Oleh:
Hana Andrina, S.Ked 04054821618022
Dita Devita, S.Ked 04054821618023
Pembimbing:
dr. Ismail Bastomi, SpOT
LaporanKasus
Anterior
Disusunoleh:
Hana Andrina, S.Ked 04054821618022
Dita Devita, S.Ked 04054821618023
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Junior di
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang, Periode 21 Maret 2016– 30 Mei 2016.
Pujian syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Ruptur Ligamentum Cruciatum Anterior” untuk memenuhi tugas laporan kasus
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ismail Bastomi, SpOT, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan telaah
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis.Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi
manfaat dan pelajaran bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Cedera ACL adalah cedera lutut tersering yang dialami oleh atlet. Cedera
ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-zag,
perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-
deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli, dan futsal. Mayoritas cedera yang
terjadi adalah mekanisme non-kontak dengan valgus lutut dan twisting (puntiran).
Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau salah posisi lutut ketika
mendarat.
Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma
langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping. Robekan ACL lebih dari 50%
atau robekan total dapat menyebabkan ketidakstabilan sendi lutut. Atlet akan
merasa lututnya sering “goyang”, nyeri dan bengkak berulang sehingga kinerja
berolahraganya menurun. Ketidakstabilan sendi lutut juga akan menimbulkan
cedera lanjutan berupa rusaknya bantal sendi/meniskus dan tulang rawan sendi.
Banyak atlet yang akhirnya harus mengakhiri kariernya akibat cedera ACL
sehingga cedera ini sering disebut career ending injury.1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama : Tn. MAD
Umur / Tanggal Lahir : 26 tahun / 09 Oktober 1989
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Atlit senam artistik
Agama : Islam
Alamat : Jalan Makam Kamp Sukorejo no 1870 RT 10 RW
02 Kelurahan Sukodadi Kecamatan Sukarami,
Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
MRS : 27Maret 2016
Rekam Medik : 943813
Ayah
Nama : Tn. AR
Pekerjaan : Pensiunan
Ibu
Nama : Ny. A
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
B. Anamnesis
(dilakukan alloanamnesis dengan penderita, 5 April 2016, pukul 16.00 WIB)
Keluhan Utama
Nyeri sesekali pada lutut sebelah kanan
Keluhan Tambahan
Lutut terasa goyah saat beraktivitas dan kaku.
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 10 bulan yang lalu, os mengeluh nyeri di lutut sebelah kanan. Nyeri
terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak menjalar. Keluhan timbul setelah os
terjatuh saat melakukan gerakan koprol di udara dan mendarat di lantai saat
senam artistik. Os mengaku mendengar suara “pop” saat terjadi cedera dan
tidak bisa berdiri setelahnya. Beberapa jam kemudian, os mengaku lutut
kanannya bengkak dan terasa panas. Kemudian os berobat ke dokter dan
dilakukan pemeriksaan MRI. Dokter mengatakan hasil pemeriksaan MRI
adalah ruptur ligamen pada lutut dan direncanakan untuk operasi namun os
menolak.
± 1 bulan yang lalu, os mengeluh nyeri sesekali di lutut sebelah kanan.
Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak menjalar. Nyeri bertambah jika
os bergerak dan melakukan aktivitas senam artistik. Nyeri berkurang jika os
mengistirahatkan dan mengompres lututnya dengan handuk dingin. Selain itu,
os juga mengeluhkan lututnya terasa goyah dan kaku saat beraktivitas. Os
merasa hal tersebut sangat menganggu aktivitas dan membatasi gerakannya.
± 1 minggu SMRS, os mengeluh nyeri bertambah hebat. Nyeri tidak
berkurang walaupun telah beristirahat dan dikompres handuk dingin. Os juga
semakin sulit menggerakkan lutut kanannya. Penderita kemudian berobat ke
Graha Spesialis RSMH dan direncanakan untuk operasi.
C. Pemeriksaan Fisik
Pre-Operasi
Keadaan Umum
Tanggal Pemeriksaan : 5 April 2016
Keadaan Umum : Baik
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu axila : 37,2 °C
VAS Skor : Skala nyeri 3
Berat Badan : 49,5 kg
Tinggi Badan : 156 cm
BMI : 20,34 (normal)
Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali, simetris, dismorfik (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (-/-), Pupil bulat isokor ø 3mm/3mm, reflek
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-), konka hiperemis (-/-)
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis
(-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH20
Thorak
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)
Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR: 72 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, statis (kanan sama dengan kiri), dinamis simetris
(tidak ada yang tertinggal), retraksi (-/-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, scar (-), eritem (-), venektasi (-), spider naevi (-)
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor <2”
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Status Lokalis
Regio Genu Dekstra
Look : warna kulit sama dengan sekitarnya, deformitas (-),
shortening (-), skar (-), benjolan (-), bengkak (-),valgus (-),
varus (-).
Feel : suhu sama dengan sekitarnya, krepitasi (-), nyeri tekan (-),
pulsasi (+).
Movement : gerakan luas dan tidak terbatas.
Luas gerak sendi Aktif Pasif
Fleksi lutut 0-150º 0-150 º
Ekstensi lutut 0º 0º
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 1 menit
Waktu Pembekuan 9 menit
KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa
GINJAL 82 mg/dL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT 28 mg/dL
Natrium
Kalium 1,22 mg/dL
138 mEq/L
4,1 mEq/L
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan MRI tanggal 13 Juni 2015
Hasil:
Tampak high signal intensitity pada ACL, contour tampak shaggy
Tampak high signal intensitity pada meniscus anterior horn lateral
Celah sendi baik
Tak tampak soft tissue swelling
Kesan:
Ruptur ligamentum cruciatum anterior + curiga ruptur meniscus lateral
Pasca-Operasi (hari ke 5)
Keadaan Umum
Tanggal Pemeriksaan : 12 April 2016
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu axila : 36,8 °C
VAS Skor : skala nyeri 3 (nyeri luka post operasi, lepas kateter
epidural hari ke 3 post op)
Status Lokalis
Regio Genu Dekstra
Look : tampak luka bekas operasi, warna kulit sama dengan
sekitarnya, deformitas (-), shortening (-), benjolan (-),
bengkak (-), hematom (-), valgus (-), varus (-).
Feel : suhu sama dengan sekitarnya, krepitasi (-), nyeri tekan
(+), pulsasi (+).
Movement : ROM aktif dan pasif terbatas
E. Diagnosis
Ruptur Ligamentum Cruciatum Anterior Dekstra
F. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Kurangi aktivitas berlebih dan bergerak sewajarnya
- Melakukan pemanasan sebelum berolahraga
- Hindari melakukan gerakan secara tiba-tiba
- Melakukan gerakan berputar menggunakan kaki, bukan lutut.
- Rujuk ke bagian rehabilitasi medik untuk penanganan lebih lanjut
dalam mengembalikan ROM
Farmakologi
- Arthroplasty
- Tramadol 3 x 100 mg PO
3.1. Definisi
Ligamentum cruciatum anterior atau Anterior Cruciate Ligament (ACL)
adalah salah satu dari 4 ligamen utama yang menstabilisasi sendi lutut. Ligamen
ini tersusun dari serabut kuat (atau kolagen) yang berfungsi seperti untaian tali
atau kabel.Ligamentum cruciatum anterior mencegah tulang tibia dari pergeseran
yang berlebihan terhadap tulang femur dan menstabilisasi lutut untuk melakukan
berbagai aktivitas.2 Ruptur ACL adalah robeknya ligamentum cruciatum anterior
yang menyebabkan sendi lutut menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia bergeser
secara bebas.
3.2. Anatomi3,4
Articulatio genus
Articulatio genus (sendi lutut) adalah sendi yang terbesar dan paling rumit
di seluruh tubuh. Pada dasarnya sendi ini terdiri atas dua buah sendi condylaris
antara condylus femoris medialis dan lateralis dengan condylus tibiae yang
bersesuaian serta sebuah sendi plana antara patella dan facies patellaris femoris.
Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi
sebenarnya terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks ,yaitu:
1. Condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan
berhubungan dengan condylus tibiae
2. Satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari
patella dan femur.
Tipe
Sendi antara femur dan tibia adalah sebuah sendi sinovial tipe gingylimus
(sendi engsel), tetapi mempunyai sedikit kemungkinan gerak rotasi. Sendi antara
patella dan femur adalah sendi sinovial jenis plana.
Ligamentum-ligamentum
Ligamentum ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu ligamentum yang terletak di luar
capsula (ekstracapsular) dan di dalam capsula (intracapsular).
1. Ligamentum-ligamentum ekstracapsular
a) Ligamentum patella melekat (di atas) pada pinggir bawah patella dan di
bawah tuberositas tibiae. Sebenarnya ligamentum ini merupakan lanjutan
dari bagian tendon utama bersama m. Quadriceps femoris.
b) Ligamentum collaterale laterale berbentuk seperti tali dan melekat di atas
pada condylus lateralis femoris dan di bwah pada caput fibulae .Tendon m.
Popliteus berjalan di antara ligamentum dan meniscus lateralis.
c) Ligamentum collaterale mediale berbentuk pita pipih dan di atas melekat
pada condylus medialis femoris dan di bawah pada facies medialis corps
tibiae. Ligamentum ini melekat erat pada meniscus medialis.
d) Ligamentum poplitem obliquum adalah perluasan tendo yang berasal dari
m. Semimembranosus.Ligamentum ini memperkuat aspek posterior dari
capsula.
2. Ligamentum intracapsular
3.4. Epidemiologi
Berdasarkan suatu studi epidemiologi di Colorado pada tahun 2013, cedera
ligamentum cruciatum anterior terjadi sebanyak 20,5% dari total 3012 cedera lutut
yang terjadi pada atlit usia sekolah menengah atas. Cedera ligamentum cruciatum
anterior paling sering terjadi pada olahraga american football, sepak bola, voli,
basket, gulat, baseball, softball. Secara nasional, cedera ACL pada atlit laki-laki
terjadi sebanyak 124.626 kasus dan atlit wanita sebanyak 91.002 kasus pada anak
usia sekolah menengah atas.5
3.5. Etiologi
Ruptur ligamentum cruciatum anterior (ACL) sering terjadi pada kegiatan
olahraga yang pada dasarnya terdapat gerakan jongkok, memutar, menghentikan
gerakan, dan melompat. Ruptur ACL sering terjadi pada olahraga high-impact,
seperti sepak bola, futsal, bola voli, tenis, bulutangkis, bola basket dan olahraga
lain seperti beladiri.2
Sekitar 70% dari kejadian ruptur ligamentum cruciatum anterior terjadi
melalui mekanisme non-kontak dan 30% karena mekanisme kontak dengan objek
lain. Dalam fungsi normalnya, ligamentum cruciatum anterior dapat menahan
kekuatan sebesar 2200 N. Apabila lutut menerima kekuatan yang besar dan otot
tidak dapat membantu meredam tekanan, maka ACL akan mengambil alih semua
beban sehingga memungkinkan terjadinya robekan. Beban yang besar tersebut
terjadi ketika menerima hantaman keras di bagian lutut, hiperekstensi lutut,
berhenti secara mendadak lalu merubah arah gerak sambil berlari dan melakukan
gerakan berputar tiba-tiba.
3.7. Klasifikasi4
Penilaian derajat cedera ACL dapat dilakukan berdasarkan robekan yang terjadi
dan tingkat keparahannya, yaitu:
A. Derajat 1:
Robekan mikro pada beberapa serabut ligamen disertai nyeri ringan dan
sedikit bengkak. Umumnya tidak menimbulkan gejala ketidakstabilan dan
dapat kembali beraktivitas setelah proses penyembuhan.4
B. Derajat 2:
Robekan parsial lebih banyak terjadi pada serabut ligamen dengan sedikit
perdarahan, nyeri yang lebih dan memar pada sendi lutut. Terjadi
penurunan fungsi dan dapat menimbulkan gejala ketidakstabilan. 4
C. Derajat 3:
Robekan total dengan hematoma dan hemarthrosis disertai gejala
ketidakstabilan yang sangat bermakna. 4
B. Pemeriksaan fisik
Lachmann’s test
Pasien dalam posisi berbaring dengan lututpadaposisifleksikira-kiradalamsudut
300 dan femur sedikit dieksorotasikan untuk merelaksasikan otot-otot hamstring.
Tangan kiri pemeriksa memegang femur bagian distal dengan erat dan tangan
kanan memegang tibia di bawah persendian. Lalu pemeriksa menarik tibia ke arah
anterior dengan menahan femur pada posisisnya. Hasil tes dikatakan positif
apabila terjadi pergeseran berlebihan dari tibia ke arah anterior jika dibandingkan
dengan keadaan normalnya.
Pemeriksaan Lachman
C. Pemeriksaan penunjang1
3.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari tindakan atroskopi antara lain:
- Akumulasi cairan dalam sendi (arthritis traumatik/synovitis)
- Ruptur ligamen collaterale lateralis
- Ruptur ligamen collaterale medialis
- Ruptur ligamen cruciatum posterior
- Kerusakan kartilago
- Lesi pada meniscus
3.13. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ruptur ACL merupakan cedera lutut tersering yang dialami oleh atlet.
Cedera ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-
zag, perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-
deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli, dan futsal.
Berdasarkan anamnesis riwayat pekerjaannya, penderita adalah seorang
atlit senam artistik yang sering melakukan gerakan koprol di udara. Saat
melakukan gerakan koprol di udara penderita mendarat di lantai dengan posisi
lutut yang salah. Mayoritas cedera ACL yang terjadi adalah mekanisme non
kontak yaitu valgus lutut dan twisting (puntiran).
Kurang lebih 10 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh
nyeri di lutut sebelah kanan setelah mendarat di lantai dengan posisi yang salah
setelah koprol di udara. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak menjalar.
Os mengaku mendengar suara “pop” saat terjadi cedera dan tidak bisa berdiri
setelahnya. Beberapa jam kemudian, os mengaku lutut kanannya bengkak dan
terasa panas. Keadaan ini disebabkan karena adanya kondisi hemartrosis beberapa
saat setelah kejadian. ACL menerima suplai darah terutama dari arteri
geniculate medial, sewaktu ACL pecah, haemarthrosis biasanya berkembang
dengan cepat.
Sekitar 1 bulan yang lalu, os mengeluh nyeri sesekali di lutut sebelah kanan.
Nyeri bertambah jika os bergerak dan melakukan aktivitas senam artistik. Nyeri
berkurang jika os mengistirahatkan dan mengompres lututnya dengan handuk
dingin. Selain itu, os juga mengeluhkan lututnya terasa goyah dan kaku saat
beraktivitas. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh nyeri
bertambah hebat. Nyeri tidak berkurang walaupun telah beristirahat dan
dikompres handuk dingin. Os juga semakin sulit menggerakkan lutut kanannya.
Hal ini disebabkan karena rupturnya ACL yang merupakan salah satu ligamen
yang berfungsi sebagai stabilitator lutut sehingga tibia bergerak secara bebas.
Hasil pemeriksaan fisik pada status lokalis didapatkan dari Look yaitu warna
kulit sama dengan sekitarnya, deformitas (-), shortening (-), skar (-), benjolan (-),
bengkak (-),valgus (-), varus (-). Feel yaitu suhu kulit sama dengan sekitarnya,
krepitasi (-), nyeri tekan (-), pulsasi (+) dan Movement yaitu gerakan luas dan
tidak terbatas. Hasil tes provokasi sendi lutut menunjukkan hasil yang positif pada
anterior drawer test, lachmann’s test dan pivot shift test yang menunjukkan
adanya robekan pada ligamentum cruciatum anterior.
Hasil radiologis berupa MRI yang dilakukan 10 bulan yang lalu menunjukkan
tampak high signal intensitity pada ACL, contour tampak shaggy, kemudian
tampak high signal intensitity pada meniscus anterior horn lateral, celah sendi
baik dan tak tampak soft tissue swelling. Kesan dari hasil pemeriksaan MRI yaitu
ruptur ACL + curiga ruptur meniscus lateral. Kebanyakan pada ruptur ACL yang
akut dicurigai pula terjadinya ruptur meniscus lateral.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis sudah
dapat menegakkan diagnosis ruptur ACL. Untuk penatalaksaan lebih lanjut, dapat
dilakukan terapi non-farmakologi, pembedahan dan rehabilitasi medik sesuai
dengan keperluan dan aktivitas pasien. Secara non-farmakologi, dapat dilakukan
RICE (Rest, Ice compression, Compression bandage, dan Elevation), secara
farmakologi apabila timbul nyeri dapat diberikan obat analgesik dan dilakukan
arthroplasty elektif. Setelah dilakukan tindakan pembedahan, kemudian pasien
dapat dirujuk ke bagian rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi sendi
lututnya. Edukasi juga pasien agar melakukan pemanasan sebelum berolahraga,
tidak menggunakan lututnya untuk aktivitas berlebihan dan menghindari gerakan
secara tiba-tiba.
Daftar Pustaka
1. Zein, M.I. 2013. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) Pada Atlet
Berusia Muda. Medikora: Yogyakarta, Indonesia, 11(2):111-121
2. McMillan, S. 2013. Anterior Cruciate Ligament Reconstruction.
Burlington: Lourdes Medical Associates Professional Orthopaedics
3. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 176-179.
4. Thompson, J.C. 2010. Netter Orthopaedic Anatomy 2nd Ed. Elsevier:
Philadelpia, United States of America.
5. Joseph, A.M., Collins, C.L., Henke, N.M, dkk. 2013. A Multisport
Epidemiologic Comparison of Anterior Cruciate Ligament Injuriesn High
School Athletics. Journal of Athletic Training: United States Of America,
48(6):810-817
6. Cimino, F., Volk, B.S., Setter, D. 2010. Anterior Cruciate Ligament
Injury: Diagnosis, Management, and Prevention. Am Fam Physician.
82:917-922
7. Schmidt, M.R. 2010. Biomechanical Analysis of Anterior Cruciate
Ligament Injury Mechanism. Aalborg University: Denmark
(http://projekter.aau.dk/projekter/files/13571605/Report__Biomechanical_
Analysis_of_Anterior_Cruciate_Ligament_Injury_Mechanisms.pdf
diakses pada 12 April 2016)
8. Moore, K.L, Dalley A.F, Agur, Anne M.R. 2011. Clinically Oriented
Anatomy Sixth Edition. Lippincott Wiliams and Wilkins: Philadephia.