Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

RUPTUR LIGAMENTUM CRUCIATUM ANTERIOR

Oleh:
Hana Andrina, S.Ked 04054821618022
Dita Devita, S.Ked 04054821618023

Pembimbing:
dr. Ismail Bastomi, SpOT

DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

LaporanKasus

Judul: Ruptur Ligamentum Cruciatum

Anterior

Disusunoleh:
Hana Andrina, S.Ked 04054821618022
Dita Devita, S.Ked 04054821618023

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Junior di
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang, Periode 21 Maret 2016– 30 Mei 2016.

Palembang, April 2016


Pembimbing

dr. Ismail Bastomi, SpOT


KATA PENGANTAR

Pujian syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Ruptur Ligamentum Cruciatum Anterior” untuk memenuhi tugas laporan kasus
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ismail Bastomi, SpOT, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan telaah
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis.Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi
manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, April 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB IPENDAHULUAN ................................................................................
BAB II LAPORAN KASUS ..........................................................................
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
3.1. Definisi ...........................................................................................
3.2. Anatomi .........................................................................................
3.3. Fisiologi .........................................................................................
3.4. Epidemiologi..................................................................................
3.5. Etiologi ..........................................................................................
3.6. Manifestasi Klinis ..........................................................................
3.7. Klasifikasi ......................................................................................
3.8. Patofisiologi ...................................................................................
3.9. Dasar diagnosis ..............................................................................
3.10. Penatalaksanaan .............................................................................
3.11. Komplikasi.....................................................................................
3.12. Prognosis .......................................................................................
BAB IV ANALISIS KASUS ..........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Cedera ACL adalah cedera lutut tersering yang dialami oleh atlet. Cedera
ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-zag,
perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-
deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli, dan futsal. Mayoritas cedera yang
terjadi adalah mekanisme non-kontak dengan valgus lutut dan twisting (puntiran).
Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau salah posisi lutut ketika
mendarat.
Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma
langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping. Robekan ACL lebih dari 50%
atau robekan total dapat menyebabkan ketidakstabilan sendi lutut. Atlet akan
merasa lututnya sering “goyang”, nyeri dan bengkak berulang sehingga kinerja
berolahraganya menurun. Ketidakstabilan sendi lutut juga akan menimbulkan
cedera lanjutan berupa rusaknya bantal sendi/meniskus dan tulang rawan sendi.
Banyak atlet yang akhirnya harus mengakhiri kariernya akibat cedera ACL
sehingga cedera ini sering disebut career ending injury.1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi
Nama : Tn. MAD
Umur / Tanggal Lahir : 26 tahun / 09 Oktober 1989
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Atlit senam artistik
Agama : Islam
Alamat : Jalan Makam Kamp Sukorejo no 1870 RT 10 RW
02 Kelurahan Sukodadi Kecamatan Sukarami,
Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
MRS : 27Maret 2016
Rekam Medik : 943813

Ayah
Nama : Tn. AR
Pekerjaan : Pensiunan

Ibu
Nama : Ny. A
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. Anamnesis
(dilakukan alloanamnesis dengan penderita, 5 April 2016, pukul 16.00 WIB)
Keluhan Utama
Nyeri sesekali pada lutut sebelah kanan

Keluhan Tambahan
Lutut terasa goyah saat beraktivitas dan kaku.
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 10 bulan yang lalu, os mengeluh nyeri di lutut sebelah kanan. Nyeri
terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak menjalar. Keluhan timbul setelah os
terjatuh saat melakukan gerakan koprol di udara dan mendarat di lantai saat
senam artistik. Os mengaku mendengar suara “pop” saat terjadi cedera dan
tidak bisa berdiri setelahnya. Beberapa jam kemudian, os mengaku lutut
kanannya bengkak dan terasa panas. Kemudian os berobat ke dokter dan
dilakukan pemeriksaan MRI. Dokter mengatakan hasil pemeriksaan MRI
adalah ruptur ligamen pada lutut dan direncanakan untuk operasi namun os
menolak.
± 1 bulan yang lalu, os mengeluh nyeri sesekali di lutut sebelah kanan.
Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak menjalar. Nyeri bertambah jika
os bergerak dan melakukan aktivitas senam artistik. Nyeri berkurang jika os
mengistirahatkan dan mengompres lututnya dengan handuk dingin. Selain itu,
os juga mengeluhkan lututnya terasa goyah dan kaku saat beraktivitas. Os
merasa hal tersebut sangat menganggu aktivitas dan membatasi gerakannya.
± 1 minggu SMRS, os mengeluh nyeri bertambah hebat. Nyeri tidak
berkurang walaupun telah beristirahat dan dikompres handuk dingin. Os juga
semakin sulit menggerakkan lutut kanannya. Penderita kemudian berobat ke
Graha Spesialis RSMH dan direncanakan untuk operasi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat alergi disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes melitus disangkal.
Riwayat Pengobatan
10 bulan menunda untuk dilakukan tindakan pembedahan

C. Pemeriksaan Fisik
Pre-Operasi
Keadaan Umum
Tanggal Pemeriksaan : 5 April 2016
Keadaan Umum : Baik
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu axila : 37,2 °C
VAS Skor : Skala nyeri 3
Berat Badan : 49,5 kg
Tinggi Badan : 156 cm
BMI : 20,34 (normal)

Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali, simetris, dismorfik (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (-/-), Pupil bulat isokor ø 3mm/3mm, reflek
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-), konka hiperemis (-/-)
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis
(-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH20

Thorak
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)
Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR: 72 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi : Simetris, statis (kanan sama dengan kiri), dinamis simetris
(tidak ada yang tertinggal), retraksi (-/-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen
Inspeksi : Datar, scar (-), eritem (-), venektasi (-), spider naevi (-)
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor <2”
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-), CRT<2”, pucat (-)


Regio genu sinistra : dalam batas normal

Status Lokalis
Regio Genu Dekstra
Look : warna kulit sama dengan sekitarnya, deformitas (-),
shortening (-), skar (-), benjolan (-), bengkak (-),valgus (-),
varus (-).
Feel : suhu sama dengan sekitarnya, krepitasi (-), nyeri tekan (-),
pulsasi (+).
Movement : gerakan luas dan tidak terbatas.
Luas gerak sendi Aktif Pasif
Fleksi lutut 0-150º 0-150 º
Ekstensi lutut 0º 0º

Tes provokasi sendi lutut


Pemeriksaan Hasil Interpretasi Sensitivitas,
Spesifisitas
Anterior drawer test + Ruptur Sensitivitas:
ligamentum 41%
cruciatum anterior Spesifisitas:
95%
Posterior drawer test - Tidak terjadi Sensitivitas:
ruptur ligamentum 90%
cruciatum Spesifisitas:
posterior 99%
Lachmann’s test + Ruptur Sensitivitas:
ligamentum 68-77%
cruciatum anterior Spesifisitas:
50-94%
McMurray’s test - Tidak ada lesi Sensitivitas:
meniskus medial 50%
dan lateral Spesifisitas:
94%
Apley compression - Tidak ada cedera Sensitivitas:
test meniskus 97%
Spesifisitas:
87%
Pivot shift test + Ruptur Sensitivitas:
ligamentum 82%
cruciatum anterior Spesifisitas:
98%
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29 Maret 2016
Jenis Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15,0 g/dL
Eritrosit 5.200.000/mm3
Leukosit 5400/mm3
Hematokrit 45 %
Trombosit 235.000/µL

HITUNG JENIS LEUKOSIT


Basofil 0%
Eosinofil 9%
Netrofil 41%
Limfosit 40%
Monosit 10%

FAAL HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 1 menit
Waktu Pembekuan 9 menit

KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa
GINJAL 82 mg/dL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT 28 mg/dL
Natrium
Kalium 1,22 mg/dL

138 mEq/L
4,1 mEq/L
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan MRI tanggal 13 Juni 2015

Hasil:
Tampak high signal intensitity pada ACL, contour tampak shaggy
Tampak high signal intensitity pada meniscus anterior horn lateral
Celah sendi baik
Tak tampak soft tissue swelling

Kesan:
Ruptur ligamentum cruciatum anterior + curiga ruptur meniscus lateral
Pasca-Operasi (hari ke 5)
Keadaan Umum
Tanggal Pemeriksaan : 12 April 2016
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu axila : 36,8 °C
VAS Skor : skala nyeri 3 (nyeri luka post operasi, lepas kateter
epidural hari ke 3 post op)

Status Lokalis
Regio Genu Dekstra
Look : tampak luka bekas operasi, warna kulit sama dengan
sekitarnya, deformitas (-), shortening (-), benjolan (-),
bengkak (-), hematom (-), valgus (-), varus (-).
Feel : suhu sama dengan sekitarnya, krepitasi (-), nyeri tekan
(+), pulsasi (+).
Movement : ROM aktif dan pasif terbatas

E. Diagnosis
Ruptur Ligamentum Cruciatum Anterior Dekstra

F. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Kurangi aktivitas berlebih dan bergerak sewajarnya
- Melakukan pemanasan sebelum berolahraga
- Hindari melakukan gerakan secara tiba-tiba
- Melakukan gerakan berputar menggunakan kaki, bukan lutut.
- Rujuk ke bagian rehabilitasi medik untuk penanganan lebih lanjut
dalam mengembalikan ROM
Farmakologi
- Arthroplasty
- Tramadol 3 x 100 mg PO

(Ganti verban post op arthroplasty hari ke 5)


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Ligamentum cruciatum anterior atau Anterior Cruciate Ligament (ACL)
adalah salah satu dari 4 ligamen utama yang menstabilisasi sendi lutut. Ligamen
ini tersusun dari serabut kuat (atau kolagen) yang berfungsi seperti untaian tali
atau kabel.Ligamentum cruciatum anterior mencegah tulang tibia dari pergeseran
yang berlebihan terhadap tulang femur dan menstabilisasi lutut untuk melakukan
berbagai aktivitas.2 Ruptur ACL adalah robeknya ligamentum cruciatum anterior
yang menyebabkan sendi lutut menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia bergeser
secara bebas.

3.2. Anatomi3,4
Articulatio genus
Articulatio genus (sendi lutut) adalah sendi yang terbesar dan paling rumit
di seluruh tubuh. Pada dasarnya sendi ini terdiri atas dua buah sendi condylaris
antara condylus femoris medialis dan lateralis dengan condylus tibiae yang
bersesuaian serta sebuah sendi plana antara patella dan facies patellaris femoris.
Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi
sebenarnya terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks ,yaitu:
1. Condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan
berhubungan dengan condylus tibiae
2. Satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari
patella dan femur.

Tipe
Sendi antara femur dan tibia adalah sebuah sendi sinovial tipe gingylimus
(sendi engsel), tetapi mempunyai sedikit kemungkinan gerak rotasi. Sendi antara
patella dan femur adalah sendi sinovial jenis plana.
Ligamentum-ligamentum
Ligamentum ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu ligamentum yang terletak di luar
capsula (ekstracapsular) dan di dalam capsula (intracapsular).
1. Ligamentum-ligamentum ekstracapsular
a) Ligamentum patella melekat (di atas) pada pinggir bawah patella dan di
bawah tuberositas tibiae. Sebenarnya ligamentum ini merupakan lanjutan
dari bagian tendon utama bersama m. Quadriceps femoris.
b) Ligamentum collaterale laterale berbentuk seperti tali dan melekat di atas
pada condylus lateralis femoris dan di bwah pada caput fibulae .Tendon m.
Popliteus berjalan di antara ligamentum dan meniscus lateralis.
c) Ligamentum collaterale mediale berbentuk pita pipih dan di atas melekat
pada condylus medialis femoris dan di bawah pada facies medialis corps
tibiae. Ligamentum ini melekat erat pada meniscus medialis.
d) Ligamentum poplitem obliquum adalah perluasan tendo yang berasal dari
m. Semimembranosus.Ligamentum ini memperkuat aspek posterior dari
capsula.

2. Ligamentum intracapsular

Ligamentum cruciatum adalah dua ligamentum intracapsular yang sangat kuat,


saling menyilang satu dengan yang lain di dalam rongga sendi. Ligamentum
tersebut disebut ligamentum cruciatum anterior dan posterior sesuai dengan
termpat perlekatannya pada tibia. Ligamentum ini penting karena merupakan
pengikat utama antara femur dan tibia dalam seluruh kisaran gerak sendinya.
a) Ligamentum cruciatum anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berjalan ke arah atas, belakang, dan lateral, untuk melekat pada bagian
posterior facies medialis condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan
mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna.
Ligamentum cruciatum anterior mencegah pergeseran femur ke posterior
tibia. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi, ligamentum cruciatum anterior
akan mencegah tibia tertarik ke anterior.
b) Ligamentum cruciatum posterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris posterior tibiae dan
berjalan ke arah atas, depan dan medial untuk melekat pada bagian
anterior facies medialis femoris. Ligamentum cruciatum posterior
mencegah pergeseran femur ke anterior tibia. Bila sendi lutut dalam
keadaaan fleksi, ligamnetum cruciatum posterior akan mencegah tibia
tertarik ke posterior.
Meniscus
Meniscus merupakan fibrocartilago yang berbentuk seperti huruf C.
Pinggir luarnya tebal dan melekat pada capsula, dan pinggir dalamnya tipis,
cekung dan membentuk pinggir yang bebas. Permukaan atasnya berhubungan
langsung dengan condylus femoris. Permukaan bawahnya berhubungan langsung
dengan condylus tibiae. Fungsinya adalah memperdalam facies articularis
condylus tibiae untuk menerima condylus femoris yang cembung. Selain itu juga
berfungsi sebagai bantalan antara kedua tulang tersebut. Masing-masing meniscus
melekat pada permukaan atas tibia melalui cornu anterior dan posteriornya
.Karena meniscus medialis melekat juga pada ligamentum collaterale mediale
maka meniscus ini relatif tidak mudah bergerak.

Cedera lutut dan membran synovial


Membran synovial sendi lutut luas dan bila terdapat kerusakan permukaan
sendi, meniscus atau ligamentum, rongga synovial yang besar menjadi terdistensi
karena berisi cairan. Hubungan yang luas antara bursa suprapatellaris dan rongga
sendi mengakibatkan bursa ini ikut terenggang pula. Pembengkakan lutut dapat
meluas sampai tiga atau empat jari di atas patella dan ke lateral serta medial
masing-masing di bawah aponeurosis insersio m. Vastus lateralis dan medialis.
Cedera ligamentum collaterale mediale
Abduksi paksa tibia terhadap femur dapat berakibat robeknya sebagian
dari ligamentum collaterale mediale yang dapat terjadi pada tempat perlekatannya
di femur atau tibia. Perlu diingat bahwa robeknya meniscus mengakibatkan
timbulnya rasa nyeri yang terlokalisasi pada garis sendi, sedangkan keseleo pada
ligamentum collaterale mediale mengakibatkan nyeri pada daerah di atas tempat
perlekatan ligamentum ini di femoral atau tibia.

Cedera ligamentum collaterale laterale


Adduksi paksa tibia terhadap femur dapat mengakibatkan cederanya ligamentum
collaterale laterale (lebih jarang daripada cedera ligamnetum collaterale mediale)

Cedera ligamentum cruciatum


Cedera pada ligamentum cruciatum dapat terjadi bila terdapat gaya yang
besar terhadap sendi lutut. Robeknya ligamentum cruciatum anterior sering
terjadi; Robeknya ligamentum cruciatum posterior jarang terjadi. Cedera selalu
diikuti dengan kerusakan struktur lutut yang lain; ligamentum collaterale biasanya
robek atau capsula dapat rusak. Rongga sendi dengan cepat terisi darah
(hematrosis) sehingga sendi menjadi bengkak. Pemeriksaan pasien dengan ruptur
ligamentum cruciatum anterior menujukkan bahwa tibia dapat sangat tertarik ke
depan terhadap femur. Pada ruptur ligamentum posterior, tibia akan sangat
bergeser ke belakang terhadap femur. Karena stabilitas sendi lutut terutama
bergantung pada tonus dari m. quadratus femoris dan keutuhan ligamentum
collaterale, tindakan bedah pada cedera yang terjadi hanya di ligamentum
cruciatum yang robek tidak selalu dilakukan. Lutut diimobilisasi dengan gips
dalam posisi sedikit fleksi dan fisioterapi aktif pada m. Quadriceps femoris segera
dilakukan. Namun, bila sampai sendi dan ligamentum collaterale ikut robek,
tindakan pembedahan perlu dilakukan dengan segera.
Cedera meniscus articulatio genus
Cedera meniscus lazim ditemukan. Meniscus medialis lebih sering cedera
daripada meniskus lateralis, dan hal ini agaknya disebabkan oleh meniscus yang
melekat erat pada ligamentum collaterale mediale sendi lutut yang membatasi
geraknya. Cedera terjadi bila femur berputar terhadap tibia, atau tibia dengan
femur, dengan sendi lutut dalam keadaan sedikit fleksi dan menyanggah berat
badan. Tibia biasanya dalam keadaan abduksi terhadap femur, dan meniscus
medialis ditarik ke dalam posisi abnormal antara condylus femoralis dan tibialis.
Gerakan mendadak di antara condylus mengakibatkan terdapatnya gaya menjepit
yang hebat pada meniscus dan keadaan ini akan membelah meniscus dalam arah
panjangnya. Bila bagian meniscus yang robek menjadi terjepit di antara
permukaaan sendi, tidak mungkin dilakukan gerakan lagi, dan dikatakan sendi
dalam keadaan “terkunci”. Cedera pada meniscus lateralis lebih jarang, mungkin
karena meniscus lateralis tidak melekat pada ligamentum collaterale laterale sendi
lutut dan karena itu lebih bebas bergerak.
3.3. Fisiologi
Pergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan fleksi, ekstensi dan sedikit
rotasi. Gerakan fleksi dilaksanakan oleh m. biceps femoris, semimembranosus,
dan semitendinosus serta dibantu oleh m.gracilis, m.sartorius dan m. popliteus.
Fleksi sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang
dengan paha. Ekstensi dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi
mula-mula oleh ligamentum cruciatum anterior yang menjadi tegang. Ekstensi
sendi lutut lebih lanjut disertai rotasi medial dari femur dan tibia serta ligamentum
collaterale mediale dan lateral serta ligamentum popliteum obliqum menjadi
tegang, serat-serat posterior ligamentum cruciatum posterior juga dieratkan.
Sehingga sewaktu sendi lutut mengalami ekstensi penuh ataupun sedikit
hiperekstensi, rotasi medial dari femur mengakibatkan pemutaran dan pengetatan
semua ligamentum utama dari sendi, dan lutut berubah menjadi struktur yang
secara mekanis kaku. Rotasi femur sebenarnya mengembalikan femur pada tibia,
dan cartilago semilunaris dipadatkan mirip bantal karet diantara condylus femoris
dan condylus tibialis. Lutut berada dalam keadaan hiper-ekstensi dikatakan dalam
keadaan terkunci.
Selama tahap awal ekstensi, condylus femoris yang bulat menggelinding ke
depan mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan
condylus lateralis. Bila sendi lutut di gerakkan ke depan, femur ditahan oleh
ligamentum cruciatum posterior, gerak menggelinding condylus femoris diubah
menjadi gerak memutar. Sewaktu ekstensi berlanjut, bagian yang lebih rata pada
condylus femoris bergerak kebawah dan cartilago semilunaris harus
menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus femoris yang berubah.
Selama tahap akhir ekstensi, bila femur mengalami rotasi medial, condylus
lateralis femoris bergerak ke depan, memaksa cartilago semilunaris lateralis ikut
bergerak ke depan. Sebelum fleksi sendi lutut dapat berlangsung, ligamentum-
ligamentum utama harus mengurai kembali dan mengendur untuk memungkinkan
terjadinya gerakan diantara permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan terlepas dari
keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m. popliteus, yang memutar femur ke
lateral pada tibia. Sedangkan rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan
m. semitendinosus. Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps femoris.
Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia secara pasif dapat d gerakkan
ke depan dan belakang terhadap femur, hal ini dimungkinkan karena ligamentum
utama terutama ligamentum cruciatum sedang dalam keadaan kendur. Jadi di sini
tampak bahwa stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot yang
bekerja terhadap sendi dan juga oleh kekuatan ligamentum.4 Dari faktor-faktor ini,
tonus otot berperan sangat penting dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk
mengembalikan kekuatan otot ini, terutama m. quadriceps femoris setelah terjadi
cedera pada sendi lutut.

3.4. Epidemiologi
Berdasarkan suatu studi epidemiologi di Colorado pada tahun 2013, cedera
ligamentum cruciatum anterior terjadi sebanyak 20,5% dari total 3012 cedera lutut
yang terjadi pada atlit usia sekolah menengah atas. Cedera ligamentum cruciatum
anterior paling sering terjadi pada olahraga american football, sepak bola, voli,
basket, gulat, baseball, softball. Secara nasional, cedera ACL pada atlit laki-laki
terjadi sebanyak 124.626 kasus dan atlit wanita sebanyak 91.002 kasus pada anak
usia sekolah menengah atas.5
3.5. Etiologi
Ruptur ligamentum cruciatum anterior (ACL) sering terjadi pada kegiatan
olahraga yang pada dasarnya terdapat gerakan jongkok, memutar, menghentikan
gerakan, dan melompat. Ruptur ACL sering terjadi pada olahraga high-impact,
seperti sepak bola, futsal, bola voli, tenis, bulutangkis, bola basket dan olahraga
lain seperti beladiri.2
Sekitar 70% dari kejadian ruptur ligamentum cruciatum anterior terjadi
melalui mekanisme non-kontak dan 30% karena mekanisme kontak dengan objek
lain. Dalam fungsi normalnya, ligamentum cruciatum anterior dapat menahan
kekuatan sebesar 2200 N. Apabila lutut menerima kekuatan yang besar dan otot
tidak dapat membantu meredam tekanan, maka ACL akan mengambil alih semua
beban sehingga memungkinkan terjadinya robekan. Beban yang besar tersebut
terjadi ketika menerima hantaman keras di bagian lutut, hiperekstensi lutut,
berhenti secara mendadak lalu merubah arah gerak sambil berlari dan melakukan
gerakan berputar tiba-tiba.

3.6. Manifestasi Klinis7


- Pada umumnya, penderita akan mendengar suara “pop” atau robekan saat
terjadi cedera
- Ketidakstabilan lutut (goyah) dan tidak bisa berdiri setelah cedera terjadi
- Nyeri pada lutut
- Bengkak beberapa jam setelah terjadinya cedera yang menandakan
terjadinya pendarahan dalam sendi.

3.7. Klasifikasi4
Penilaian derajat cedera ACL dapat dilakukan berdasarkan robekan yang terjadi
dan tingkat keparahannya, yaitu:
A. Derajat 1:
Robekan mikro pada beberapa serabut ligamen disertai nyeri ringan dan
sedikit bengkak. Umumnya tidak menimbulkan gejala ketidakstabilan dan
dapat kembali beraktivitas setelah proses penyembuhan.4
B. Derajat 2:
Robekan parsial lebih banyak terjadi pada serabut ligamen dengan sedikit
perdarahan, nyeri yang lebih dan memar pada sendi lutut. Terjadi
penurunan fungsi dan dapat menimbulkan gejala ketidakstabilan. 4
C. Derajat 3:
Robekan total dengan hematoma dan hemarthrosis disertai gejala
ketidakstabilan yang sangat bermakna. 4

3.9. Dasar diagnosis6


A. Anamnesis

Pertanyaan yang dapat diajukan, yaitu:


- Sejak kapan nyeri dialami?
- Bagaimana mekanisme terjadinya cedera?
- Apakah terdengar suara “pop” atau robekan saat terjadi cedera?
- Apakah lutut terasa goyah atau tidak stabil?

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dinilai dari:


- Look, lihat apakah ada deformitas, shortening, pembengkakan,
kemerahan, memar, benjolan, skar.
- Feel, nilai apakah ada nyeri tekan, suhu kulit sama dengan sekitar,
krepitasi dan pulsasi arteri.
- Movement, nilai luas pergerakan sendi dari ROM aktif dan pasif
Pada kasus yang dicurigai adanya robekan pada ligamentum cruciatum anterior,
dapat dilakukan beberapa tes provokasi sendi lutut yaitu Anterior Drawer Test,
Lachmann’s Test dan Pivot Shift Test.

Anterior drawer test dilakukan dengan memposisikan pasien berbaring dengan


lutut difleksikan 90º. Pemeriksa memegang tibia di atas caput medial dan lateral
dari musculus gastrocnemius dengan kedua tangan dan ibu jari diletakkan pada
sisi dari ligamen patella. Kemudian pemeriksa menarik tangan ke arah anterior
sehingga tibia tertarik ke arah anterior. Hasil tes dikatakan positif jika terjadi
perpindahan abnormal dari tibia ke arah anterior.

Pemeriksaan Anterior Drawer Test

Lachmann’s test
Pasien dalam posisi berbaring dengan lututpadaposisifleksikira-kiradalamsudut
300 dan femur sedikit dieksorotasikan untuk merelaksasikan otot-otot hamstring.
Tangan kiri pemeriksa memegang femur bagian distal dengan erat dan tangan
kanan memegang tibia di bawah persendian. Lalu pemeriksa menarik tibia ke arah
anterior dengan menahan femur pada posisisnya. Hasil tes dikatakan positif
apabila terjadi pergeseran berlebihan dari tibia ke arah anterior jika dibandingkan
dengan keadaan normalnya.
Pemeriksaan Lachman

Pivot Shift Test


Pasien dalam posisi supine, pemeriksa menggunakan satu tangan menekan caput
fibula dan lainnya menekan pergelangan kaki pasien. Kaki bagian bawah diputar
secara internal dan lutut sepenuhnya diekstensikan. Paha kemudian fleksi 30
derajat di pinggul sementara lutut juga fleksi, dan pemeriksa memberikan tekanan
valgus dan beban aksial simultan dengan tangan atas nya. Jika ligamen anterior
rusak, maka terjadi pergeseran tibia ke arah lateral.

Pemeriksaan Pivot Shift

C. Pemeriksaan penunjang1

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memperkuat temuan yang didapat pada


pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Foto rontgen

Pemeriksaan rontgen dengan posisi anteroposterior (AP) dan lateral sangat


bermanfaat untuk mengetahui adanya fraktur tulang pada tempat
menempelnya ligament. Gambaran rontgen lateral biasanya dapat
memberikan gambaran fraktur eminantia intercondylaris tibia dibanding
rontgen posisi AP.
2. MRI untuk melihat kerusakan jaringan lunak
Pemeriksaan penunjang Magnetic Resonance Imaging (MRI) bisa
memberikan gambaran yang jelas untuk mengetahui cedera jaringan lunak
(ligamen, tendon dan bantal sendi). MRI memiliki sensitivitas sebesar
95% dan spesitivitas sebesar 88 % dalam penegakan diagnosis robekan
ACL.

3.10. Diagnosis Banding


1. Dislokasi patellar
2. Ruptur meniscal perifer
3. Fraktur osteochondral
3.11. Penatalaksanaan
Secara non-farmakologi, dapat dilakukan beberapa tindakan setelah terjadinya
cedera untuk mengurangi nyeri dan bengkak, yaitu:
- Lutut diistirahatkan dan tidak digunakan hingga bengkak hilang
- Kompres dengan es atau handuk dingin
- Lutut dibalut dengan compression bandage (elastic verband) untuk
mencegah pergerakan berlebih.
- Elevasi tungkai lebih tinggi dari jantung.

Pada kasus ruptur ligamentum cruciatum anterior, tindakan pembedahan


dilakukan berdasarkan keperluan aktivitas penderita. Tindakan pembedahan yaitu
arthroplasty untuk mengganti ligamentum yang robek sehingga mengembalikan
kestabilan lutut. Ligamentum yang robek tidak boleh dijahit dan disambung,
melainkan menggunakan graft atau transplan dari ligamentum patella atau tendon
hamstring.
Setelah operasi, maka pasien dapat dirujuk ke bagian rehabilitasi medik
guna mengoptimalkan kembali fungsi sendi lututnya dan menguatkan otot
quadriceps femoris. Knee bracing dipasang kurang lebih 2-3 bulan, kemudian
kontrol 1 minggu sekali selama 2 minggu untuk melihat luka post operasi.

3.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari tindakan atroskopi antara lain:
- Akumulasi cairan dalam sendi (arthritis traumatik/synovitis)
- Ruptur ligamen collaterale lateralis
- Ruptur ligamen collaterale medialis
- Ruptur ligamen cruciatum posterior
- Kerusakan kartilago
- Lesi pada meniscus

3.13. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ruptur ACL merupakan cedera lutut tersering yang dialami oleh atlet.
Cedera ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-
zag, perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-
deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli, dan futsal.
Berdasarkan anamnesis riwayat pekerjaannya, penderita adalah seorang
atlit senam artistik yang sering melakukan gerakan koprol di udara. Saat
melakukan gerakan koprol di udara penderita mendarat di lantai dengan posisi
lutut yang salah. Mayoritas cedera ACL yang terjadi adalah mekanisme non
kontak yaitu valgus lutut dan twisting (puntiran).
Kurang lebih 10 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh
nyeri di lutut sebelah kanan setelah mendarat di lantai dengan posisi yang salah
setelah koprol di udara. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak menjalar.
Os mengaku mendengar suara “pop” saat terjadi cedera dan tidak bisa berdiri
setelahnya. Beberapa jam kemudian, os mengaku lutut kanannya bengkak dan
terasa panas. Keadaan ini disebabkan karena adanya kondisi hemartrosis beberapa
saat setelah kejadian. ACL menerima suplai darah terutama dari arteri
geniculate medial, sewaktu ACL pecah, haemarthrosis biasanya berkembang
dengan cepat.
Sekitar 1 bulan yang lalu, os mengeluh nyeri sesekali di lutut sebelah kanan.
Nyeri bertambah jika os bergerak dan melakukan aktivitas senam artistik. Nyeri
berkurang jika os mengistirahatkan dan mengompres lututnya dengan handuk
dingin. Selain itu, os juga mengeluhkan lututnya terasa goyah dan kaku saat
beraktivitas. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh nyeri
bertambah hebat. Nyeri tidak berkurang walaupun telah beristirahat dan
dikompres handuk dingin. Os juga semakin sulit menggerakkan lutut kanannya.
Hal ini disebabkan karena rupturnya ACL yang merupakan salah satu ligamen
yang berfungsi sebagai stabilitator lutut sehingga tibia bergerak secara bebas.
Hasil pemeriksaan fisik pada status lokalis didapatkan dari Look yaitu warna
kulit sama dengan sekitarnya, deformitas (-), shortening (-), skar (-), benjolan (-),
bengkak (-),valgus (-), varus (-). Feel yaitu suhu kulit sama dengan sekitarnya,
krepitasi (-), nyeri tekan (-), pulsasi (+) dan Movement yaitu gerakan luas dan
tidak terbatas. Hasil tes provokasi sendi lutut menunjukkan hasil yang positif pada
anterior drawer test, lachmann’s test dan pivot shift test yang menunjukkan
adanya robekan pada ligamentum cruciatum anterior.
Hasil radiologis berupa MRI yang dilakukan 10 bulan yang lalu menunjukkan
tampak high signal intensitity pada ACL, contour tampak shaggy, kemudian
tampak high signal intensitity pada meniscus anterior horn lateral, celah sendi
baik dan tak tampak soft tissue swelling. Kesan dari hasil pemeriksaan MRI yaitu
ruptur ACL + curiga ruptur meniscus lateral. Kebanyakan pada ruptur ACL yang
akut dicurigai pula terjadinya ruptur meniscus lateral.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis sudah
dapat menegakkan diagnosis ruptur ACL. Untuk penatalaksaan lebih lanjut, dapat
dilakukan terapi non-farmakologi, pembedahan dan rehabilitasi medik sesuai
dengan keperluan dan aktivitas pasien. Secara non-farmakologi, dapat dilakukan
RICE (Rest, Ice compression, Compression bandage, dan Elevation), secara
farmakologi apabila timbul nyeri dapat diberikan obat analgesik dan dilakukan
arthroplasty elektif. Setelah dilakukan tindakan pembedahan, kemudian pasien
dapat dirujuk ke bagian rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi sendi
lututnya. Edukasi juga pasien agar melakukan pemanasan sebelum berolahraga,
tidak menggunakan lututnya untuk aktivitas berlebihan dan menghindari gerakan
secara tiba-tiba.
Daftar Pustaka

1. Zein, M.I. 2013. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) Pada Atlet
Berusia Muda. Medikora: Yogyakarta, Indonesia, 11(2):111-121
2. McMillan, S. 2013. Anterior Cruciate Ligament Reconstruction.
Burlington: Lourdes Medical Associates Professional Orthopaedics
3. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 176-179.
4. Thompson, J.C. 2010. Netter Orthopaedic Anatomy 2nd Ed. Elsevier:
Philadelpia, United States of America.
5. Joseph, A.M., Collins, C.L., Henke, N.M, dkk. 2013. A Multisport
Epidemiologic Comparison of Anterior Cruciate Ligament Injuriesn High
School Athletics. Journal of Athletic Training: United States Of America,
48(6):810-817
6. Cimino, F., Volk, B.S., Setter, D. 2010. Anterior Cruciate Ligament
Injury: Diagnosis, Management, and Prevention. Am Fam Physician.
82:917-922
7. Schmidt, M.R. 2010. Biomechanical Analysis of Anterior Cruciate
Ligament Injury Mechanism. Aalborg University: Denmark
(http://projekter.aau.dk/projekter/files/13571605/Report__Biomechanical_
Analysis_of_Anterior_Cruciate_Ligament_Injury_Mechanisms.pdf
diakses pada 12 April 2016)
8. Moore, K.L, Dalley A.F, Agur, Anne M.R. 2011. Clinically Oriented
Anatomy Sixth Edition. Lippincott Wiliams and Wilkins: Philadephia.

Anda mungkin juga menyukai