Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL

DENGAN STROKE INFARK TROMBOTIK DI RUANG MELATI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Alifia Rizqi Pratama Darnoto, S.Kep
122311101025

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE INFARK TROMBOTIK
Oleh: Alifia Rizqi Pratama Darnoto, S.Kep

A. Anatomi Otak

Gambar 1. Bagian-bagian Otak


Menurut Price (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara lain yaitu:
a) Cerebrum

Gambar 2. Lobus-Lobus Otak


Cerebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian,
hemispherium serebri kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam
4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan
pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda,
yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan
keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau
mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah
dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus frontalis
bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi
tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus
frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi
kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya
mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan
perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus
frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang
inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan
atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita
mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang,
kasar dan kejam.
2) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari
bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum.
Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari
daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi
pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian
tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis
menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini
disebut ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan
yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam
mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan
bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal
dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding. Penderita
bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian
maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang.
Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran,
menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta
menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis
sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara
dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri
menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari
luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam
mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis
sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan
kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan
agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
4) Lobus oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis
akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.
b) Cerebellum
Terdapat dibagian belakang sophag menepati fosa serebri posterior
dibawah lapisan durameter. Cerebellum mempunyai aksi yaitu
merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggunag jawab
yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah
mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan
mengintegrasikan input sensori.
c) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan sophag oblongata. Otak
tengah midbrain/ensefalon menghubungkan pons dan sereblum
dengan hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan
motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons
terletak di depan serebelum antara otak tengah dan sophag, serta
merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara
medulla dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik.
Medula oblongata membentuk bagian inferior dari batang otak,
terdapat pusat- pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital
seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus
vasomotor, reflek batuk dan bersin.

B. Persyarafan Otak
Smeltzer (2001) mengatakan bahwa nervus kranialis dapat terganggu bila
trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau
pendarahan otak. Nervus pada otak antara lain:
a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)

Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)

Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.


c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)


menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang


pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyaitiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak
besar, sarafnya yaitu:
 Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput sopha kelopak mata dan bola mata.
 Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
 Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi
gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
f. Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g. Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput sopha ronga mulut. Di dalam saraf
ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan
kulit kepala fungsinya sebagai soph wajah untuk menghantarkan rasa
pengecap.
h. Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah,
saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, sophagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen.
Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI)
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.

C. Vaskularisasi Otak

Gambar 3. Vaskularisasi Otak


Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis.
Arteri karotis interna terdiri dari arteri karotis kanan dan kiri, yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebri anterior dan media.
Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nuklues
kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian kapsula interna dan korpus kalosum,
serta bagian lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik. Bila arteri serebri anterior mengalami sumbatan pada cabang
utamanya, maka akan terjadi hemiplegia kontralateral yang lebih berat di bagian kaki
dibandingkan bagian tangan dan terjadi paralisis bilateral dan gangguan sensorik bila
terjadi sumbatan total pada kedua arteri serebri anterior (Muttaqin, 2008).
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis, dan frontalis korteks serebri, serta membentuk penyebaran pada permukaan
lateral yang menyerupai kipas. Apabila arteri serebri media tersumbat di dekat
percabangan kortikal utamanya dapat menimbulkan afasia berat bila terkena hemisfer
serebri dominan bahasa, kehilangan sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua titik
kontralateral serta hemiplegia kontralateral yang berat terutama ekstremitas atas dan
wajah (Muttaqin, 2008).
Arteri vertebrobasiler yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
willisi (Muttaqin, 2008). Aliran vena otak meninggalkan otak melalui sinus dura
mater yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna.
Aliran vena otak tidak selalu paralel dengan suplai darah arteri.
D. Pengertian Stroke Infark Trombotik
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak dengan awitan akut yang disertai oleh tanda gejala klinis berupa deficit
neurologis (Dewanto & Riyanto, 2007). Stroke adalah sindrom yang terdiri dari
tanda gejala hilangnya fungsi system saraf pusat local yang berkembang cepat
dimana gejalanya lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2008).
Stroke dibagi menjadi dua antara lain:
1. Stroke Iskemik (infark atau kematian jaringan).
Biasanya terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam
hingga pagi hari. Stroke iskemik dibagi menjadi dua yakni:
- Stroke infark trombotik (thrombosis of cerebral vessels)
- Stroke emboli (embolism of cerebral vessels)
2. Stroke hemoragik (perdarahan)
Serangan terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah
beraktivitas fisik. Stroke hemoragik dibagi menjadi dua yakni:
- Perdarahan intraserebral
- Perdarahan subarachnoid

Diagnosis banding antara stroke iskemik dan stroke hemoragik


Kriteria Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Perbedaan Perdarahan Perdarahan Stroke Infark Stroke
Intraserebral Subarchnoid Trombotik Emboli
Usia 45-60 th 20-40 th 50 th Semua usia
Tanda Sakit kepala Sakit kepala Serangan TIA Tidak sakit
awitan menetap sementara (iskemik kepala
sementara)
Wajah Hiperemi Hiperemi Pucat Pucat
pada wajah pada wajah
Timbulnya Mendadak, Mendadak, Secara perlahan Mendadak
penyakit saat merasa ada
beraktivitas tiupan di
dan adanya kepala
tekanan
mental
Kesadaran Penurunan Gangguan Kecepatan Terjadi pada
kesadaran kesadaran menurun sesuai awal
yang dengan kejadian
reversible beratnya deficit
neurologis
Sakit kepala Kadang- Kadang- Jarang Jarang
kadang kadang
Muntah 70-80% >50% Jarang (2-5%) Kadang-
kadang (25-
30%)
Nadi Tegang, Normal (80- Cepat dan halus Tergantung
bradikardi 100x/i) pada etiologi
Jantung Batas jantung Jarang terjadi Kardiosklerosis, Endocarditis,
mengalami patologi tanda hipertonik aritmia
dilatasi, jantung
tekanan aorta
terdengar
pada BJ II

Infark adalah suatu daerah nekrosis yang iskemik akibat tertutupnya


pasokan dari arteri atau tertutupnya drainase venul (Walton & Torabinejad, 2008).
Infark adalah kematian jaringan karena gangguan perdarahan (Nadesul, 2011).
Thrombosis adalah inflamasi pada dinding vena yang disertai dengan pembekuan
darah (Baughman & Hackley, 2000). Trombus adalah pembentukan bekuan
platelet atau fibrin di dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh vena atau
arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan local (Guyton, 2006).
Stroke infark trombotik adalah stroke yang disebabkan oleh trombosis
pada pembuluh darah otak (Batticaca, 2008). Stroke trombotik adalah stroke yang
berkaitan dengan lesi aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan atau stenosis
di arteri karotis interna sehingga menyebabkan iskemia fokal atau global yang
dapat mencetuskan kematian sel neuron atau infark serebri (Price, 2006)
E. Etiologi Stroke Infark Trombotik
Penyebab dari stroke infark trombotik dikenal sebagai trias Virchow antara
lain:
1. Abnormalitas dinding pembuluh darah, biasanya pada penyakit degeneratif,
inflamasi (vaskulitis) atau trauma
2. Abnormalitas darah (polisitemia)
3. Gangguan aliran darah
Trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
Kemungkinan berkembangnya penyakit degeratif arteri yang signifikan
meningkat pada beberapa faktor resiko vaskular antara lain:
1. Umur
2. Riwayat penyakit vaskular dalam keluarga
3. Hipertensi
4. Diabetes mellitus
5. Merokok
6. Hiperkolesterolemia
7. Alkohol
8. Kontrasepsi oral
9. Fibrinogen plasma (Ginsberg, 2008).

F. Patofisiologi Stroke Infark Trombotik


Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degeneratif
yaitu arterosklerotik dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya
trombus atau menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek (Janice & Hinkle, 2007).
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen dibawahnya. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah
akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan
merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit
mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit
dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya
reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan
kolagen pembuluh darah.
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus, maka area SSP
yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang
adekuat (Ginsberg, 2008). Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk
glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada
aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2
menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan
jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.

G. Manifestasi Klinis Stroke Infark Trombotik

Tanda dan gejala infark trombotik berdasarkan lokasi struktur otak yang
terkena (Price & Wilson, 2002):
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral). Lokasi
tersering lesi adalah bifurkasio arteri karotis komunis ke dalam arteri karotis
interna dan eksterna. Cabang-cabang arteri karotis interna adalah arteri
oftalmika, arteri komunikan posterioir, arteri koroidalis anterior, arteri
serebri anterior, dan arteri serebri media.
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut amaurus fugaks)
di sisi arteri karotis yang terkena akibat insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteri serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara srteri serebri anterior dan media.
Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai
wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif
karena keterlibatan daerah bicara-motorik broca
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsoa (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena), gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
3. Sistem vertebrobasilar (sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu sampai empat ekstremitas
b. Meningkatnya refleks tendon
c. Ataksia
d. Tanda-tanda babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum seperti tremor, vertigo
f. Disfagia
g. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
h. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis satu gerakan
mata, hemianopsia homonium)
i. Tinitus, gangguan pendengaran
j. Rasa kebal di wajah, mulut, dan lidah
4. Arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus)
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
5. Kelumpuhan sarag kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis
H. Komplikasi Stroke Infark Trombotik
1. Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih)
2. Trombosis vena dalam
3. Infark miokard, aritmia janting, dan gagal jantung
4. Ketidaksimbangan cairan
5. Ulkus dekubitus
6. Epilepsi
7. Jatuh berulang dan fraktur
8. Spastisitas dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu
9. Depresi
I. Penatalaksanaan Stroke Infark Trombotik
1. Pengobatan Konservatif
- Diuretika (Furosemid): untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai
tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
- Anti koagulan (citicolin, pirasetam): mencegah memberatnya trombosis
dan embolisasi dari tempat lain dalam kardiovaskuler.
- Anti trombosit (pentoksfilin dalam 48 jam pertama): dapat diresepkan
karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi
2. Tindakan Pembedahan
Tindakan pembedahan tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah
serebral (Muttaqin, 2008):
- Endosteroktomi karotis dengan membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
- Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
3. Penanganan dan perawatan stroke trombotik dirumah (Batticaca, 2008),
yaitu:
- Berobat secara teratur ke dokter
- Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter
- Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan
kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh
- Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
- Bantu kebutuhan klien
- Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
- Periksa tekanan darah secara teratur
- Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke non hemoragik trombotik
J. Pemeriksaan Penunjang Stroke Infark Trombotik
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk stroke non hemoragik
trombotik (Batticaca, 2008), yaitu:
a. Angiografi serebral untuk membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik misalnya sumbatan arteri
b. Scan tomografi komputer (Computer Tomography scan-CT scan) untuk
mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trombosis, dan tekanan
intrakranial. Kadar protein total meingkat, beberapa kasus trombosis
disertai proses inflamasi

Gambar 5. CT scan stroke infark trombotik

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk menunjukkan daerah infark


d. Ultrasonografi doppler (USG doppler) untuk mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah sistem srteri karotis (aliran darah atau timbulnya
plak) dan arterosklerosis)
e. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
|K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Data yang perlu dikaji
1. Identitas Klien: usia (biasanya terjadi pada usia > 50 tahun), jenis
kelamin (angka kejadian lebih banyak pada laki-laki yakni 60% dan
sisanya perempuan)
2. Riwayat kesehatan: keluhan utama (penurunan kesadaran, trias
peningkatan TIK), riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan
terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi,
kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit
keluarga
3. Genogram
4. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)
5. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum, tanda vital
b) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
- Kepala: terdapat jejas pada kepala akibat benturan
- Mata: terdapat jejas pada daerah mata, pupil anisokor,
penglihatan kabur, pada pasien dengan penurunan kesadaran
dapat terjadi tidak ada reflek cahaya
- Telinga: dapat terjadi keluarnya darah dari telinga
- Hidung: dapat terjadi keluarnya darah dari hidung
- Mulut: normal tidak terdapat kelainan
- Leher: normal tidak terdapat kelainan
- Dada: pada jantung dapat terjadi bradikardi
- Abdomen: normal tidak terdapat kelainan
- Urogenital: dapat terjadi inkontinensia urin
- Ekstremitas: dapat terjadi hemiparese atau hemiplegia
- Kulit dan kuku: CRT > 2dtk
Prinsip umum yang dapat dilakukan untuk mengkaji
permasalahan pada pasien yaitu dengan B6:
a. Breathing : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola
napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor,
ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas
b. Blood : Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan
meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung
yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia).
c. Brain : Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang
otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat
terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori)
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
Pengkajian saraf kranial
a) Saraf I (Olfaktorius)
Pada klien epidural hematoma yang tidak mengalami kompresi
saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
b) Saraf II (Optikus)
Gangguan lapang pandang disebabakan lesi pada bagian tertentu
dari lintasan visual. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan
adanya papiledema. Tanda yang menyertai papiledema dapat terjadi
gangguan penglihatan termasuk pembesaran bintik buta dan
amaurosis fugaks (saat ketika penglihatan berkurang).
c) Saraf III, IV, dan VI (Okulomotoris, Troklearis dan Abdusen)
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma
multiforms
d) Saraf V (Trigeminus)
Pada stroke yang tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada
kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang menekan saraf
ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral
e) Saraf VII (Fasialis)
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
f) Saraf VIII (Abdusens)
Terdapat perubahan dalam pendengaran
g) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan terdapat kesulitan membuka
mulut
h) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
i) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, indra
pengecapan normal
d. Bladder : Pada stroke sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
urin, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi
alvi.
f. Bone : Pasien stroke sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai
darah ke otak
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoksia serebri
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d tekanan berlebihan pada paru
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kerusakan
nervus
e. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan pusat pergerakan
f. Resiko kerusakan integritas kulit b.d bed rest lama
g. Resiko cidera b.d kerusakan nervus
3. Perencanaan keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Resiko NOC: NIC:
ketidakefektifan Tissue Perfusion: Cerebral Circulatory Precaution
perfusi jaringan 1. Tidak ada tanda peningkatan 1. Kaji sirkulasi perifer secara 1. Mengetahui status
serebral b.d TIK komprehensif (nadi perifer, sirkulasi perifer dan
penurunan suplai 2. Klien mampu bicara dengan edema, CRT, warna, dan suhu adanya kondisi abnormal
darah ke otak jelas, menunjukkan ekstremitas) pada tubuh
konsentrasi, perhatian dan 2. Kaji kondisi ekstremitas 2. Mengetahui adanya
orientasi baik meliputi kemerahan, nyeri, perubahan akibat
3. Peningkatan tingkat kesadaran atau pembengkakan gangguan sirkulasi
(GCS 15, tidak ada gerakan 3. Hindarkan cedera pada area perifer
involunter) dengan perfusi yang minimal 3. Menghindari cedera
4. TTV dalam batas normal (TD: 4. Hindarkan klien dari posisi untuk meminimalkan
120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi trendelenberg yang luka
meningkatkan TIK 4. Posisi trendelenberg
80-100x/mnt, Suhu 36,5-
5. Hindarkan adanya penekanan akan meningkatkan TIK
37,5oC)
pada area cedera sehingga memperparah
6. Pertahankan cairan dan obat- kondisi klien
5. Mengurangi penekanan
obatan sesuai program
agar perfusi tidak
7. Health education tentang
terganggu
keadaan dan kondisi pasien
6. Obat-obatan untuk
kepada keluarga
meningkatkan sattus
Monitoring TIK perfusi
8. Pantau tanda dan gejala 7. Mengurangi kecemasan
peningkatan TIK yaitu keluarga
mengkaji GCS klien, tanda-
tanda vital, respon pupil, 1. Trias klasik meningkatan
dancatat adanya TIK yaitu muntah, nyeri
muntah, sakit kepala, kepala, dan papil edema
perubahan tersebunyi (mis; 2. Fleksi / rotasi leher
letargi, gelisah, perubahan berlebihan, stimulasi
mental panas dingin, menahan
9. Hindarkan situasi atau nafas, mengejan,
manuever yang dapat perubahan posisi yang
meningkatkan TIK (fleksi / cepat, mengejan, batuk
rotasi leher berlebihan, dapat meningkatkan
stimulasi panas dingin, tekanan intrakranial
menahan nafas, mengejan, 3. Panas merupakan reflek
perubahan posisi yang cepat) dari
10. Monitor lingkungan yang hipotalamus.Peningkatan
dapat menstimulus kebutuhan metabolisme
peningkatan TIK dan O₂ akan menunjang
11. Berikan lingkungan yang peningkatan TIK
tenang 4. Memberikan suasana
12. Kolaborasi pemberian obat yang tenang dapat
sesuai indikasi seperti steroid mengurangi respon
dexametason psikologis dan
memberikan istirahat
untuk mempertahankan
TIK yang rendah
5. Steroid untuk
mengurangi inflamasi
dan mengurangi edema
2. Ketidakefektifan NOC NIC
pola nafas b.d Respiratory status : Ventilation Airway management 1. Untuk mengetahui
hipoksia serebri 1. Suara nafas yang bersih, tidak 1. Monitor respirasi dan status status respirasi
ada sianosis dan dyspneu O2 sebagai dasar untuk
2. Irama nafas, frekuensi 2. Pantau frekuensi, irama, melakukan tindakan
pernafasan dalam rentang kedalaman pernafasan. keperawatan
normal (16-20x/menit) 3. Berikan posisi yang nyaman 2. Distres pernapasan
3. TTV dalam batas normal (TD: yaitu semifowler dan perubahan pada
120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 4. Anjurkan pasien untuk tanda vital dapat
80-100x/mnt, Suhu 36,5- melakukan nafas dalam. terjadi sebagai akibat
5. Kolaborasi dengan dokter
37,5oC) stres fisiologi dan
untuk pemberian terapi
dapat menunjukkan
oksigen.
terjadinya syok
Respiratory monitoring
6. Monitor kecepatan, frekuensi, sehubungan dengan
kedalaman dan kekuataan hipoksia.
3. Meningkatkan
ketika pasien bernapas
7. Monitor hasil pemeriksaan inspirasi maksimal,
rontgen dada meningkatkan
8. Monitor suara napas pasien ekspansi paru
9. Kaji dan pantau adanya 4. Memaksimalkan
perubahan dalam pernapasan oksigen pada darah
10. Monitor sekret yang arteri dan membantu
dikeluarkan oleh pasien dalam pencegahan
hipoksia
5. Memenuhi oksigen
dalam tubuh.

1. Mengetahui kondisi
pernapasan pasien
2. Mengetahui
keadaaan paru dan
jantung pasien
3. Mengetahui suara
napas pasien
4. Mengetahui kondisi
pasien untuk
menentukan
intervensi
selanjutnya sesuai
indikasi
5. Untuk memantau
kondisi pasien (suara
napas pasien) untuk
menentukan
intervensi sesuai
indikasi

3. Ketidakefektifan 1. Respiratory status: Ventilation Airway suction


bersihan jalan nafas 2. Respiratory status: Airway 1. Pastikan kebutuhan oral/ 1. Menjaga kebersihan oral
b.d tekanan patency tracheal suctioning mencegah penumpukan
berlebihan pada Kriteria Hasil : 2. Auskultasi suara nafas sebelum sputum
paru dan sesudah suctioning. 2. Mengetahui ada tidaknya
1. suara nafas yang bersih, tidak 3. Informasikan pada pasien dan sputum
ada sianosis dan dyspneu keluarga tentang suctioning 3. Informed consent
(mampu mengeluarkan sputum, 4. Minta pasien nafas dalam tindakan
mampu bernafas dengan sebelum suction dilakukan. 4. Menampung O2 sebagai
mudah, tidak ada pursed lips) 5. Berikan O2 dengan cadangan
2. Menunjukkan jalan nafas yang menggunakan nasal untuk 5. O2 masih ada untuk
paten (pasien tidak merasa memfasilitasi suksion pernapasan
tercekik, irama nafas, frekuensi nasotrakeal 6. Mencegah infeksi
pernafasan dalam rentang 6. Gunakan alat yang steril setiap 7. Memberikan waktu
normal, tidak ada suara nafas melakukan tindakan pasien untuk istirahat
abnormal) 7. Anjurkan pasien untuk istirahat 8. Mengetahui status
dan napas dalam setelah kateter oksigen pasien
dikeluarkan dari nasotrakeal 9. Mencegah hipoksia yang
8. Monitor status oksigen pasien berlebihan
9. Hentikan suction dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
10. Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
11. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
12. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
13. Pasang mayo bila perlu 10. Membuat jalan napas
14. Lakukan fisioterapi dada jika paten
perlu 11. Memposisikan yang
15. Keluarkan sekret dengan nyaman untuk ventilasi
batuk atau suction 12. Mengetahui status
16. Auskultasi suara nafas, catat respirasi pasien adekuat
adanya suara tambahan atau tidak
17. Lakukan suction pada mayo 13. Membantu jalan napas
18. Berikan bronkodilator bila supaya paten
perlu 14. Membantu
19. Berikan pelembab udara kassa mengeluarkan sputum
basah NaCl lembab 15. Mencegah penumpukan
20. Atur intake untuk cairan sputum didalam paru
mengoptimalkan 16. Mengetahui adanya
keseimbangan. suara tambahan
21. Monitor respirasi dan status 17. Mencegah jalan napas
O2 tidak buntu
18. Vasodilatasi paru
19. Mencegah gesekan
yang berlebihan
20. Menjaga balance cairan
21. Mengetahui status
oksigen pasien
4. Ketidakseimbangan NOC NIC 1. Berguna dalam
nutrisi kurang dari - Status nutrisi 1. Kaji integritas mukosa oral dan mendefinisikan derajat/
kebutuhan tubuh - Status nutrisi: Energi timbang berat badan. Catat luasnyamasalah dan
b.d kerusakan 1. Berat badan pasien mengalami derajat kekurangan berat badan pilihan intervensi yang
nervus peningkatan dan tonus otot. tepat
2. Mukosa bibir lembab dan tidak 2. Pastikan pola diet biasa pasien 2. Membantu dalam
pucat yang disukai/ tidak disukai mengidentifikasi
3. Tonus otot meningkat 3. Dorong pasien makan sedikit kebutuhan/ kekuatan
dan sering dengan makanan khusus. Pertimbangan
tinggi protein dan karbohidrat keinginan individu dapat
4. Pantau masukan/pengeluaran memperbaiki masukan
secara periodic diet
5. Dorong dan berikan periode 3. Memaksimalkan
istirahat sering masukan nutrisi tanpa
6. Kolaborasi pemeriksaan kelemahan yang tak
laboratorium (protein dan perlu/ kebutuhan energy
albumin) dari makan – makanan
7. Berikan suplemen tambahan/ yang banyak dan
multivitamin menurunkan iritasi gaster
4. Berguna dalam mengukur
keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan
5. Membantu menghemat
energy khususnya bila
kebutuhan metabolic
meningkat saat demam
6. Nilai rendah
menunjukkan malnutrisi
dan menunjukkan
kebutuhan intervensi/
perubahan program terapi
7. Memberikan nutrisi
tambahan bagi tubuh
5. Hambatan NOC: NIC: 1. Mengidentifikasi efek
mobilitas fisik b.d a. Mobility level Exercise theraphy terapi kepada pasien
kerusakan pusat b. Self care: ADLs 1. Monitor tanda-tanda vital 2. Pasien/keluarga paham
pergerakan Kriteria hasil: 2. Jelaskan manfaat melatih gerak terhadap manfaat dari
pasien latihan gerak dan
1. Kebutuhan ADL dapat 3. Latih latihan rentang gerak diharapkan dapat bekerja
terpenuhi (ROM) aktif/pasif sama melatih rentang
2. Mendemonstrasikan latihan 4. Anjurkan pasien/keluarga gerak pasien
yang diajarkan untuk melatih otot-otot anggota 3. Mencegah kontraktur
tubuh dengan teratur/sesering karena otot yang jarang
mungkin sesuai kemampuan digunakan karena tirah
pasien baring
5. Reinforcement positif dan 4. Meningkatkan frekuensi
evaluasi pada pasien latihan sesuai
kemampuan pasien
5. Memberi pujian dan
memonitor kemajuan
intervensi yang dilakukan
6. Resiko kerusakan NOC: NIC
integritas kulit b.d Kontrol resiko Identifikasi Resiko
bed rest lama a. Mampu mencari informasi 1. kaji ulang riwayat penyakit 1. Mengetahui riwayat alergi
tentang resiko kesehatan masa lalu di masa lalu
b. Mampu mengidentifikasi faktor 2. Identifikasi faktor resiko di 2. Mengetahui penyebab
resiko lingkungan resiko kerusakan
c. Mampu memonitor faktor Perawatan Tirah Baring integritas kulit di
resiko di lingkungan lingkungan pasien
d. Memodifikasi gaya hidup untuk 3. Jelaskan alasan diperlukannya 3. Agar pasien dan keluarga
mengurangi faktor resiko tirah baring mengetahui alasan pasien
e. Mampu menggunakan fasilitas 4. Hindari penggunaan kain linen tirah baring lama
kesehatan yang sesuai dengan kasur yang berbahan kasaar 4. Mencegah terjadinya
kebutuhan 5. Jaga kain linen tetap bersih, kerusakan integritas kulit
kering, dan bebas kerutan 5. Mencegah bersarangnya
6. Motivasi keluarga menjaga kuman di linen pasien
kebersihan pasien 6. Melibatkan keluarga
untuk menjaga
kebersihan pasien agar
menambah pengetahuan
keluarga serta membuat
pasien menjadi lebih
nyaman
7. Resiko cidera b.d NOC: NIC: 1. Pasien dapat terhindar
kerusakan nervus dari cedera yang
a. Risk control Environment management mungkin terjadi
b. Safety behavior 2. Pasien dapat terhindar
Kriteria hasil: 1. Sediakan lingkungan yang
dari cedera yang
aman untuk pasien
1. Pasien terbebas dari cedera mungkin terjadi
2. Memasang side rail tempat
2. Menggunakan fasilitas 3. Pasien merasa nyaman
tidur
kesehatan yang ada dan aman dengan
3. Menyediakan tempat tidur
3. Pasien mampu menjelaskan keadaan tirah baring yang
yang nyaman dan bersih
cara untuk mencegah cedera lama
4. Membatasi pengunjung 4. Kebutuhan keamanan
5. Menganjurkan keluarga pasien terjaga
untuk menemani pasien. 5. Keluarga dapat menjaga
6. Mengontrol lingkungan pasien dari cedera
dari kebisingan 6. Pasien merasa nyaman
dan aman untuk
beristirahat
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Baughman, D.C & Hackley J. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGC

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Bulechek et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Oxford:


Elsevier

Dewanto, G. & Riyanto, B. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tata


Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC

Ginsberg, L. 2008. Neurologi. Surabaya: Erlangga

Guyton, A. 2006. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan


Metabolisme Otak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Jakarta: EGC.

Moorhead et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Oxford:


Elsevier

Nadesul, H. 2011. Menyayangi Kebugaran, Mencegah Penyakit, Memilih


Makanan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

NANDA. 2014. Nursing Diagnose: Definitions and classification 2015-2017.


Oxford: Wiley Blackwell

Price, S. A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Walton R.E. & Torabinejad, M. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia Ed.
3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai