Anda di halaman 1dari 3

Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Tuli konduktif
Tuli konduktif dapat terjadi apabila terdapat lesi pada telinga luar maupun telinga
tengah yang dapat menyebabkan gangguan penghantaran gelombang suara untuk
menggetarkan gendang telinga atau membran timpani (Muhaimeed, dkk, 2002). Beberapa
contoh kelainan pada telinga luar yang dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah
atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, serta osteoma
liang telinga. Sedangkan, contoh-contoh kelainan pada telinga tengah yang mampu
menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah sumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, serta dislokasi tulang-tulang pendengaran
(Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).
Menurut penelitian, tuli konduktif banyak dijumpai pada orang-orang suku Aborigin di
Australia. Tuli konduktif pada anak-anak suku Aborigin paling banyak disebabkan oleh
infeksi telinga. Tuli konduktif pada orang dewasa suku Aborigin biasanya merupakan
kelanjutan / sequelae dari infeksi telinga pada masa anak-anak yang tidak diatasi dengan
baik. Akibat dari banyaknya kejadian tuli konduktif pada suku ini, akhirnya menyebabkan
timbulnya budaya “absence and avoidance” (Howard, 2007).

b. Tuli sensorineural
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2011), tuli sensorineural
merupakan gangguan pendengaran yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan pada
sepanjang telinga bagian dalam ataupun gangguan pada fungsi saraf pendengaran. Tuli
sensorineural dapat dibagi menjadi tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural
retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea dapat disebabkan oleh terjadinya aplasia yang biasanya
kongenital, labirinitis yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, intoksikasi obat-
obatan seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal ataupun
alkohol. Selain penyakit-penyakit di atas, tuli sensorineural koklea dapat juga terjadi
diakibatkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, serta
pajanan bising yang berlama-lama. Tuli sensorineural retrokoklea biasanya disebabkan
oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak,
perdarahan otak, serta kelainan pada otak lainnya (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin,
2007). Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising yang berlama-lama, serta
usia lanjut akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam menerima nada tinggi pada
bagian basal koklea. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pajanan bising yang
berlama-lama disebut juga dengan noise-induced hearing loss (NIHL). Sedangkan,
gangguan pendengaran yang disebabkan oleh proses penuaan pada usia lanjut dapat disebut
dengan presbikusis (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).
Kedua jenis tuli sensorineural baik koklea maupun retrokoklea dapat dibedakan dari
pemeriksaan audiometri khusus. Tuli sensorineural retrokoklea cenderung lebih
mengancam jiwa bila dibandingkan dengan tuli sensorineural koklea. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena tuli sensorineural retrokoklea paling sering dicetuskan oleh adanya
trauma ataupun kelainan pada otak. Namun, tuli sensorineural yang paling sering
ditemukan pada orang dewasa diatas 40 tahun merupakan tuli sensorineural jenis koklea
(Turner dan Per-Lee, 1990).
c. Tuli Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif
dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini
adalah jenis hantaran (misalnya otesklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi
gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis
sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis),
kemudian terkena infeksi otitis media . Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-
sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga
dalam (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007)

Klasifikasi gangguan pendengaran menurut waktu kejadiannya dapat dibagi pula menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Prelingual
Gangguan pendengaran prelingual biasanya timbul sebelum terjadinya proses
perkembangan kemampuan berbahasa pada seseorang. Seluruh gangguan pendengaran
yang bersifat kongenital biasanya masuk ke dalam gangguan pendengaran prelingual
(Smith, dkk, 2014). Menurut Shemesh (2010), orang-orang dengan gangguan pendengaran
prelingual biasanya lebih terbatas secara fungsional bila dibandingkan dengan orang-orang
dengan gangguan pendengaran yang telah melalui proses berbahasa.
b. Postlingual
Gangguan pendengaran postlingual terjadi setelah berkembangnya kemampuan
berbahasa pada seseorang. Biasanya terjadi setelah berusia 6 tahun. Gangguan pendengaran
postlingual jauh lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan gangguan pendengaran
prelingual. Biasanya gangguan pendengaran postlingual yang terjadi secara tiba-tiba
disebabkan oleh meningitis ataupun penggunaan obat-obat ototoksik seperti gentamisin
(Smith, dkk, 2014).

Terlepas dari jenis serta onset kejadian gangguan pendengaran, American National Standards
Institute membagi gangguan pendengaran berdasarkan ambang batas pendengaran seseorang,
seperti berikut (Shah, 2013):
a. Slight hearing loss : 16-25 dB
b. Mild hearing loss : 26-40 dB
c. Moderate hearing loss : 41-55 dB
d. Moderately Severe hearing loss : 56-70 dB
e. Severe hearing loss : 71-90 dB
f. Profound : lebih dari 90 dB

Anda mungkin juga menyukai