Anda di halaman 1dari 30

BAB II DINAMIKA KISI II - 1

BAB II
DINAMIKA KISI

Dalam bab yang lalu, telah dibahas bahwa kristal tersusun oleh atom-atom yang
“diam” pada posisinya di titik kisi. Sesungguhnya, atom-atom tersebut tidaklah diam, tetapi
bergetar pada posisi kesetimbangannya. Getaran atom-atom pada suhu ruang adalah sebagai
akibat dari energi termal, yaitu energi panas yang dimiliki atom-atom pada suhu tersebut.
Getaran atom dapat pula disebabkan oleh gelombang yang merambat pada kristal.
Ditinjau dari panjang gelombang yang digunakan dan dibandingkan dengan jarak antar atom
dalam kristal, dapat dibedakan pendekatan gelombang pendek dan pedekatan gelombang
panjang. Disebut pendekatan gelombang pendek apabila gelombang yang digunakan memiliki
panjang gelombang yang lebih kecil dari pada jarak antar atom. Dalam keadaan ini,
gelombang akan “melihat” kristal sebagai tersusun oleh atom-atom yang diskrit; sehingga
pendekatan ini sering disebut pendekatan kisi diskrit. Sebaliknya, bila dipakai gelombang
yang panjang gelombangnya lebih besar dari jarak antar atom, kisi akan “nampak” malar
(kontinyu) sebagai suatu media perambatan gelombang. Oleh karena itu, pendekatan ini sering
disbut sebagai pendekatan kisi malar.

2.1. GELOMBANG ELASTIK DAN FONON

Dalam pendekatan gelombang panjang, tinjau sebuah batang berpenampang A dengan rapat
massa ρ, yang dirambati gelombang mekanik ke arah
dx
memanjang batang x. Pada setiap titik x dalam batang
terjadi perubahan panjang u (x) sebagai akibat
adanya tegangan σ(x) dari gelombang, lihat gambar
x 2.1.
x x+dx
Dapat dituliskan regangan pada batang :

∈=
Gambar 2.1 du
(2.1.)
dx
BAB II DINAMIKA KISI II - 2

karena tegangan σ yang memenuhi hukum Hooke sebagai berikut :

σ = E∈
(2.2.)

dengan E menyatakan Modulus elastik atau Modulus Young. Selanjutnya, menurut hukum
kedua Newton, tegangan yang bekerja pada elemen batang dx menghasilkan gaya sebesar :

F = A {σ(x+dx) - σ(x)} (2.3.)

akan menyebabkan massa elemen batang tersebut (ρAdx) mendapatkan percepatan sebesar
(∂ u / ∂t )
2 2

sehingga :

= A {σ ( x + dx ) − σ ( x )}
∂ 2u
ρAdx
∂ t2 (2.4.)

Perhatikan lebih lanjut ruas kanan persamaan (2.4), dapat dijabarkan :

σ (x+dx) - σ (x) = ∂σ dx
∂x
∂ε
= E dx
∂x
∂  du 
= E   dx
(2.5.)
∂x  dx 
∂ 2u
= E 2 dx
∂x

Masukkan kembali hasil (2.5) ke persamaan semula (2.4) memberikan :


∂ 2u ∂ 2u
ρAdx 2 = E 2 dx . A
∂t ∂x
yang dapat disederhanakan menjadi :
∂ 2u  ρ  ∂ 2u
= 
∂x 2  E  ∂ t 2
(2.6.)
BAB II DINAMIKA KISI II - 3

yaitu persamaan gelombang elastik. Dan bila dibandingkan dengan persamaan gelombang
umum :
∂ 2u 1 ∂ 2u
=
∂x 2 v s2 ∂ t 2

akan diperoleh ungkapan bagi kecepatan gelombang elastik :

 E
νs = 
1
2

 ρ
(2.7)

Jelas bahwa kecepatan gelombang mekanik dalam batang (secara umum pada zat padat)
bergantung pada “besaran elastik” bahan tersebut, yakni modulus Young. Karena perambatan
gelombang tersebut bergantung pada besaran elastik maka gelombang yang bersangkutan
disebut gelombang elastik.
Bentuk penyelesaian dari persamaan gelombang, persamaan (2.6), dapat dipilih solusi
gelombang bidang :

u(x) = u0 exp (iqx - iωt) (2.8)


), ω frekuensi sudut dan λ panjang gelombang. Bila
λ
dengan q bilangan gelombang (=

hanya diperhatikan bergantung gelombang terhadap posisi (x), dengan mengabaikan faktor
waktu (t), maka fungsi gelombang bidang dapat ditulis :

u(x) = u0 exp (iqx) (2.9)

Dengan menganggap panjang batang L, fungsi gelombang harus memenuhi syarat periodik,
yaitu nilai pada ujung kiri (x = 0) harus sama dengan nilainya pada ujung kanan (x = L), jadi :

u (x = 0) = u (x = L) (2.10)
u0 = u0 exp (iqL)
Ini berarti,
exp (iqL) = 1
BAB II DINAMIKA KISI II - 4

atau :
iqL = ln 2π
dan :
 2π 
.q=  n
 L
(2.11)

dengan n = 0, ±1, ±2, ......... Persamaan terakhir (2.11) mengungkapkan bahwa gelombang
dapat merambat dalam batang yang panjangnya L bilamana bilangan gelombangnya memiliki
 2π 
harga kelipatan bulat (0, 1, 2, ......) dari   . Atau dengan kata lain “bilangan gelombang q
 L

berharga diskrit”.
Keadaan di atas bila dituliskan dalam ruang - q (koordinat yang menyatakan bilangan
gelombang) akan terlihat seperti pada gambar 2.2a. Titik-titik dalam ruang - q menyatakan
ragam (moda) gelombang. Andaikan panjang batang cukup besar (L>>), maka jarak
 2π 
  akan mendekati nol dan ini berarti titik-titik dalam ruang - q makin berdekatan (ruang -
 L

q mendekati malar/kuasi kontinyu), lihat gambar 2.2b.

Gambar 2.2. Ruang - q satu dimensi : a. diskrit, dan b. malar


BAB II DINAMIKA KISI II - 5

Berdasarkan gambar 2.2. dapat didefinisikan jumlah ragam gelombang elastik yang
mempunyai bilangan gelombang antara q dan q + dq (dalam interval dq) adalah :

 L
=   dq
 2π   2π 
dq
(2.12)
 
 L
dengan :

q=
L

Jumlah ragam gelombang seperti pada persamaan (2.2) untuk setiap satuan volume disebut
rapat keadaan atau ditulis g(q) dq. Rapat keadaan dapat juga diungkapkan sebagai frekuensi
sudut ω, yaitu g(ω) dω; yang menyatakan jumlah ragam gelombang elastik persatuan volume
dengan frekuensi antara ω dan ω+dω (dalam interval dω). Di pihak lain, q dan ω berhubungan
satu sama lain melalui hubungan dispersi, lihat gambar 2.3., yaitu bahwa ω berbanding lurus
terhadap q untuk kisi malar :

ω = vs 2 (2.13)

Gambar 2.3. Hubungan dispersi linier untuk kisi malar


(pendekatan gelombang panjang)
BAB II DINAMIKA KISI II - 6

dengan vs adalah kecepatan gelombang pada medium yang bersangkutan. Melalui hubungan

g (ω ) dω = 2 ( 2Lπ ) dq
ini g(ω) dapat ditentukan :

 L  dq
g (ω ) =  
 π  dω
(2.14)

=
πν s
L

Angka 2 pada persamaan tersebut muncul karena ragam gelombang meliputi 2 daerah (positif
dan negatif), yaitu berhubungan dengan gelombang yang merambat ke arah kanan dan kiri.
Lebih lanjut, perubahan gelombang di atas dapat diperluas untuk kasus tiga-dimensi.
Dalam ruang tiga-dimensi, fungsi gelombang dengan mengabaikan faktor waktu ditulis :

u(x,y,z) = u0 exp {i(qxx + qyy + qzz)} (2.15)

Syarat batas periodik menghasilkan :

exp {iL(qx + qy + qz)} (2.16)

Hal ini dapat dipenuhi oleh :

 2π   2π   2π 
qx =  l ; q y =   m; q z =  n
 L   L   L 

l, m, n = 0, ±1, ±2, .........

Setiap titik dalam ruang - q dinyatakan oleh :

q ≡ (qx, qy, qz)


 2π 2π 2π 
= n
 L L 
l, m, (2.17)
L
BAB II DINAMIKA KISI II - 7

yang merupakan satu ragam gelombang. Pada gambar 2.4. dilukiskan ruang - q tiga-dimensi,
proyeksi pada bidang qy-qz dan besarnya volume yang ditempati oleh satu titik (qx, qy, qz)
dalam ruang - q tersebut.

Gambar 2.4. Ruang - q tiga dimensi : a. ruang - q dalam kuadran I (qx, qy, qz > 0);
b. proyeksi ruang - q pada bidang qy - qz; c. volume yang ditempati
oleh satu titik dalam ruang - q

Rapat keadaan g(ω) dalam ruang tiga-dimensi dari rambatan gelombang dapat
ditentukan berdasarkan gambar 2.4. Jumlah ragam gelombang (dalam bola berjejari q) adalah
perbandingan antara volume bola dan volume yang ditempati oleh satu titik dalam ruang - q,
jadi :
BAB II DINAMIKA KISI II - 8

πq 3  L3  3
= 2  q
( 2Lπ )  6π 
4
3
N= 3
(2.18)

Turunkan (diferensiasi) N terhadap q akan memberikan g(ω) dω :

q dq ≡ g (ω ) dω
L3 2
2π 2
dN =

atau,

g (ω ) =
L3 2 dq
2π 2 dω
q

Gunakan hubungan dispersi :

ω
ω = vsq ; q =   ; =
2

dω v s
dq 1
 vs 
2

Sehingga diperoleh :

g (ω ) = ω2
2π v
V
2 3
(2.19)
s

V = L3, yaitu volume medium apabila berbentuk kubus. Dengan hasil rumusan terakhir, dapat
diperluas hubungan antara jumlah ragam gelombang yang dinyatakan oleh titik-titik dalam
ruang - q. Dalam pengertian ini, satu titik (qx, qy, qz) setara dengan 3 (tiga) ragam gelombang
dalam ruang (koordinat) tiga-dimensi. Anggap, misalnya, gelombang merambat ke arah - x,
maka ragam ke arah x ini menjadi gelombang longitudinal (1 ragam) sedangkan ragam ke arah
y dan z menjadi gelombang tronsversal (2 ragam), sehingga :

- 1 ragam longitudinal
(qx, qy, qz)
- 2 ragam transversal

Dalam kasus gelombang merambat ke arah sumbu x, maka ungkapan rapat keadaan
dapat dituliskan kembali berbentuk :
BAB II DINAMIKA KISI II - 9

 1 2 
g (ω ) = ω2  3 + 3 

V
 vs , L vs ,T 
2
(2.20)

dengan vs,L dan vs,T adalah kecepatan gelombang longitudinal dan kecepatan gelombang
transversal.
Sampai sejauh ini, kita telah membahas rambatan gelombang elastik pada bahan padat.
Gelombang elastik pada zat padat ini dapat disebabkan baik oleh gelombang mekanik
(bunyi/ultrasonik) maupun oleh gelombang termal (inframerah). Kedua gelombang tersebut
dapat menyebabkan getaran kisi. Untuk selanjutnya, paket-paket energi getaran kisi disebut
fonon. Fonon dapat dipandang sebagai “kuasi partikel” seperti halnya foton pada gelombang
cahaya/elektromagnet. Melalui konsep yang mirip “dualisme partikel-gelombang” ini,
rambatan getaran kisi dalam zat padat dapat dianggap sebagai aliran fonon.
Beberapa konsep dualisme gelombang-pertikel ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Beberapa eksitasi elementer pada zat padat.

GELOMBANG PARTIKEL

Gel. Elektromagnet Foton


Gel. Elastik/getaran Kisi Fonon
Gel. Elektron Kolektif Plasmon
Gel. Magnetisasi Magnon
Gel. Elektron + deformasi elastik Polaron
Gel. Polarisasi Eksiton

2.2. VIBRASI KISI


2.2.1. Kisi Eka-atom Satu Dimensi

Perhatikan kisi eka-atom (hanya tersusun oleh satu jenis atom) satu dimensi seperti
ditunjukkan oleh gambar 2.5. Pada keadaan seimbang atom-atom secara rata-rata menduduki
BAB II DINAMIKA KISI II - 10

titik kisi. Kemudian, atom-atom akan menyimpang dengan simpangan sebesar ….un-1, un, un +1,
............dst.

Gambar 2.5. Kisi eka-atom satu dimensi dalam keadaan seimbang (atas) dan dirambati
gelombang longitudinal (bawah).

Menurut hukum kedua Newton, persamaan gerak atom ke-n dapat diungkapkan sebagai
berikut :

m 2 = C (un +1 + un −1 + 2 un )
d 2 un
(2.21)
dt

m massa atom, C tetapan elastik ikatan antar atom (semacam tetapan pegas), dan t menyatakan
waktu. Terhadap persamaan gerak itu dapat diambil penyelesaian berbentuk :

un = A exp [i (qxn - ωt) ] (2.22)

A amplitudo dan xn adalah posisi atom ke-n terhadap pusat-pusat koordinat sembarang dan
dapat dituliskan :
xn = na (2.13)

n bilangan bulat dan a tetapan kisi. Masukkan solusi (2.22) ke dalam persamaan gerak (2.21),
dan dengan menggunakan hubungan Euler :

2 cos y = eiy + e-iy


BAB II DINAMIKA KISI II - 11

diperoleh solusi ω :

 qa 
ω = ωm sin  
 2
(2.24)

dengan

 c
ωm = ±2  
1

 m
2

Hasil (2.24) menyatakan hubungan antara ω dan q, jadi jelas bahwa persamaan tersebut
menyatakan hubungan dispersi yang dalam kasus ini berbentuk/bersifat sinusoida. Dalam
pembahasan di atas secara implisit telah digunakan pendekatan gelombang pendek, karena
medium “tampak” sebagai deretan atom-atom diskrit. Dari hasil dapat dikatakan bahwa untuk
kisi diskrit atau pendekatan gelombang pendek, hubungan dispersinya sinusoida (tidak linier);
lihat gambar 2.6.

Gambar 2.6. Hubungan dispersi, ω vs q, sinusoida dari kisi


diskrit (pendekatan gelombang pendek).

2.2.2. Kecepatan Gelombang


Untuk gelombang “murni”, yaitu gelombang yang hanya memiliki satu nilai q dan satu
nilai ω, gelombang menjalar dengan satu nilai kecepatan v. Pada gambar 2.7 ditunjukkan
gelombang murni dan gelombang paket. Gelombang yang disebut terakhir merupakan hasil
perpaduan (superposisi) dari sejumlah masing-masing dengan nilai q1, q2, q3 .......... dan ω1, ω2,
BAB II DINAMIKA KISI II - 12

ω3, ........... Perhatikan gelombang paket pada gambar 2.7c, gelombang tersebut mempunyai
dua komponen; yaitu gelombang “isi” yang frekuensinya lebih besar dan gelombang “sampul”
yang mempunyai frekuensi lebih kecil. Kedua komponen gelombang merambat dengan
kecepatan yang berbeda secara umum.
Gelombang “isi” merambat dengan apa yang disebut kecepatan fasa (vf); sedangkan
gelombang “sampul” merambat dengan kecepatan kelompok/grup (vg). Kedua kecepatan ini
didefinisikan sebagai berikut :

ω dω
vf = dan v g = (2.25)
q dq

Superposisi gelombang dengan nilai q dan ω berbeda-beda menghasilkan gelombang seperti


Gambar 2.7. a. Gelombang murni merambat dengan satu nilai kecepatan. b.

pada c.c. Gelombang paket dengan dua komponen, masing-masing merambat dengan
kecepatan vf dan vg.

untuk selanjutnya akan ditentukan kecepatan rambat gelombang untuk kisi malar maupun kisi
diskrit.
BAB II DINAMIKA KISI II - 13

Untuk kisi malar, panjang gelombang (λ) besar sedemikian sehingga :

}
λ >>
menghasilkan q 0

λ
q=

Dari hubungan dispersi secara umum, lihat persamaan (2.24) sebagai berikut :

 qa 
ω = ω m sin  
 2

oleh karena q→ 0, maka :

 qa  qa
sin   ≈
 2 2

dan ini berarti

ω m a
ω ≈  2 = vs q
 2 
(2.26)

dengan
ωm a
vs =
2

Tampak bahwa untuk kisi malar, kecepatan rambat gelombang baik kecepatan fasa maupun
kecepatan kelompok sama dengan kecepatan rambat vs. Kisi malar, sebagai medium
perambatan gelombang yang bersifat demikian (hubungan dispersi linier, vf = vg = vs)
disebut medium dispersif.
Di pihak lain, untuk kisi diskrit, karena hubungan dispersinya sinusoida maka
kecepatan rambat gelombang yang bersangkutan adalah :
BAB II DINAMIKA KISI II - 14

 qa 
sin  
ω  z
v f = = vs
 qa 
 
 z
q

(2.28)
dω  qa 
vg = = v s cos  
dq  z

Terlihat bahwa

vf ≠ vg ≠ vs
Medium yang bersifat sebagai kisi diskrit adalah medium tak-dispersif. Perhatikan ungkapan
untuk kecepatan kelompok, bahwa untuk nilai q = ± (π/a) menghasilkan kecepatan kelompok
vg = 0. Bila hal ini terjadi akan dapat diamati bahwa gelombang “isi” tetap merambat
sedangkan gelombang “sampul” diam (menghasilkan gelombang berdiri).

2.2.3. Kisi Dwi-atom Satu Dimensi


Pembahasan untuk kisi eka-atom seperti yang telah diuraikan di atas dapat diterapkan
untuk kisi dwi-atom. Pada gambar 2.8, atom-atom yang berukuran lebih kecil, dengan massa
m, diberi nomer genap, sedangkan atom-atom yang lebih besar, dengan massa M, diberi
nomer ganjil. Apabila kisi dirambati gelombang, atom-atom akan mengalami penyimpangan
sebesar ........ U2r-1, U2r, U2r+1 ...........dan seterusnya.

Gambar 2.8. Kisi dwi-atom satu dimensi


Persamaan gerak untuk atom bernomer ganjil adalah :

= C [U 2 r + 2 + U 2 r − 2U 2 r +1 ]
d 2U 2 r +1
d +2
M (2.29)
BAB II DINAMIKA KISI II - 15

dan untuk atom bernomer genap :

= C [U 2 r +1 + U 2 r −1 − 2 U r ]
d 2U 2 r
m (2.30)
d t2

Selanjutnya, kita ambil fungsi gelombang berbentuk :

Uer+1 = A1 exp [iqa (2r+1) - iωt]


(2.31)
U2r = A2 exp [iqa (2r) - iωt]

dan substitusikan ke persamaan gerak di atas : (2.29) dan (2.30), menghasilkan :

(2c - Mω2) A1 - (2c cos qa) A2 = 0

(-2c cos qa) A1 + (2c - mω2) A2 = 0

yang dapat ditulis dalam bentuk matrik :

 2c − Mω 2 − 2c cos qa  A1 
  =0
 −2c cos qa 2c − mω 2   A2 
(2.32)

Persamaan matrik ini akan mempunyai penyelesaian “non-trivial” (solusi yang tidak nol) bila
determinannya dama dengan nol. Jadi,

2c − Mω 2 − 2c cos qa
=0
−2c cos qa 2c − mω 2

dan memberikan hasil

 1 1  1 1  2 4 sin 2 qa 
ω = c +  ± c  +  −
1


2

 M m  M m  Mm 
2
(2.33)
BAB II DINAMIKA KISI II - 16

Bila diperhatikan, persamaan (2.33), untuk kisi dwi-atom satu dimensi. Pada gambar 2.9, titik
potong kurva ω(q) dengan sumbu ω adalah

 2c 
ω1 = 
1

 M
2

 2c 
ω2 = 
1

 m
2

(2.34)

 1 1 2
ω 3 = 2 c ( + ) 
1

 M m 

Gambar 2.9. Hubungan dispersi kisi dwi-atom satu dimensi.

Persamaan (2.33) menghasilkan dua penyelesaian, yaitu penyelesaian I :

 1 1  1 1  2 4 sin 2 qa 
ω =c +  + c  +  −
1


2

 M m  M m  Mm 
2
(2.35)

yang disebut frekuensi cabang optik. Disebut demikian karena bila dihitung nilai frekuensi ini
(sekitar ω2) ada di bawah gelombang inframerah (optik). Sedangkan penyelesaian II :
BAB II DINAMIKA KISI II - 17

 1 1  1 1  2 4 sin 2 qa 
ω =c +  − c  +  −
1


2

 M m  M m  Mm 
2
(2.36)

yang disebut frekuensi cabang akustik, karena sifatnyaseperti gelombang bunyi : q → 0,


ω→0, dan q meningkat, ω juga meningkat secara “hampir” linier.
Bagaimanakah atom-atom bergetar oleh rambatan gelombang ini ? untuk melihat
gerakan atom-atom, perhatikan amplitudo A1 dan A2 pada persamaan (2.31). A1 adalah
amplitudo bagi getaran atom nomer ganjil dan A2 untuk atom-atom nomer genap. Dapat
dibuktikan bahwa untuk cabang akustik A1 dan A2 sefasa, sedangkan untuk cabang optik A1
berlawanan fasa dengan A2. Lihat gambar 2.10.

Gambar 2.10. Getaran atom pada cabang optik dan akustik :


a. longitudinal optik b. longitudinal akustik
c. transversal optik c. transversal akustik.

Pada kurva dispersi dalam gambar 2.9, untuk daerah frekuensi antara ω1 dan ω2 tidak
−π π
ada kurva ω(q) yang memenuhi dalam selang nilai <q< . Daerah frekuensi ini (antara
2a 2a
ω1 dan ω2) disebut celah frekuensi (frequency gap). Hal ini berarti bahwa kisi dwi-atom tidak
merambatkan gelombang yang berfrekuensi antara ω1 dan ω2, tetapi meredamnya. Keadaan ini
memungkinkan kisi bertindak sebagai filter mekanik lolos pita, artinya meloloskan selang
(pita) frekuensi tertentu dan meredam selang (pita) frekuensi yang lain.
BAB II DINAMIKA KISI II - 18

2.3. KAPASITAS PANAS DAN STATISTIK FONON

Sejumlah panas ( ∆ Q) yang diperlukan per mol zat untuk menaikkan suhunya disebut
kapasitas panas. Bila kenaikan suhu zat ∆ T, maka kapasitas panas adalah :

∆Q
C=
∆Τ
(2.37)

Jika proses penyerapan panas berlangsung pada volume tetap, maka panas yang diserap sama
dengan peningkatan energi dalam zat, ∆ Q = ∆ E, E menyatakan energi dalam. Kapasitas
panas pada volume tetap (Cv) dapat dinyatakan :

 ∆Ε   ∂ Ε
Cv =   = 
 ∆Τ  v  ∂ Τ v
(2.38)

Kapasitas panas zat bergantung pada suhu, lihat gambar 2.11. Kapasitas panas zat pada
suhu tinggi mendekati nilai 3R; R menyatakan tetapan gas umum. Karena R ≅ 2 kalori/K-mol,
maka pada suhu tinggi kapasitas panas zat padat :

Cv ≅ 6 kalori/K-mol
BAB II DINAMIKA KISI II - 19

Gambar 2.11. Kebergantungan kapasitas panas zat padat pada suhu

Nilai di atas berlaku dalam selang suhu termasuk suhu ruang. Kenyataannya Cv memiliki nilai
3R pada suhu tinggi untuk semua zat, ini yang dikenal sebagai hukum Dulong-Petit.
Pada suhu rendah, Cv menyimpang dari hukum Dulong-Petit, Nilai Cv menurun seiring
dengan berkurangnya suhu T, dan Cv menuju nol untuk T = 0. Di sekitar T = 0 nilai Cv
sebanding dengan T3. Bagaimanakah kebergantungan Cv terhadap T ini dapat diterangkan ?
Berikut akan dibahas tiga buah model untuk menjelaskan Cv tersebut.

2.3.1. Model Teori Klasik

Apabila zat padat penyerap energi panas akan terjadi gejala termal, yaitu atom-atom
bergetar di sekitar posisi setimbangnya. Menurut fisika klasik, getaran atom-atom zat padat
dapat dipandang sebagai osilator harmonik. Satu getaran atom identik dengan sebuah osilator
harmonik. Osilator harmonik merupakan suatu konsep/model yang secara makroskopik dapat
dibayangkan sebagai sebuah massa m yang terkait pada sebuah pegas dengan tetapan pegas C.
Untuk osilator harmonik satu-dimensi, energinya dapat dirumuskan :

ε = energi kinetik + energi potensial

= 21 mv 2 + 21 cx 2

( )
(2.39)

= v2 +ω 2 x2
m
2

dengan v laju getaran osilator, x simpangan osilator dan ω frekuensi sudut getaran osilator
 c
=  . Persamaan (2.39) adalah energi yang dimiliki oleh sebuah osilator harmonik; dan
 m

karena setiap osilator dalam gerak harmoniknya mempunyai energi yang berbeda-beda, maka
dapat ditentukan energi rata-rata osilator harmonik (lihat kembali kuliah FISIKA
STATISTIK):
BAB II DINAMIKA KISI II - 20

 ε 
∫ ∫ ε exp  −  dv dx
vm xm

 kT 
ε = v =v0 x =0

 ε 
∫ ∫ exp  −  dv dx
m xm

v =0 x =0
 kT 

= kT
(2.40)

dengan k tetapan Boltzmann dan T suhu osilator. Faktor exp (-ε/kT) disebut bobot Boltzmann
atau lengkapnya fungsi distribusi Maxwell - Boltzmann.
Energi rata-rata osilator seperti pada persamaan (2.40) dapat juga ditentukan melalui
prinsip ekuipartisi energi. Menurut prinsip ini, setiap sistem yang mempunyai satu derajad
bebas yang berbentuk kuadrat dari besaran gerak (v2, x2, ω2 ....) mempunyai energi rata-rata
1
yang setara dengan 2 kT.

Jadi untuk osilator harmonik satu dimensi yang mempunyai dua derajad bebas (persamaan
2.39) mempunyai energi rata-rata :

ε = 21 kT + 21 kT = kT (2.41)

Selanjutnya, karena atom-atom dalam kristal membentuk susunan tiga-dimensi, maka


untuk satu mol osilator harmonik tiga-dimensi, energi dalamnya :

E = 3 N A ε = 3 N A kT = 3 RT

Dengan demikian kapasitas panasnya :

 ∂E 
Cv =   = 3 R
 ∂T  v
(2.42)
BAB II DINAMIKA KISI II - 21

Dari hasil (2.42) ini terlihat bahwa menurut model fisika klasik, kapasitas panas zat padat
tidak bergantung suhu dan berharga 3R. Hal ini sesuai dengan hukum Dulong-Petit yang
hanya berlaku untuk suhu tinggi. Sedangkan untuk suhu rendah jelas teori ini tidak berlaku.

2.3.2. Model Einstein


Dalam model ini, atom-atom dianggap sebagai osilator-osilator bebas yang bergetar
tanpa terpengaruh oleh osilator lain di sekitarnya. Energi osilator dirumuskan secara kuantum
(berdasarkan teori kuantum) yang berharga diskrit :

ε n = nhω
n = 0, 1, 2, 3,.......
(2.43)

dengan h = ; h tetapan Planck. Pada tingkat dasar n = 0, energi osilator ε0 = 0. Tingkat



h

berikutnya n = 1, 2 dan seterusnya. Perbedaan energi antar tingkat adalah hω ; lihat gambar
2.12.

Gambar 2.12. Spektrum energi osilator satu dimensi menurut teori kuantum.

Energi osilator seperti pada persamaan (2.43) berdasarkan anggapan bahwa setiap
osilator terisolasi terhadap osilator lainnya. Kenyataannya, osilator-osilator akan saling
“bertukar” energi dengan sekitarnya, sehingga energi osilator akan selalu berubah. Pada
keseimbangan termal, energi rata-rata osilator dinyatakan oleh :
BAB II DINAMIKA KISI II - 22


 εn 
ε n exp  − 
 kT 
ε = n=0

 ε 
(2.44)
exp  − n 
n=0  kT 

faktor (bobot) Boltzmann exp(-εn/kT) menyatakan kebolehjadian keadaan berenergi εn


tertempati. Persamaan (2.44) dalam bentuk deret tersebut ekuivalen dengan ungkapan :


ε= hω kT
−1
(2.45)
e

Selanjutnya, untuk satu mol osilator tiga-dimensi memiliki energi dalam :


E = 3N A ε = 3N A
e hω kT
−1

Sehingga kapasitas panasnya :

Cv = 
 ∂Ε 

 ∂Τ  v

 hω 
(2.46)
hω kT

(e )
= 3R  
2

 kT 
e
hω kT
−1
2

Dalam model Einstein frekuensi osilator ω biasa ditulis ωE yang disebut frekuensi Einstein.
Untuk menyederhana persamaan (2.46) didefinisikan suhu Einstein (θE) menurut :

kθ E = hω E (2.47)
dan persamaan (2.46) tereduksi menjadi :

θ  eθ E / T
(e )
Cv = 3 R  E 
2

 Τ −1
(2.48)
θ E /T 2
BAB II DINAMIKA KISI II - 23

Cv menurut persamaan terakhir ini bila dilukiskan sebagai fungsi T akan menghasilkan kurva
yang secara kualitatif menyerupai kurva eksperimen dalam gambar 2.11.; terutama untuk suhu
rendah dimana Cv → 0 bila T → 0K. Suatu hal yang tidak dihasilkan oleh model fisika klasik
pada pembahasan terdahulu. Tetapi, apakah benar bahwa hasil (2.48) cocok secara kuantitatif
dengan kurva eksperimen ?
Pada suhu tinggi (T>>), maka nilai (θE/T) berharga kecil; sehingga exp (θE/T) dapat
diuraikan ke dalam deret sebagai berikut :

θΕ
1+ + .....
θ Ε  Τ
C v = 3R  
2

 Τ  θΕ 
1 + Τ + ..... − 1
2

 
 θ 
≅ 3R  1 + Ε + .......
 Τ 
(2.49)

≅ 3R

Menurut hasil ini jelas bahwa model Einstein cocok pada suhu tinggi. Bagaimana untuk suhu
rendah ? Pada suhu rendah (T<<) nilai (θE/T) besar. Hal ini berdampak pada penyebut dalam
persamaan (2.48); yaitu :

eθE /T - 1 ≅ eθE /T

sehingga ungkapan kapasitas panas menjadi :

 θ  −θ Ε
Cv = 3 R  Ε  e Τ
2

 Τ
−θ Ε
≡ B (T ) e Τ
(2.50)

dengan

θ 
B ( T ) = 3R  Ε 
2

 Τ
BAB II DINAMIKA KISI II - 24

Jadi, pada suhu rendah Cv sebanding dengan e −


θE
T
dan jelas ini tidak cocok dengan hasil
3
eksperimen, dimana Cv sebanding dengan T . Sekali lagi, model inipun gagal menjelaskan Cv
pada suhu rendah.

2.3.3. Model Debye

Dalam model Einstein, atom-atom dianggap bergetar secara terisolasi dari atom di
sekitarnya. Anggapan ini jelas tidak dapat diterapkan, karena gerakan atom akan saling
berinteraksi dengan atom-atom lainnya. Seperti dalam kasus penjalaran gelombang mekanik
dalam zat padat, oleh karena rambatan gelombang tersebut atom-atom akan bergerak kolektif.
Frekuensi getaran atom bervariasi dari ω = 0 sampai dengan ω = ωD. Batas frekuensi ωD
disebut frekuensi potong Debye.
Menurut model Debye ini, energi total getaran atom pada kisi diberikan oleh ungkapan
:

E = ∫ ε (ω ) g (ω ) dω
ωD
(2.51)
0

ε (ω ) adalah energi rata-rata osilator seperti pada model Einstein, lihat persamaan (2.45),
sedangkan g (ω) adalah rapat keadaan seperti pada persamaan (2.19). Dalam selang frekuensi
antara ω = 0 dan ω = ωD, g(ω) memenuhi :

∫ g(ω ) dω = 3 N
ωD

A (2.52)
0

Jumlah moda getaran sama dengan jumlah 1 mol osilator tiga-dimensi, yang dalam kurva pada
gambar 2.13 ditunjukkan oleh daerah terarsir. Frekuensi potong ωD dapat ditentukan dengan
cara memasukkan persamaan (2.19.) ke dalam persamaan (2.52.), yang memberikan :
BAB II DINAMIKA KISI II - 25

 6π 2 N A 
ω D = vs  
1
3

 V 
(2.53)

Gambar 2.13. Rapat keadaan menurut Model Debye.

Apabila kita menggambarkan kontur yang berhubungan dengan ω = ωD dalam ruang -


q seperti pada gambar 2.4. akan diperoleh sebuah bola yang disebut bola Debye, dengan jejari
qD yang disebut jejari Debye dan memenuhi (lihat gambar 2.14) :


qD = nA
(2π )
V
3
(2.53a)
3

Kembali pada persamaan (2.51), dengan substitusi ε (ω ) pada persamaan (2.54) dan
Gambar 2.14. Bola Debye dengan jejari qD.

g(ω) pada persamaan (2.19) diperoleh ungkapan energi getaran kisi :


BAB II DINAMIKA KISI II - 26

hω 3
∫0 e hω / kT − 1 dω
ωD
E= 2 3
2π v s
3V
(2.54)

Turunan pertama terhadap suhu persamaan (2.45) menghasilkan kapasitas panas :

ω 4 e hω

ωD

( )
Cv = dω
3V h2
2π 2 v s kT 2
/ kT

e hω / kT − 1
3 2
(2.55)
0

Penampilan persamaan (2.55) dapat disederhanakan dengan mendefinisikan :


X=
kT
dan suhu Debye (θD) :
kθ D = hω D

sehingga bentuknya menjadi :

 T 

3 θ D/ T

(e )
Cv = 9 R  
x 4e x
θ D  −1
2
dx (2.56)
x
0

Apakah hasil terakhir ini sesuai dengan eksperimen ?


Pada suhu tinggi (T>>θD), batas atas integral (θD/T) sangat kecil, demikian juga
variabel x. Sebagai pendekatan dapat diambil :
ex ≅ 1 + x

sehingga integral yang bersangkutan menghasilkan :

θ D 
∫0 x dx = 13  T 
θD 3
2
(2.57)

masukkan hasil ini ke persamaan (2.56) :

 T  θ D 
Cv = 9 R    
3 3

θ D   T 
1
(2.58)
= 3R
3
BAB II DINAMIKA KISI II - 27

Sesuai dengan hukum Dulong-Petit, sehingga pada suhu tinggi model ini cocok dengan hasil
eksperimen.
Pada suhu rendah (T<<θD), batas integral pada persamaan (2.56) menuju tak
4π 4
berhingga; dan integral tersebut menghasilkan . Dengan demikian :
15

 T   4π 4 
Cv = 9 R   .  
3

 θ D   15 

12π R 3
(2.59)
=
4

5θ 3D
T

Tabel 2.1. Suhu Debye untuk beberapa zat.

Zat Struktur Kristal Laju gel.Elastik Suhu Debye


(ms-1) (oK)
Na BCC 2320 164 157
Cu FCC 3880 365 342
Zn HCP 3400 307 316
Al FCC 5200 438 423
Pb FCC 1960 135 102
Ni FCC 4650 446 427
Be Intan 3830 377 378
Si Intan 6600 674 347
Si02 Heksagonal 4650 602 470
NaCl Garam Batu 3400 289 321
LiF Garam Batu 5100 610 732
CaF2 Flourit 5300 538 510
(Dari data (Dari data Cv)
elastik)

2.3.4. Energi dan Jumlah Fonon


BAB II DINAMIKA KISI II - 28

Pada subbab 2.1. telah dibahas bahwa getaran atom dapat dipandang sebagai paket
energi yang disebut fonon. Bila dihubungkan dengan model Debye, energi fonon terkuantisasi
yang diberi bentuk :
ε = hω (2.60)

analog dengan foton, maka momentum fonon dapat ditulis :

p = hq
r r

dengan (2.61)

q =
r 2π
λ

Dalam hal ini dapat dibayangkan bahwa bila gelombang elektromagnet merambat identik
dengan adanya arus foton, sedangkan pada rambatan gelombang mekanik atau gelombang
suara identik dengan adanya aliran arus fonon yang membawa energi dan momentum seperti
pada persamaan (2.60) dan (2.61).
Jumlah fonon dalam suatu moda gelombang pada keseimbangan termal dapat
diprediksi dari persamaan (2.45). Karena energi setiap fonon adalah hω dan energi rata-rata
fonon diberikan oleh persamaan (2.45), maka jumlah rata-rata fonon dalam suatu moda
gelombang adalah :

n=
1
−1

(2.62)
kT
e

Jadi, jumlah fonon bergantung suhu, pada T = 0, n = 0 , tetapi bila T meningkat, n akan

bertambah. Pada suhu tinggi n ≅ kT/ h . Dengan demikian dapat dikatakan fonon tercipta
dengan menaikkan suhu; dan hal ini berbeda dengan partikel lain (proton, elektron) yang
jumlahnya tetap meskipun suhunya berubah.
BAB II DINAMIKA KISI II - 29

2.4. KONDUKSI TERMAL

Bila pada ujung-ujung suatu bahan padat berada pada suhu yang berbeda T1 dan T2,
dengan T2 > T1 maka panas akan mengalir dari ujung yang bersuhu tinggi ke ujung yang
bersuhu rendah, lihat gambar 2.15.

Gambar 2.15. Konduksi termal oleh gelombang kisi (fonon). Tanda panah menyatakan fonon-
fonon.

Rapat arus panas Q, yaitu arus panas per satuan luas, sebanding dengan gradien suhu ( ∂T / ∂x )
dan dituliskan sebagai :
∂Τ
Q=− Κ
∂x
(2.63)

Tetapan K menyatakan kemudahan perambatan panas dalam zat padat yang disebut
konduktivitas termal. Tanda minus (-) diberikan agar K merupakan bilangan positif.
Dalam pembahasan rambatan panas oleh fonon sangat tepat untuk membayangkan
fonon-fonon sebagai suatu gas seperti pada gambar 2.15. Pada setiap daerah dalam ruang
selalu terdapat fonon yang bergerak acak ke segala arah. Penggunaan model gas ini
memungkinkan diterapkan teori kinetik gas. Pada keadaan tertentu, konduktivitas termal dapat
dinyatakan sebagai berikut :

K = 13 Cv vl (2.64)
BAB II DINAMIKA KISI II - 30

dengan Cv kapasitas bebas rata-rata fonon (lintasan yang ditempuh fonon tanpa menumbuk).
Pada tabel 2.2. diberikan data konduktivitas termal dan lintasan bebas rata-rata fonon untuk
beberapa bahan.

Tabel 2.2. Konduktivitas termal dan lintasan bebas rata-rata fonon.

T = 2730K T = 200K
Bahan l
K (angstrom K l (cm)
(watt/m.0K) ) (watt/m.0K)
Si02 14 97 760 7,5 x
10-3
CaF2 11 72 85 1,0 x
10-3
NaCl 6,4 67 45 2,3 x
10-4
Si 150 430 4200 4,1 x
10-2
Ge 70 330 1300 4,5 x
10-3

Anda mungkin juga menyukai