg.
Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan, interval 4-8 minggu
Ulangan booster DTP-4 diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan
Kontra Indikasi :
- Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya
KIPI :
Ringan
- Reaksi lokal
Berat
- hipotonik-hiporesponsif
- Kejang
- Reaksi anafilaktik
- Ensefalopati
4. Poliomielitis
Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI dan diberikan saat bayi
Imunisasi dasar (polio-2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara 2
Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk
KIPI : Sebagian kecil mengalami gejala pusing, diare ringan, nyeri otot.
Kontra Indikasi :
- Keganasan
- Infeksi HIV
- Ibu hamil
5. Campak
Imunisasi campak ke-2 diberikan pada anak sekolah SD kelas 1 (program BIAS)
Bila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan umur 6
KIPI :
- Ruam, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4
hari
6. Influenza
Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6-23 bulan, dapat juga diberikan
setiap tahun.
Indikasi lain : anak yang tinggal dengan kelompok risiko tinggi atau pekerja
7. MMR
Diberikan pada umur 15-18 bulan, minimal interval 6 bulan antara imunisasi
8. Tifoid
Pemberian secara im
9. Hepatitis A
Jadwal imunisasinya
Dosis
- Kemasan liquid 1 dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml
deltoid
- Untuk dewasa >19 tahun : 1 ml, 2 dosis dengan interval 6-12 bulan
10. Varisela
Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varicela, imunisasi dapat
11. Rotavirus
rotavirus monovalen : dosis pertama diberikan pada umur 6-14 minggu, dosis
rotavirus pentavalen : dosis pertama umur 6-12 minggu dengan interval 4-10
minggu
Penyuntikan secara im