PENDAHULUAN
Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang sampai saat ini
masih memberikan masalah berupa luka yang sulit sembuh dan risiko amputasi yang tinggi.
Adapun salah satu faktor risiko amputasi adalah adanya penyakit oklusi arteri
perifer/peripheral artery disease (PAD) yang merupakan salah satu bentuk gangguan vaskular
pada ulkus kaki diabetik yang sampai saat ini belum tertangani secara optimal. Angiografi
merupakan suatu langkah diagnostik untuk melihat gambaran pembuluh darah, merencanakan
tindakan terapi serta dapat memprediksi prognosis yaitu terjadinya amputasi dengan memakai
skor angiograf.
1
Penderita DM mempunyai kemungkinan untuk menderita ulkus 17 kali lebih besar
dibandingkan non DM. (Pyene, 2002). Ulkus diabetik merupakan salah satu kompikasi
kronis penyakit DM yang menyebabkan kematian dan morbiditas seumur hidup. Ulkus yang
tidak pernah sembuh, edema kaki, nyeri saat berjalan atau istirahat, gangren, dan amputasi
merupakan penderitaan yang akan menggangu kualitas hidup. (Supartondo, et al. 1987;
Batista, 2009).
Di Bombay, India dilaporkan lebih dari 10% penderita DM yang menjalani rawat
inap memerlukan perawatan kaki diantaranya 70% memerlukan intervensi bedah
(debridemen dan perawatan luka) dan lebih dari 80% nmemerlukan amputasi pada
ekstremitas bawah (Jain, et al. 2012).
Ulkus yang tidak kunjung sembuh merupakan penyebab utama amputasi. Penderita
ulkus diabetik yang mengalami amputasi akan mengalami depresi, hilangnya kontak sosial,
terganggunya aktivitas seksual dan terbatasnya kegiatan sehari-hari (Pinzur, 2009).
Amputasi pada kaki lebih sering dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas
atau kombinasi dengan osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh karena
penyakit oklusi arteri perifer/peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004;
Widatalla, et al. 2009). Telah diketahui bahwa peripheral artery disease (PAD) merupakan
salah satu bentuk gangguan vaskular pada ulkus kaki diabetik sebagai sumber penyebab
hipoksia jaringan, karena kebanyakan ulkus kaki diabetik berlokasi pada bagian kaki yang
mengalami iskemia akibat komplikasi vaskuler dari DM kronis (Lerman, et al. 2003).
Kejadian PAD pada ulkus kaki diabetik bervariasi antara 10-60%, da merupakan prediktor
kuat untuk ulkus kaki kronis yang sulit sembuh, amputasi ektremitas bawah, morbiditas dan
mortalitas (Tellechea, et al. 2010).
Gangguan pada pembuluh darah perifer dapat ditegakkan selain secara klinis, adanya
gejala tertentu dan melalui beberapa pemeriksaan menggunakan metode tidak invasif untuk
analisa pembuluh darah arteri yang mengalami PAD dapat dilakukan pemeriksaan dengan
metode Ankle Brachial Index (ABI), ultrasonography doppler hingga metode seperti
angiografi. Modalitas angiografi ini memberikan informasi diagnostik penting yang
diperlukan untuk dapat merencanakan pengobatan dan tindakan pada pasien dengan penyakit
vaskular (Sanchez, et al. 1998; Apelqvist, 2012).
2
Angiografi merupakan indikasi pada pasien diabetes dengan ulkus yang tidak sembuh
atau osteomyelitis, dan penyakit vaskular yang memerlukan gambaran dari penyakit
pembuluh darah sebelum dilakukan endovaskular atau tindakan pembedahan. Hampir tanpa
pengecualian, pasien dengan ulkus pada kaki akan memiliki penyakit steno-oklusif yang
melibatkan pembuluh darah pada kaki (arteri femoral, femoral superfisial, femoral profunda,
popliteal, tibia anterior, tibia posterior, dan peroneal) (Hochman, 2012).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi
Ulkus kaki diabetik adalah luka yang dialami oleh penderita diabetes pada area kaki
dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis kulit, sampai luka dengan ketebalan
penuh (full thickness), yang dapat meluas kejaringan lain seperti tendon, tulang dan
persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan
infeksi atau gangrene. Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
kadar glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol, neuropati perifer atau penyakit arteri
perifer. Ulkus kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi utama yang paling merugikan
dan paling serius dari diabetes melitus, 10% sampai 25% dari pasien diabetes berkembang
menjadi ulkus kaki diabetik dalam hidup mereka (Fernando, et al., 2014; Frykberg, et al.,
2006; Rowe, 2015; Yotsu, et al., 2014).
2.2 Etiologi
Ulkus kaki diabetik terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti kadar glukosa
darah yang tinggi dan tidak terkontrol, perubahan mekanis dalam kelainan formasi tulang
kaki, tekanan pada area kaki, neuropati perifer, dan penyakit arteri perifer aterosklerotik,
yang semuanya terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi pada penderita diabetes.
Diabetik neuropati berdampak pada sistem saraf autonomi yang mengontrol otot-otot
halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf autonomi
berpengaruh pada perubahan tonus otot yang menyebabkan gangguan sirkulasi darah
4
sehingga kebutuhan nutrisi dan metabolisme di area tersebut tidak tercukupi dan tidak dapat
mencapai daerah tepi atau perifer. Efek ini mengakibatkan gangguan pada kulit yang
menjadi kering dan mudah rusak sehingga mudah untuk terjadi luka dan infeksi. Dampak
lain dari neuropati perifer adalah hilangnya sensasi terhadap nyeri, tekanan dan perubahan
temperatur (Chuan, et al., 2015; Frykberg, et al., 2006; Rowe, 2015; Syabariyah, 2015).
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki.
Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka
timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri,
lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya
kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan
menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke
tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk
mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh
darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada
tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren
yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
5
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas
200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik.
Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan
baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui
aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). 1
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes
sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :
Luka kecelakaan
Trauma sepatu
Stress berulang
Trauma panas
Iatrogenik
Oklusi vaskular
Kondisi kulit atau kuku
Faktor risiko demografis :
- Usia
Semakin tua semakin berisiko
- Jenis kelamin
Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas –
mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis
- Etnik
Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap komplikasi
kaki.Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan
dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat.
- Situasi sosial
Hidup sendiri dua kali lebih tinggi
Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki
diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan.
6
Faktor risiko lain :
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti
sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati
yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen
yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga
terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki.
7
Gambar 1. Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik.
Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh untuk
mencegah kedua kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi neuropati,
observasi setiap hari terhadap kaki merupakan masalah kritis. Jika pasien diabetes
melakukan penilaian preventif perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko yang serius
bagi kondisi kakinya.
Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan pada
kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik karena
sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi,
dan kondisi serius pada kaki.
Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam
timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat
jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering
merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara
praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan :kaki diabetik akibat angiopati /
iskemia dan kaki diabetik akibat neuropati, dan ditambah kaki diabetik akibat infeksi.
8
untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan
diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah
yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah
sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada
dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi.
Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien
dengan gula darah yang tidak terkontrol.
Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami
infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri
patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur
terutama bakteri anaerob.
9
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon,
hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki
karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari
martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis
atau sendi Charcot.
Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik
saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan
sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan
kaki yang tidak sensitif ini.
Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf
simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah,
produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler.
10
Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan
menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena.
Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat
disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat
berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta
menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya
selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan
penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan
keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang
memudahkan terjadinya ulkus.
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada
orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala
klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.5
11
a. faktor imunologi
- produksi antibodi menurun
- peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- daya fagositosis granulosit menurun
b. faktor metabolik
- hiperglikemia
- benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- glikogen hepar dan kulit menurun
c. faktor angiopati diabetika
d. faktor neuropati
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki. Pada
ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram
positif, negatif dan anaerob. 5
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu: (Goldberg dan Neu, 1987)
12
DIABETES MELLITUS
Penyakit pembuluh Neuropati otonom Neuropati perifer
darah tepi
Aliran Indera Gerak
Keringat darah raba
Sumbatan Aliran
oksigen, nutrisi,
Resorpsi
antibiotik Kehilangan
tulang Atropi
Kult kering, rasa sakit
pecah Kerusakan
sendi Kehilangan
Luka sulit
sembuh Trauma bantalan
Kerusakan lemak
kaki
Tumpuan berat
yang baru
Sindrom jari biru INFEKSI ULKUS
Gangren
Gangren mayor
AMPUTASI
2.5 Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti
klasifikasi Edmons dari King’s Collage Hospital London, Klasifikasi Liverpool yang sedikit
lebih ruwet, sam,pai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan penngelolaan kaki diabetes,
dan juga kalsifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada
pengelolaan kaki diabetes.
Working Group on Diabetic Foot ( Klasifikasi PEDIS 2003) . Adanya klasifikasi kaki
diabetik yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah para peneliti dalam
membandingkan hasil penelitian dari berbagai tempat dimuka bumi. Dengan klasifikasi
PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan , vaskular, infeksi atau
neuropatik ,sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik.
13
Tabel 1: Klasifikasi Kaki Diabetik menurut Wagner
14
Tabel 2: Klasifikasi Kaki Diabetik Menurut Texas
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan
adalah klasifikasi yang berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmons 2004-
2005) :
2.6 Diagnosis
15
Gejala klinis akibat neuropati perfier
1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat istirahat,
ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot besar pada salah satu atau
kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang
mengindikasikan adanya klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas
dan membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi
lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman, kram
atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki diabetis, karena
cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga
terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada beberapa
kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah terjadinya penurunan
perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene hal tersebut sering merupakan
akibat dari infeksi
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik serta tes
sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri
poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang
akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah
rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia
darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam
menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.
16
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Pencegahan
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus,
bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga
merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki
diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya dan risiko besarnya
masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya
masalah (Frykberg) yaitu:
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
17
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan. Berbagai
hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal dapat
digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.
1. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan
agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang
dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi
kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan
membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti
kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal.
2. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah
diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan
pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan
suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri
femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai
fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure,
toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia)
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya
18
yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki
penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk
menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit
pembuluh darah kaki penyandang DM.
1. Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang
hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi,
diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih
jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang
pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut
dapat pula dilakukan tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki,
sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal
bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan.
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi
dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian,
masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan
umum kaki diabetik.
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus
PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat
akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti
cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari
dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan
untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.
19
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada
proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif
bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat
ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang
berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram
positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu
untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup
kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan
obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis.
Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya
luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain
dengan removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches,
wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti
dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi
untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial
calcanectomy).
20
2.8 Prognosis
Menurut penelitian pada penderita kaki diabetik yang telah dilakukan amputasi
transtibial, dalam kurun waktu 2 tahun terdapat 36% penderita meninggal.2
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia
penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada
kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
21
BAB III
KESIMPULAN
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik
diabetes mellitus. Dengan manifestasi berupa dermopati, selulitis, ulkus, osteomielitis dan
gangren. Faktor utama yang memegang peranan dalam patogenesis kaki diabetik adalah
adanya angiopati/iskemi dan neuropati.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji Sarwono. Kaki diabetes dalam : Sudoyo Aru W dkk Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UI : 2006 ; 1911
2. Heyder F, Tindakan Pembedahan Pada Kaki Diabetik dalam Makalah Kaki Diabetik
Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,
1997
3.
23