Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rifah Hazmar

NPM : 1102012245

1.   Analgesik Opiod dan Non Opioid

Analgesik Nonopioid

Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan
demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan
NSAID dan COX-2 inhibitors.
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah
gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit.
Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis
besar.

Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name )
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen
Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid
Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam
Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.

Analgetik opioid


Analgetik opoid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari
analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik.

Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:


1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin


2. Tanpa bahaya adiksi

- Obat yang berasal dari opium-morfin



- Senyawa semisintetik morfin

- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin


Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja
yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan
menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang
paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Tubuh sebenarnya memiliki
sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum
tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti
mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula
tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan
oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam
penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin. Opioid endogen ini
berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi
analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan dan ketergantungan opioid.
Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak,
dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.

Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan
analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim. Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang
telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid µ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan
adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or
“orphan” opioid receptor dan e-receptor, namun belum jelas fungsinya). Reseptor µ memediasi
efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan
reseptor µ 2 memediasi efek depresan pernafasan.

Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek


analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap µ opioid. reseptor κ telah diketahui dan
berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam
otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk
ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor µ selektif untuk opioid analgesic.

Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan


masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan
meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium
dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida
penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri
terhambat.

2.   Basic Life Support AHA 2015

Penilaian awal pada korban tidak sadarkan diri

Tingkat kesadaran


Jika korban ditemukan dalam keadaan tidak bergerak, mungkin korban jatuh pada keadaan
tidak respon. Gunakan pedoman berikut secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran si
korban.

A - Alert/Awas: korban bangun, meskipun mungkin masih dalam keadaan bingung terhadap
apa yang terjadi.
2. V - Verbal/Suara: korban merespon terhadap rangsang suara yang
diberikan oleh penolong. Oleh karena itu, si penolong harus memberikan rangsang suara yang
nyaring ketika melakukan penilaian pada tahap ini.
P - Pain/Nyeri: korban merespon terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong.
Rangsang nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan keras di pangkal kuku atau
penekanan dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang sternum/tulang
dada. Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di daerah tersebut sebelum melakukannya.

U - Unresponsive/tidak respon: korban tidak merespon semua tahapan yang ada di atas.

Jalan napas


Ketika mendapati bahwa korban dalam keadaan tidak respon, segera evaluasi keadaan
jalan napas korban. Pastikan bahwa korban dalam posisi telentang. Jika korban tertelungkup,
Anda harus menelentangkannya, hati-hati dalam melakukannya, jangan sampai membuat atau
memperparah cidera korban. Pada korban yang tidak sadarkan diri dengan mulut yang
menutup, Anda harus membukanya.

Ada 2 metode untuk membuka jalan napas yaitu sebagai berikut.

1.   Head-tilt/chin-lift technique (Teknik tekan dahi/angkat dagu): tekan dahi sambil


menarik dagu hingga melewati posisi netral tetapi jangan sampai menyebabkan
hiperekstensi leher.
2.   Jaw-thrust maneuver (manuver dorongan rahang): dilakukan bila dicurigai terjadi
cedera pada kepala, leher atau tulang belakang pada korban. Cara melakukannya
dengan berlutut di atas kepala pasien, tumpukan siku pada lantai, letakkan tangan
pada tiap sisi kepala, letakkan jari-jari di sekitar sudut tulang rahang dengan ibu jari
berada di sekitar mulut, angkat rahang ke atas dengan jari-jari Anda, dan ibu jari
bertugas untuk membuka mulut dengan mendorong dagu ke arah depan sembari
mengangkat rahang. Pastikan Anda tidak menggerakkan kepala atau leher korban
ketika melaukannya.

Pemeriksaan napas dan nadi secara simultan

Periksa napas dan nadi karotis (nadi leher) korban secara bersamaan setidaknya selama
5 detik, tetapi tidak boleh lebih dari 10 detik. Lakukan pengecekan napas dengan melihat naik-
turunnya dada korban, dengarkan dan rasakan dengan pipi udara yang dihembuskan oleh
korban. Lakukan pengecekan nadi dengan meraba arteri karotis yang ada di leher dengan
meletakkan 2 jari di bawah sudut rahang yang ada di sisi penolong.

Hasil pemeriksaan awal

Dari penilaian awal ini, Anda dapat memperoleh informasi tentang korban apakah si
korban hanya mengalami pingsan, henti napas atau bahkan henti jantung.

a.   Henti napas


Jika korban tidak bernapas tetapi didapati nadi yang adekuat, maka pasien dapat
dikatakan mengalami henti napas. Aktifkan sistem tanggapan darurat, kemudian penolong
dapat memberikan bantuan napas. Pastikan jalan napas bersih dari sumbatan, berikan 1 kali
bantuan napas setiap 5-6 detik, dengan durasi sekitar 1 detik untuk tiap pemberian napas.
Pastikan dada korban mengembang pada setiap pemberian napas. Periksa nadi setiap 2 menit.
Pemberian napas harus dilanjutkan hingga: Korban mulai bernapas dengan spontan. Penolong
terlatih tiba. Nadi korban menghilang. Pada kasus ini Anda harus memulai CPR dan pasangkan
AED bila tersedia. Keadaan lingkungan menjadi tidak aman.

b.   Henti Jantung

Jika korban tidak bernapas, nadi tidak ada dan pasien tidak respon, maka pasien dapat
dikatakan mengalami henti jantung. Pada keadaan ini, lakukan langkah sebagai berikut.

1. Aktifkan sistem tanggapan darurat, hubungi pusat layanan kesehatan darurat


terdekat.

2. Segera lakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR). CPR yang benar dilakukan
dengan cara berikut.

- Letakkan korban pada permukaan datar dan keras untuk memastikan bahwa korban
mendapat penekanan yang adekuat.
- Pastikan bagian dada korban terbuka untuk meyakinkan penempatan tangan yang
benar dan untuk melihat rekoil dada.
- Letakkan tangan di tengah dada korban, tupukan salah satu pangkal tangan pada
daerah separuh bawah tulang dada dan tangan yang lain di atas tangan yang bertumpu
tersebut.
- Lengan harus lurus 90 derajat terhadap dada korban, dengan bahu penolong sebagai
tumpuan atas.
- Tekan dada dengan kecepatan 100-120 kali per menit, dengan kedalaman minimal 5
cm tetapi tidak boleh lebih dari 6 cm.
- Selama melakukan penekanan, pastikan bahwa dinding dada diberikan kesempatan
untuk mengembang kembali ke bentuknya semula (rekoil penuh).
- Berikan 2 kali bantuan napas setiap selesai melakukan 30 kali penekanan dada, dengan
durasi selama 1 detik untuk tiap pemberian napas. Pastikan dada mengembang untuk
tiap pemberian bantuan napas.
- Untuk penolong yang tidak terlatih dalam melakukan CPR, disarankan untuk
melakukan penekanan dada saja secara terus-menerus.
3.   Pasangkan automated external defibrilator (AED) bila tersedia.

AED adalah alat elektronik portabel yang secara otomatis dapat menganalisis ritme
jantung pasien dan dapat melakukan defibrilasi. AED harus segera dipasangkan pada korban
dengan henti jantung, segera setelah siap digunakan. AED memberikan defibrilasi pada dua
keadaan disritmia jantung, yaitu ventricular fibrilasi (VF) dan ventricular tachycardi (VT).

4.   Hentikan CPR bila:

Terdapat tanda kembalinya sirkulasi spontan seperti adanya gerakan pasien atau adanya
napas spontan. Posisikan pasien dengan recovery position. AED siap untuk menganalisis ritme
jantung korban. Penolong terlatih tiba.
Anda sendirian dan kelelahan untuk melanjutkan CPR.
Lingkungan menjadi tidak aman. Pasien dinyatakan meninggal.
3.   Gangguan kesadaran Central dan Perifer

GANGGUAN SISTEM SARAF SENTRAL(CNS DISORDERS)


Perubahan & Gangguan Kesadaran
Perubahan kesadaran merupakan refleksi dari suatu penyakit penyebab atau suatu
keadaan fungsi abnormal otak. Gangguan metabolik dan sistemik umumnya bisa
menekan kesadaran tanpa ditemukannya suatu focus neurologik.

Gangguan CNS bisa atau tanpa disertai focal secara bersamaan.


Gangguan kesadaran dan perhatian bisa membentang dari tingkat koma post cedera
batang otak sampai keadaan kebingungan atau kekacauan pikiran yang timbul akibat
keracunan obat.

GANGGUAN KESADARAN
Untuk mencapai status sadar, kortek serebri harus diaktifkan oleh formasi retikuler,
khususnya, ARAS (ascending reticular activating system) yang ada di batang otak.
Formasi ini terdiri dari serabut yang asal dari thalamus ke medula. Thalamus
memprojeksikan serabut ke kortek serebri.

Hypoarousal bisa dari mengantuk sampaistupor dan koma (coma).


•   Stupor = status tidak dalam responsive dan memerlukan stimulasi keras untuk
membuatnya sadar/bangun. (dari kata “stupa”)
•   Kerusakan bisa saja suatu cedera kepala (otak) atau gangguan akibat tumor, abses otak,
intracerebral haemorrhage semua bisa diperiksa dengan teknik imaging otak.
•   Bisa juga akibat hasil racun yang mengakibatkan keracunan jaringan otak, ini bisa:
overdosis obat, gangguan hati atau ginjal yang lanjut, intoksikasi akut alkohol, DM tak
terkontrol, atau gangguan aliran darah otak, àhypoxia sel otak. Ensefalitis, dan
meningitis, (radang jaringan otak dan radang jaringan bantu/pelindung otak).

SUSUNAN SARAF PERIFER


•   Susunan saraf perifer (tepi) terdiri dari saraf-saraf yang berjalan antara otak atau korda
spinalis dan bagian tubuh lainnya.
Terdapat: - 12 pasang saraf yang berjalan ke dan dari otak serta 31 pasang dari korda
spinalis.
•   Sistem saraf perifer dapat dipisahkan menjadi devisi: - aferen dan eferen.

•   Di semua saraf spinalis dan sebagian besar saraf kranialis, serat aferen dan eferen
berjalan bersama-sama dalam arah yang berlawanan, Sebagian saraf kranialis hanya
mengangkut informasi aferen. Neuron-neuron eferen menyampaikan rangsangan
neural ke otot dan kelenjar. Neuron eferen masuk ke dalam sistem saraf otonom atau
somatik.
•   Neuron aferen menyampaikan informasi ke susunan saraf pusat dari semua:
- organ sensorik,
- reseptor tekanan dan volume,
- reseptor suhu,
- reseptor regang, dan
- reseptor nyeri.

Klasifikasi Penurunan Kesadaran

Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan
fokal.

1. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk


· Gangguan iskemik
· Gangguan metabolik
· Intoksikasi
· Infeksi sistemis
· Hipertermia
· Epilesi

2. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
· Perdarahan subarakhnoid
· Radang selaput otak (meningitis)
· Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)

3. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal


· Tumor otak
· Perdarahan otak
· Infark otak
· Abses otak

4.   Aldrete score bisa bernilai 9 jika salah satu komponennya yang bernilai 1 adalah
komponen aktivitas, score 1 (mampu menggerakkan 2 ekstremitas)

Anda mungkin juga menyukai