Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Univariat

a. Pemberian Kolostrum

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir
Di Puskesmas Cipeucang Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten Tahun 2017

Pemberian Kolostrum Jumlah Persentase (%)


Tidak 42 61,8
Ya 26 38,2
Jumlah 68 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh dari 68 responden presentase

paling banyak ibu yang tidak memberikan kolostrum yaitu 42 responden

(61,8%) dan paling sedikit ibu yang memberikan kolostrum yaitu 26

(38,2%).

a. Paritas

51
52

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Paritas Di Puskesmas Cipeucang Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017

Paritas Frekuensi Persentase (%)


Primipara 25 36,8
Multipara 43 63,6
Jumlah 68 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dari 68 responden diperoleh presentase

paling banyak pada ibu dengan multipara yaitu 43 responden (63,6%) dan

paling sedikit pada ibu primipara yaitu 25 (36,8%).

b. Pengetahuan

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Di Puskesmas Cipeucang Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


Kurang 39 57,4
Baik 29 42,6
Jumlah 68 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dari 68 responden diperoleh presentase

paling banyak pada ibu dengan kategori pengetahuan kurang yaitu 39

responden (57,4%) dan presentase paling sedikit pada ibu pengetahuan

baik 29 responden (42,6%).

c. Budaya

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Budaya Di Puskesmas Cipeucang Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017
53

Budaya Jumlah Persentase (%)


Positif 29 42,6
Negatif 39 39,4
Jumlah 68 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dari 68 responden diperoleh presentase

paling banyak pada ibu dengan kategori budaya positif yaitu 29 responden

(42,6%) dan paling rendah pada ibu dengan budaya negatif 39 responden

(39,4%).

d. Dukungan Keluarga

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Di Puskesmas Cipeucang
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017

Dukungan keluarga Frekuensi Persentase (%)


Tidak mendukung 40 58,8
Mendukung 28 41,2
Jumlah 68 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 dari 68 responden diperoleh presentase

paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan keluarga tidak

mendukung sebanyak 40 responden (58,8%) dan paling sedikit pada ibu

dengan dukungan keluarga mendukung 28 responden (41,2%).

e. Dukungan Tenaga Kesehatan

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Dukungan Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Cipeucang
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017

Dukungan Tenaga Kesehatan Frekuensi Persentase (%)


Tidak mendukung 32 47,1
Mendukung 36 52,9
Jumlah 68 100,0
54

Berdasarkan tabel 4.6 dari 68 responden diperoleh presentase

paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan tenaga kesehatan

mendukung sebanyak 36 responden (52,9%) dan paling sedikit pada ibu

dengan dukungan tenaga kesehatan tidak mendukung 32 responden

(47,1%).

4.1.2 Analisis Bivariat

a. Hubungan Antara Paritas Dengan Pemberian Kolostrum

Tabel 4.7
Hubungan Antara Paritas dengan Pemberian Kolostrum Di
Puskesmas Cipeucang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017

Pemberian Kolostrum Total P


Paritas Tidak Ya Value
n % n % n %
Primipara 16 38,1 9 34,6 25 38,6
Multipara 26 61,9 17 65,4 43 63,2 0,772
Jumlah 42 100 26 100 68 100

Berdasarkan tabel 4.7 hasil hubungan antara paritas dengan Pemberian

Kolostrum diperoleh bahwa yang tidak memberikan kolostrum paling

banyak pada ibu dengan kategori paritas multipara sebanyak 26 (61,9%)

dibanding ibu dengan kategori primipara yaitu 16 (61,9%). Sedangkan

yang memberikan kolostrum paling banyak pada ibu dengan kategori

multipara sebanyak 17 (65,4%) dibanding ibu dengan kategori primipara

yaitu 9 (34,6%).

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel paritas adalah 0,723.

Hal ini menunjukan nilai P Value > α (0,05) Ho diterima dan Ha ditolak
55

artinya tidak adanya hubungan yang signifikan antara paritas dengan

Pemberian Kolostrum.

b. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemberian Kolostrum

Tabel 4.8
Hubungan Antara Pengetahuan dengan Pemberian Kolostrum Di
Puskesmas Cipeucang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017

Pemberian Kolostrum Total P


OR
Pengetahuan Tidak Ya Value
n % n % n %
Kurang 29 69,0 10 38,5 39 57,4
3,56
Baik 13 31,0 16 61,5 29 42,6 0,013
9
Jumlah 42 100 26 100 68 100

Hasil hubungan antara pengetahuan dengan Pemberian Kolostrum

diperoleh bahwa ibu yang tidak memberikan kolostrum paling banyak

pada ibu dengan kategori kurang sebanyak 29 (69,0%) dibanding ibu

dengan pengetahuan baik yaitu 13 (31,0%). Sedangkan ibu yang

memberikan kolostrum paling banyak pada ibu dengan kategori

pengetahuan baik sebanyak 16 (61,5%) dibanding ibu dengan pengetahuan

kurang yaitu 10 (38,5%).

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel pengetahuan adalah

0,013. Hal ini menunjukan nilai P Value < α (0,05) Ho ditolak dan Ha

diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan

Pemberian Kolostrum dengan nilai OR sebesar 3,569 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ibu dengan pengetahuan baik berpeluang 3,569 kali

lebih besar untuk memberikan kolostrum dibandingkan dengan ibu yang

berpengetahuan kurang.
56

c. Hubungan Antara Budaya Dengan Pemberian Kolostrum

Tabel 4.9
Hubungan Antara Budaya dengan Pemberian Kolostrum Di Puskesmas
Cipeucang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
Tahun 2017

Pemberian Kolostrum Total P


OR
Budaya Tidak Ya Value
n % n % n %
Positif 24 57,1 5 19,2 29 42,6
5,60
Negatif 18 42,9 21 80,8 39 57,4 0,002
0
Jumlah 42 100 26 100 68 100

Hasil hubungan antara budaya dengan Pemberian Kolostrum

diperoleh bahwa ibu yang tidak memberikan kolostrum paling banyak

pada ibu dengan kategori budaya positif sebanyak 24 (57,1%) dibanding

ibu dengan budaya negatif yaitu 18 (42,9%). Sedangkan ibu yang

memberikan kolostrum paling banyak pada ibu dengan kategori budaya

negatif sebanyak 21 (80,8%) dibanding ibu dengan budaya positif 5 yaitu

(19,2%)

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel budaya adalah 0,002.

Hal ini menunjukan nilai P Value < α (0,05) Ho ditolak dan Ha diterima

artinya ada hubungan yang signifikan antara budaya dengan Pemberian

Kolostrum dengan nilai OR sebesar 5,600 sehingga dapat disimpulkan

bahwa ibu dengan budaya negatif berpeluang 5,600 kali lebih besar untuk

tidak memberikan kolostrum dibandingkan ibu dengan budaya positif.

d. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Kolostrum

Tabel 4.10
57

Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Pemberian Kolostrum Di


Wilayah Kerja Puskesmas Cipeucang Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten Tahun 2017

Pemberian Kolostrum Total P


Dukungan OR
Tidak Ya Value
Keluarga
n % n % N %
Tidak Mendukung 30 71,4 10 38,5 40 58,8
4,00
Mendukung 12 28,6 16 61,5 28 41,2 0,007
0
Jumlah 42 100 26 100 68 100

Hasil hubungan antara dukungan keluarga dengan Pemberian

Kolostrum diperoleh bahwa ibu yang tidak memberikan kolostrum paling

banyak pada ibu dengan kategori dukungan keluarga tidak mendukung

sebanyak 30 (71,4%) dibanding ibu dengan dukungan keluarga

mendukugn yaitu 12 (28,6%). Sedangkan ibu yang memberikan kolostrum

paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan keluarga mendukung

sebanyak 16 (61,5%) dibanding ibu dengan dukungan keluarga tidak

mendukung yaitu 10 (38,5%) yang memberikan kolostrum.

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel dukungan keluarga

adalah 0,007. Hal ini menunjukan nilai P Value < α (0,05) Ho ditolak dan

Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan

keluarga dengan Pemberian Kolostrum dengan nilai OR sebesar 4,000

sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu dengan dukungan keluarga

berpeluang 4,000 kali lebih besar untuk memberikan kolostrum

dibandingkan ibu dengan dukungan keluarga tidak mendukung.

e. Hubungan Antara Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan Pemberian

Kolostrum
58

Tabel 4.11
Hubungan Antara Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Pemberian
Kolostrum Di Puskesmas Cipeucang Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten Tahun 2017

Pemberian Kolostrum Total P


Dukungan Tenaga OR
Tidak Ya Value
Kesehatan
n % n % n %
Tidak mendukung 27 64,3 5 19,2 32 47,1
7,56
Mendukung 15 35,7 21 80,8 36 52,9 0,000
0
Jumlah 42 100 26 100 68 100

Hasil hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan Pemberian

Kolostrum diperoleh bahwa ibu yang tidak memberikan kolostrum paling

banyak pada ibu dengan kategori dukungan tenaga kesehatan mendukung

tidak mendukung sebanyak 27 (64,3%) dibanding ibu dengan dukungan

tenaga kesehatan mendukung yaitu 15 (35,7%). Sedangkan ibu yang

memberikan kolostrum paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan

tenaga kesehatan mendukung sebanyak 21 (80,8%) dibanding ibu dengan

dukungan tenaga kesehatan tidak mendukung yaitu 5 (19,2%).

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel dukungan tenaga

kesehatan adalah 0,000. Hal ini menunjukan nilai P Value < α (0,05) Ho

ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara

dukungan tenaga kesehatan dengan Pemberian Kolostrum dengan nilai OR

sebesar 7,560 sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu dengan dukungan

tenaga kesehatan berpeluang 7,560 kali lebih besar untuk memberikan

kolostrum dibandingkan ibu dengan dukungan tenaga kesehatan tidak

mendukung.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Univariat
59

a. Pemberian Kolostrum

Berdasarkan hasil penelitiian diperoleh dari 68 responden

presentase paling banyak ibu yang tidak memberikan kolostrum yaitu 42

responden (61,8%) dan paling sedikit ibu yang memberikan kolostrum

yaitu 26 (38,2%).

Nutrisi bagi bayi dan anak adalah pondasi bagi pertumbuhan badan

yang sehat yang pada gilirannya akan mendukung perkembangan yang

optimal. Sudah menjadi pendapat umum bahwa kondisi gizi yang optimal

dari anak-anak sekarang, terutama pada masa bayi adalah sesuatu hal yang

mutlak demi kesehatan dan pertumbuhan yang baik pada masa mendatang.

Salah satu nutrisi yang terbaik bagi bayi baru lahir adalah kolostrum.

Setiap ibu menghasilkan air susu yang biasa kita sebut dengan ASI,

sebagai makanan alami yang disediakan untuk bayi (Soetjiningsih, 1997).


Masih banyaknya ibu yang tidak memberikan kolostrum karena

berbagai faktor, baik dari faktor ibu sendiri maupun faktor dari luar

kurangnya informasi dan kuatnya budaya yang masih ada di wilayah

tersebut. Faktor ibu seperti tingkat pengetahuan, paritas, sedangkan faktor

dari luar berupa dukungan orang terdekat, petugas kesehatan, dan budaya

di lingkungan tempat tinggal ibu

b. Paritas

Berdasarkan hasil penelitiian dari 68 responden diperoleh

presentase paling banyak pada ibu dengan multipara yaitu 43 responden

(63,6%) dan paling sedikit pada ibu primipara yaitu 25 (36,8%).


60

Paritas ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang

pengetahuan ibu dalam menyusui. Pengalaman yang diperoleh ibu dapat

memperluas pengetahuan seseorang dalam pemberian kolostrum. Bahwa

pengalaman ibu dalam mengurus anak berpengaruh terhadap pengetahuan

tentang kolostrum (Soetjiningsih, 1997 dalam Arini 2012, h.47).

Hasil penelitian Retiana Kartika (2012) Di Ruang Cempaka RSUD

Kraton Kabupaten Pekalongan diperoleh ibu bersalin sebagian besar

adalah multipara yaitu sebanyak 85 orang (39,2%) dan pemberian

kolostrum sebagian besar diberikan yaitu sebanyak 162 orang (74,7%).

c. Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitiian dari 68 responden diperoleh

presentase paling banyak pada ibu dengan kategori pengetahuan kurang

yaitu 39 responden (57,4%) dan presentase paling sedikit pada ibu

pengetahuan baik 29 responden (42,6%).


Pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam berperilaku termasuk perilaku ibu post partum dalam

memberikan kolostrum atau ASI pertama. Pengetahuan merupakan hasil

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2003).

Pengetahuan ibu tentang ASI kolostrum merupakan salah satu

faktor yang penting dalam kesuksesan proses menyusui. Hasil penelitian


61

yang dilakukan Ibrahim (2002) menyebutkan bahwa ibu yang

berpengetahuan baik 1,9 kali berpeluang untuk memberikan kolostrum

dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan, semakin ibu memberikan kolostrum.

Penelitian Eni Rumiyati (2011) di Rumah Bersalin An-Nissa

Surakarta berdasarkan analisa data dengan uji Chi-square. Diperoleh

bahwa Tingkat pengetahuan ibu baik tentang pemberian kolostrum

sebanyak 20 orang (66,67%), tingkat pengetahuan ibu cukup baik tentang

pemberian kolostrum sebanyak 5 orang (16,67%), tingkat pengetahuan ibu

kurang tentang pemberian kolostrum sebanyak 1 orang (3,33%), dan

tingkat pengetahuan ibu tidak baik dan tidak memberikan kolostrum

sebanyak 3 orang (10%).

d. Budaya

Berdasarkan hasil penelitiian dari 68 responden diperoleh

presentase paling banyak pada ibu dengan kategori budaya positif yaitu 29

responden (42,6%) dan paling rendah pada ibu dengan budaya negatif 39

responden (39,4%).

Menurut Notoatmodjo (2010), kepercayaan adalah komponen

kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan ini dibentuk oleh

pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa

orang percaya kepada sesuatu karena ia mempunyai pengetahuan tentang

itu. Keyakinan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.

Seseorang menerima kepecayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa


62

adanya pembuktian terlebih dahulu.

Kepercayaan yang diyakini masyarakat dapat juga berupa

kebiasaan yang ada dimasyarakat yang merupakan pelaziman dari waktu

ke waktu. Kebiasaan ini sering dikaitkan dengan adat di masyarakat yang

turun temurun karena kebiasaan pada umumnya sudah melekat pada diri

seseorang termasuk kebiasaan yang kurang menguntungkan bagi

kesehatan. Kepercayaan yang dimaksud dalam hal ini adalah dengan

menganggap bahwa kolostrum merupakan air susu yang kotor yang

pertama kali keluar.

e. Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitiian dari 68 responden diperoleh

presentase paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan keluarga

tidak mendukung sebanyak 40 responden (58,8%) dan paling sedikit pada

ibu dengan dukungan keluarga mendukung 28 responden (41,2%).

Freadman (2010), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Keberhasilan pemberian ASI kolostrum ditentukan oleh peran keluarga,

terutama suami. Selama proses ini berlangsung, peran suami sama

pentingnya dengan peran ibu.


63

Peran suami yang paling utama adalah menciptakan suasana dan situasi

kondusif yang memungkinkan pemberian ASI berjalan lancar. Selain

memenuhi kebutuhan ibu (terutama kebutuhan akan zat gizi yang baik

selama menyusui), suami dapat berperan sebagai penghubung dalam

menyusui dengan membawa bayi kepada ibu saat dia lapar. Peran suami,

keluarga, dan semua pihak, sangat membantu keberhasilan. Dukungan

keluarga ini pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan yang bersifat fisik,

emosional maupun psikologis yang diberikan kepada ibu yang baru saja

melahirkan bayinya. Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat

dari keluarga tentang kolostrum dapat mempengaruhi sikapnya ketika ibu

akan memberikan kolostrum pada bayinya. Dalam penelitian yang

dilakukan Asmijati (2007) menyebutkan bahwa ibu yang mendapat

dukungan dari keluarga memiliki kemungkinan memberikan kolostrum 6,5

kali lebih besar dibandingan dengan ibu yang tidak mendapat dukungan

keluarga.

Penelitian yang dilakukan Maryani (2013) DI RSUD Labuanbaji

Makasar bahwa hasil uji Chi-square diperoleh nilai p=0,001 dengan

tingkat kemaknaan α =0,05. Hal ini menunjukkan nilai p < α, ini berarti

Ha diterima atau ada hubungan antara Dukungan Keluarga dengan

pemberian ASI kolostrum pada bayi.

f. Dukungan Tenaga Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitiian dari 68 responden diperoleh

presentase paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan tenaga


64

kesehatan mendukung sebanyak 36 responden (52,9%) dan paling sedikit

pada ibu dengan dukungan tenaga kesehatan tidak mendukung 32

responden (47,1%).

Penolong persalinan mempunyai peranan yang besar untuk

mempengaruhi ibu untuk menyusui bayinya dengan baik dan benar dalam

pemberian kolostrum. Memberikan informasi dan dukungan tentang

menyusui akan sangat mempengaruhi keputusan ibu untuk memberikan

ASI pertama pada bayinya. Pada saat setelah melahirkan, misalnya dengan

Inisiasi Menyusu Dini, bidan membantu agar bayi bisa mencapai puting,

sehingga dapat merangsang pengeluaran kolostrum. Hal ini didukung

dengan adanya penelitian Rosita (2008), bahwa faktor tenaga kesehatan

juga berpengaruh terhadap pemberian kolostrum. Hal ini berkaitan dengan

penyediaan sarana dan prasarana serta motivasi yang tinggi bagi tenaga

kesehatan untuk memberikan kolostrum bagi bayi. Sarana dan prasarana

misalnya dengan adanya pojok laktasi dan selebaran mengenai arti penting

kolostrum bagi ibu. Pada umumnya para ibu mau patuh dan menurut pada

petugas kesehatan, sehingga nasihat yang diberikan oleh tenaga kesehatan

akan diikuti oleh ibu.

Menurut Februhartanty (2009), faktor yang mempengaruhi

pemberian kolostrum yaitu dukungan tenaga kesehatan. Dukungan dari

tenaga kesehatan seperti dengan penyuluh manfaat pemberian kolostrum,

akan menambah keyakinan ibu untuk memberikan kolostrum kepada

bayinya.
65

Sebagai seseorang yang dipercaya ibu-ibu dalam mengatasi

masalah bayi, petugas kesehatan hendaknya memberikan nasihat kepada

seorang ibu pemulaan menyusui agar dapat menumbuhkan kepercayaan

diri ibu untuk menyusui bayinya sesegera mungkin. Hasil penelitian

Solihah, et al (2007) menyatakan bahwa ibu yang mendapat dukungan dari

petugas kesehatan memberikan kolostrum lebih besar, daripada ibu yang

tidak mendapat dukungan dari petugas kesehatan. Penelitian lain juga

menyebutkan bahwa ibu yang mendapat dukungan dari petugas kesehatan

berpeluang 5,6 kali dalam pemberian kolostrum dibandingkan dengan

yang tidak mendapat dukungan (Nupelita, 2007).

4.2.2 Bivariat
a. Hubungan Antara Paritas Dengan Pemberian Kolostrum

Hasil hubungan antara paritas dengan Pemberian Kolostrum diperoleh

bahwa yang tidak memberikan kolostrum paling banyak pada ibu dengan

kategori paritas multipara sebanyak 26 (61,9%) dibanding ibu dengan

kategori primipara yaitu 16 (61,9%). Sedangkan yang memberikan

kolostrum paling banyak pada ibu dengan kategori multipara sebanyak 17

(65,4%) dibanding ibu dengan kategori primipara yaitu 9 (34,6%).

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel paritasadalah 0,723.

Hal ini menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara paritas

dengan Pemberian Kolostrum.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Retiana Kartika (2012)

Di Ruang Cempaka RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan diperoleh ibu

bersalin sebagian besar adalah multipara yaitu sebanyak 85 orang (39,2%)


66

dan pemberian kolostrum sebagian besar diberikan yaitu sebanyak 162

orang (74,7%). Hasil uji chi square diketahui ada hubungan paritas dengan

pemberian kolostrum pada ibu post partum di Ruang Cempaka RSUD

Kraton Kabupaten Pekalongan Tahun 2012 dengan P-value sebesar 0,000

< 0,05.

Paritas ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang

pengetahuan ibu dalam menyusui. Pengalaman yang diperoleh ibu dapat

memperluas pengetahuan seseorang dalam pemberian kolostrum. Bahwa

pengalaman ibu dalam mengurus anak berpengaruh terhadap pengetahuan

tentang kolostrum (Soetjiningsih, 1997 dalam Arini 2012, h.47)

Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan

antara paritas dan pemberian kolostrum, menurut asumsi peneliti hal

tersebut karena ibu yang hamil pertama kali akan cenderung lebih banyak

mencari informasi terkait kehamilannya dan kebutuhan apa saja yang baik

untuk calon bayinya sebelum dan sesudah lahir. Berbeda dengan ibu hamil

multipara karena mereka sudah memiliki banyak pengalaman dari

kehamilan sebelumnya cenderung lebih mengikuti kebiasaan atau

pengalaman yang pernah dialaminya sehingga kemungkinan untuk tidak

memberikan kolostrum lebih besar.

b. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemberian Kolostrum


Hasil hubungan antara pengetahuan dengan Pemberian Kolostrum

diperoleh bahwa responden pengetahuan kurang ada sebanyak 29 (69,0%)

yang tidak memberikan kolostrum, responden pengetahuan baik ada

sebanyak 13 (31,0%) yang tidak memberikan kolostrum. Sedangkan


67

responden pengetahuan kurang ada sebanyak 10 (38,5%) yang

memberikan kolostrum, responden pengetahuan baik ada sebanyak 16

(61,5%) yang memberikan kolostrum.


Berdasarkan hasil uji chi square nilai P Value pada variabel

pengetahuan adalah 0,013. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan Pemberian Kolostrum. Nilai OR

pada variabel ini sebesar 3,569 sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu

dengan pengetahuan baik 4 kali lebih besar untuk memberikan kolostrum

dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Eni Rumiyati (2011) di

Rumah Bersalin An-Nissa Surakarta berdasarkan analisa data dengan uji

Chi-square. Diperoleh bahwa Tingkat pengetahuan ibu baik tentang

pemberian kolostrum sebanyak 20 orang (66,67%), tingkat pengetahuan

ibu cukup baik tentang pemberian kolostrum sebanyak 5 orang (16,67%),

tingkat pengetahuan ibu kurang tentang pemberian kolostrum sebanyak 1

orang (3,33%), dan tingkat pengetahuan ibu tidak baik dan tidak

memberikan kolostrum sebanyak 3 orang (10%). Nilai p = 0,000 < 0,05,

artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu menyusui

dengan pemberian ASI pertama (kolostrum) di Rumah Bersalin An-Nissa

Surakarta.

Pengetahuan merupakan hal paling penting bagi seseorang untuk

mengambil keputusan terutama pengambilan keputusan untuk memberikan

ASI sedini mungkin atau pemberian kolostrum segera setelah bayi lahir.

Ibu dengan pengetahuan baik akan tahu mana yang terbaik bagi bayinya
68

karena banyaknya informasi yang didapat membuat ibu tahu kebutuhan

apa yang baik untuk bayinya. Berbeda dengan ibu yang pengetahuannya

kurang yang tidak memiliki informasi lebih mengenai pentingnya

pemberian kolostrum untuk janga panjang terutama bagi pertumbuhan dan

perkembangan anaknya.

c. Hubungan Antara Budaya Dengan Pemberian Kolostrum


Hasil hubungan antara budaya dengan Pemberian Kolostrum

diperoleh bahwa responden budaya positif ada sebanyak 24 (57,1%) yang

tidak memberikan kolostrum, responden budaya negatif ada sebanyak 18

(42,9%) yang tidak memberikan kolostrum. Sedangkan responden budaya

postif ada sebanyak 5 (19,2%) yang memberikan kolostrum, responden

budaya negatif ada sebanyak 21 (80,8%) yang memberikan kolostrum.


Berdasarkan hasil uji chi square nilai P Value pada variabel budaya

adalah 0,002. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara

budaya dengan Pemberian Kolostrum. Nilai OR pada variabel ini sebesar

5,600 sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu dengan budaya negatif 6 kali

lebih besar untuk tidak memberikan kolostrum dibandingkan ibu dengan

budaya positif.

Menurut Notoatmodjo (2010), kepercayaan adalah komponen

kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan ini dibentuk oleh

pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa

orang percaya kepada sesuatu karena ia mempunyai pengetahuan tentang

itu. Keyakinan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
69

Seseorang menerima kepecayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa

adanya pembuktian terlebih dahulu.

Kepercayaan yang diyakini masyarakat dapat juga berupa

kebiasaan yang ada dimasyarakat yang merupakan pelaziman dari waktu

ke waktu. Kebiasaan ini sering dikaitkan dengan adat di masyarakat yang

turun temurun karena kebiasaan pada umumnya sudah melekat pada diri

seseorang termasuk kebiasaan yang kurang menguntungkan bagi

kesehatan. Kepercayaan yang dimaksud dalam hal ini adalah dengan

menganggap bahwa kolostrum merupakan air susu yang kotor yang

pertama kali keluar.

Budaya merupakan hal yang selalu di junjung tinggi oleh

masyarakat Indonesia, walaupun terkadang ada beberapa budaya yang

dapat merugikan akan tetapi masih sangat kental dan sangat dianut.

Contohnya memberikan madu pada bayi baru lahir karena merupakan

sunnah dan memberikan air tajin agar anak kuat. Padahal kebiasaan

tersebut dapat merugikan bagi bayi baru lahir karena belum sempurnanya

sistem pencernaan bayi. Oleh karena itu sebaiknya ibu hamil sudah

mendapatkan informasi yang tepat selama kehamilannya, sehingga ibu

tersebut siap memberikan kolostrum dan tidak terpangaruh oleh budaya

yang berkembang di masyarakat.

d. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Kolostrum

Hasil hubungan antara dukungan keluarga dengan Pemberian

Kolostrum diperoleh bahwa ibu yang tidak memberikan kolostrum paling


70

banyak pada ibu dengan kategori dukungan keluarga tidak mendukung

sebanyak 30 (71,4%) dibanding ibu dengan dukungan keluarga

mendukugn yaitu 12 (28,6%). Sedangkan ibu yang memberikan kolostrum

paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan keluarga mendukung

sebanyak 16 (61,5%) dibanding ibu dengan dukungan keluarga tidak

mendukung yaitu 10 (38,5%) yang memberikan kolostrum.

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel dukungan keluarga

adalah 0,007. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara

dukungan keluarga dengan Pemberian Kolostrum. Nilai OR pada variabel

ini sebesar 4,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu dengan dukungan

keluarga 4 kali lebih besar untuk memberikan kolostrum dibandingkan ibu

dengan dukungan keluarga tidak mendukung.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Maryani

(2013) DI RSUD Labuanbaji Makasar bahwa hasil uji Chi-square

diperoleh nilai p=0,001 dengan tingkat kemaknaan α =0,05. Hal ini

menunjukkan nilai p < α, ini berarti Ha diterima atau ada hubungan

antara Dukungan Keluarga dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi.

Menurut asumsi peneliti, peran keluarga sangat penting bagi setiap

ibu karena ibu tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Dukungan orang

terdekat sangat berarti bagi ibu karena akan memberikan motivasi bagi ibu

untuk memberikan kolostrum pada bayinya. Akan tetapi tidak sedikit

keluarga yang tidak mendukung ibu untuk memberikan kolostrum. Untuk


71

hal itu diharapkan keluarga dapat memberikan informasi yang baik dan

memberikan dukungan yang baik bagi ibu.

e. Hubungan Antara Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan Pemberian

Kolostrum

Hasil hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan Pemberian

Kolostrum diperoleh bahwa ibu yang tidak memberikan kolostrum paling

banyak pada ibu dengan kategori dukungan tenaga kesehatan mendukung

tidak mendukung sebanyak 27 (64,3%) dibanding ibu dengan dukungan

tenaga kesehatan mendukung yaitu 15 (35,7%). Sedangkan ibu yang

memberikan kolostrum paling banyak pada ibu dengan kategori dukungan

tenaga kesehatan mendukung sebanyak 21 (80,8%) dibanding ibu dengan

dukungan tenaga kesehatan tidak mendukung yaitu 5 (19,2%).

Hasil uji chi square nilai P Value pada variabel dukungan tenaga

kesehatan adalah 0,000. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang

signifikan antara dukungan tenaga kesehatan dengan Pemberian

Kolostrum. Nilai OR pada variabel ini sebesar 7,560 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ibu dengan dukungan tenaga kesehatan 8 kali lebih

besar untuk memberikan kolostrum dibandingkan ibu dengan dukungan

tenaga kesehatan tidak mendukung.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Onya

dkk (2012) Di Puskesmas amanuban timur diperoleh bahwa berdasarkan


72

hasil uji statistik dengan menggunakan uji regresi logistik menunjukkan

nilai p=0,093>0,05. Hasil tersebut menjelaskan bahwa H0 diterima dengan

interpretasi tidak ada pengaruh signifikan pada taraf kemaknaan α = 0,05

antara dukungan petugas kesehatan ibu terhadap pemberian kolostrum

pada bayi baru lahir.

Berdasarkan asumsi peneliti, tenaga kesehatan merupakan orang

yang berperan dalam bagi kesehatan ibu hamil dan bersalin. Dukungan

petugas kesehatan akan menjadi motivasi bagi ibu untuk melakukan hal

yang baik terutama hal bermanfaat bagi ibu dan bayinya khususnya

pemberian kolostrum. walaupun dalam penelitian ini dukungan tenaga

kesehatan tidak berhubungan tetapi dukungan tenaga kesehatan sangat

penting dan dibutuhkan oleh ibu hamil dan bersalin.

Anda mungkin juga menyukai