ABSTRAK
Tetanus neonatorum (TN) adalah infeksi pada bayi berusia < 28 hari, karena bakteri Clostridium tetani yang
masuk ke tubuh melalui luka. Tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab kematian neonatus di
dunia. Kasus tetanus neonatorum terdapat pada 14 provinsi di Indonesia, Jawa Timur memiliki kasus tetanus
neonatorum tertinggi kedua. Faktor yang memengaruhi kematian bayi penderita TN antara lain meliputi status
imunisasi TT ibu, tingkat paritas, kecepatan pertolongan TN, dan perawatan tali pusat. Tujuan penelitian
ini adalah menganalisis hubungan status imunisasi TT ibu, tingkat paritas, kecepatan pertolongan TN, dan
perawatan tali pusat dengan kematian pada bayi penderita TN. Penelitian ini menggunakan rancang bangun
cross sectional dengan menggunakan 59 responden yang diperoleh dari laporan T2 ke Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur tahun 2014-2016. Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square dan α = 0,05
diperoleh status imunisasi TT ibu hamil (p = 0,257), tingkat paritas ibu (p = 0,034; PR = 0,39; 95% CI
0,16-0,98), kecepatan pertolongan TN (p = 0,061), dan perawatan tali pusat (p = 0,007; PR= 2,31; 95% CI
1,29-4,15). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat paritas ibu dan perawatan
tali pusat dengan kematian bayi penderita TN, serta tidak terdapat hubungan antara status imunisasi TT ibu
dan kecepatan pertolongan TN dengan kematian bayi penderita TN di Jawa Timur tahun 2014-2016. Saran
penelitian, upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko kematian bayi yaitu melakukan penyuluhan
terkait imunisasi TT pada ibu hamil, mengatur kehamilan, melakukan persalinan dan perawatan tali pusat
dengan bersih.
Kata kunci: faktor risiko, kecepatan pertolongan, kematian tetanus neonatorum, paritas dan perawatan
tali pusat, status imunisasi ibu
ABSTRACT
Tetanus neonatorum is an infection in infants ( < 28 days), caused by bacteria Clostridium tetani that enter the
body through the wound. Tetanus neonatorum is one of the leading causes of neonatal mortality in the world.
The case of tetanus neonatorum is present in 14 provinces in Indonesia, East Java has the second highest case
of tetanus neonatorum. Factors affecting infant mortality among others include maternal immunization status,
parity, delay admission of TN patients, and umbilical cord care. The purpose of this study was to analyze the
relationship between maternal immunization status, parity, delay admission of TN patients, and umbilical
cord care with mortality of tetanus neonatorum. This study uses cross sectional design using 59 respondents
obtained from T2 report to Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur in 2014-2016. The result of the research
by using chi-square test and α = 0,05 obtained TT immunization of pregnant women (p = 0.257), parity
(p = 0.034; PR= 0.39; 95% CI 0.16-0.98), delay admission of TN patients (p = 0.061), and umbilical cord care
(p = 0.007; PR = 2.31; 95% CI 1.29-4.15). The conclusion of this study is there are no relationships between
maternal immunization status and delay admission with mortality of tetanus neonatorum and a significant
relationships between parity and umbilical cord care with mortality of tetanus neonatorum in East Java in
2014-2016. To reduce the risk factors of infant mortality, it is necessary to socialize TT immunization to
pregnant women, planning of pregnancy, clean delivery and umbilical cord care.
Keywords: risk factors, delay admission, mortality of tetanus neonatorum, parity, and umbilical cord
care, maternal immunization
©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY–SA license doi:10.20473/jbe.v5i2.2017.195-206
Received 05 July 2017, Received in Revised Form 28 July 2017, Accepted 08 August 2017, Published online: 31 August 2017
196 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 195-206
Tetanus Neonatorum terjadi pada usia 0-28 hari Pengolahan data melalui tahapan editing, koding,
(neonatal) (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, entri dan tabulasi data. Analisis dalam penelitian
2012). Faktor risiko kematian neonatal memiliki ini meliputi analisis univariat yang disajikan dalam
kemungkinan berkolerasi dengan kematian bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis
bayi penderita tetanus neonatorum, begitu juga berdasarkan persentase dan analisis bivariat sebagai
faktor risiko tetanus neonatorum juga memiliki uji hipotesis. Analisis bivariat yang digunakan untuk
kemungkinan sebagai faktor prognosis kematian bayi mengetahui hubungan antara beberapa variabel
penderita tetanus neonatorum (Hatkar et al., 2015). independen dengan variabel dependen dengan
Faktor risiko tersebut antara lain tingkat paritas menggunakan uji chi-square. Kriteria uji hubungan
(Lolong and Pangaribuan, 2015), status imunisasi antara variabel bebas dan variabel terikat berdasarkan
TT ibu hamil, perawatan tali pusat (Pusat Data nilai p (p value) yang dihasilkan dan dibandingkan
dan Informasi Kemenkes RI, 2012) dan kecepatan dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Hipotesis nol (Ho)
pertolongan rumah sakit (Lam et al., 2015). Tujuan ditolak jika nilai p < α atau (p < 0,05) dan Ho diterima
penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang jika nilai p > α atau (p > 0,05). Peneliti juga menghitung
memengaruhi status kematian bayi penderita tetanus Prevalensi Rasio (PR) dengan tingkat kepercayaan
neonatorum di Provinsi Jawa Timur pada tahun yang digunakan sebesar 95%. Prevalence Ratio (PR)
2014-2016. digunakan untuk mengukur besarnya risiko variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai PR
ini menunjukkan besarnya risiko pada masing-
METODE
masing variabel independen yang diteliti terhadap
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kematian bayi penderita tetanus neonatorum. Jika PR
ini adalah studi observasional analitik yaitu peneliti > 1 menunjukkan bahwa faktor pajanan meningkat/
hanya melakukan pengamatan terhadap subjek memperbesar risiko kematian pada bayi penderita
penelitian tanpa memberikan perlakuan pada variabel tetanus neonatorum. Jika PR = 1 berarti tidak terdapat
yang akan diteliti. Rancang bangun penelitian ini asosiasi antara pajanan dengan risiko kematian pada
menggunakan metode cross sectional study yaitu bayi penderita tetanus neonatorum. Jika PR < 1
peneliti mengamati variabel bebas dan tergantung menunjukkan bahwa pajanan akan mengurangi risiko
dilakukan pada sekali waktu pada saat yang bersamaan kematian pada bayi penderita tetanus neonatorum.
(Murti, 2003).
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi
HASIL
penderita tetanus neonatorum yang dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2014- Hasil yang diperoleh dari pengolahan data
2016 melalui form T2 (Fomulir Pelacakan Kesakitan/ sebanyak 59 responden kasus TN yang berasal dari
Kematian tersangka Kasus Tetanus Neonatorum). dokumen pelaporan form T2 di Dinas Kesehatan
Penelitian ini menggunakan sampel penelitian dengan Provinsi Jawa Timur, didapatkan hasil penelitian
kriteria inklusi yaitu form T2 yang terisi lengkap sebagai berikut:
terkait variabel yang akan dianalisis. Sehingga dari
laporan T2 sebanyak 74 kasus tetanus neonatorum, Analisis Univariat
terdapat 59 kasus yang memenuhi kelengkapan Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsi-
pengisian form T2 sesuai kriteria inklusi. kan variabel-variabel dalam penelitian ini. Variabel
Sumber data sekunder berasal dari dokumen tersebut meliputi variabel dependen (status kematian
pelaporan form T2, yang ada di Dinas Kesehatan bayi penderita TN) dan variabel independen (status
Provinsi Jawa Timur. Alat ukur yang digunakan imunisasi TT ibu, paritas, kecepatan pertolongan TN,
adalah formulir T2 yang berisi data riwayat bayi dan perawatan tali pusat).
penderita TN, riwayat ibu hamil, dan catatan terkait Hasil observasi dari dokumen pelaporan form T2
persalinan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara diketahui bahwa bayi yang menderita TN memiliki
mencari dari sumber data sekunder yang meliputi: riwayat ibu yang melakukan imunisasi TT dan tidak
riwayat bayi penderita TN (meliputi paritas, kecepatan melakukan imunisasi TT serta terdapat bayi yang
pertolongan TN, dan status kematian bayi penderita memiliki paritas kurang dari 2 (kelahiran ≤ 2) dan
TN), riwayat ibu hamil (status imunisasi TT ibu), dan lebih dari 2 (kelahiran > 2). Kecepatan pertolongan
catatan persalinan (perawatan tali pusat ). bayi penderita TN dilakukan 24 jam (< 2 hari) setelah
198 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 195-206
gejala dan terdapat pula yang lebih dari 24 jam (≥ 2 yaitu sebesar 69,5% atau sebanyak 41 bayi menderita
hari). Perawatan tali pusat pada bayi penderita TN TN merupakan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
ada yang sudah dilakukan sesuai anjuran medis dan memiliki riwayat persalinan ≤ 2.
terdapat pula yang masih menggunakan ramuan- Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas kecepatan
ramuan dalam merawat tali pusat. pertolongan penderita TN dilakukan < 2 hari, yaitu
Gambaran status imunisasi TT ibu, paritas, sebesar 59,3% atau sebanyak 35 bayi yang mendapat
kecepatan pertolongan TN, perawatan tali pusat dan pertolongan < 2 hari atau mendapat kan pertolongan
status kematian bayi TN di Provinsi Jawa Timur pada selama kurang dari 24 jam setelah terdiagnosis
tahun 2014-2016 berdasarkan distribusi frekuensi menderita TN.
masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 2. Distribusi frekuensi perawatan tali pusat bayi
penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
Tabel 2. Distribusi Status Imunisasi TT Ibu, Paritas, mayoritas perawatan tali pusat telah sesuai dengan
Kecepatan Pertolongan TN, Perawatan Tali anjuran medis, yaitu sebesar 57,6% atau sebanyak
Pusat dan Status Kematian Bayi Penderita 34 bayi melakukan perawatan tali pusat sesuai
Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Timur anjuran medis. Anjuran medis yang dimaksud adalah
Tahun 2014-2016 menggunakan kain kasa steril, alkohol, dan antiseptik
Variabel Jumlah Persentase lainnya. Sedangkan, ramuan yang dimaksud adalah
Status Imunisasi TT perawatan tali pusat dengan menggunakan kunyit,
Ibu kapur sirih, merica, kopi, bubuk genting, angkok,
Imunisasi 6 10,2 garam, daun bawang dan perpaduan beberapa bahan
Tidak Imunisasi 53 89,8 tersebut.
Paritas Distribusi frekuensi status kematian bayi
Kelahiran ≤ 2 41 69,5 penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
Kelahiran > 2 18 30,5 mayoritas bayi yang menderita TN tetap hidup, yaitu
Kecepatan sebesar 54,2% atau sebanyak 32 bayi penderita TN
Pertolongan TN dapat sembuh dan tetap hidup. Meskipun mayoritas
< 2 hari 35 59,3 bayi penderita TN mampu bertahan hidup, namun
≥ 2 hari 14 40,7 hanya memiliki perbedaan persentase tidak berbeda
Perawatan Tali jauh, dibandingkan dengan bayi penderita TN yang
Pusat meninggal yaitu sebesar 45,8% atau sebanyak 27 bayi
Anjuran Medis 34 57,6 penderita TN yang meninggal.
Ramuan 25 42,4
Status Kematian Analisis Bivariat
Bayi TN Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
Hidup 32 54,2 hubungan dua variabel yaitu variabel dependen (status
Meninggal 27 45,8 kematian) dengan variabel independen (paritas,
Total 59 100 usia bayi penderita TN, kecepatan pertolongan TN,
status imunisasi TT ibu, penolong persalinan, berat
Distribusi frekuensi status imunisasi ibu dari bayi bayi lahir, umur kelahiran dan perawatan tali pusat).
penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Hasil analisis menggunakan uji chi-square dihasilkan
mayoritas ibu tidak melakukan imunisasi TT (Tetanus tabulasi data yang disajikan pada Tabel 3. Pada tabel
Toxoid), yaitu sebesar 89,8% atau sebanyak 52 ibu dari tersebut, ditunjukkan nilai p (p value) dari masing-
bayi penderita TN yang tidak melakukan imunisasi masing variabel dan dibandingkan dengan nilai
TT (tidak imunisasi atau hanya sampai imunisasi kemaknaan (α = 0,05). Hipotesis nol (Ho) ditolak jika
TT1). Hanya sebesar 10,2% ibu yang melakukan nilai p < 0,05 dan Ho diterima jika nilai p > 0,05.
imunisasi TT (hingga TT2) dari bayi yang menderita Ho ditolak memiliki makna bahwa terdapat hubungan
TN. Status imunisasi TT ibu dari bayi penderita TN antara variabel dependen dan independen dan
memiliki perbedaan persentase yang cukup besar Ho diterima memiliki makna sebaliknya..
antara keduanya. Hubungan antara status imunisasi TT pada ibu
Distribusi frekuensi paritas bayi penderita TN dengan kematian pada bayi penderita TN ditampilkan
pada Tabel 2, menunjukkan bahwa mayoritas paritas pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa ibu
bayi penderita TN adalah bayi dengan kelahiran ≤ 2, yang tidak mendapat imunisasi TT (tidak imunisasi
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 199
atau hanya sampai imunisasi TT1) memiliki bayi penderita TN di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014-
penderita TN yang meninggal dengan persentase 2016. Berdasarkan perhitungan statistik diperoleh
lebih kecil dari pada bayi yang hidup yang menderita nilai Prevalensi Rasio sebesar 0,39 (95% CI 0,16-
TN dengan ibu yang memiliki status imunisasi 0,98) sehingga responden yang memiliki paritas > 2
yang sama yaitu dengan persentase meninggal 39% memiliki risiko akan kematian pada bayi penderita
dan hidup 50,8%, sedangkan bayi yang menderita tetanus neonatorum lebih rendah, yaitu sebesar 0,39
TN yang meninggal dengan ibu yang mendapat daripada responden yang memiliki paritas ≤ 2.
imunisasi TT menunjukkan persentase lebih besar Hubungan antara kecepatan pertolongan dengan
dari pada bayi yang hidup yang menderita TN dengan kematian bayi penderita tetanus neonatorum
ibu yang memiliki status imunisasi yang sama yaitu ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan
dengan persentase meninggal 6,8% dan hidup 3,4%. bahwa persentase kecepatan pertolongan < 2 hari
Hasil uji chi-squre pada variabel status imunisasi (1 hari) bayi penderita tetanus neonatorum yang
ibu dengan status kematian bayi TN diperoleh nilai meninggal memiliki persentase lebih kecil (20,3%)
signifikan dengan nilai p = 0,257 sehinga nilai p > dari pada bayi yang hidup yang menderita tetanus
α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut neonatorum yang mendapat kecepatan pertolongan
dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat yang sama yaitu meninggal 20,3% dan hidup 39%,
hubungan yang bermakna antara status imunisasi ibu sedangkan bayi penderita tetanus neonatorum yang
dan kematian bayi TN. mendapat pertolongan > 2 hari yang meninggal
Hasil penelitian pada Tabel 3, menunjukkan persentasenya lebih besar dibandingkan dengan bayi
bahwa persentase bayi penderita TN yang meninggal tetanus neonatorum yang hidup yaitu meninggal
pada usia neonatal dari ibu dengan paritas ≤ 2 25,4% dan hidup 15,3%. Variabel kecepatan
persentasenya lebih besar dari pada bayi yang hidup pertolongan TN dengan status kematian bayi TN
pada ibu yang berparitas sama yaitu dengan persentase berdasarkan Hasil uji chi-squre pada variabel
meninggal 39% dan hidup 30,5%, sedangkan ibu kecepatan pertolongan bayi TN dengan status kematian
dengan paritas > 2 persentase bayi TN yang hidup bayi TN diperoleh nilai signifikan dengan nilai p =
lebih besar dibandingkan dengan bayi TN yang 0,061 sehinga nilai p > α (0,05). Berdasarkan hasil
meninggal yaitu meninggal 6,8% dan hidup 23,7%. analisis statistik tersebut dapat diperoleh kesimpulan
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik dengan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
menggunakan uji chi-square antara paritas dengan kecepatan pertolongan dan kematian bayi TN.
status kematian bayi penderita TN diperoleh nilai Hubungan antara perawatan tali pusat dengan
p = 0,034 (p < α) yang bermakna terdapat hubungan kematian bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel 3.
antara tingkat paritas dengan status kematian bayi Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi penderita
Tabel 3. Analisis Faktor Risiko Status Kematian Tetanus Neonatorum dengan Status Imunisasi TT Ibu, Paritas,
Kecepatan Pertolongan TN, Penolong Persalinan, dan Perawatan Tali pusat di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2014-2016
Status Kematian TN
Total p
Variabel Meninggal Hidup PR CI 95%
value
n % n % n %
Status Imunisasi TT Ibu
Tidak Imunisasi 23 39 30 50,8 53 89,8 0,257 0,65 0,34-1,24
Imunisasi 4 6,8 2 3,4 6 10,2
Paritas
Kelahiran > 2 4 6,8 14 23,7 18 30,5 0,034 0,39 0,16-0,98
Kelahiran ≤ 2 23 39 18 30,5 41 69,5
Kecepatan Pertolongan
TN
15 25,4 9 15,3 24 40,7 0,061 1,82 1,04-3,17
≥ 2 hari
12 20,3 23 39 35 59,3
< 2 hari
Perawatan Tali pusat
Ramuan 17 28,8 8 13,6 25 42,4 0,007 2,31 1,29-4,15
Anjuran Medis 10 16,9 24 40,7 34 57,6
200 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 195-206
TN yang meninggal yang perawatan tali pusat tidak menunjukkan bahwa pertolongan penderita TN di
sesuai anjuran medis memiliki persentase lebih Jawa Timur sudah baik. Kondisi tersebut juga sesuai
tinggi dari pada bayi yang hidup yang mendapatkan dengan kondisi distribusi frekuensi status kematian
perawatan tali pusat yang sama yaitu meninggal bayi penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
28,8% dan hidup 13,6%, sedangkan bayi penderita mayoritas bayi yang menderita TN tetap hidup, yaitu
TN yang meninggal yang perawatan tali pusat sesuai sebesar 54,2% atau sebanyak 32 bayi penderita TN
anjuran medis memiliki persentase lebih rendah dapat sembuh dari penyakit tetanus neonatorum dan
dibandingkan dengan bayi TN yang hidup yang mampu bertahan hidup.
mendapatkan perawatan tali pusat yang sama yaitu Distribusi frekuensi perawatan tali pusat bayi
meninggal 16,9% dan hidup 6,8%. Hasil uji statistik penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
variabel perawatan tali pusat dengan status kematian mayoritas perawatan tali pusat sesuai anjuran medis,
bayi TN berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh yaitu sebesar 57,6% atau sebanyak 34 bayi melakukan
nilai p = 0,007 (p < α) yang berarti terdapat hubungan perawatan tali pusat sesuai anjuran medis. Perawatan
bermakna antara jenis perawatan tali pusat dengan tali pusat dapat dilakukan dengan menjaga tali pusar
status kematian bayi penderita TN di Provinsi Jawa tetap kering dan bersih. Perawatan tali pusat dapat
Timur tahun 2014-2016. Berdasarkan perhitungan dilakukan dengan menggunakan kasa kering ataupun
statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio sebesar kasa dengan antiseptik. Perawatan tali pusat yang benar
2,31 (95% CI 1,28-4,15) sehingga responden yang dampak memberi dampak positif pupusnya tali pusat
melakukan perawatan tali pusat dengan ramuan dapat sekitar hari ke 5-10 hari, namun perawatan tali pusat
meningkatkan risiko kematian pada bayi penderita yang tidak benar dapat berdampak mengakibatkan
tetanus neonatorum sebesar 2,31 daripada yang kematian pada bayi (Muliawati dan Susanti, 2015).
melakukan perawatan sesuai anjuran medis.
Faktor Risiko Status Imunisasi TT Ibu dengan
PEMBAHASAN Status Kematian Bayi Penderita Tetanus
Neonatorum di Provinsi Jawa Timur Tahun
Distribusi frekuensi paritas bayi penderita TN
2014-2016
pada Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas paritas
bayi penderita TN adalah bayi dengan kelahiran ≤ 2 Hubungan antara status imunisasi TT pada ibu
sebesar 69,5%. Penderita TN di Jawa Timur banyak dengan kematian pada bayi penderita TN ditampilkan
dialami pada bayi yang memiliki kelahiran awal pada Tabel 3. Hubungan antara status imunisasi TT
atau pertama, hal tersebut dapat dipengaruhi faktor pada ibu dengan kematian pada bayi penderita TN
pengetahuan ibu dalam melakukan vaksinasi TT ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan
selama kehamilan untuk memberikan kekebalan TN bahwa ibu yang tidak mendapat imunisasi TT (tidak
pada bayi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan imunisasi atau hanya sampai imunisasi TT1) memiliki
di Banda Aceh bahwa pengetahuan ibu memengaruhi bayi penderita TN yang meninggal dengan persentase
perilaku ibu untuk melakukan vaksinasi TT (Fitriah, lebih kecil dari pada bayi yang hidup yang menderita
2012). Ibu yang baru mendapatkan kehamilan awal TN dengan ibu yang memiliki status imunisasi
atau pertama memiliki kemungkinan untuk memiliki yang sama yaitu dengan persentase meninggal 39%
pengetahuan yang kurang dibanding ibu yang sudah dan hidup 50,8%, sedangkan bayi yang menderita
pernah hamil atau melahirkan. Pengetahuan tersebut TN yang meninggal dengan ibu yang mendapat
terkait hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam imunisasi TT menunjukkan persentase lebih besar
kehamilan, persalinan, dan menjaga tumbuh kembang dari pada bayi yang hidup yang menderita TN dengan
bayinya. Kondisi tersebut sesuai dengan distribusi ibu yang memiliki status imunisasi yang sama yaitu
frekuensi status imunisasi ibu dari bayi penderita dengan persentase meninggal 6,8% dan hidup 3,4%.
TN pada Tabel 2. menunjukkan bahwa mayoritas ibu Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mayoritas bayi
tidak melakukan imunisasi TT, yaitu sebesar 72,9% penderita TN memiliki ibu yang memiliki riwayat
atau sebanyak 42 ibu dari bayi penderita TN yang tidak melakukan imunisasi TT (tidak imunisasi
tidak melakukan imunisasi TT. atau hanya sampai imunisasi TT1). Bayi TN yang
Distribusi frekuensi kecepatan pertolongan bayi meninggal mayoritas memiliki ibu tidak imunisasi TT
penderita TN pada Tabel 2. menunjukkan bahwa (tidak imunisasi atau hanya sampai imunisasi TT1).
mayoritas kecepatan pertolongan dilakukan < 2 hari Hasil uji chi-square pada variabel status imunisasi
(24 jam), yaitu sebesar 59,3% atau sebanyak 35 bayi ibu dengan status kematian bayi TN diperoleh nilai
yang mendapat pertolongan < 2 hari. Kondisi Tersebut signifikan dengan nilai p = 0,257 sehinga nilai p >
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 201
α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut imunisasi TT akan memberikan efikasi vaksin tetanus
dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat toxoid hampir 100% akan tetapi akan terus menurun
hubungan yang bermakna antara status imunisasi ibu dengan berjalannya waktu sehingga perlu dilakukan
dan kematian bayi TN. Kondisi tersebut mungkin booster setiap 10 tahun sekali (Surya, 2016). Efikasi
terjadi dikarenakan sebaran data tidak seimbang, yang terus menurun dapat memberikan peluang untuk
karena dari 59 responden bayi TN hanya 6 bayi TN terinfeksi TN. Vaksin tetanus toxoid sensitif terhadap
yang memiliki ibu dengan riwayat imunisasi TT pembekuan sehingga vaksin tersebut dapat rusak
(hingga TT2). apabila terpapar suhu dingin (Depkes RI, 2005).
Vaksin tetanus toksoid (TT) adalah salah satu Vaksin yang rusak tentunya akan menghilangkan
vaksin yang paling efektif, aman, stabil, dan murah kemampuan proteksinya dalam mencegah infeksi
yang pernah ada. Vaksin TT diberikan dengan tetanus neonatorum. Sehingga penyimpanan vaksin
aman selama kehamilan dan untuk orang dengan TT perlu diperhatikan agar kualitas vaksin TT tetap
immunocompromised. Apabila diberikan dengan baik saat diberikan dan dapat memberikan kekebalan
benar, vaksin TT dapat memberikan kekebalan terhadap infeksi tetanus.
yang sangat protektif dan tahan lama terhadap
tetanus. Durasi perlindungan yang diberikan oleh Faktor Risiko Paritas dengan Status Kematian
vaksin TT bergantung pada jumlah total dosis yang Bayi Penderita Tetanus Neonatorum di Provinsi
diberikan. Dosis pertama vaksin TT memberikan Jawa Timur Tahun 2014-2016
respons antibodi terhadap tetanus yang berkembang Hubungan antara tingkat paritas dengan kematian
perlahan yang terdiri dari IgM non-penetralisir dan bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel 3.
sejumlah kecil antibodi IgG. Respons antibodi pada Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi
pemberian vaksin TT yang pertama tidak mencukupi penderita TN yang meninggal pada usia neonatal dari
untuk memberikan perlindungan terhadap tetanus. ibu dengan paritas ≤ 2 persentasenya lebih besar dari
Setelah dosis kedua, konsentrasi antibodi pelindung pada bayi yang hidup pada ibu yang berparitas sama
mulai berkembang, namun setahun setelah vaksinasi yaitu dengan persentase meninggal 39% dan hidup
perlindungan menurun. Hasil dosis ketiga dapat 30,5%, sedangkan ibu dengan paritas > 2 persentase
memberikan perlindungan yang tetap tinggi untuk bayi TN yang hidup lebih besar dibandingkan dengan
beberapa orang. Pemberian vaksin TT (booster) setelah bayi TN yang meninggal yaitu meninggal 6,8% dan
pemberian yang ketiga tetap memberikan kekebalan hidup 23,7%. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis
yang tinggi, meskipun bila diberikan bertahun- statistik dengan menggunakan uji chi-square antara
tahun setelahnya. Jadwal pemberian vaksinasi yang paritas dengan status kematian bayi penderita TN
disarankan berbeda-beda di setiap negara. WHO diperoleh nilai p = 0,034 (p < α) yang bermakna
merekomendasikan bahwa setidaknya lima dosis terdapat hubungan antara tingkat paritas dengan
vaksin TT diberikan selama 12-15 tahun, dimulai status kematian bayi penderita TN di Provinsi
pada masa bayi dan dosis keenam dianjurkan untuk Jawa Timur pada tahun 2014-2016. Berdasarkan
diberikan pada awal masa dewasa untuk memastikan perhitungan statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio
perlindungan jangka panjang (WHO, 2007). sebesar 0,39 (95% CI 0,16-0,98) sehingga responden
Imunisasi TT pada ibu hamil bertujuan untuk dengan paritas > 2 memiliki risiko akan kematian
memberikan kekebalan tetanus pada ibu. Ibu pada bayi penderita tetanus neonatorum lebih rendah,
yang memiliki kekebalan terhadap tetanus akan yaitu sebesar 0,39 daripada responden yang memiliki
mewariskan imunitas pada bayinya (CDC, 2013). paritas ≤ 2.
Agar ibu hamil mendapat imunisasi TT yang lengkap Kehamilan lebih > 2 atau memiliki paritas yang
ibu hamil dianjurkan melakukan imunisasi sebanyak tinggi merupakan salah satu kehamilan berisiko.
3 kali, yaitu pertama sejak ibu positif hamil, kemudian Dampak dari paritas yang tinggi adalah preeklamsia
untuk imunisasi selanjutnya dengan minimal jarak 4 (Fajarsari and Prabandari, 2016). Terjadinya
minggu, dan selanjutnya setelah 6-12 bulan kemudian preeklamsia dapat menyebabkan bayi lahir prematur
atau dianjurkan pada trismester ke dua akhir atau dan berdampak pada kondisi kesehatan neonatal
selama trismester ke tiga kehamilan (setelah 20 (Mendola, et al., 2015). Bayi yang lahir tidak cukup
minggu kehamilan) (ACIP, 2011). umur (prematur) meningkatkan risiko terhadap
Banyak faktor yang dapat memengaruhi pemberian kelangsungan hidup bayi (Ogawa, et al., 2013; UCI,
imunisasi TT pada ibu, seperti faktor pengetahuan, 2012). Organ tubuh dan metabolisme tubuh bayi
sikap, dan persepsi ibu (Fitriah, 2012). Kelengkapan yang belum matang pada bayi yang lahir premature
202 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 195-206
akan memengaruhi ketahanan bayi saat masa awal memiliki berat lahir rendah dapat meningkatkan
kehidupan untuk mampu bertahan hidup. risiko kematian pada saat kelangsungan hidup bayi
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, pada tahun pertama kehidupan (UCI, 2012). Hal
antara tingkat paritas terhadap kematian bayi penderita ini berkaitan dengan pertumbuhan dan pematangan
tetanus neonatorum diperoleh hasil hubungan yang (maturasi) organ dan alat-alat tubuh yang belum
signifikan dengan arah hubungan yang berbanding sempurna, akibatnya BBLR sering mengalami
terbalik. Penelitian ini diperoleh hasil risiko kematian gangguan kesehatan pada tahun pertama kehidupan.
lebih rendah pada bayi penderita tetanus neonatorum Gangguan kesehatan tersebut seperti seringnya bayi
yang memiliki paritas > 2 dibandingkan dengan mendapatkan komplikasi dan kondisi terburuknya,
bayi penderita tetanus neonatorum yang memiliki apabila bayi tidak mampu bertahan dapat berdampak
paritas ≤ 2, kondisi tersebut dapat dipengaruhi kematian pada bayi (Kusnasetia and Rini, 2016).
oleh imunitas yang terbentuk pada ibu karena telah
memiliki riwayat imunisasi TT yang sudah dilakukan Faktor Risiko Kecepatan Pertolongan dengan
ibu pada kehamilan sebelumnya. Pernyataan tersebut Status Kematian Bayi Penderita Tetanus
didukung oleh penelitian CDC yang menjelaskan Neonatorum di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-
bahwa imunisasi TT booster pada ibu hamil dilakukan 2016
apabila ibu telah memiliki imunisasi TT lengkap Hubungan antara kecepatan pertolongan dengan
lebih dari 10 tahun (CDC, 2013). Kesimpulan yang kematian bayi penderita tetanus neonatorum
diperoleh adalah kekebalan imunisasi TT dapat ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa
bertahan selama kurang lebih 10 tahun sehingga persentase kecepatan pertolongan < 2 hari (1 hari)
memungkinkan memberi kekebalan pada kehamilan bayi penderita tetanus neonatorum yang meninggal
selanjutnya dan memberikan kekebalan bawaan memiliki persentase lebih kecil (20,3%) dari pada
pada bayinya. Kematian pada kelahiran pertama juga bayi yang hidup yang menderita tetanus neonatorum
dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Apabila yang mendapat kecepatan pertolongan yang sama
ibu terlalu muda (< 18 tahun) saat melahirkan akan yaitu meninggal 20,3% dan hidup 39%, sedangkan
memberikan banyak dampak yang merugikan pada bayi penderita tetanus neonatorum yang mendapat
bayi (Kozuki, et al., 2013). Kehamilan pertama pertolongan > 2 hari yang meninggal persentasenya
cenderung terjadi kegagalan dalam pembentukan lebih besar dibandingkan dengan bayi tetanus
blocking antibodies terhadap antigen plasenta neonatorum yang hidup yaitu meninggal 25,4% dan
sehingga dapat menimbulkan respons imun yang hidup 15,3%. Variabel kecepatan pertolongan TN
tidak menguntungkan baik pada janin maupun ibu dengan status kematian bayi TN berdasarkan hasil
hamil. Janin dapat mengalami intrauterine growth uji chi-square pada variabel kecepatan pertolongan
restriction (IUGR) (Asmana, et al., 2016). Kondisi bayi TN dengan status kematian bayi TN diperoleh
tersebut tentunya akan memengaruhi kesehatan nilai signifikan dengan nilai p = 0,061 sehinga nilai
janin. Kondisi kesehatan janin yang tidak baik, akan p > α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik
berdampak pada kesehatan bayi yang dilahirkan. tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak
Sehingga bayi akan cenderung memiliki kerentanan terdapat hubungan yang bermakna antara kecepatan
terhadap kondisi kesehatannya. pertolongan dan kematian bayi TN.
Penelitian lain menyebutkan bahwa pada tingkat Kondisi tersebut berbeda dengan penelitian yang
paritas yang tinggi akan meningkatkan kematian dilakukan di RS Indramayu dan Cirebon menunjukkan
pada bayi (Sonneveldt, et al., 2013). Paritas yang nilai OR=6.95 dengan (95% CI: 2.378-20.340),
tinggi memengaruhi kesiapan fungsi organ untuk hasil analisis pada penelitian tersebut menunjukkan
menjaga kehamilan dan menjaga janin (Nur, bahwa penderita tetanus neonatorum yang mendapat
et al., 2016). Kehamilan yang berulang-ulang dapat pertolongan lebih dari 2 hari berisiko meninggal
membuat dinding uterus mengalami kerusakan, dunia 6.9 kali lebih besar daripada yang dibawa ke
sehingga memengaruhi nutrisi yang diperoleh janin rumah sakit pada hari pertama (Tantijawati, L., and
pada saat kehamilan. Nutrisi yang diperoleh janin Krisnawati, B., 2006).
pada saat kehamilan dapat memengaruhi tumbuh Fatalitas pertolongan penderita TN sangat tinggi
kembang janin. Nutrisi yang kurang pada janin karena pada umumnya pertolongan dilakukan
dapat memberikan kondisi yang merugikan, seperti apabila keadaan bayi sudah gawat atau pertolongan
menyebabkan bayi terlahir dengan berat badan yang terlambat karena terlambat melakukan
rendah atau BBLR (Suwarni, et al., 2014). Bayi yang diagnosis. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi karena
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 203
ketidaktauan ibu terkait gejala tetanus neonatorum penderita tetanus neonatorum sebesar 2,31 daripada
yang muncul pada bayi. Penderita tetanus neonatorum yang melakukan perawatan sesuai anjuran medis.
harus segera dibawa ke rumah sakit, agar mendapat Suatu penelitian yang dilakukan di negara-negara
pengawasan dan segera mendapat pertolongan karena berkembang menjelaskan bahwa perawatan tali pusat
sering timbul komplikasi seperti dehidrasi, sepsis, dengan baik dapat menurunkan risiko kematian
atau pneumonia aspirasi. Semakin lama penundaan pada bayi. Peningkatan risiko kematian akibat TN
pertolongan maka berdampak semakin buruknya dipengaruhi terhadap tingginya pajanan patogen
prognosis tetanus neonatorum (Lam, et al., 2015). pada tali pusat. Perawatan tali pusat yang bersih dan
Kecepatan pertolongan TN memengaruhi menghindari pajanan patogen sangat diperlukan agar
tatalaksana pengobatan tetanus, seperti efektivitas tali pusat terhindar dari infeksi. Penelitian tersebut
pemberian (anti tetanus serum) ATS. ATS akan diperoleh hasil analisis statistik RR 0.76 dengan
bekerja efektif apabila diberikan sebelum 24 jam (95% CI 0.68 to 0.84) yang dapat disimpulkan bahwa
luka. ATS diberikan kepada yang belum mendapatkan perawatan tali pusat yang baik atau sesuai anjuran
imunisasi, sedangkan yang sudah mendapat imunisasi medis dapat menurunkan risiko kematian neonatal
dapat diberikan imunisasi TT ulangan apabila sudah (Khan, A.A., et al., 2013).
waktunya (WHO dan Depkes RI, 2009). Bayi usia < Perawatan tali pusat dipengaruhi oleh kebiasaan
28 hari belum mendapatkan imunisasi TT, imunisasi masyarakat (kebudayaan lokal) yang beberapa
baru akan diberikan pada anak saat memasuki masa memiliki dampak merugikan seperti penggunaan
sekolah dasar (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, arang dan ramuan-ramuan tertentu (Saleh et al.,
2012). Kekebalan terhadap TN pada bayi didapatkan 2015; Coffey and Brown, 2017). Penelitian tersebut
dari kekebalan bawaan dari ibunya. Apabila ibu belum memiliki kesimpulan yang sama dengan penelitian
mendapatkan kekebalan terhadap TN, bayi sangat yang dilakukan di Uganda. Penelitian di Uganda
rentan terhadap TN sehingga penanganan segera pada menjelaskan bahwa kematian neonatal umumnya
bayi yang terdiagnosa TN sangat diperlukan. disebabkan oleh praktik perawatan tali pusat secara
tradisional. Program intervensi untuk perawatan
Faktor Risiko Perawatan Tali Pusat dengan Status tali pusat dengan baik mendapatkan dukungan dari
Kematian Bayi Penderita Tetanus Neonatorum di WHO. Program tersebut perlu dikembangkan dan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2016 dilaksanakan dengan kepercayaan dan dukungan
ibu, pelayanan kesehatan, dukun bayi tradisional dan
Hubungan antara perawatan tali pusat dengan
masyarakat (Grant et al., 2014).
kematian bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel
Perawatan tali pusat pada unit pelayanan
3. Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi
kesehatan penggunaan bahan terdapat penggunaan
penderita TN yang meninggal yang perawatan tali
bahan yang berbeda, ada yang menggunakan kasa
pusat tidak sesuai anjuran medis memiliki persentase
dengan antiseptik atau menggunakan kasa kering
lebih tinggi dari pada bayi yang hidup yang
atau kas steril (Utami and Sulastri, 2017). Perawatan
mendapatkan perawatan tali pusat yang sama yaitu
tali pusat dengan menggunakan antiseptik dibanding
meninggal 28,8% dan hidup 13,6%, sedangkan bayi
menggunakan kasa kering tidak memiliki keunggulan
penderita TN yang meninggal yang perawatan tali
antara satu sama lain dalam mencegah infeksi tali
pusat sesuai anjuran medis memiliki persentase lebih
pusat ataupun mencegah risiko kematian TN.
rendah dibandingkan dengan bayi TN yang hidup Perbedaan yang ditemukan adalah cepat atau
yang mendapatkan perawatan tali pusat yang sama lainnya tali pusat akan pupus. Menurut suatu
yaitu meninggal 16,9% dan hidup 6,8%. Hasil uji penelitian, tali pusat akan lebih cepat pupus apabila
statistik variabel perawatan tali pusat dengan status menggunakan antiseptik (Imdad et al., 2013).
kematian bayi TN berdasarkan hasil uji chi-square Pernyataan tersebut berbeda dengan penelitian lain
diperoleh nilai p = 0,007 (p < α) yang berarti terdapat yang menjelaskan bahwa perawatan tali pusat dengan
hubungan bermakna antara jenis perawatan tali kasa steril memiliki kemampuan yang lebih baik
pusat dengan status kematian bayi penderita TN di untuk mempercepat pupusnya tali pusat. Penelitian
Provinsi Jawa Timur tahun 2014-2016. Berdasarkan tersebut disebutkan bahwa penggunaan kasa steril
perhitungan statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio pada perawatan tali pusat akan membuat tali pusat
sebesar 2,31 (95% CI 1,28-4,15) sehingga responden pupus dalam waktu 5 hari sedangkan perawatan tali
yang melakukan perawatan tali pusat dengan ramuan pusat dengan menggunakan kasa dengan antiseptik,
dapat meningkatkan risiko kematian pada bayi tali pusat akan pupus dalam waktu 7 hari (Utami dan
Sulastri, 2017).
204 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 195-206