TEMA:
MANAGEMEN RUMAH SAKIT
Nama : Fauzia
No. Register : 14 777 017
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul I
Halaman Persetujuan Ii
Daftar Isi Iii
Daftar Tabel Vii
Daftar Gambar Viii
Daftar Singkatan Ix
BAB I. PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah 1
B Perumusan Masalah 2
C Pertanyaan Penelitian 2
E Tujuan Penelitian 4
A Tujuan Umum 4
B Tujuan Khusus 4
F Manfaat Penelitian 4
1 Manfaat Keilmuan 4
2 Manfaat Aplikasi 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Judul: FAKTOR-FAKTOR YANG ADA HUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
PHLEBITIS PADA PASIEN DENGAN INFUS DI RUANG PERAWATAN RSU
ANUTAPURA TAHUN 2018
A Landasan Teori 6
1 Infus Intravena 6
a. Definisi 6
iv
Halaman
b. Epidemiologi 6
c. Keuntungan dan Kerugian 8
d. Indikasi dan Kontra Indikasi 8
e. Jenis Cairan 10
f. Lokasi Pemasangan 12
g. Alat dan Bahan 14
h. Prosedur Pemasangan 15
i. Lama Pemasangan 17
j. Pemantauan dan Perawatan 17
k. Pengendalian Infeksi 19
l. Akibat dari Pemasangan 20
2. Phlebitis akibat pemasangan infus intravena 22
a. Definisi 23
b. Epidemiologi 23
c. Etiologi 25
d. Faktor risiko 29
e. Gambaran Klinis 29
f. Pencegahan 31
3. Faktor-faktor yang ada hubungan dengan 33
terjadinya phlebitis akibat pemasangan infus
intravena
a. Status Gizi Host 33
b. Jenis Cairan Intravena 34
c. Jenis Kateter Intravena 35
d. Lama Pemasangan 35
e. Teknik Pemasangan 36
f. Perawatan Infus 37
v
Halaman
E. Besar Sampel 50
F. Cara Pengambilan Sampel 51
G. Alur Penelitian 52
H. Prosedur Penelitian 53
I. Instrumen Pengumpulan Data 55
J. Rencana Analisis Data 55
K Aspek Etika Penelitian 57
BAB IV. LAMPIRAN
A. Lampiran 1. Jadwal Penelitian 59
B. Lampiran 2. Naskah Penjelasan untuk Subyek 61
C. Lampiran 3. Daftar Tim dan Biodata Peneliti 66
D. Lampiran 4. Formulir-formulir 68
a. Formulir Kuesioner 68
b. Formulir Laporan Kasus (Case Report) 69
E. Lampiran 5. Daftar Alat 71
F. Lampiran 6. Rincian Anggaran dan Sumber Dana 72
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tabel 1. Angka Pemasangan Infus di RSU 6
Anutapura Palu Tahun 2016
2. Tabel 2. Angka Pemasangan Infus di RSU 7
Anutapura Palu Tahun 2017
3. Tabel 3. Angka Kejadian Phlebitis di Dunia 24
4. Tabel 4. Angka Kejadian Phlebitis di Indonesia 24
5. Tabel 5. Angka Kejadian Phlebitis di Sulawesi 24
Tengah
6. Tabel 6. Angka Kejadian Phlebitis di RSU 25
Anutapura
7. Tabel 7. Skor Visual Phlebitis 31
8. Tabel 8. Chi Square Table 54
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Gambar 1. Anatomi Vena Superficial Dorsal 13
Tangan
2 Gambar 2. Anatomi vena tangan atas 13
3 Gambar 3. Kerangka Teori 37
4 Gambar 4. Kerangka Konsep 38
6 Gambar 5. Alur Penelitian 51
ix
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
WHO World Health Organization
INS Intravenous Nurses Society
DEPKES RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia
RSU Rumah Sakit Umum
PPI Pusat Pengendalian Infeksi
NaCl Natrium Clorida
SPO Standar Prosedur Operasional
IV Intravena
APD Alat Pelindung Diri
CC Celcius
LLA Lingkar Lengan Atas
TLK Tebal Lipatan Kulit
BB Berat Badan
TB Tinggi Badan
LK Lingkar Kepala
LD Lingkar Dada
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Pertanyaan penelitian
D. Hipotesis Penelitian
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat Keilmuan
2. Manfaat Aplikasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Infus Intravena
a. Definisi
b. Epidemiologi
Lanjutan Tabel
8. Agustus 7.539
9. September 7.254
10. Oktober 7.687
11. November 7.536
12. Desember 6.897
(Ruang PPI RSU Anutapura Palu, 2017 )
ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui
mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit dengan infeksi
bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih
menguntungkan dari segi kemudahan administrasi rumah sakit, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan. Obat tersebut memiliki
bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui
mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena
(sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang
susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat
diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke
dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah
langsung. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang
tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada
keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain
seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah
kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot). Kesadaran menurun dan
berisiko terjadi aspirasi (tersedak obat masuk ke pernapasan), sehingga
pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan. Kadar puncak obat dalam
darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus
(suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat
konsentrasi obat dalam darah tercapai, misalnya pada orang yang
mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita
diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian
antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak
antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai
kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Menurut Darmadi (2008) kontraindikasi pada pemberian terapi
intravena: Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi
pemasangan infus. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal,
karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-
V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). Obat-obatan yang
10
2) Kristaloid
Cairan kristaloid merupakan cairan utama yang paling sering digunakan
dalam terapi intravena. Kristalaoid adalah larutan air dengan elektrolit
11
2) Cairan Hipotonis
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh
darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya
pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
3) Cairan Isotonis
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya
overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan
normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
1) Baksteril
2) Kapas alcohol
3) Abocath
4) Infuset tiang infus
5) Plester/hypafix
6) Cairan infus
7) Kasa steril
8) Betadin
9) manset
14) Memeriksa label pasien sesuai dengan instruksi cairan yang akan
diberikan
15) Mengalirkan cairan infus melalui selang infus sehingga tidak ada
udara di dalamnya
16) Mengencangkan klem sampai infus tidak menetes dan pertahankan
kesterilan sampai pemasangan pada tangan disiapkan
17) Mengencangkan tourniquet/manset tensi meter (tekanan di bawah
sistolik)
18) Menganjurkan pasien untuk mengepal dan membukanya beberapa
kali, palpasi dan pastikan tekanan yang akan ditusuk
19) Membersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alcohol, arah
melingkar dari dalam keluar lokasi tusukan
20) Menggunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena di atas/di
bawah tusukan
21) Memegang pada posisi 30 derajat pada vena yang akan ditusuk,
setelah pasti masuk lalu tusuk perlahan dengan pasti
22) Merendahkan posisi jarum sejajar pada kulit dan tarik jarum sedikit
lalu teruskan plastic IV ke dalam vena
23) Menekan dengan ujung jari plastik IV
24) Menarik jarum infus keluar
25) Menyambungkan plastik IV kateter dengan ujung selang infus
26) Melepaskan manset
27) Membuka klem infus sampai cairan mengalir lancar
28) Mengoleskan dengan salep betadine di atas penusukan, kemudian
ditutup dengan kasa steril
29) Mengatur tetesan infus sesuai ketentuan, pasang stiket yang sudh
diberi tanggal
30) Melepas sarung tangan
31) Mencuci tangan/mendokumentasikan
17
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan
untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien. Teknik
dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan
infeksi adalah mencuci tangan. Mencuci tangan adalah menggosok
dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan
kuat dan ringkas yang kemudian di bilas di bawah aliran air. Tujuannnya
untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel di tangan.
Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan
infeksi. Cuci tangan merupakan sebagai salah satu kewaspadaan standar
yang harus dilakukan, sehingga penularan penyakit dari pasien melalui
perawat, ataupun penularan keperawat sendiri dapat dihindari jika setiap
perawat ataupun petugas kesehatan melakukan tindakan mencuci tangan
sebelum maupun sesudah kontak untuk meminimalkan terjadinyan infeksi
nosokomial.
Pemilihan Alat Pelindung Diri (APD) yang akan dipakai harus didahului
dengan penilaian risiko pajanan dan sejauh mana antisipasi kontak
dengan patogen dalam darah dan cairan tubuh. Penggunaan sarung
tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam
meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu
lingkungan bebas infeksi (Tietjen, 2004).
20
2) Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling
tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan
(akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi
yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan
kecepatan aliran secara nyata.
Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada
tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih
dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket
di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan
mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran
vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti
terjadi infiltrasi.
3) Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di
atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi,
pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin,
eritromycin, dan nafcillin)
4) Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar
area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang
berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan
yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau
kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis,
pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah
pada tempat penusukan.
5) Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan
dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang
terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area
insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa
22
b. Definisi
23
c. Epidemiologi
(2011) di temukan 56,5% kasus phlebitis dari 200 pasien. Penelitian yang
dilakukan di National Healt and Medical Research Council (NHMRC)
Centre for Research Excellence in Nursing tahun 2013, didapatkan 23%
kasus phlebitis dari 233 pasien. Sedangkan penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Zahedan, Iran pada tahun 2013 di dapatkan 44% kasus
phlebitis dari 300 pasien.
Angka Kejadian
Tahun
Phlebitis
2013 165
2014 605
2015 674
2016 699
2017 365
d. Etiologi
a) Iritasi Kimia
Biasanya iritasi ini bersumber dari cairan intravena atau obat-obatan
yang digunakan umumnya cairan tersebut memiliki pH rendah dengan
osmolaritas tinggi, sebagai contoh adalah cairan dextrose hipertonik atau
cairan yang mengandung kalium klorida (Kaur P., et al, 2011; Barruel G.
Y., 2013).
1. Jenis cairan infus
PH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko
phlebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5, di mana
keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama
proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam
amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih
flebitogenik dibandingkan normal saline (Lawenga I. A., 2012)
2. Jenis obat yang dimasukan melalui infus
Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat,
antara lain Kalium Klorida, Vancomycin, Amphotrecin B, Cephalosporins,
Diazepam, Midazolam dan banyak obat kemoterapi. Larutan infus dengan
osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan melalui vena sentral.
Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna dalam
pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap phlebitis. Jadi,
jika diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan
filter sampai 5 μm (Pettit J dan Wyckoff M. M, 2007; Gomes A. C. R., et al
2011).
Jenis obat-obatan yang bisa di berikan melalui infus antara lain seperti:
Golongan antibiotik (Ampicicilin, amoxcicilin, clorampenicol, dll), anti
diuretic (furosemid, lasix dll) anti histamin atau setingkatnya (Adrenalin,
dexamethasone, dypenhydramin). Karena kadar puncak obat dalam darah
perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan
langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat
dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia
27
berat dan mengancam nyawa. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa
banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu
mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri. Dalam
pemberian antibiotik melalui IV perlu diperhatikan dalam pencampuran
serbuk antibiotik tersebut, hal ini untuk menghindari terjadinya komplikasi
seperti phlebitis karena kepekatan dan tidak tercampurnya obat secara
baik. Biasanya untuk mencampur serbuk antibiotik/obat-obat yang lain
yang diberikan secara IV adala cairan aquades dengan perbandingan 4cc
larutan aquades berbanding 1 vial antibiotik atau 6cc larutan aquades
berbanding 1 vial serbuk antibiotik. Bila pencampuran obat terlalu pekat
maka aliran dalam infus terhambat dan dapat menyebabkan phlebitis
(Hankins, 2000)
b) Iritasi Mekanik
Terjadi karena faktor bahan kimia yang digunakan berdiameter besar,
sehingga mempermudah pecahnya pembuluh darah. Phlebitis dapat pula
terjadi jika pemasangan tidak pada tempat yang baik, misalnya siku atau
pergelangan tangan
1. Lokasi pemasangan infus
Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan
bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas >
500 mOsm/L. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 0,9%, produk darah,
dan albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin,
terutama pada pasien usia lanjut, karena akan menganggu
kemandirian lansia (NHS, 2007; Earhart A, 2013)
2. Ukuran kateter intravena
Phlebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula
yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan iritasi
mekanik. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena
dan difiksasi dengan baik.
28
c) Iritasi Bakterial
Misalnya fiksasi kurang baik sehingga menyebabkan kanul bergerak-
gerak dalam pembuluh darah dan menyebabkan iritasi pada pembuluh
darah. Banyak hal yang dapat menyebabkan phlebitis antara lain tindakan
pembersihan yang akan dilakukan, penusukan kateter intravena kurang
baik dan juga adanya bakteri. (Boker dan Ignaticus 1996) menyimpulkan
bahwa bakteri-bakteri yang terdapat pada kulit yang mempunyai potensi
menyebabkan phlebitis adalah Staphylococcus epidermidis dan
Staphylococcus aureus (Lawenga I. A, 2012; Earhart A, 2013; Sepvi F,
2015)
1. Teknik pencucian tangan yang buruk
Infeksi di rumah sakit dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal
dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Oleh karena itu perlu usaha
pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi yaitu dengan
meningkatkan perilaku cuci tangan yang baik
2. Teknik aseptik tidak baik
Faktor yang paling dominan menimbulkan kejadian phlebitis adalah
perawat, pada saat melaksanakan pemasangan infus tidak melaksanakan
tindakan aseptik dengan baik dan sesuai dengan standar operasional
prosedur.
3. Teknik pemasangan kanula yang buruk
Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk, mengakibatkan pasien
akan terpapar pada resiko terkena infeksi nosokomial berupa phlebitis.
4. Lama pemasangan kanula
29
e. Gambaran klinik
1) Rubor (Kemerahan)
Kemerahan atau rubor biasanya merupakan kejadian pertama yang
ditemukan di daerah yang mengalami peradangan. Pada reaksi
peradangan arteriola yang mensuplai darah tersebut mengalami
pelebaran sehingga darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih
banyak.
2) Kalor (Hipertermi)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan.
Daerah sekitar peradangan menjadi lebih panas, karena darah yang
disalurkan ke daerah tersebut lebih besar dibandingkan daerah lainnya
yang normal.
3) Tumor (Oedem)
Pembengkakan lokal terjadi karena pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi ke jaringan interstitiel, campuran antara sel yang tertimbun di
daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan ini reaksi peradangan
eksudatnya adalah cairan.
4) Dolor (Nyeri)
Rasa nyeri pada daerah peradangan dapat disebabkan oleh perubahan
pH lokal ataupun konsentrasi ion-ion tertentu yang merangsang ujung
saraf, selain itu juga pembengkakan yang terjadi dapat juga menyebabkan
peningkatan tekanan lokal yang dapat merangsang sakit.
5) Fungtio laesa (hilangnya fungsi)
Hilangnya fungsi dapat disebabkan oleh penumpukan cairan pada cidera
jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena.
f. Pencegahan Phlebitis
6) Titrable acidity
Titrable acidity adalah mengukur jumlah alkali untuk menetralkan pH pada
larutan infus. Seperti larutan glucose 10 % mengandung pH 4,0 yang tidak
menyebabkan perubahan titrable aciditynya rendah 0,16 mEq/L maka
makin rendah titrable acidity larutan infus maskin rendah risiko terjadinya
phlebitis.
7) Heparin dan hidrokortison
Heparin merupakan cairan yang dapat menambah lama waktu
pemasangan kateter. Pemberian larutan seperti kalium clorida, lidocain
dan anti microbial dapat dikurangi dengan pemberian melalui intra vena.
Penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat
membentuk endapan kalsium sehingga terjadi penyumbatan pada kateter,
penyumbatan pada kateter dalam jangka waktu yang lama menimbulkan
risiko terjadinya phlebitis.
a. Status Gizi
Pada pasien dengan status gizi buruk mempunyai vena yang tipis
sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya
kurang sehingga jika terjadi luka mudah terkena infeksi.
Menurut Mustika (2012) status gizi adalah keadaan tubuh yang
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke
dalam tubuh dan penggunaannya. Ada beberapa faktor yang sering
merupakan penyebab gangguan gizi, baik langsung maupun tidak
langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi khususnya
gangguan gizi pada bayi dan balita adalah tidak sesuai jumlah gizi yang
mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka.
Beberapa faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya
34
B. KERANGKA TEORI
C. KERANGKA KONSEP
39
Status Gizi
Ukuran Kateter
intravena
Lama pemasangan
infus
Lokasi pemasangan
infus
Perawatan infus
setelah pemasangan
Phlebitis
Teknik pemasangan
infus
Penyakit penyerta
Keterangan:
Diteliti
Tidak ditelitti
C. DEFINISI OPERASIONAL
40
1. Phlebitis
Penderita phlebitis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penderita
yang dipasang infus yang mempunyai dua dari lima tanda berikut dan
penderita yang dipasang infus tersebut sudah memenuhi kriteria objektif.
a. Nyeri pada tempat suntikan
b. Kemerahan
c. Pembengkakan
d. Kehilangan fungsi
e. Panas di sekitar tempat tusukan
Kriteria obyektif :
a. Phlebitis
b. Non phlebitis
Kriteria penilaian:
Normal (18,5 s/d <23)
Underweight (<18,5)
Overweight (23 s/d <25)
41
(RL) dan Manitol. Data diperoleh dari hasil observasi dan dicatat pada
case report dengan kriteria objektif :
a. Isotonis
b. Hipertonis
sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena
radialis), dan permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).
Data diperoleh dari hasil observasi dan dicatat pada case report dengan
kriteria objektif:
a. Berisiko ( Pergelangan tangan)
b. Tidak berisiko ( Selain pergelangan tangan)
44
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik observasional
dengan pendekatan case control dimana sampel yang diambil yaitu case
sebagai pasien yang mendapat perawatan infus lalu terjadi phlebitis,
sedangkan control sebagai pasien yang mendapat perawatan infus tetapi
tidak terjadi phlebitis.
7. Kriteria Eksklusi
50
A. Besar Sampel
Z𝑎√2𝑃𝑄 +Zβ√P1Q1+P2Q2
𝑅𝑢𝑚𝑢𝑠: 𝑛 = P1−P2
Keterangan
N = besar sampel
Zα = deviat baku dari kesalahan tipe I
Zβ = deviat baku dari kesalahan tipe II
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
Q2 = 1-P2
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti
Q1 = 1-P1
P1-p2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P = proporsi total = (P1+P2)/2
Q = 1-P
Penyelesaian
Zα = 1,96
Zβ = 0,84
P2 = Proporsi phlebitis 35% : 0.35
Q2 = 1 – P2 = 1 - 0,35 = 0.65
51
P1 - P2 = 0,3
P1 = 0,3 + 0,35 = 0.65
Q1 = 1 – P1 = 1- 0,65 = 0,35
P = (P1 + P2)/2 = (0,51 + 0,35) / 2 = 0,5
Q = 1 - P = 1 –0,5 = 0,5
Jadi,
2
Zα√2PQ + Zβ√P1 Q1 + P2Q2
n1 = n2 = ( )
P1 − P2
2
1,96√2x0,5x0,5 + 0,84√0,65x0,35 + 0,35x0,65
=( )
0,3
1,39 + 0,55 2
=( )
0,3
= (6,46)2
= 41,81(dibulatkan menjadi 42)
C. Alur Penelitian
52
Cara Pengambilan
Sampel:
Consecutive Sampling
Subjek penelitian
Pengambilan daya:
Pengumpulan data
Analisis data
Penulisan hasil
Penyajian hasil
D. Prosedur Penelitian
53
belakang, tujuan, cara dan manfaat penelitian, serta hak dan kewajiban
konsekuensi dan jaminan serta keamanan data dan penyediaan data yang
bersangkutan.
5) Dijelaskan juga tentang hak-hak dari subyek, yaitu hak menolak dan
a. Pengolahan data
Data pada penelitian ini diolah menggunkan perangkat lunak computer
program SPSS
b. Analisa data
1. Variabel jenis cairan intravena menggunakan chi square
2. Variabel ukuran kateter intravena menggunakan chi square
3. Variabel lama pemasangan menggunakan chi square
4. Variabel lokasi pemasangan menggunakan chi square
5. Variabel status gizi menggunakan chi square
56
Kejadian Phlebitis
Variabel
(Status Gizi) Kasus Kontrol
Total p OR
n% n%
Kurus
Normal
Gemuk
Total N=
Kejadian Phlebitis
Variabel
(Jenis Cairan Intravena) Kasus Kontrol
Total p OR
n% n%
Isotonis
Hipertonis
Total N=
Kejadian Phlebitis
Variabel Kasus Kontrol
(Ukuran Kateter Intravena) Total p OR
n% n%
Sesuai Usia
Tidak Sesuai Usia
Total N=
57
BAB IV
LAMPIRAN
A. Lampiran 1
Jadwal Penelitian
2017 2018 2019
NO KEGIATAN 2015 2016
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4
I Persiapan
1 Pembuatan
Proposal
2 Persiapan alat
3 Pengurusan Izin
4 Pengurusan
Rekomendasi
Etik
60
1 Pengambilan
Data
2 Pemasukaan
Data
3 Analisis Data
4 Penulisan
Laporan
III Pelaporan
1 Progress Report
2 Seminar Hasil
3 Perbaikan
Laporan
4 Ujian Skripsi
61
dalam penelitian ini. Demikian juga bila terjadi hal-hal yang tidak
memungkinkan bapak/ibu/saudara untuk terus ikut dalam penelitian ini,
atau merasa tidak bersedia lagi ikut, maka bapak/ibu/saudara berhak
untuk mengundurkan diri. Penolakan atau pengunduran diri
bapak/ibu/saudara tersebut tidak mempengaruhi pelayanan kesehatan
yang seharusnya bapak/ibu/saudara dapatkan.
Bila bapak/ibu/saudara merasa masih ada hal yang belum jelas atau
belum dimengerti dengan baik, maka bapak/ibu/saudara dapat
menanyakan atau minta penjelasan pada saya: Fauzia ( No Hp 0813 4278
0716).
Data penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan tanpa menyebutkan
nama bapak/ibu/saudara dalam arsip tertulis atau elektronik (komputer),
yang tidak bisa dilihat oleh orang lain selain peneliti atau tim dari komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Unisa. Kami meminta izin
pula menggunakan data bapak/ibu/saudara untuk secara tanpa nama
kami sajikan dalam:
1) Seminar ilmial Program studi pendidikan dokter (S1) Universitas
Alkhairaat.
2) Publikasi pada jurnal ilmiah dalam maupun luar negeri.
Jika bapak/ibu/saudara setuju untuk berpartisipasi, diharapkan
menanda tangani surat persetujuan mengikuti penelitian. Atas kesediaan
dan kerjasama diucapkan terima kasih.
Disetujui oleh
Identitas Peneliti
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, subyek dengan nomor kode:
Subyek
……………………. …………………….
Saksi 1
……………………. …………………….
Saksi 2
……………………. …………………….
Identitas Peneliti
Disetujui oleh
Nama : Fauzia
Alamat : Jln. Lasoso, lorong 1, Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Kedudukan
Nama Dalam Keahlian
Penelitian
Belum ada keahlian,
masih status
Fauzia Peneliti utama
mahasiswa PSPD
Unisa Palu
A. Identitas Diri
B. Riwayat Keluarga
C. Riwayat Pendidikan
Jenjang Lama
Nama Institusi Lokasi
Pendidikan Pendidikan
Kelurahan Kabonga
Kecil, Kecamatan
TK TK Aisiyah 2000-2001
Banawa, Kabupaten
Donggala
Kelurahan Kabonga
SDN Inpres Kecil, Kecamatan
SD 2001-2007
No.1 Banawa, Kabupaten
Donggala
Kelurahan Gunung
SMPN 1 Bale, Kecamatan
SMP 2007-2010
Banawa Banawa, Kabupaten
Donggala
Kelurahan Maleni,
SMAN 1
SMA Kecamatan Banawa, 2010-2013
Banawa
Kabupaten Donggala
Fakultas
Jl. Pangeran
Kedokteran 2014-
S1 Diponegoro No. 39,
Universitas sekarang
Palu Barat
Alkhairaat Palu
No Judul Pengabdian
Tahun Pendanaan
. Kepada Masyarakat
Sumber Jumlah (Rp)
68
Pencarian
Baksos Kader BEM KBM Rp.
1. 2015 Dana dan
FK Unisa di Sirenja 50.000.000
POMD
Lampiran 4. Formulir-Formulir
KUISIONER PENELITIAN
Tanggal :
1. Ya
2. Tidak
A. Registrasi
Tempat Yankes : RSU Anutapura Palu
Tanggal masuk RS : ………………………
Tanggal pemasangan infus : ………………………
Yang Memeriksa : ………………………
B. Data
- No. kode responden :
a. Usia :
b. Jenis kelamin :
1. Laki-laki
2. Perempuan
C. Hasil Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Status Gizi
Laki-laki
1. Gizi berlebih
2. Gizi normal
3. Gizi kurang
Perempuan
1. Gizi berlebih
70
2. Gizi normal
3. Gizi kurang
b. Tanda-tanda phlebitis
Eritema
1. Ya
2. Tidak
Pembengkakan
1. Ya
2. Tidak
Panas di lokasi penusukan
1. Ya
2. Tidak
c. Jenis Larutan Intravena
1. Isotonik
2. Hipertonis
d. Ukuran Kateter Intravena
1. Sesuai usia
2. Tidak sesuai usia
e. Lama pemasangan Infus Intravena
1. Lama pemasangan ≥ 3 hari
2. Lama pemasangan < 3 hari
f. Lokasi Pemasangan Infus Intravena
1. Berisiko
2. Tidak berisiko
71