Oleh:
dr. Andri Sandra Primanita
Pembimbing:
dr. H. Diding Zaenudin
Penulis:
dr. Andri Sandra Primanita
Program Penugasan:
Program Internsip Dokter Indonesia
Kegiatan ini diajukan sebagai tugas mini project pada Program Internsip Dokter Indonesia
yang telah dipresentasikan dihadapan dokter pembimbing, kepala UPTD Puskesmas DTP
Maja, dan karyawan UPTD Puskesmas DTP Maja.
Mengetahui,
iii
BAB 5 DISKUSI .................................................................................................................. 26
5.1 Pembahasan.................................................................................................................. 26
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 29
6.1 Simpulan ...................................................................................................................... 29
6.2 Saran ............................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 30
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 31
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan mini project sebagai salah satu syarat menempuh Program Internsip
Dokter Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mini project ini memiliki
judul “Strategi Peningkatan Pengetahuan Ibu Mengenai Diare di Desa Cieurih Kecamatan
Maja Tahun 2017” dimana penulis membahas seputar diare, mulai dari pengertian, tanda dan
gejala, penanganan awal dan berbagai macam cara mencegah penyakit diare di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Maja, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberi
kesempatan, saran, bimbingan, serta motivasi hingga terlaksananya mini project ini:
1. dr. H. Apuh Alifuchin, selaku Kepala UPTD Puskesmas DTP Maja.
2. dr. H. Diding Zaenudin, selaku dokter pendamping internsip di UPTD Puskesmas
DTP Maja.
3. dr. Viktor Setiawan dan dr. Ina Cansiwinata, selaku dokter fungsional UPTD
Puskesmas DTP Maja.
4. Ibu niza azizah, selaku programmer bidang Diare di UPTD Puskesmas DTP Maja.
5. Bapak Agus Mulyanto, SKM, selaku programmer bidang promosi kesehatan di
UPTD Puskesmas DTP Maja.
6. Seluruh karyawan UPTD Puskesmas DTP Maja yang telah membantu terlaksananya
mini project ini.
7. Bapak Kepala Desa beserta perangkat desa, Ketua RW dan RT, para kader, serta
masyarakat Desa Cieurih yang bersedia menerima dan mendukung kegiatan
penyuluhan diare sebagai salah satu wujud realisasi dari berbagai macam strategi
meningkatkan pengetahuan antara hubungan PHBS dengan diare di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Maja yang telah penulis paparkan.
8. Semua pihak yang turut berperan dalam pelaksanaan mini project ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa mini project ini masih jauh dari sempurna karena untuk
merealisasikan semua strategi yang dipaparkan, perlu kerja sama dari berbagai pihak dan
waktu yang lama. Untuk itu, kritik yang membangun serta saran untuk perbaikan sangat
penulis harapkan.
v
Semoga mini project ini dapat bermanfaat bagi UPTD Puskesmas DTP Maja,
masyarakat yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Maja, serta pihak lain yang
terkait.
Penulis
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
penting sehingga diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama
terhadap diare.
Oleh sebab itu, kami menyusun makalah ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai penyakit diare di wilayah Puskesmas Maja. Dengan diketahuinya
tingkat pengetahuan masyarakat yang baik, diharapkan angka kejadian diare dapat menurun.
How Persentase cakupan temuan pasien diare di wilayah Kecamatan Maja Tahun 2017
sebanyak 70,44% dari 100%, Kasus ke-4 terbanyak pada MTBS UPTD Puskesmas
Perumusan masalah yang disusun adalah: rendahnya persentase cakupan temuan dan
penanganan pasien diare di wilayah UPTD Puskesmas Kecamatan Maja tahun 2017 sebanyak
70,44% dari target 100%.
Penyebab tingginya kejadian diare di wilayah binaan UPTD Puskesmas Maja adalah
karena rendahnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit diare pada anaknya, masih
adanya persepsi bahwa diare adalah buang air besar yang cair dengan frekuensi dibawah
tiga kali perhari. Orangtua pun memiliki pengetahuan yang rendah mengenai penanganan
2
awal pada pasien diare, kurangnya kebersihan diri dan lingkungan yang juga menyebabkan
tingginya kejadian diare di wilayah Maja.
Dari hasil identifikasi masalah yang telah didapat, maka terdapat beberapa alternatif
pemecahan masalah yang dapat dilakukan. Salah satu pemecahan masalah yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan orangtua akan diare adalah dengan melakukan
sosialisasi. Sosialisasi ini dilakukan pada tiga posyandu di wilayah binaan Puskesmas Maja
yang nantinya akan dijadikan posyandu percontohan untuk desa-desa lainnya. Kedua, dengan
melatih kader / warga desa siaga diare untuk penanganan awal diare di tiap desanya,
sehingga kader akan bertanggung jawab terhadap kejadian diare di desanya masing-masing.
Ketiga, melakukan advokasi terhadap pihak terkait terutama mengenai pengelolaan sampah
yang baik dan benar, serta sumber air yang bersih. Sehingga dapat meningkatkan kebersihan
diri serta lingkungan dan dapat mencegah terjadinya diare.
Dengan keterbatasan waktu, sumber daya, teknologi, dan biaya, maka penyusun
memilih alternatif pemecahan masalah pertama, yaitu dengan mengadakan penyuluhan diare
di wilayah binaan Puskesmas Maja. Kami memilih untuk melakukan penyuluhan pada tiga
posyandu, dengan pertimbangan untuk melakukan penyuluhan sebanyak-banyaknya. Namun
dengan keterbatasan penulis melakukan penyuluhan di tiga desa binaan Puskesmas Maja.
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat tingkat pengetahuan masyarakat Maja mengenai
penyakit diare, dan melihat perilaku hidup masyarakat Maja yang dapat menyebabkan diare di
wilayah kerja Puskesmas Maja, yang datanya akan digunakan untuk menunjang perumusan
pemecahan masalah tingginya angka kejadian diare.
1.4 Manfaat
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila kurang dari
2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jika berlangsung lebih
dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan
disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare
yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti alergi dan lain-lain.
4
2.3 Epidemiologi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun
2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap
tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan
umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama
dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan
minuman yang tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari
penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan
kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).
5
usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi
akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).
6
dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
7
2.6.3 Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena diare di
Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi,
kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara
langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan bahwa
kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali
memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu
dengan status pendidikan SD ke bawah (Simatupang, 2004).
8
kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang
ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya
dan terutama di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar
yang tidak sehat (Simatupang, 2004).
9
Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan sarana air bersih
sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh karena itu, masyarakat
seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah adalah benar-benar bersih dan
memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna, bau dan juga rasa sebelum digunakan untuk
keperluan sehari-hari.
B. Dehidrasi Ringan
Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid Ringer
Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan
elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan
ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di
10
rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium,
20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.
C. Dehidrasi Sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit
hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi selama 3-
4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk
dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1
tahun, setiap buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak
umur 1-4 tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.
D. Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous
hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang
dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan
75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB
untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.
2.8 Komplikasi
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan masalah
kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu disebabkan oleh
Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada saluran usus juga dapat timbul
akibat infeksi shigella dan salmonella terutama pada demam tifoid yang dapat menyebabkan
perforasi pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang
berat dapat menyebabkan aspirasi dan robekan pada esofagus (Kliegman, Marcdante, Jenson,
Behrman, 2006).
11
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan. Faktor terakhir adalah keturunan. Semua
faktor saling berkaitan satu sama lain. (Notoatmodjo, 2007).
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota
keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat Adalah wujud keberdayaan masyarakat yang
sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program priontas yaitu KIA,
Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM. (Depkes RI,
2011).
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar
tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah
Tangga Sehat.
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota
keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan
aktif dalam kegiatan– kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan
di masyarakat.
PHBS itu jumlahnya banyak sekali, bisa ratusan. Misalnya tentang Gizi: makan beraneka
ragam makanan, minum tablet tambah Darah, mengkonsumsi garam beryodium, memberi bayi
dan balita Kapsul Vitamin A. Tentang kesehatan lingkungan seperti membuang sampah pada
tempatnya, membersihkan lingkungan.
Program PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan
suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur
komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan
pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan
mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat
menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.(Notoatmodjo S, 2007)
Program ini dapat membawa manfaat bagi rumah tangga yang melaksanakan, seperti:
Peningkatan kesehatan seluruh anggota keluarga dan mencegah penyakit, Membantu anak
tumbuh sehat dan cerdas, Meningkatkan produktivitas setiap anggota keluarga dalam kegiatan
atau pekerjaan masing-masing, Menurunkan biaya untuk pengobatan penyakit, sehingga
meningkatkanefektivitas penggunaan keuangan rumah tangga, dan dapat dipergunakan untuk
pemenuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha. .(Notoatmodjo S, 2007)
12
2.9.1 Indikator PHBS
Rumah Tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang memenuhi 10 indikator PHBS di
rumah tangga. Namun, jika dalam rumah tangga tidak ada ibu yang melahirkan, tidak ada bayi
dan tidak ada balita, maka pengertian Rumah Tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang
memenuhi hanya 10 indikator.
Indikator PHBS di rumah tangga adalah :
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (dokter kandungan dan
kebidanan, dokter umum dan bidan).
2. Memberi bayi ASI eksklusif adalah bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI saja sejak lahir sampai
usia 6 bulan.
3. Menimbang balita setiap bulan adalah balita (umur 12-60 bulan) ditimbang setiap bulan dan
tercatat di KMS atau buku KIA.
4. Menggunakan air bersih adalah rumah tangga yang menggunakan air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari yang berasal dari : air kemasan, air ledeng, air pompa, sumur terlindung, mata air
terlindung dan penampungan air hujan serta memenuhi syarat air bersih yaitu tidak berasa, tidak
berbau dan tidak berwarna. Sumber air pompa, sumur dan mata air terlindung berjarak minimal
10 meter dari sumber pencemar seperti tempat penampuangan kotoran atau limbah.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun adalah penduduk 5 tahun keatas mencuci
tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah mencebok
anak, dan sebelum menyiapkan makanan menggunakan air bersih mengalir dan sabun.
6. Menggunakan jamban sehat adalah anggota rumah tangga yang menggunakan jamban leher
angsa dengan tangki septik atau lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir dan
terpelihara kebersihannya. Untuk daerah yang sulit air dapat menggunakan jamban cemplung,
jamban plengsengan.
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu adalah rumah tangga melakukan
pemberantasan jentik nyamuk di dalam atau di luar rumah tangga seminggu sekali dengan 3M
plus/ abatisasi/ ikanisasi atau cara lain yang dianjurkan.
8. Makan sayur dan buah setiap hari adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun keatas yang
mengkonsumsi minimal 2 porsi sayur dan 3 porsi buah atau sebaliknya setiap hari.
9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari adalah penduduk/ anggota keluarga umur 10 tahun
keatas melakukan aktifitas fisik minimal 30 menit setiap hari.
10. Tidak merokok di dalam rumah adalah penduduk/ anggota rumah tangga umur 10 tahun
keatas tidak merokok di dalam rumah ketika berada bersama anggota keluarga. (Rahmawati.
2012.)
13
BAB 3
METODE KEGIATAN
14
Susunan Acara :
Waktu Jenis Kegiatan Keterangan
09.00-09.20 Pendaftaran & Registrasi 20 menit
09.20-09.25 Sambutan Kepala Desa Cieurih 5 menit
09.25-09.40 Pre-test 15 menit
09.40-10.00 Materi 1: Definisi, Tanda dan Gejala Diare 20 menit
10.00-10.20 Materi 2: Penanganan Awal Diare di Rumah 20 menit
10.20-10.40 Materi 3: Pencegahan Diare (PHBS) 20 menit
10.40-10.55 Post-test 15 menit
10.55-11.00 Rangkuman materi oleh pemegang program promosi 5 menit
kesehatan
11.00-11.05 Pembagian Doorprize 5 menit
11.05-11.15 Sesi Foto & Pemberian Poster untuk Posyandu 10 menit
15
BAB 4
DATA
Pageraji
Si
n
da
C ic
ng
al u
ke
K
er
ng
rt
ta
a
b
as
u
an
ki
jar
Cieurih B an Paniis
Pa
sa
ng
g ra
M aja Utara
ha
n
Ma M aja S e
lon latan
Cipicung gp
on
g
Tegalsari
Cihaur
Wanahayu
16
Tabel 4.1 Gambaran kondisi geografis & estimasi jumlah penduduk Kecamatan Maja tahun
2016
JANGKAUAN
KECAMATAN
KE IBU KOTA
PENDUDUK
TIPOLOGI
LUAS JML JML
JUMLAH
LINGK
JARAK
DUSUN
N
DESA
NAMA DESA WILAYAH RW RT
RODA
RODA
O
4
(KM2)
17
Tabel 4.2 Jumlah penduduk, KK, dan kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Maja tahun
2016
18
Tabel 4.3 Data ketenagaan UPTD Puskesmas DTP Maja tahun 2016
KEADAAN
JENIS PNS PTT
NO JUMLAH
KETENAGAAN Tk. Tk. BHL
D1 D3 D4 S1 S2 D1 D3
SMA SMA
TENAGA MEDIS
1 DOKTER 4 4
2 DOKTER GIGI 1 1
TENAGA KES.
MASY. 0
1 SKM 2 3
2 SANITARIAN 1 1
TENAGA
KEPERAWATAN 0
1 PERAWAT 4 8 6 17
PERAWAT
2 GIGI 1 1 2
BIDAN
3 PUSKESMAS 4 4
4 BIDAN DESA 4 6 8 18
5 BIDAN PONED 4 4
TENAGA GIZI 0
1 SPAG 1 1
TENAGA
KEFARMASIAN 0
ASISTEN
1 APOTEKER 1 1
TENAGA
LABORATORIUM 0
1 SMAK 1 1
TENAGA UMUM 0
1 Adm Umum 1 1 2
2 SMA/ SMA (+) 5 5
TOTAL 14 14 9 14 1 0 0 12 0 63
19
2. Sarana kesehatan
a. Puskesmas induk
UPTD Puskesmas DTP Maja merupakan Puskesmas dengan tempat perawatan
dengan 12 tempat tidur pasien umum dan Puskesmas PONED dengan 3 tempat
tidur untuk ruang Bersalin/ kebidanan, adapun fasilitas yang dapat dilayani lebih
lengkap meliputi:
a. Rawat Jalan
1. Balai Pengobatan Umum
2. Balai Pengobatan Gigi
3. Poliklinik Anak (MTBS)
4. Poliklinik KIA
5. Poliklinik KB
6. Klinik Konseling
7. Pelayanan Obat (Apotik)
8. Klinik TB
9. Kasir
10. Laboratorium
b. Pelayanan Rawat Inap
a. Unit Gawat Darurat
b. Rawat Inap Bersalin (PONED)
c. Pelayanan KIR Haji dan Umum
d. Ambulance
b. Puskesmas pembantu
Puskesmas Pembantu yang ada sebanyak 5 buah yaitu; Pustu Anggrawati,
Pustu Cihaur, Pustu Kertabasuki, Pustu Cicalung dan Pustu Nunuk Baru.
Puskesmas Pembantu secara kuantitas tidak megalami perubahan, tetapi
kwalitasnya diharapkan berubah sejalan dengan bertambahnya jumah penduduk
maupun meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap ketersediaan pelayanan
kesehatan yang terjangkau.
Secara keseluruhan kondisi fisik Puskesmas Pembantu masih cukup baik,
yang perlu diperbaiki yaitu Pustu Cihaur dan Polindes Nunuk Desa Nunuk Baru.
c. Puskesmas keliling
UPTD Puskesmas DTP Maja memiliki 2 Unit Mobil Puskesmas dan 8 unit
sepeda motor. Sarana transportasi kurang mencukupi untuk mendukung dalam
20
kegiatan di luar gedung mengingat daerah geografis wlayah Kecamatan Maja
yang sulit dijangkau.
d. Posyandu
Posyandu yang ada sebanyak 63 Posyandu dan jumlah polindes sebanyak 9 buah
diantaranya 2 mendapat rehab 1 pembangunan baru dan sisanya dalam kondisi
masih baik serta ada beberapa yang rusak atau tidak berfungsi
Sarana dan prasarana yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Maja
pada tahun 2016 ada beberapa yang perlu di perbaiki karena kondisinya kurang
laik, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
e. Sarana dan prasarana, alat kesehatan dan obat
Tabel 4.4 Kondisi sarana dan prasarana UPTD Puskesmas DTP Maja tahun 2016
KONDISI
JUMLAH
NO JENIS SARANA/PRASARANA RUSAK RUSAK
YANG ADA BAIK
RINGAN BERAT
1 Unit Rawat Jalan 1 1 - -
2 Unit Gawat Darurat 1 1 - -
3 Poned 1 1 - -
4 Unit Rawat Inap 1 1 -
5 Puskesmas Pembantu 5 - 4 1
6 Poskesdes/ Polindes 12 8 3 1
7 Rumah Dinas Pustu 5 - 3 2
8 Puskesmas Keliling Roda 4 2 2 -
9 Sepeda Motor 8 - 2
10 Rumah Dinas Dokter/Paramedis 3 - 2 1
21
4.4 Data Kesehatan Masyarakat
Tabel 4.5 Kunjungan Rawat Jalan Berdasarkan Tempat Pelayanan UPTD Puskesmas DTP
Maja Tahun 2016
JUMLAH KUNJUNGAN
NO TEMPAT PELAYANAN
UMUM BPJS KIS ASKES JUMLAH
5467
6000
4553 4523
5000
3707
4000
2563
3000
2000 1232 943 703 413
1000 357 295
0
Gambar 4.2 Pola 10 besar penyakit rawat jalan UPTD Puskesmas DTP Maja tahun 2016
22
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penyakit yang paling banyak diderita pasien
yang berobat ke Puskesmas Maja Tahun 2016 adalah Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan dan Nasofaringitis Akut (Common Cold). Sedangkan sebagian yang lain
adalah hipertensi, dispepsia, myalgia, gastroduodentitis, dermatitis, diare, peyakit
kulit, Diabetes Mellitus dan TB Paru.
Gambaran pola 10 besar penyakit balita menurut pendekatan MTBS dapat dilihat
pada grafik berikut :
1769
1800
1600
1337
1400
1200
1000
722
800
600 380
400 170
87 84 65
200 2 1
0
Gambar 4.3 Pola 10 besar penyakit MTBS UPTD Puskesmas MAJA Tahun 2016
23
CAKUPAN DIARE BERDASARKAN KELOMPOK UMUR
UPTD PUSKESMAS DTP MAJA
TAHUN 2016 < 1 tahun
9%
1 – 4 tahun
20%
> 5 tahun
71%
Gambar 4.4 Cakupan Diare berdasarkan Kelompok Umur UPTD Puskesmas DTP maja Tahun 2016
Dari Grafik di atas cakupan penderita Diare menurut kelompok Umur Tahun
2016, sebanyak 71 % terdapat pada Golongan Umur >5 Tahun, 20 % pada Golongan
150
160 141
140
120
100
80 66 65
60 49 47
38 33 32 30 26 24
40 23 22 20
13 11 10
20
0
Gambar 4.5 Grafik diare berdasarkan Tempat Wilayah UPTD Puskesmas DTP Maja Tahun 2016
24
Dari Grafik di atas cakupan penderita Diare Berdasarkan tempat wilayah
Tahun 2016 sebanyak 150 orang di wilayah Maja Utara, 141 Desa Maja Selatan, 66
10 Besar Penyakit Penyakit Rawat Inap di UPTD Puskesmas DTP Maja Tahun 2016.
450 414
400
350
300 267
250 207
200 136
150
79
100
25 23 22 16 12
50
0
Gambar 4.6 Pola 10 besar penyakit Rawat Inap UPTD Puskesmas DTP Maja tahun 2016
25
BAB 5
DISKUSI
5.1 Pembahasan
Penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya perubahan bentuk
dan konsistensi tinja, yang menjadi lembek atau cair, dan bertambahnya frekuensi buang air
besar, menjadi lebih dari 3 kali sehari, dan bisa disertai dengan muntah atau lendir dan darah
pada tinja. Diare bisa ditemukan pada semua usia, tapi lebih sering terutama pada anak usia
balita. Berdasarkan data UPTD Puskesmas DTP Maja pada tahun 2016, cakupan penemuan
kasus diare di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Maja pada tahun 2016 sebanyak 70,44%
dari target 100%, dan juga diare adalah kasus ke-4 tertinggi pada 10 penyakit terbanyak pada
Poli MTBS, dan juga diare merupakan penyebab terbanyak pasien datang untuk dirawat inap
di bagian perawatan UPTD Puskesmas DTP Maja.
Penyebab rendahnya cakupan penemuan ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya
pendataan yang kurang baik karena kader atau petugas posyandu tidak mencatat semua kasus
yang ditangani, kurangnya jumlah posyandu atau tempat berobat sehingga pasien-pasien
diare tidak langsung berobat, dan yang paling fatal, rendahnya pengetahuan masyarakat itu
sendiri tentang bahaya dari diare dan penanganan awal yang bisa dilakukan.
Strategi untuk meningkatkan cakupan penemuan dan penanganan kasus diare dapat
dilakukan dalam berbagai cara. Pertama, melakukan re-edukasi pada kader-kader posyandu
dan tenaga kesehatan tentang diare itu sendiri. Kedua, advokasi terhadap pihak dinas
kesehatan setempat untuk turun serta secara aktif melakukan penyuluhan secara rutin ke
masyarakat, dan membantu menyediakan sarana-prasarana untuk meningkatkan kebersihan
lingkungan untuk mencegah diare. Ketiga, dan merupakan strategi yang kami lakukan untuk
meningkatkan cakupan penemuan dan penanganan kasus diare adalah dengan melakukan
sosialisasi dan penyuluhan tentang diare. Sosialisasi ini dapat dilakukan pada salah satu desa
di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Maja yang nantinya akan dijadikan desa
percontohan untuk desa-desa lainnya, dengan harapan kader dan ibu-ibu yang hadir di desa
tersebut dapat melakukan mouth-to-mouth health promotion pada kader desa dan warga desa
lainnya.
Dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan, diperlukan indikator-indikator yang
dapat menentukan tingkat keberhasilan. Pada kegiatan penyuluhan tentang diare di Desa
Cieurih, peserta yang hadir berjumlah 56 orang. Hal ini menunjukan bahwa indikator
26
pencapaian keberhasilan kegiatan tercapai, yaitu jumlah peserta yang datang lebih dari 30
orang. Jumlah peserta yang mengikuti pretest dan posttest sebanyak 26 orang.
70%
65 %
60%
50%
35 %
40%
30%
20%
10%
0%
Meningkat Tidak meningkat
Dari Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa terdapat 65% peserta yang mengalami
peningkatan nilai setelah menerima materi penyuluhan. Hal ini menunjukkan bahwa indikator
pencapaian keberhasilan kegiatan, yaitu persentase peserta yang mengalami peningkatan nilai
lebih dari 70% belum tercapai.
Dari perhitungan rata-rata pre-test dan post-test didapatkan adanya peningkatan rata-
rata hasil post-test dibandingkan dengan pre-test. Hal ini dapat diartikan bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan pada peserta kegiatan. Lebih lanjut lagi, didapatkan rata-rata nilai
27
post-test sebesar 70,19. Ini menunjukkan indikator pencapaian keberhasilan kegiatan
tercapai, yaitu nilai rata-rata post-test lebih dari sama dengan 70. Selanjutnya, dilakukan uji
normalitas dengan hasil pada Tabel 5.2.
Hasil uji normalitas data yang dianalisis adalah menggunakan Shapiro-Wilk karena
jumlah data pada masing-masing kelompok kurang dari 50 data. Hasil menunjukkan bahwa
data pre-test dan post-test tidak terdistribusi dengan normal (p<0.05) sehingga untuk
menentukan signifikansi statistik, dilakukan uji Wilcoxon signed-rank test. Null hypothesis
yang digunakan adalah “tidak terdapat perbedaan bermakna pada ujian pre test dan post test”.
Uji Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai post-
test pada 17 peserta (65%). Sehingga, target peningkatan nilai post-test yang telah ditetapkan
sebelumnya telah terpenuhi. Dari uji statistik ini didapatkan nilai p < 0.05, sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna pada peserta secara keseluruhan antara
sebelum dan sesudah penyuluhan.
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyuluhan yang telah dilakukan
memang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan warga desa, terutama para ibu dengan
anak balita mengenai pentingnya pemahaman mengenai diare dan penanganan awal yang bisa
dilakukan oleh orangtua dirumah apabila ada anggota keluarga yang terserang diare, dan
perilaku apa saja yang bisa mendukung pencegahan terhadap diare, yaitu PHBS (Perilaku
Hidup Bersih & Sehat).
Terdapat beberapa keterbatasan yang menyebabkan tidak tercapainya indikator
keberhasilan (persentase peserta yang mengalami peningkatan nilai lebih dari 70%), yaitu
banyak peserta yang tidak mengikuti penyuluhan sampai akhir sehingga tidak mengikuti post
test karena banyak peserta memiliki keperluannya masing-masing dan pada saat penyuluhan
suasana kurang kondusif (banyak peserta yang tidak mendengarkan). Selain itu, beberapa
peserta cenderung mengerjakan soal post test dengan terburu-buru karena ingin segera
28
pulang. Diharapkan dari keterbatasan yang ada, dapat dijadikan bahan evaluasi untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
29
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa
kegiatan “Strategi Peningkatan Pengetahuan Ibu Mengenai Diare di Desa Cieurih, Kecamatan
Maja Tahun 2017” dalam bentuk penyuluhan belum berhasil sepenuhnya karena secara
umum indikator keberhasilan tercapai hanya sebesar 66.66%. Dari hasil kegiatan, terjadi
peningkatan nilai post-test dari pre-test pengetahuan warga dan kader di Desa Cieurih sebesar
65% mengenai definisi diare, penanganan awal diare dan perilaku hidup bersih dan sehat
sebagai upaya pencegahan diare, sebagai salah satu alternatif usaha dalam meningkatkan
cakupan penemuan dan penanganan kasus diare.
6.2 Saran
Setelah diselenggarakan kegiatan ini, diharapkan untuk selanjutnya:
1. Seluruh peserta kegiatan penyuluhan sebagai salah satu realisasi program “Strategi
Peningkatan Pengetahuan Ibu Mengenai Diare di Desa Cieurih, Kecamatan Maja
Tahun 2017” dapat berbagi ilmu kepada kader dan warga Desa Cieurih yang tidak
hadir pada kegiatan ini maupun kepada kader dan warga di desa sekitarnya. Selain itu,
peserta juga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat dari kegiatan ini
untuk penanganan pertama dan pencegahan kasus diare yang lebuh baik, sehingga
tidak ada lagi pasien yang tidak tertangani dengan baik, dan juga pasien tidak
langsung minta dirawat tanpa diperiksa dan diobati terlebih dahulu.
2. Desa Cieurih menjadi desa percontohan untuk desa lain yang berada di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Maja.
3. Masyarakat dapat meningkatkan kesadarannya mengenai diare, terutama penanganan
awal dan tanda bahayanya.
4. Kepala Desa dapat bekerja sama dengan posyandu dan puskesmas setempat untuk
meningkatkan upaya pencegahan penyakit diare, seperti melalui penyediaan sarana
kebersihan dan tenaga-tenaga tambahan untuk menjaga kebersihan lingkungan .
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisasmito W., 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia.
Systemic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia.
2. Ahlquist D.A, and Camilleri M., 2005. Diarrhea and Constipation. In: Harrison’s
Principles Of Internal Medicine 16th ed. USA: McGraw Hill. 224-233.
3. Atmojo S.M., Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare anak balita di
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dalam: Sinthamurniwaty, 2006.
FaktorFaktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus di
Kabupaten Semarang). Program Studi Epidemiologi Pascasarjana, Semarang:
Universitas Diponegoro.
4. Brotowasisto, 1997. Diare, Penanggulangan dan Hasil-hasilnya. Dalam:
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diare pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana,
Medan: Universitas Sumatera Utara.
5. Budiarso R. et al., 1986. Survey Kesehatan Rumah Tangga. Dalam: Harianto,
1991. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di
Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
6. Depkes RI, 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit
Diare, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.
7. Gertruida, Surahni T., Ninik S., Sukowidodo, 1990. Laporan Pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara Komunikasi Program P2 Diare di Indonesia. Dalam:
Harianto, 1991. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di
Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
8. Harianto, 2004. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di
Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
9. Hasan R., Atalas H., 1985. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ed. ke-11. Jakarta: Infomedika Jakarta.
10. Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E., 2006. Nelson Essentials of
Pediatric. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
11. Putra D.S., 2008. Diare Akut Pada Anak. Available from: [Accessed 17 April
2010] http://www.dr-rocky.com/layout-artikel-kesehata
31
12. Rubin B., 1985. Management of Acute Diarrhoea. Indian Council of Medical
[Accessed 17 April 2010] Research. Dalam: Harianto, 1991. Penyuluhan
Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen
Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
13. Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Universitas Sumatera Utara Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun
2003. Program Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara.
14. Sinthamurniwaty, 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita
(Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Program Studi Epidemiologi
Pascasarjana, Semarang: Universitas Diponegoro.
15. Soetjiningsih, 2002. Gizi untuk Tumbuh Kembang Anak. Dalam:
Moersintowarti B.N. et al., ed. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta:
Sagung Seto, 22-38.
16. Suharyono, 1986. Diare Akut. Dalam: Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga
Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara.
17. Sutanto A.H., 1984. Rehidrasi Oral Pemantapan dan Pembudayaannya Dalam
Upaya Penanggulangan Diare. Dalam: Harianto, 1991. Penyuluhan Penggunaan
Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi
Universitas Indonesia, Jakarta.
18. Sutoto, 1992. Pemberantasan Penyakit Diare Dalam Repelita V, Depkes. Dalam:
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana,
Medan: Universitas Sumatera Utara.
19. Winardi B., 1981. Diare dan Upaya Pemberantasannya. Dalam: Harianto, 1991.
Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat.
Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta. Universitas Sumatera Utara
20. Suharti W., 1997. Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa
Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta. Dalam:
Sinthamurniwaty, 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita
(Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Program Studi Epidemiologi
Pascasarjana, Semarang: Universitas Diponegoro
32
LAMPIRAN
33
34
35
36
37
38
FOTO KEGIATAN
39
40
41
42